Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.
Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas. Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu sekarang dirinya masih menikmati masa lajangnya dan mungkin bisa melanjutkan hidupnya di luar negeri saja, jauh dari keluarganya dan jauh dari keluarga Saka Gunawan.. Namun semuaya sudah terjadi, jalan yang tak ingin dia lalui akhirnya harus dia terima juga sebagai takdirnya. Tubuh kecil itu kini berjalan masuk ke dalam kamar mandi, membenamkan tubuhnya pada kumpulan busa di dalam bak, seolah dia ingin segala kesialan ikut tersingkir juga dari hidupnya. Zelin kembali menangis, berulang kali ia coba tenang, namun kalimat menyakitkan dari suaminya masih terus terngiang dengan jelas di dalam kepalanya. Setelah membersihkan dirinya, Zelin berjalan kembali masuk ke dalam kamar asing yang baru malam ini dia masuki. Dia berjalan mebuka koper milik nya di sudut kamar, ia bahkan tak tau di mana harus menyimpan baju-bajunya sekarang. Zelin mengambil dres putih panjang dan mengenakannya, dres tanpa lengan itu membuat lehernya terlihat jenjang, ia lantas menutupi bagian tubuhnya yang terbuka dengan kardigan berwarna senada. Zelinda menyisir rambutnya yang panjang dan sedikit basah, merias tipis wajahnya yang sembab dan memoleskan lipblam merah muda untuk menutupi pucat di bibirnya. Rahanynya terlihat kemerahan kini, bekas cengkraman tangan Saka semalam, Cengkareng yang membuat tubuhnya masih gemetar saat mengingatnya. "Untuk apa aku berdandan." Ucapnya lirih sembari tersenyum getir pada pantulan dirinya sendiri di cermin. Zelin lantas berjalan keluar kamar, melihat rumah besar itu kosong tanpa ada siapapun. Zelin baru ingat, ibu mertuanya sudah bilang bahwa rumah ini memang milik Saka sendiri, tentu saja tak ada siapapun selain dirinya sekarang. Ia latas berjalan menuruni anak tangga, merasakan sunyi yang tercipta seakan membersamai takdirnya yang kejam. "Nyonya sudah bagun?" Suara lirih seorang gadis muda membuat Zelin terkejut. Gadis itu nampak sibuk menata ruang makan yang tak jauh dari tangga tempatnya berdiri kini. Gadis berkulit sawo matang dengan seragam pelayan itu nampak tersenyum menyambut Zelin, tubuhnya kecil namun terlihat cekatan kala menata meja makan besar di tengah ruang belakang itu. "Ah maaf nyonya, maafkan saya." Gadis itu berlari kecil mendekati Zelin, menunduk dengan sopan lalu tersenyum. " Nama saya Rani, saya adalah pelayan di rumah ini. Sebenarnya bukan hanya saya yag kerja di sini, tapi khusus hari ini nyonya besar hanya meminta saya untuk datang menyiapkan sarapan." Zelin tertegun sebentar, ia merasa kagum dengan pembawaan pelayan di depannya itu. Meski masih muda, gadis itu nampak menikmati pekerjaanya. "Jadi hanya ada kamu dan aku di rumah ini?" Tanya Zelin sembari berjalan melewati Rani dan duduk di kursi makan. "Hanya saya dan nyonya? Apa tuan muda Saka ti...." Rani segera menutup mulutnya dengan cepat, ia begitu takut salah bicara. "Maafkan saya nyonya, maafkan kelancangan saya." Ucapnya penuh penyesalan, ia megigit bibir bawahnya dengan khawatir, takut Zelinda merasa tersinggung dan marah. "Hahaaa, kamu lucu sekali Rani. Tidak apa-apa, aku bukan orang yang kejam Rani, kenapa kamu harus minta maaf, kamu tak melakukan kesalahan apapun." Zelin tertawa melihat Rani ketakutan sendiri, ia bahkan tak melakukan kesalahan apapun tapi terus saja meminta maaf. "Ada apa? Jangan takut Rani, aku tak gala seperti tuan mudamu itu." Ucap Zelin pelan lantas kembali tersenyum melihat Rani masih terpaku di tempatnya. "Apa dia sering pergi begitu? Seperti nya pergi tanpa pamit adalah salah satu sifat buruknya. Betulkan Rani?" Rani masih tertunduk dengan takut. Zelin berdiri dan mendekati Rani, dia menyentuh pundak gadis itu dengan lembut dan mendudukkan nya di kursi makan, tepat di sampingnya. "Tidak nyonya, saya tidak boleh duduk di sini." Rani dengan cepat menolak dan berdiri di tempat nya lagi. "Kenapa? Siapa juga yang akan memarahi kamu? Di sini tidak ada siapapun selain kamu dan aku Ran, jadi duduk saja dan temani aku makan." "Tapi nyonya, saya_" "Tolong Rani, makanan yang kamu buat begitu banyak, aku tak akan sanggup memakannya sendiri, jadi duduk lah dan temani aku makan. Ini perintah dari nyonya mudamu!" Ucap Zelin dengan sedikit dingin, membuat Rani bergegas duduk kembali di kursi makan. Zelin tersenyum melihat tingkah pelayanan nya itu, ia lantas membalik piring yang tertelakup di depannya, mengambil sedikit sayuran dan telur setengah matang ke dalam piring miliknya. "Aku tak bisa sarapan berat Ran, jadi kamu bisa sediakan salad sayur, buah atau telur saja setiap pagi, dan segelas jus." "Baik nyonya." Ucap Rani pelan. "Aku senang melihatmu di sini Rani, setidaknya aku tak terlihat nelangsa sebagai pengantin yang di tinggalkan pada malam pertamanya." Zelin bicara tanpa beban, seolah dirinya sedang bicara dengan temannya sendiri, ia merasa Rani adalah gadis yang baik dan membuat dirinya merasa nyaman. Sementara Rani merasa canggung mendengar ucapan Zelin. Ia memang sudah beberapa tahun ini bekerja dengan keluarga Gunawan, tapi belum pernah sekalipun dirinya di perlakukan sebaik ini. "Nyonya baik-baik saja?" Rani memberanikan diri untuk bertanya, ia merasa khawatir dengan keadaan Zelinds. "Aku baik-baik saja Rani, kamu tak tau apa yang sudah aku alami semalam Rani, tapi setidaknya pagiku lebih baik sekarang. "Hah, tuan muda kasar itu pasti bicara menyakitkan lagi! Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu, dia kira karena dia tampan, dia bisa seenaknya sendiri!" Rani mengumpat dengan lirih, dia begitu kesal dengan sikap Saka, hingga tanpa sadar memaki tuan muda tempatnya bekerja di depan istrinya sendiri. Zelin tersenyum mendegar ucapan Rani, gadis itu kembali menutup mulutnya dengan malu saat menyadari ucapan nya di dengar oleh Zelinda. "Apa Saka terlihat sangat tampan bagimu Rani?" "Ah, maaf nyonya. Tuan Saka hanya tampan saja, nyonya belum bertemu tuan Erlando, dia jauh lebih tampan dari tuan Saka. Dan yang lebih penting, tuan Erlan sangat baik." Zelinda mengerutkan kedua alisnya, ia tak tau siapa itu Erlando dan apa hubungannya dengan keluarga suaminya. "Siapa itu Erlando?" "Sepupu tuan Saka, dia berbeda dari tuan Saka, tuan Erlando sangat baik. Nyonya pasti belum bertemu dengan nya, saya dengar beberapa bulan ini tuan Erlan sedang di Singapore karena urusan bisnis nya." "Benarkah?" "Ya Nyonya, tuan Saka kalah tampan dengan tuan Erlan." Ucap Rani dengan sangat yakin. "Kamu terdengar sangat jujur Rani, tapi Saka adalah suamiku jadi aku akan diam saja dan pura-pura tak mendengar apapun. Sekarang makanlah!" Ucapnya dengan senyum mengembang dan membiarkan Rani menikmati sarapan nya dengan tenang. Mereka berbincang seperti teman, Rani yang bersemangat dan ceria membuat suasan hati Zelin mejadi lebih baik, dia membuat Zelin merasa tak sendiri sekarang. Ting... Tong... Ting... Tong... Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "eh, ini nyonya ada nyonya Stela." Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya.Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik
Saka keluar kamar mandi, mendapati Stela masih duduk di ruang tengah apartemen nya, Saka berjalan sembari mengusap rambutnya yang basah."Kamu masih di sini? Pulang sana!" Saka meminta kakak perempuannya itu pergi, ia serasa di awasi sejak kakaknya itu datang."Kenapa? Aku hanya duduk, urus saja dirimu sekarang, pakai baju yang betul, aku bukan Clara yang tergoda melihatmu bertelanjang dada. Menjijikkan!" Stela mencemooh dengan terang-terangan lantas kembali sibuk dengan _Ultrabook_di tangannya.Saka ingin sekali membalas ucapan kakak namun bunyi ponsel membuat dia urung untuk beradu argumen lagi. Segera Saka membuka tas kecilnya di sisi ranjang, melihat nama "Mama" di layar ponsel membuat lelaki itu terdiam sebentar."Kau hubungi mama?" Tanya Saka dengan mata memicing, ia curiga pada Stela yang sudah tau masalah yang dirinya buat."Buat apa aku menghubungi mam." Ucap Stela acuh, matanya sibuk menatap layar laptopnya."Lalu kenapa mama menelepon sepagi ini?"Stela meghela napas, lant
Menyadari saudaranya ini benar-benar marah sekarang, meski kesal, Saka memilih tak membahas Clara lebih dulu. "Apa maumu kak? Aku sedang tak ingin bertengkar dengan siapapun sekarang!" Saka berusaha menahan amarahnya sendiri, ia lantas berbalik dan berdiri di tengah ruangan. Stela menghela napas berat, menatap kesal pada lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri itu. Jika saja bisa, saat ini juga ingin rasanya Stela menyeret Saka untuk berlutut dan meminta maaf pada Mama nya, karena entah sudah berapa kali Saka membuat masalah dalam keluarga nya.. "Harusnya aku memang menghajarmu Saka!" Ucap Stela kesal, ia serius dengan ucapannya kali ini, bukan sedang menggertak atau menakuti saudaranya. "Kenapa kau akan menghajarku?" Saka melirik dengan kesal. "Untuk menjernihkan pikiranmu yang kotor dan bodoh!" Saka tersenyum sinis, ia berjalan ke arah sofa, melemparkan dengan kesal tubuhnya ke atas busa yanh empuk dan menutupi kembali wajahnya dengan selimut. "Bangun! Aku masih be
Stela memarkirkan mobilnya di basemen apartemen besar di kotanya, bergegas dia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam lif. Dia menekan tombol lantai tertinggi gedung itu, menunggu dengan tak sabar lif segera membawanya ke lantai yang ia tuju. Di lantai itu hanya ada dua ruang apartemen mewah, satu milik Erlando sepupunya dari pihak ibunya dan satu lagi di beli atas nama adiknya Saka Gunawan. Meski terlihat kesal dan malas, Stela akhirnya menekan juga bel yang ada di sisi pintu. Bayang wajah menyebalkan Saka membuat dirinya harus memberi adiknya itu pelajaran Klek! Suara hendel pintu di buka, seorang wanita dengan baju tidur terbuka kini berdiri di depan Erlan, rambutnya sebahu, sedikit acak-acakan dengan wajah sembab dia menetap Stela dengan terkejut. "Ada apa? Kau seperti melihat hantu di wajahku!" Ucap Stela, dia sudah memperlihatkan rasa tak sukanya pada Clara. Stela masih menatap nyalang wanita bernama Clara itu, menunjukkan bahwa dirinya memang tak suka dengan
Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya. "Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang lelaki berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kau sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu.
Zelin kini duduk di depan cermin kamar pengantinnya. Ranjang berhiaskan bunga itu bahkan masih utuh tak tersentuh. Ia menangis semalaman di atas karpet, hingga tak tau kapan matanya terpejam dalam sesak yang tak dapat dia ceritakan. Matanya bengkak kemerahan, bahkan dia masih kesulitan bernapas sekarang. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan lelaki yang baru semalam menjadikannya istri itu masih tak terlihat.Perlahan zelin melepaskan sanggul nya, melepaskan baju pegantin dan menghapus riasan yang sejak semalam tidak sempat dia bersihkan. Tubuh kecilnya kini terlihat jelas, dia bukan wanita yang buruk, wajahnya bahkan bisa di bilang sangat mempesona, tubuh indahnya terawat, kulit nya putih bak pualam, bahkan orang tak perlu mempertanyakan siapa Zelin, sebab hanya dengan melihatnya saja, mereka akan tau wanita itu memang berkelas.Tapi apalah semua yang dia miliki, jika pada akhirnya hanyalah pernikahan semu yang dia dapatkan. Jika saja dia punya nyali untuk mengatakan tidak, tentu se
Bab 1Pernikahan yang tak di inginkan.Zelin masuk ke sebuah ruangan yang indah, baju pengantin masih melekat pada tubuhnya dengan anggun, wajahnya bersemu merah kala menatap ranjang pengantin berhiaskan mawar dengan bentuk hati di tengah nya."Ini cantik sekali." Ucapnya lirih sembari mendekat melihat bunga mawar di hadapannya, wanginya bahkan semerbak memenuhi ruangan.Lampu temaram nan cantik membut suasana kamar pengantin itu menjadi lebih hagat.Zelin memperhatikan lebih seksama kamar lelaki yang kini jadi suaminya itu, merasa kagum dengan kamar yang begitu bersih dan rapi, kamar yang di tata dengan sangat baik, sehingga Zelin merasa betah juga berada di sana.Brak!Suara pintu kamar terbuka dengan kencang membuat Zelin tersentak dan menatap ke arah pintu. Lelaki yang tak asing baginya itu sudah berdiri di dekat pintu kamar, memakai jas putih yang senada dengan gaun pengatinnya.Zelin terdiam di sudut rajang, mematap dengan perasaan tak menentu saat lelaki yang baru saja menjadik