Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah.
"Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang. "Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_ di tangannya. Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar. "Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat. "Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya. "Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?" Stela meghela napas, lantas menatap adik lelakinya itu dengan kesal. "Mana aku tau, Mungkin mama sudah datang ke rumahmu dan melihat kau tak ada di sana." Ucap Stela semakin membuat Saka panas dingin. "Kau yakin?" Mata Saka membelalak, ia tak sanggup membayangkan amaran ibunya jika tau dirinya menghilang di malam pertamanya dengan Zelinda. Ingin rasanya Saka tak menjawab panggilan ibunya, namun dia takut itu akan menambah masalah baru, di tambah juga sang ibu jelas tak akan berhenti menelepon sampai terhubung dengan nya. Menghela napas dengan pajang, Saka memberanikan diri mengangkat ponsel miliknya. "Ya ma, ada apa?" Ucapnya mencoba tetap tenang. 'Lama sekali kamu angkat telepon mama Saka!' Suara dari seberang terdengar melengking, khas mamanya jika berteriak. "Saka baru selesai mandi ma, mama di mana?" Saka bertanya dengan perasaan was-was. 'Di rumah, tapi kita ada janji bertemu kan siang ini. Kamu ingat?' "Rumah? Di depan rumah?" Jantung Saka mulai berdegup kencang, ia juga sempat melihat Stela sama terkejutnya dengan dirinya. 'hahaha, jangan konyol Saka, mama ada di rumah mama sendiri, lagi pula buat apa mama ada di rumahmu sepagi ini." Saka menghela napas lega saat mendengar ibunya masih berada di rumahnya sediri. "Hahahaa, ia juga ya, ngapain mama ke rumah pagi-pagi buta begini." Ucap Saka mulai merasa tenang 'Dimana istrimu? Mama ingin bicara.' Baru saja dirinya merasa tenang, Saka sudah kembali panik. "Em, dia, dia, em sedang di bawah ma, aku kan di kamar sekarang dan belum berganti baju. Bagaimana jika aku hubungi mama lagi nanti." 'Ah, begitu. Baiklah jika begitu, mama tunggu telepon darimu segera. Tapi tunggu Saka, kamu tak buat masalah kan? Kamu tidak mempersulit hidup menantuku kan?' "Tidak ma, mama tenang saja. Sudah ya, Saka mau ganti baju dulu, nanti Saka hubungi lagi." 'Baiklah, mama tunggu. Bye sayang' Suara mamanya tak lagi terdengar dalam ponselnya, Saka langsung terduduk di tepi ranjang karena gemetar, kakinya bahkan kesemutan sekarang. "Hah, masih punya rasa takut rupanya dirimu." Stela menatap dengan remeh. "Tentu saja masi, jelas saja aku masih takut pada mama." Saka menjawab sembari melihat ponselnya dengan seksama. Banyak pesan masuk di sana, pesan dari Clara tentunya, wanita itu begitu marah pada sikap Stela padanya tadi. "Ya, ya, harusnya memang begitu, jika tidak kau mungkin akan jadi gelandangan karena di tendang dari keluarga Gunawan. Aku mau pulang dulu." Stela berdiri dari tempatnya duduk, merapikan bajunya yang sedikit kusut dan mengambil tas di sofa. "Kau mau pulang sekarang?" Saka bertanya dengan cepat, membuat Stela menatap curiga. "Kau akan buat masalah apa lagi setelah ini?" "Kau tak dengar mama baru saja menelepon? Aku harus bersiap segera ke rumah dan menemui Zelinda." Stela mengangkat kedua alisnya bersamaan "Cobalah bersikap baik padanya, aku lihat dia wanita bak." "Pada siapa?" "Zelinda, istrimu." Ucap Stela kesal "Akan aku coba. Pulanglah, aku harus segera bersiap." Ucap Saka mencoba tenang di hadapan kakaknya Stela segera keluar apartemen Saka, dia membuka pintu dan mendapati Clara masih berdiri di depan pintu apartemen Saka. Clara berjalan mundur saat melihat Stela keluar dan menatapnya dengan dingin. "Kau belum pergi? Sebegitu murahnya kau sampa rela menunggu di sini selama berjam-jam?" "Apa urusanmu?" Clara menjawab dengan dingin. "Semua yang ada urusannya dengan Saka adalah urusanku. Pergilah sebelum aku panggil keamanan dan menyeret mu keluar dari sini." Stela melewati Clara dengan acuh, namun perempuan itu segera berbalik dan mengikuti nya dari belakang. "Bagaimana jika aku tak bisa melepaskan adikmu Saka? Kau tau, dia sangat mencintai aku dan aku yakin cintanya bukan sekedar cinta sesaat kan." Stela tersenyum getir, muak rasanya mengurusi wanita murahan seperti Clara, namun demi nama baik keluarganya, Stela harus memberi wanita murahan ini pelajaran. "Coba saja jika kau memang punya keberanian itu." "Kau menantagku kak?" Clara membelalak, dia tak percaya Stela akhirnya mengatakan hal yang pasti dia menangkan. Stela tersenyum sinis seolah meremehkan Clara. "Ya, coba saja dekati Saka, lantas lelaki yang kau bilang sangat kau cintai itu akan jatuh miskin karena di cabut haknya sebagai pewaris utama keluarga Gunawan." Clara terdiam sebentar, ia lantas berusaha tersenyum meladeni Stela, meski senyum itu terlihat canggung sekarang. "Kau kira aku akan percaya? Mana mungkin Saka di hapus dari ahliwaris." "Karena itulah, cerdas itu peting untk seorang wanita. Dengar baik-baik Clara, kau tidak ada apa-apanya di banding istri Saka, dia wanita berkelas, dari keluarga baik-baik dan yang paling penting dia bukan perempuan gampangan. Lantas kamu kira jika Saka memilihmu dan meninggalkan berlian seperti Zelinda dia akan baik-baik saja? Keluarga kami tak akan mungkin menerimamu sebagai bain dari mereka!" Stela bicara terus terang, dia sedang tak mau berbasa-basi kali ini, entah itu membuat Clara sakit hati atau tidak, dia tak perduli. "Apa kau masih akan bilang cinta jika Saka hanya lelaki biasa tanpa embel-embel pewaris kekayaan? Kau masih mau juga bersamanya jika dia adalah gelandangan?" Clara hanya diam tanoa memberi jawaban. " Pergilah, jemputanmu sudah datang!" Stela bicara sembari menunjuk ke arah lif, terlihat empat petugas keamaan gedung sudah berjalan mendekati Clara dan dirinya. "Kau panggil mereka? Kenapa kau panggil scurity kemari? Aku bukan pencuri atau penjahat!" Clara terdengar begitu kesal, selain dia merasa sangat sakit hati dengan ucapan Stela, dia juga tak menyangka wanita itu akan meminta scurity membawanya turun. "Bawa pak, pastikan perempuan ini tak lagi punya akses naik ke lantai ini.." "Baik nyonya, kami minta maaf atas kelalaian kami." Clara menatap binggung saat tangannya diseret ke arah lif. "Aku bukan pencuri! Aku kekasih tuan Saka Gunawan. Lepaskan aku!" Clara berteriak dengan kesal, namun dua scurity tetap membawanya masuk ke dalam. "Awas kau Stelw! Akan aku balas kamu!" Teriaknya kesal sebelum pintu lif tertutup dan lorong terasa sunyi.Setelah kepulangan Stela dari rumah Saka, Zelinda masih duduk di teras rumahnya, ia tak lagi berselera untuk makan, bahkan ingatan nya terus berputar pada kejadian demi kejadian bersama Saka.Zelinda menghela napas panjang, ia masih bimbang bagaimana menjelaskan pada keluarga nya bila bertemu nanti, dia bahkan tak tau di mana Saka sekarang, sementara mungkin saja kakeknya atau mama Saka datang ke mari hari ini.Lama Zelinda duduk diam di teras, hingga akhirnya dia memutuskan masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tengah."Nyonya tidak makan lagi?" Rani bertanya dengan pelan, gadis itu berdirii di sisi meja makan yang masih penuh."Tidak Rani, bereskan saja mejanya, bawa pulang makanan yang kamu suka juga, masih banyak makanan di situ, sayang jika akhirnya tak termakan.""Mana boleh begitu nyonya, saya bisa di pecat nanti." Rani menjawab dengan santai, namun tangannya sudah sibuk membereskan meja makan."Lalu, kemana makanan itu nanti akhirya?" "Ya di sini nyonya, kalau basi nanti di
Pov Zelinda.Aku selalu berharap keluar dari rumah kakekku saat menikah, aku selalu berharap pernikahan ku bisa menyelamatkan aku dari sikap egois kakek, didikan kerasnya padaku dan juga hidupku yang tersandra. Namun ternyata pernikahan ini seperti membawa aku masuk ke dalam lubang yang sama, yang bahkan lebin dalam dari apa yang aku bisa bayangkan.Saka Gunawan adalah lelaki yang meminang aku dengan baik, keluarga nya begitu baik, aku tak pernah membayangka bahwa sedikitpun di hatinya tak ada cinta untuk diriku.Lelaki itu kini berdiri di depanku, entah kenapa tiba-tiba saja dia menarik aku ke dalam kamar. Dia mendekat perlahan sekarang, membuat aku juga akhirnya mundur menjauh. Aku masih terus menatap kedua matanya dengan perasaan marah dan kecewa yang bercampur."Ganti bajumu!" Ucapnya dingin, meminta aku segera mengganti baju.Aku hanya diam, menatap nya dengan tatapan nanar, sungguh haruskah aku menjalani seumur hidup dengan lelaki tempramen sepertinya sekarang?"Kenapa masih dia
Pov Zelinda.Aku sudah siap dengan dres berwarna merah muda, berulang kali juga ku pastikan make-up ku bisa menutupi segala memar akibat perbuatan Saka. Sejujurnya saat aku tau akan di jodohkan dengan Saka, aku menyukainya. Kami pernah bertemu beberapa kali di sebuah acara dan aku sudah jatuh hati padanya sejak pertama aku melihatnya.Saka adalah pria baik di mataku, aku menyelipkan namanya dalam doaku selama ini, ku pikir tak ada yang salah bila aku menaruh rasa padanya dulu, dan aku tak pernah membayangkan kami akhirnya akan berjodoh. Tapi aku tak pernah membayangka dia akan bersikap begitu mengerikan sekarang, setelah kami menikah.Brak! Brak!"Sampai kapan kau akan di dalam sana, ha!"Teriakan Saka dari luar membuat aku terkejut. Aku kembali menatap diri ini di kaca, bertemu dengan kolega keluarga Saka aku tak ingin membuat mama Sintia kecewa. Wanita itu sangat menyayangi aku, dan dia begitu bangga memiliki menantu seperti diriku."Zelinda! Apa yang kau lakukan di dalam sana!" Sak
Pov Zelinda.Kami tiba di depan hotel Pionix, salah satu hotel yang di miliki oleh mama Sintia. Aku pernah mendengar bahwa mama Sintia memang bukan orang biasa, selain dia cantik dan istri dari pengusaha ternama Jodi Gunawan, Mama Sintia juga anak dari salah satu pengusaha besar di Asia dan hotel ini adalah salah satu milik keluarganya."Ayo sayang, kita masuk." Mama Sintia meminta aku segera turun dari mobil dan mengikuti wanita itu masuk ke dalam lobi hotel. Aku sedikut terkejut saat baru memasuki pintu kaca nan megah, deretan staf bahan menejer hotel sudah berjajar menyambut kami dengan minuman selamat datang dan memberikan buket bunga yang cantik padaku."Selamat datang nyonya Zelinda, kami dari hotel pionix mengucapkan selamat atas pernikahan nyonya dengan tuan Saka." Seorang lelaki dengan jas yang rapi menyalami aku."Terimakasih atas sambutannya yang hangat." Aku tersenyum dengan tulus, sungguh apa yang mereka lakukan sangat menyentuhku."Mari kami antar ke ruang pertemuan nyo
Pov Saka. Perempuan macam apa si Zelinda itu, sampai dia berani menerkamku seperti singa kelaparan. Bahkan mana masih saja bersikap baik padanya, apa mama tak tau menantu kesayangannya itu baru saja menggigit anak nb lelakinya. Tapi mana mungkin aku bercerita pada mama, dia pasti lebih nb percaya pada Zelinda. "Saka!" Mana memanggil aku yang sedang memikirkan banyak hal di dalam kepalaku ini. "Ya ma." "Cari istrimu sana, mana jadi khawatir jangan-jangan terjadi sesuatu padanya." Lagi, mama bersikap seolah dialah ibu kandung Zelinda, apa mama lupa jika akulah bc anak kandungnya. "Saka, Kenapa diam saja!" Kali ini mana menepuk pundak ku dengan kencang. "Auh... Sakit ma!" Aku berteriak terkejut. "Apasih! Mama cuma menepuk pundaknya dengan tangan bukan besi. Manja sekali!" Aku berdecak kesal, bagaimana aku tak berteriak jika mama menepuk tepat di pundak yang masih ngilu sekali karena gigitan si singa perempuan itu. Ingin rasanya aku bilang pada mama, tapi perempuan it
Pov : SkaAku terkejut, bagaimana bisa dia merusak baju Zelinda? Mama pasti akan sangat marah jika sampai tau baju Zelinda rusak begitu saja."Ini acara penting bagi Keluarga ku Clara, mama akan memberikan sahamnya padaku sebagai hadiah pernikahan Clara""Ya lalu? Wanita itu masih baik-baik saja kan?, aku hanya merusak gaunnya, bukan hidupnya seperti dia juga merusak hidupku dan menjauhkan aku darimu!" Clara bicara begitu saja lantas berjalan keluar dari pintu darurat.Aku terdiam, apa yang Clara katakan memang benar, Zelinda masih baik-baik saja.Aku segera mengikuti Clara keluar dari pintu darurat, aku ingin dia segera pergi dari tempat ini sebelum mama atau kak Stela tau Clara ada di sini."Pergilah dari sini secepatnya Clara,aku tak mau kau terlihat dalam masalah dan membuat dirimu berada dalam kesulitan."Aku meminta Clara untuk segera pergi."Aku tak akan membuatmu dalam masalah sayang, tidak sekarang, aku tau hari ini adalah acara penting buatmu kan? Aku akan memastikan semua b
"Apa kau gugup?" Saka bertanya pada Zelinda dan wanita itu mengangguk dengan pelan, berulang kali terlihat menarik napasnya dalam-dalam.Mereka berjalan masuk ke tempat pesta. Ini bukanlah pesta yang resmi, hanya pertemuan bisa untuk makan siang sekaligus bercengkrama. Sintia dan Jodi langsung mendekati orang-orang penting di sana, sementara Saka masih berdiri di tepi bersama Zelinda."Jangan gugup atau orang akan menaruh curiga pada kita." Ucap Saka berusaha tersenyum pada siapapun yang melihat ke arahnya.Zelinda yang merasa semakin gugup mencengkeram lengan suaminya, membuat Saka merasa kan panas juga di tubuhnya."Lihat ini si pengantin baru." Seorang lelaki dengan stelan jas mahal berjalan di iringi beberapa lelaki bertubuh kekar mendekati Saka dan Zelinda."Hallo om Alex." Saka memeluk lelaki itu dengan erat. Mereka tampak begitu akrab nya, hingga senyum keduanya terlihat begitu lepas."Kamu beruntung punya istri seperti Zelinda, Saka. Tak satu orangpun di ruangan ini tak memuj
Pov: ZelindaAku menghela napas dalam, sungguh aku tak menyangka mama Sintia akan memberikan saham dan aset Rayon miliknya sebagi milik ku juga hari ini. Aku tak pernah membayangkan akan menerima semua ini sekarang.Setelah pesta usai aku dan keluarga Saka masih berada di hotel Pionix milik Rayon Grup. Sejak keluar dari ruang pertemuan Saka terus saja bersikap dingin padaku, terlebih saat tak ada siapapun yang melihat kami."Apa kau senang sekarang tuan Putri?" Dia bertanya dengan sinis."Apa yang kau katakan? Aku tak paham."" Hah, jangan pura-pura tak tahu apapun Zelinda,. Bukankah ini bagian dari rencanamu?""Rencana? Aku tak paham maksudmu Saka.""Hah, Dasar penjilat!" Ucap Saka dengan tatapan nyalang nya kini, dia melewati aku begitu saja sekarang, seolah aku adalah musuh terbesarnya di tempat ini.'Apa dia marah padaku? Dia bersikap begitu karena saham yang mama Sintia berikan?' Aku terus bertanya dalam hatiku sendiri, sebab dia terus menggatakan aku penjilat.Aku kini kembali
Pov Zelinda"Kau bisa pulang sendiri?" Saka bertanya padaku setelah acara kantor selesai.Tentu saja aku masih terpaku menatapnya dengan tajam. Kami pergi bersama hari ini, tapi Saka tak bisa mengantarkanku pulang?"Ada apa?" Tanyaku akhirnya, aku jelas terus melihatnya selalu menatap ke arah jam di tangan."Aku ada janji bertemu dengan orang, jadi kau bisa pulang sendiri?"Dia memintaku pulang sendiri? Yang benar saja."Jika kau sibuk biar aku yang antar Zelinda pulang."Tiba-tiba saja Erlando mendekat dan mengatakan akan mengantarkan aku pulang."Kau tak keberatan?" Saka bertanya pada Erlando."Tidak, aku tak keberatan. Tapi tanya dulu pada Zelinda, apakah dia mau ikut bersamaku." Mereka berdua menatapku dengan tatapan menanti jawaban."Bagaimana, kau mau ikut Erlando?"Sejujurnya, aku tak keberatan. Erlando dan aku cukup dekat belakangan ini, meski aku memang masih menjaga jarak, takut jika ada berita yang tak menyenangkan di luar."Apa kau akan pulang juga?" Tanyaku memastikan ba
Pov Zelinda1 tahun setelah hari itu.Sejak hari di mana aku kembali di antarkan ke rumah keluarga Gunawan, maka hari itu hatiku sudah mati.Aku hanya tau bahwa menurut sebagai seorang istri adalah cara terbaikku untuk tetap hidup. Tak ada lagi kabar yang ingin ku dengar dari rumah Wijaya, bahkan aku tak pernah mau menerima panggilan masuk dari kakek yang entah sudah berapa puluh kali ku tolak.Hari ini adalah pesta peresmian perusahaan baru Saka, aku menyerahkan segala aset yang di berikan mama Sintia padanya, salah satu hal yang meyelamatkan hidupku hingga sekarang. Amukannya masih sering ku terima, tapi menggadu juga tak akan membuat posisiku berubah lebih baik, jadi aku menerima segalanya sebagai takdirku sendiri."Apa kau tak bisa lebih cepat!" Saka datang dengan wajah tak senang, aku belum selesai bersiap saat dia membuka pintu kamar."Aku akan segera siap." Ucapku bergegas menyelesaikan makeup ku.Saa berdiri di belakangku dengan tatapan ambisius, berulang kali dia membetulkan
"Apa tidurmu nyenyak?" Saka bertanya pada Zelinda dan wanita itu mengangguk dengan pelan.Empay bulan sudah mereka laui setelah hari itu, tak ada lagi drama pertengkaran terdengar. Zelinda menjadi istri yang sangat patuh pada suaminya. Setidaknya itu yang mereka semua pikirkan sekarang."Baguslah, jadi kau bisa ikut aku ke kantor hari ini." Ucapan Saka terdengar datar tapi membuat ke dua manik mata Zelinda membulat dengan sempurna."Aku? Ke kantormu? Kenapa, ah maksudnya untuk apa aku ke sana?.""Mama memintamu datang. Lagi pula ada baiknya juga kau bekerja kan, jadi pikiranmu bisa terbebas dari hal-hal buruk.".Zelinda mengerutkan alisnya."Hal buruk apa yang kau maksud?""Ya apa lagi, seperti kabur dari rumah misalnya."Zelin membuang wajahnya dengan malas. Dia tak pernah melakukan itu lagi kan, tapi Saka masih suka membahasnya tanpa alasan."Mama memberikanmu posisi di kantor, kau bisa belajar banyak hal di sana bukan?"Zelinda masih terdiam. Dia memang lulusan terbaik di kampusnya
"Mama dan papa ingin bicara dengan mu Saka!"Setelah kepulangan Tuan Hans, Jodi mengajak putranya bicara serius. Kali ini wajahnya tak menunjukkan sebuah keramahan."Pergilah ke depan dulu, aku akan menyusul." Sintia meminta anak dan suaminya ke depan lebih dulu, sementra dia memastikan Zelinda tenang."Istirahat lah di kamar sayang. Mama pastikan ini tak akan terjadi lagi." Ucap Sintia dengan lebut."Apa kita perlu ke dokter?" "Tidak ma, ini sudah lebih baik." "Baiklah, jika begitu istirahalah di atas." Wanita itu mengantarkan Zelinda naik menuju ke kamar atas, tapi belum sampai Zelinda naik, ia lantas berbalik dan menatap mertuanya."Ada apa sayang?""Em_ Bisakah Zelin meminta bantuan mama.""Tentu, apa yang bia mama bantu?""Bisakah mama bawa kembali Rani ke rumah ini?"Kedua alis Sintai terangkat. "Rani? Ada apa dengannya? Apa dia tida bekerja lagi di sini?"Zelinda menggelengkan kepalanya perlahan."Benarkah? Siapa yang memintanya berhenti? Saka?""Iya, aku dengar begitu. Ma,
Mobil kakek Zelinda masuk ke pekarangan rumah Saka, lelaki itu sudah berdiri di depan rumah saat kakek datang bersama Zelinda. Zelin yakin, ada yang sudah memberi tahu saka bahwa dirinya akan datang bersama Zelinda.Hans melihat tubuh cucunya gemetar, dia lantas mrngengam tangan Zelinda dengan erat sembari menatap manik mata cucunya dengan hangat."Tenanglah Zelin, kakek tak akan membiarkan kamu mati di sini. Percayalah pada kekekmu ini." Ucapnya seperti menjamin bahwa apa yang di lakukan Saka tak akan terulang lagi.Zelinda hanya terdiam dengan mata yang lekat menatap sang kekek. Meski terlihat kasar dan begitu keras akan pilihannya, jauh di lubuk hati Hans dia begitu menyayangi Zelinda."Keluarlah dengan nama besar keluargamu Zelin, pastikan hal itu tak terjadi lagi." Ucap kakek Hans lalu keluar dari dalam mobilnya."Kakek." Saka menyambut dengan hagat. Penuh semangat, Saka bahka membukakan pintu untuk Kakek dan Zelinda.Kakek Hans tersenyum menyambut pelukan hangat cucu menantunya,
Zelinda ikut masuk ke dalam ruang kerja kakenya, wanita itu masih berdiri di sisi pintu hingga kakeknya berbalik dan memintanya menutup ruangan.Zelinda mendekat dengan perasaan tak menentu, berharap keinginannya kali ini bisa di dengar kakek Hans."Katakan apa yang ingin kamu katakan." Suara kakek Hans terdengar begitu dingin, Zelinda tau dia tak punya banyak waktu sekarang."Aku ingin berpisah dari Saka Gunawan kakek." Ucap Zelinda dengan suara sedikit gemetar.Mendengar hal itu, suasana mejadi hening seketika, kakek Hans tak melihat ke arah Zelinda, namun lelaki itu mengarahkan kursi rodanya ke dekat meja kerja dan....Prak!Vas bunga peony putih terbanting, pecah dengan tangkai2 bunga peony berhambur di lantai ruangan.Zelinda tak lagi punya nyali untuk menatap sang kakek, dia bahkan berlutut tanpa sadar, merasakan kakinya seperti tak lagi punya tenaga untuk menopang tubuh."Kamu kira pernikahan ini sebuah mainan?" Suara tegas sang kakek membuat Zelinda menelan ludah dengan pahit.
Erlando menyetir mobilnya dalam diam, bahkan tak bertanya di mana alamat rumah Zelinda, lelaki itu sudah megarahkan mobilnya ke tempat tujuan."Apa kau tau di mana rumah kakekku?""Ya, aku tau."Zelinda mengerutkan kedua alisnya, menatap tak percaya pada Erlando." Bagaumana bisa kau tau di mana rumah kakekku?"Erlando hanya tersenyum dan menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah kakek Zelinda."Masuklah, aku akan menunggu di luar " ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Zelinda.Zelinda melepaskan sabuk pengaman nya dan menatap Erlando dengan perasaan penuh tanya."Masuklah." Ucap Erlando dengan lembut."Aku akan masuk. Terimakasih tumpangannya. Sebaiknya kau pulang, aku mungkin tidak akan keluar." Ucap Zelinda dengan wajah tenang, ia bahkan menghela napas panjang untuk menggumpulkan kembali keberaniannya dan memastikan dirinya baik-baik saja.Zelinda keluar dari dalam mobil Erlando, wanita itu berjalan mendekati gerbang dan menekan bel yang ada di dekat pintu, dia melirik sebent
Zelinda menemukan banyak baju wanita di lemari paling ujung kamar itu, sebuah kemeja satin putih dan rok putih plisket dia pilih untuk di pakai. Zelinda tak tau baju siapa ini, tapi Erlando bilang dia boleh paka baju apapun yang ada di lemari.Zelinda berjalan turun dari tangga dan saat membuka pintu, dia melihat Erlsndo sudah menunggu di ruang tengah. Lelaki itu terkejut melihat Zelinda memakai baju yang ia ingat dengan jelas siapa pemilik sebelumnya."Apa aku salah abil baju? Kau yang bilang aku boleh pakai baju manapun yang aku mau."Erlando sempat merasa tak nyaman, namun setelah memperhatikan lagi, Zelinda pantas memakai baju istimewa itu."Ya, pakai saja, aku tak keberatan.""Dan apa aku boleh memakai ini?" Zelinda memperlihatkan sandal kulit berwarna coklat tua, sandal itu tersimpan rapi di lemari kaca yang tepat berada di sisi lemari baju."Pakai saja, aku harap pemilik nya akan senang sebab barang-barangnya pantas saat kamu pakai." Ucapnya lagi lalu berjalan keluar rumah.Er
Erlando kembali ke dalam rumahnya, baru saja dia melangka ke ruang tengah, pintu tangga terbuka, Zelinda sudah berdiri di sana dengan wajah yang binggung dan sedih."Dia sudah pergi, tenanglah." Erlando menjelaskan pada Zelinda.Zelinda keluar begitu saja dari ruangan, mencoba berlari dari rumah itu, tapi Erlando segera menangkap tubub wanita itu dan memintanya untuk tenang."Aku tak akan menyakitimu, tenanglah." Ucapnya mencoba menjelaskan."Bagaiman aku bisa percaya padamu? Kau sudah berbohong sejak semalam." Zelinda bicara dengan suara serak, ia merasa dunia selalu tak berpihak padanya. Bahkan keberuntungan yang baru saja dia pikir di miliki ternyata semu."Aku tidak berbohong, aku tak tau siapa dirimu sampai kau bilang rumah di bawah itu milik suamimu. Aku baru tau kau adalah Zelinda." Erlando menjelaskan dengan jujur."Lepaskan aku, aku harus pergi!" Ucap Zelinda gigih."Kau akan pergi dengan berjalan kaki? Sejauh puluhan kilo?" Tanya Erlando dengan kesal, dirinya tak tau bagaima