Bab 1
Pernikahan yang tak di inginkan. Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya. "Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan. Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat. Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana. Brak! Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya. Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadikan nya istri itu berjalan medekat. "Mas Sa..." "Jangan bersikap seolah kita ini saling kenal dengan baik!" Ucap Saka dengan dingin. Zelin menatap terkejut lelaki di depannya. Ia bahkan belum selesai menyebut nama lelaki itu dengan lengkap, namun sikap dingin Saka membuat tubuhnya kini merasa gemetar. Zelin kini hanya diam, melihat lelaki itu berjalan ke arah lemari sofa di sudut kamar dan melepaskan jas dan kemejanya begitu saja, memperlihatkan tubuh kekar dan bersih itu dengan jelas, membuat Zelin berbalik badan dengan canggung. Saka hanya melirik wanita di belakangnya itu dengan dingin, ia lantas mengambil baju secara asal dari dalam lemari di ruangan sebelah kamarnya dan memakainya dengan segera. "Malam ini kamu boleh tidur di sini, lakukan apa yang ingin kamu lakukan, aku tak perduli!" Saka bicara sambil berjalan mendekati Zelin, kini dua pasang manik mata yang saling merasa asing itu bertatapan dengan dingin. Jika Zelin terus bertanya apa yang akan terjadi setelah nya, maka Saka sudah memastikan dirinya tak ingin terlibat lebih jauh dengan wanita yang kini menjadi istrinya itu. Saka menghela napas dengan dalam, lelaki itu kini berdiri lebih tegap dan mundur menjauh sembariq menatap Zelin dengan dingin. "Aku perlu memperjelas semuanya sekarang, Zelin!" Ucapnya dingin, dia menatap wajah Zelin yang nampak masih sangat binggung. "Dengarkan aku, pernikahan ini hanyalah pernikahan yang tercatat secara negara, tapi aku tak pernah mau menjalankan pernikahan dengan mu sejak awal." "A_apa maksudnya, Mas?" Zelin terbata, dengan lirh ia bertanya pada Saka. "Maksunya adalah aku tak mau jadi suamimu!" Ucap Saka dingin. Zelin terdiam mendengar jawaban itu, ia bahkan tak pernah membayangkan bahwa dirinta akan mendengar kalimat itu dari sang suami. "Tapi kamu baru saja mengucapkan ikrar pernikahan mas, di hadapan orang tuaku, orang tuamu, bahkan keluarga besar kita." "Ya lantas?" Saka kembali bertanya dengan dingin. "Ya lantas kenapa mas bilang tak mau jadi suamiku?" "Aku menerima pernikahan ini karena orang tuaku, kamu tau kan mamaku begitu tergila-gila dengan menantu sepertimu. Menantu yang pintar, baik hati, sopan dan setara denganku di matanya, ah mungkin lebih tepatnya adalah penjilat yang lihai." "Apa maksudnya mas?" Saka tersenyum sinis. "Bukankah memang seharusnya kamu di panggil begitu? Wanita yang bahkan tak tau asal usul calon suaminya, tapi dengan yakinnya kamu mau menikahi aku. Bodoh! Kamu kira aku tak tau niat buruk di balik wajahmu yang polos itu!" "Niat buruk apa mas?" "Apa lagi jika bukan menguasai harta warisan keluargaku. Kamu menginginkan sepuluh persen sama keluarga Gunawan bukan? Kamu tau bukan bahwa sebagai istriku yang sah kamu akan dapat sepuluh persen saham keluargaku!" Zelin menggeleng dengan cepat, dia benar-benar tak tau apa yang Saka katakan, selama ini dia hanya menuruti apa yang keluarga besarnya atur. Zelin hanya menuruti apa yang kakeknya inginkan untuk dirinya sebagai rasa terimakasih karena telah sudi membesarkan dirinya yang tak punya orag tua lagi. "Aku sungguh tidak tau apa yang kamu katakan barusan." "Hah, bahkan kamu pandai bersandiwara Zelin, aku salah menilaimu_" Saka tiba-tiba saja berbalik dan berjalan meninggalkan Zelin. "Kamu mau kemana mas?" Zelin yang melihat Saka hampir membuka pintu kamar berdiri dan bertanya tanpa dia sadari. Tubuh tegap itu tiba-tiba berhenti berjalan, berbalik menatap Zelin dengan kesal ia kembali mendekat dan menempatkan wajahnya tepat di depan wajah Zelin. Dengan kasar Saka mencengkeram wajah Zelin, memastikan wanita itu bisa mendengar dengan jelas apa yang akan dia katakan. "Jangan pernah kamu campuri urusanku! Urus saja dirimu sendiri, nikmati saja setatusmu sebagai nyonya muda keluarga ini dengan baik, tapi jangan berhapan banyak dariku, sebab aku tak akan pernah bisa menerimamu untuk benar-benar jadi istriku!" Kalimat Saka terdengar begitu dingin, membuat sepasang mata bening Zelin tanpa sadar berkaca karena sesak yang dia rasakan. "Kemana aku pergi, siapa yang aku temui, bahkan apa yang aku lakukan adalah urusanku. Kamu tak perlu ikut campur bahkan tak ada hak untuk bertanya!" Saka melepaskan wajah Zelin dengan kasar, lelaki itu berjalan keluar kamar dengan segera. Brak! Dentuman pintu kembali terdengar nyaring, membuat tubuh lelaki itu tak lagi terlihat oleh manik mata Zelinda. Tubuh Zelin merosot turun dari ranjang, nafasnya tersenggal dengan detak jantung yag kian memacu dengan hebat. Zelin tak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan ini di malam pertama pernikahan mereka. "Bodoh!" Ucapnya lirih, mencengkeram karpet tebal alasnya duduk sekarang. Zelinda merutuki kebodohan nya, dia bahkan sempat memimpikan bahagia bersama Saka setelah menikah. Memimpikan menjalani rumah tangga yang baik dengan lelaki itu. Tapi nyatanya, dia harus menelan pahit bakan sebelum hari pernikahan nya berganti. "kenapa harus aku? kenapa?" Ucapnya lirih, bertanya pada takdir yang selalu mempermainka hidupnya. "Masih kurang kamu melihat aku menderita? apa salahku sampai aku tak berhak bahagia!" Ucapnya dengan penuh penekanan. Tanpa sadar, air matanya keluar tanpa henti. Zelin merebahkan tubuhnya di atas karpet, menahan sakit dan sesak nya dada. Zelin merasa dunia terlalu kejam para dirinya. Sejak kecil ia sudah harus bergelut dengan takdir yang menyakitkan. Kehilangan orang tuanya pada kecelakaan maut saat dia masih berusia delapan tahun, lantas dirinya harus tinggal dengan kakek dari pihak ibunya yang dingin. Orang tua itu selalu ingin dirinya jadi perempuan sempurna sebagai cucu pewaris yang di banggakan, menjadi juara di setiap pertandingan, menjadi yang terpintar di sekolahnya, bahkan pernikahan ini juga adalah bagian dari keinginan kakeknya pada Zelin, dan lagi-lagi dirinya tak bisa menolak meski ingin.Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik