Share

Titik Balik Gadis Terabaikan
Titik Balik Gadis Terabaikan
Author: Zeya

Chapter 1

Di dalam rumah yang mewah, terdapat satu keluarga yang sedang berkumpul di ruang makan. Namun, secara tiba-tiba suara bariton sang pemimpin keluarga berucap pada putri sulungnya.

"Satu minggu lagi, kamu harus menikah, Cyra!"

Seketika suasana meja makan menjadi tegang. Anton, sebagai kepala keluarga, mengucapkan sesuatu yang tidak pernah terlintas di benak gadis bernama Cyra Alexa.

"A-apa menikah?" sahut Cyra, masih syok.

"Ya, kami sudah menyiapkan segala keperluanmu. Minggu depan, kamu hanya perlu hadir di sana sebagai mempelai wanita!"

"Tunggu, Pah. Bukannya yang menikah itu Nera?"

Cyra merasa bingung. Setahunya, yang akan menikah adalah adiknya, bukan dirinya. Kini, sang Papah meminta ia menikah, bahkan tanpa berdiskusi lebih dulu.

"Nera menolak. Papah tidak bisa membatalkan rencana pernikahan ini. Kamu satu-satunya harapan keluarga kita, Ra," jawab Anton dengan tegas.

"Tapi, Pah—"

"Cyra, diam! kamu mau jadi anak pembangkang, hah?" bentak sang Mamah, Margaret.

"Tau tuh, Kakak seharusnya senang dong aku mengalah dan membiarkan Kakak menikah dengan orang itu," imbuh Nera, ikut memojokkan sang kakak.

Perasaan Cyra benar-benar hancur dalam sekejap. Bukan hanya karena ucapan sang Papah yang harus ia terima secara sepihak, tetapi juga karena kata-kata wanita paruh baya yang telah melahirkannya ke dunia ini. Cyra merasa hatinya sakit, mengapa ia harus diperlakukan berbeda dari adiknya? Mereka lahir dari rahim yang sama, namun Margaret tak pernah menunjukkan cinta yang sama padanya seperti yang diberikan kepada Nera.

"Jadi... aku menjadi pengganti Nera?"

Cyra menatap intens ke arah sang Papah, berusaha tetap tenang meski rasa sedih dan marah meluap di dalam dirinya.

"Ya, karena Nera sebentar lagi akan debut di dunia entertainment. Kamu harus menutup rapat semua fakta ini, kamu mengerti, kan?"

"Ya, aku paham," sahut gadis itu singkat.

Ia melirik sekilas ke arah adiknya, yang terlihat begitu senang. Begitu juga dengan Amerta. Cyra menunduk, menatap piring berisi nasi goreng, sembari terkekeh miris meratapi nasibnya. Bertahun-tahun ia diabaikan, dan kini ia merasa dibuang. Cyra yakin keputusan ini hanyalah alasan yang mengatasnamakan perjodohan, untuk mengeluarkannya dari rumah itu.

'Sejak awal aku memang bukan bagian dari keluarga ini,' batin Cyra sendu.

Mereka semua melanjutkan acara sarapan, sementara Cyra selesai lebih dulu. Ia mendorong kursi ke belakang, berdiri, dan meraih tas selempang dari kursi.

"Pah, Mah, Ner, aku pergi," pamit gadis itu.

Namun, tidak ada satu pun jawaban dari kedua orang tuanya. Hal ini sudah sering terjadi, tetapi Cyra tak pernah kapok menyapa mereka.

Cyra menghela napas berat. Keberadaannya di sini bagaikan angin tak kasat mata. Mereka hanya akan menganggapnya ada jika dalam kondisi mendesak.

Mobil X-trail berwarna hitam melaju membelah jalan raya di pagi hari, lantunan suara musik mengiringi perjalanan Cyra menuju kantor. Sesekali ia ikut bernyanyi, mengisi kesendiriannya di dalam mobil.

Setengah jam kemudian, ia tiba di depan gedung yang menjulang tinggi bertuliskan Daxton Group. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 10 tahun lalu. Pemimpin perusahaan itu baru saja berganti sebulan yang lalu dan belum pernah muncul di muka publik, sehingga tidak ada yang tahu seperti apa rupa pria tersebut.

Cyra memarkirkan mobilnya di basement, lalu bergegas menuju lift. Pagi ini, ia memiliki rapat penting. Sebagai ketua tim pemasaran, ia tampak tergesa-gesa saat melihat jam yang hampir menunjukkan pukul 09.00 pagi.

"Sialan, aku telat!"

Saat keluar dari lift, ia berlari menuju meja kerjanya dan mengambil berkas yang akan dipresentasikan. Beberapa teman setimnya yang mengikuti rapat sudah tidak ada di meja mereka, membuat Cyra semakin panik.

Saat keluar dari lift, ia berlari menuju meja kerjanya dan mengambil berkas yang akan dipresentasikan. Beberapa teman setimnya yang mengikuti rapat sudah tidak ada di meja mereka, dan hal itu membuat Cyra semakin panik.

Sesaat kemudian, ia sampai di ruang meeting. Untungnya, rapat belum dimulai. Cyra menghela napas lega dan duduk di kursi samping seorang gadis berambut sebahu.

"Dari mana aja kamu, Ra? Tumben jam segini baru sampai?" tanya gadis bernama Jena Lauren.

"Tadi ada sedikit masalah di rumah, makanya aku telat."

Jena mengangguk. "Pasti adik kamu lagi, kan?"

Cyra hanya tersenyum tipis menanggapinya. Tak berselang lama, rapat pun dimulai. Suasana hening menyelimuti ruangan selama tiga jam penuh, dan presentasi Cyra diterima dengan baik oleh semua orang di dalam ruangan.

Setelah rapat usai, Cyra dan Jena berjalan menuju kantin. Mereka berniat membeli kopi dan camilan agar mata mereka tidak mengantuk lagi.

"Bu, roti empat sama kopi dua," pesan Jena pada ibu kantin.

"Siap, Neng," sahut sang ibu.

Sembari menunggu pesanan mereka selesai, Cyra mengajak Jena duduk terlebih dahulu.

"Muka kamu kusut amat, Ra. Padahal presentasi kamu tadi bagus banget," ujar Jena memuji.

Cyra menghela napas berat, merebahkan kepalanya ke atas meja sambil menatap lantai.

"Aku pusing, Jen. Rasanya aku ingin lari sejauh mungkin!"

"Maksudmu apa, Ra?" sahut Jena heran.

Saat itu, ibu kantin muncul membawa pesanan mereka. Jena langsung menyesap kopi di depannya, namun kopi itu keluar kembali saat ia mendengar jawaban dari sahabatnya.

"Aku dijodohkan, Jen."

"Uhuk...uhuk... kamu s-serius, Ra?" gagap Jena, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status