Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu.
"Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih belum selesai bicara!" Stela dengan kesal menarik selimut Saka. Saka kembali menarik selimutnya menutupi tubuh dan duduk dengan kesal. "Dengar, Kenapa kau tinggalkan istrimu sendirian di rumah? Di malam pertama kalian?" Stela bertanya sembari mengepalkan tangannya sendiri, berusaha menahan amarah. Saka menatap dengan terkejut, darimana kakaknya tau dirinya meinggalkan Zelinda sejak semalam, namun kemudian dia ingat Stela memang akan tau segalanya dengan mudah jika dia mau. "Kenapa memangnya? Dia istriku, terserah aku akan melakukan apa padanya kan?." "Jangan bodoh!" Stela mencengkeram selimut Saka dengan kencang, membuat wajah mereka saling beradu. "Kenapa kau begitu marah hanya soal ini kak? kau saudaraku bukan saudara Zelin!" Saka bertanya dengan binggung, sebab Stela terlihat sangat marah padanya. "Bagaimana aku tak marah padamu Saka, kau menikah atas persetujuan mu sendiri, lantas saat aku ke rumah, aku melihat istrimu sendirian pada malam pernikahannya. Bagaimana jika keluarga nya tau? Bagaimana jika maa tau!" "Mana aku tau jika akan menikah kemarin! Aku bilang iya hanya karena malas terus di tanya. Kau tau, mama mengaturnya dengan cepat dalam dua hari, aku bahkan tak siap dengan segala keadaan ini tapi mama terus saja megancam akan mencoretku dari daftar ahliwaris nya. Mana mungkin aku rela melepaskan semuanya!." "Aku sudah tebak! kau menikah wanita itu hanya untuk warisanmu?" "Apa lagi! Aku tak punya pilihan, mama tak pernah suka dengan Clara, dan Zelinda adalah satu-satunya jalan." "Wanita itu bahkan menunggumu semalaman Saka. Dia terlihat sangat khawatir padamu. Setidaknya bertanggung jawablah atas pilihanmu sendiri!" Stela melipat tangannya di dada. "Aku lihat Zelinda wanita yang cantik, dia juga berkelas, setidaknya setara dengan keluarga kita, pantas saja mama selalu membanggakan menantu barunya itu." "Kenapa, kau iri padanya?" Stela berdecak kesal mendengar ucapan Saka. "Aku akui Zelin tak begitu buruk, dia cantik dengan tubuh yang ideal, tapi dia bukan seleraku." Ucap Saka dengan santai, seolah dia pantas untuk memilih bahkan membandingkan Zelinda "Lantas seleramu wanita murahan seperti Clara?" "Jangan melewati batasanmu kak Stela, Clara berbeda, dia punya tempat istimewa dalam diriku!" "Minggir!" Saka mendorong tubuh Stela menjauh darinya, wanita itu itu hampir menabrak lemari kaca di sudut ruangan. Stela masih menahan dirinya, dia berusaha tetap tenang, kembali berbalik untuk menatap wajah Saka yang marah. "Apa aku salah bicara? Kita berdua tau siapa Clara, Saka. Kau tak perlu menutupi kehidupan malam wanita itu." "Dia bukan lagi wanita malam kakak, kau dan aku tau apa alasan dia melakukan semua, itu karena sungguh terpaksa." "Benarkah? Cerita itu darinya juga kan? Ayolah Saka, kau bukan anak kecil, bagaimana bisa dia bilang terpaksa jika dirinya saja menikmati nya!" "Sudahlah kak, aku tak mau bertengkar karena Clara." Stela berjalan ke arah Saka sekarang dengan wajah dingin, dia memastikan mata Saka bisa melihat dengan jelas matanya. "Dengar Saka Gunawan! Aku tak perduki bagaimana kamu akan menilai wanita itu, yang jelas kau harus segera pulang dan memberwskan masalah yang kamu buat!" Stela meminta dengan pelan. "Kenapa? Apa mama tau aku meninggalkan rumah?" Saka tampak khawatir jika sampai ibunya tau, dia akan berada dalam masalah besar. "Tidak, tapi mama bisa saja datang ke rumah untuk bertemu menantunya yang cantik pagi ini." Stela menarik selimut yang menutupi tubuh Saka, membawa lelaki itu ke depan pintu kamar mandi. "Jika harus, aku akan tetap ikut campur urusanmu dan Zelinda, aku tak mau kau buat masalah baru dan memaksa aku menyelesaikan nya. Sudah berapa kali aku terjebak dalam situasi sulit karenamu?" Saka menggerutkan kedua alisnya dengan kesal. " Kenapa? Kau tak mau membantuku lagi?" "Ya, jika bisa aku akan menukarmu dengan adik lain yang lebih baik,. seperti Erlando misalnya." "Kenapa? Kau kira dia lebih baik dari aku?" "Ya, setidaknya dia dewasa dan patas jadi pewaris. Ah, dia memang pewaris tunggal kan?" Stela tersenyum meledek Saka. "Aku juga pewaris, apa bedanya?" "Entahlah, tapi ku pikir kau hanya beruntung jadi pewaris!" Stela menempeleng kepala Saka dengan kesal. "Kenapa kau terus saja memukulku! Aku bukan anak kecil lagi dan kaubertingkah persis seperti papa!" Saka benar-benar kesal dengan sikap kakak perempuannya kali ini.. "Ya, karena kau bodoh makanya aku bertingkah seperti papa, siapa lagi yanag akan menyeret adik gila sepertimu ke jalan yang benar selain aku. Lagi pula apa kamu akan mendengarkan papa? Tidak kan?" "Ya, ya kau memang paling bisa membuat aku merasa jadi pecundang!" "jangan banyak bicara, sekarang urus saja dirimu sebelum mama atau yang lain tau apa yang terjadi. kau pasti akan dapat masalah besar jika sampai ada yang tau kau pergi sejak semalam." Saka menatap kesal ke arah Stela, namun wanita itu segera menutup pintu kamar mandi. Ia memang tak ingin Saka terlibat masalah sekarang, setidaknya sampai harga saham keluarga nya kembali naik. Orang-orang akan membicarakan keburukan mereka jika Saka membuat masalah dengan pernikahan yang baru sehari, dan itu pasti tak akan baik untuk saham mereka.Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik