Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju.
Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan keberadaan wanita itu di kamar Saka. Clara adalah cinta pertama Saka sejak SMA, sayangnya takdir begitu kejam membuat dia jadi wanita malam di kota besar, Saka selalu bilang Clara terpaksa melakukan nya karena keadaan, tapi Erlan bisa melihat wanita itu memag menikmati dunianya yang liar dan penuh lelaki tak bermoral. "Kau cari siapa?" Nada bicaranya begitu nakal, namun belum selesai Clara bicara, Stela sudah mendorong wanita itu ke tepi dan berjalan menuju kamar utama. Stela melihat dengan ekspresi jijik ke arah baju, celana bahkan dalaman milik lelaki yang terpisah satu sama lain. Entah apa yang sudah terjadi di sini semalam, dirinya bahkan merasa mual membayangkan nya sendiri. Stela melihat wajah lelaki yang di carinya itu tengah pulas, bak bayi di balik selimut yang tebal. "Dia lelah, tolong jangan ganggu dia dulu." Clara menyusul di belakang Stela, melarang wanita itu membangunkan Saka yang baru saja tidur setelah fajar. "Benarkah? Apa kamu punya hak untuk melarangku?" Stela menjawab dengan kesal, ia latas mendekati ranjang tidur Saka. "Tolong hargai keberadaanku di sini! Ini rumah Saka dan kau juga hanya tamu" Clara napak bicara dengan sangat tegas, ia bahkan menghalangi Stela untuk mendekati Saka. "Apa kau masih pantas untuk di hargai? Lihat saja dirimu di kaca, katakan berapa harga yag harus ku bayar untuk wanita murahan sepertimu!" "Jaga ucapanmu!" Clara berdecak marah, dirinya merasa Stela sudah mempermalukan dan merendahkan dirinya. "Jika kau ingin aku bersikap baik, setidaknya menjauh dariku, pastikan kamu tak terlihat olehku lagi, sebab lidaku ini tak bisa menahan hinaannya padamu!" "Kenapa kak Stela tak perah suka padaku? Apa salahku pada kaka? Apa tak bisa kakak bersikap baik padaku sedikit saja?" "Untuk alasan apa aku harus bersikap baik padamu? Apa kita saudara? Kamu tak seistimewa itu Clara, aku bahkan tak tau apa yang Saka lihat dari perempuan licik sepertimu!" "Tapi sayangnya Saka lebih memilih aku dari pada istri barunya kak. Kau tau dia memilihku di malam pengantinnya sendiri." "Kau bangga dengan itu?" Stela menaikkan alisnya dan menatap Clara dengan remeh. "Tentu saja, itu membuktikan jika Saka memang sangat mencintai aku." Clara berjalan mendekati Saka, membelai wajah lelaki itu dengan lembut di hadapan Stela "Dan kau masih tak mau di sebut murahan? Berapa lelaki yang sudah naik ke ranjang bersamamu Clara, apa kau ingat betul jumlahnya?" Clara melirik tajam ke arah Stela, merasa tak seharusnya wanita itu bicara begitu, namun tetap saja dia tak bisa menjawab, lagi pula siapa juga yang bisa mengingat berapa kali dia berganti lelaki. "Aku yakin kamu tak ingat kan? Dan sekarang kau bersama seorang lelaki yang bara saja menikah. Kau bawa dia di atas ranjang sialan ini sementara istrinya menangis semalaman." "Kau sudah bertemu wanita itu? Dia benar-benar menangis? Ah, aku tak sanggup membayangkan nya. Apa dia begitu cantik? Ku dengar istri baru Saka adalah wanita yang sangat cantik. Dia pasti tak secantik itu jika SaKa masih mencariku." Clara bicara dengan senyum megembang, membuat Stela merasa sangat kesal. Stela bahkan melirik tajam ke arah Clara, namun dia tak mau mejawab apapun yang berkaitan dengan Zelinda sekarang, tidak di hadapan Clara. "Aku tak perduli seberapa banyak kau menaruh hati pada Saka, tapi jika kau merusak hubungan rumah tangga mereka dan membuat keluargaku dalam masalah besar, kau harus berurusan denganku!" Stela menegaskan pada Clara, bahwa dirinya tak akan memaafkan siapapun yang membuat nama baik keluarga nya hancur. "Awas, minggir kau!" Stela menarik clara menjauhi ranjang Saka, membuat wanita itu harus tersungkur ke lantai. Dengan kesal Stela menarik selimut Saka dan melihat lelaki itu tanpa busana sekarang. "Bangun!" Teriaknya kencang, dia melemparkan ke ranjang baju-baju Saka yang ada di lantai. Saka yang terganggu segera membuka mata dan terkejut saat melihat kakak perempuan nya sudah berdiri di sisi ranjang tempatnya tidur. "Apa yang kamu lakukan disini?" Teriak Saka lebih kencang, ia menarik selimut untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka lagi. Clara segera mengambil handuk kimono dari dalam lemari dan memberikan nya pada Saka. "Siapa yang memintamu membantunya!" Stela membentak Clara dengan suara lantang, membuat wanita itu mundur dan ketakutan. Dia bahkan terlihat pandai sekali bersandiwara di depan Saka, baru beberapa detik lalu wanita itu bersikap begitu sombong, kini seperti wanita lemah yang begitu pasrah menerima siksaan. "Jangan membentaknya! Apa hakmu membentaknya!" Saka yang tak terima Clara di bentak berbalik menatap kesal ke arah Stela. Namun bukan Stela namanya jika tak bisa memberi wanita murahan itu pelajaran. "Kau kira kau siapa berani membetakku demi wanita sialan itu!" Stela menempeleng dengan kesal kepala Saka. "Baiklah, aku tak akan membentaknya lagi!" Ucap Stela singkat. Dengan tanpa rasa bersalah, Stela mengambil tas dan baju Clara di lantai, latas menarik wanita itu menuju pintu keluar. "Kemarin kau!" Ucap Stela dingin. Clara nampak mencoba melepaskan cengkraman tangan Stela, namun tenaganya kalah kuat dengan tenaga wanita itu. "Lepaskan aku!" Teriak Clara tak suka. Ia merasa pergelangan tangannya begitu sakit sekarang. "Hentikan kak! Hey dia kesakitan!"Saka berteriak dari arah belakangnya, lelaki itu berlari dengan selimut tergulung di badan. "Diam kamu!" Ucap Stela kesal. Brak! "Pergilah, akan ingin bicara dengan Saka! Hanya kami berdua dan orang asing tak di bolehkan mendengar!" Ucap Stela dengan dingin, dia mendorong Wanita itu keluar kamar Saka, melemparkan begitu saja baju dan tas Clara ke lantai lantas menutup pintu apartemen. "Kau gila ha!" Saka bergegas menuju pintu yang sudah Erlan tutup, namun dengan kesal Stela mendorong Saka kembali masuk ke kamarnya. "Apa yang kau lakukan? Clara masih belum berpakaian dan kau meminta nya pergi? Kau gila kak, gila!" Saka mengusap wajanya dengan kesal, ingin sekali dirinya memaki lebih banyak kakak perempuan yang kini berdiri di hadapannya itu. "Kenapa? Dia tau jalan ke tempatmu, apa dia tak tau jalan pulang ke rumahnya? Lagi pula di lantai ini hanya ada kamar mu dan kamar Erlan yang kosong, jadi meski dia tak memakai apapun di lorong depan, tak akan ada yang tau!" Stela menatap Saka dengan kesal. Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan.Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik