Keduanya saling menatap dengan kaget, seolah-olah sedang melihat ke cermin.Namun, yang satu berekspresi dingin, sedangkan yang satu berekspresi ramah.“Apakah kamu Kevin?” Bintang tersadar dan berbicara lebih dulu.“Apakah dia adik laki-lakinya yang dibicarakan Ibu?” kata Bintang di dalam hatinya.Kevin menatapnya dengan dingin, nadanya tidak ramah. “Siapa kamu?”Bintang memeluk Kevin dengan penuh semangat, tetapi Kevin mendorongnya dengan ekspresi jijik. Tanpa diduga, Bintang tidak mau melepaskannya dan malah mencium wajahnya.Ekspresi Kevin menjadi masam dan dia terdiam.Bintang mengangkat alisnya dan melepaskannya. Adiknya ini tampaknya tidak terlalu pintar, tetapi Bintang tidak akan membencinya.Bintang menjelaskan, berkata, “Kita terlihat sangat mirip, tidakkah kamu pikir kita saudara kembar?”“Saudara kembar?” Kevin menatap Bintang.Bintang bertanya, “Di mana Ibu?”Ibu?Pikiran Kevin mengingat sosok Agnes. Dia tidak menyangka yang tadi dilihatnya adalah ibunya yang sudah menelan
Agnes mencubit wajah kecilnya. “Kamu adalah anakku yang sangat bisa diandalkan.”“Ibu tunggu aku di sini.” Bintang berdiri dan berjalan keluar.Pintu kantor terbuka dan Bintang, dengan tegas, berkata, “Ayahku meneleponku dan meminta kalian untuk naik ke panggung. Ada sesuatu yang penting yang harus kalian lakukan.”Kedua pengawal itu menatap satu sama lain.“Apa? Kamu ragu-ragu dengan perkataanku?” Bintang bertanya dengan suara yang dalam, dengan aura karismatik, seperti Kevin.“Tidak, kami akan pergi sekarang.” Kedua pengawal itu pun pergi tanpa menunda-nunda.Bintang melengkungkan sudut bibirnya, berbalik, dan melambai kepada Agnes.…Di atas panggung, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun, mengenakan setelah hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu merah, duduk di depan kursi piano, dan sedang memainkan piano dengan jari-jarinya yang lincah.Suara piano yang indah dan merdu membuat semua orang di aula konser menjadi tenang.Saat lagu berakhir, terdengar tepuk tangan yang meriah
Setelah kembali ke apartemen, Agnes mengenakan celemek dan berkata, “Bintang, kamu ingin makan apa malam ini? Bagaimana dengan mi kesukaanmu dengan pasta kedelai?”“Mau!” seru Bintang.Bagi seorang ibu yang tidak pandai memasak, mi adalah satu-satunya makanan yang paling mudah untuk dimasak.Bintang dan Leo tidak pernah meminta yang macam-macam.Agnes pergi ke dapur sambil tersenyum dan segera membuat dua mangkuk besar mi dengan pasta kedelai.Saat itu, Leo kembali ke apartemen dengan diantar oleh asistennya.“Ibu, aku sudah pulang,” ucap Leo.Agnes memberinya pelukan dan ciuman penuh kasih sayang.“Leo, kamu sangat luar biasa hari ini,” ujar Agnes.Meskipun Agnes menyesal tidak melihat pertunjukan anaknya itu, asistennya mengirimnya sebuah video dan dia bangga dengan penampilan Leo yang luar biasa. “Kamu pasti lapar. Ibu sudah masak mi dengan pasta kedelai,” ujar Agnes.“Makasih, Ibu.” Leo memegang wajah ibunya.“Kalian berdua makan saja dulu, Ibu mau ke kamar dulu. Taruh saja mangku
“Kevin, Bibi bilang kamu belum makan malam. Kenapa?” Gideon mendorong pintu hingga terbuka, melirik lukisan itu, dan pura-pura tidak melihatnya.“Ayo ke lantai bawah, makan,” ajak Gideon.Kevin mengalihkan pandangan dari lukisan itu dan berkata dengan dingin, “Aku mau makan Pizza.”“Makanan cepat saji itu tidak sehat,” ujar Gideon.“Kalau begitu, aku tidak mau makan.” Kevin mengambil buku gambarnya dan mulai menggambar.Bersikap semaunya.Gideon dengan ekspresi mengeluh, berkata, “Biar Bibi yang mengurusnya.”Tidak ada orang lain, kecuali Kevin, yang bisa membuat Gideon berkompromi. “Terserah kamu!”“Turunlah dalam dua puluh menit.” Gideon berbalik dan jalan keluar.Dua puluh menit kemudian, Kevin turun dari lantai atas dan Gideon sudah meminta bibi untuk menyiapkan Pizza. Tidak seperti Pizza di restoran, rasa Pizza yang ini lebih melokal.Gideon mengambil sumpit dan tidak berbicara sepatah kata pun.“Mengapa kamu pergi duluan tanpa menungguku hari ini?” tanya Gideon.“Aku tidak mau m
Agnes menyiapkan sarapan. Leo dan Bintang kompak dan bangun tepat waktu.Untuk sarapan, Agnes membeli roti panggang dari toko roti dan menggoreng dua butir telur.“Ibu, pertunjukanku sudah selesai. Kapan kita pulang?” tanya Leo.Ayahnya tidak menyukai mereka, jadi mereka tidak perlu lagi berlama-lama di situ.Tangan Agnes yang sedang menuangkan susu terhenti sejenak, lalu dia berkata perlahan, “Tunggu dua hari lagi.”Leo mengangguk patuh. “Kalau begitu, aku akan menelepon Om Wawan nanti dan memintanya untuk menunda perjalanan selama beberapa hari.”“Oke!” kata Agnes setuju.Agnes sudah berencana, ketika menemani Leo ke kota ini, dia juga ingin bertemu dengan orang yang sangat penting.Adik perempuan Gideon, Rola, adalah sahabat Agnes. Agnes selalu meluangkan waktu agar dia dan Rola bisa bertemu, termasuk pada malam itu. Namun, setahun kemudian, Rola mengalami kecelakaan mobil dan Agnes juga lagi dicari oleh Gideon, jadi Agnes tidak bisa berhubungan lagi dengannya.Meskipun Agnes sudah
“Agnes, aku memberimu waktu satu hari untuk meninggalkan Jisara. Jika aku melihatmu lagi, jangan salahkan aku jika bersikap kasar padamu.” Gideon memperingatkan dengan kasar.Geri yang berada di luar pintu mendesah pelan. “Tuan Gideon, kenapa kamu bersikap begitu munafik?”Geri berpikir kalau Gideon sudah tidak pernah bertemu Agnes selama tujuh tahun dan Gideon dulu mencari Agnes seperti orang gila. Sekarang setelah mereka bertemu lagi, Gideon malah mencoba mengusir Agnes.Agnes mencibir, “Jangan khawatir, bahkan tanpa kamu suruh, aku akan meninggalkan kota ini. Kamu tidak perlu mengusirku.”“Agnes!” Gideon menggertakkan giginya dan menarik Agnes, memaksanya untuk berdiri.Agnes marah dan berkata, “Gideon, apa yang kamu lakukan? Aku sudah bilang kalau aku akan pergi dan kamu masih saja belum puas.”“Agnes, apa kamu mengetes kesabaranku? Jangan pikir aku tidak akan melakukan apa pun padamu.” Gideon mencengkeram kerah baju Agnes dengan erat.Menghadapi kebencian Gideon, Agnes sudah mati
Agnes menahan rasa sakit di pinggangnya dan mengejar ke bawah dan berdiri di depan pintu mobil untuk menghalangi Gideon.“Gideon, berikan anakku padaku.”Mata Agnes yang penuh tekad itu menunjukkan sikapnya yang serius. Tidak mungkin Gideon menabraknya dengan mobilnya. Bagaimanapun Agnes tidak akan membiarkannya membawa Bintang.“Agnes, jangan menantang kesabaranku lagi.” Gideon memperingatkannya dengan suara yang dalam.“Lepaskan aku!” teriak Bintang.Bintang menggigit lengan Gideon dengan keras.Gideon mengerutkan kening kesakitan, menatap Bintang yang hanya memperhatikan ibunya dan malah bersikap kejam padanya.Gideon merasa sakit hati dan marah.“Ke! Vin!” teriak Gideon.“Hah?”Bintang berbicara sambil menatap Gideon dengan bingung saat dia berusaha keras menahan marahnya.Agnes juga sedikit terkejut. Ternyata Gideon mengira kalau Bintang adalah Kevin.Bintang? Kevin?Di pikiran Agnes terlintas sosok mirip Bintang yang ditemuinya di kantor kemarin dan dia tiba-tiba menyadari bahwa
Gideon terdiam, menundukkan pandangannya karena merasa bersalah, dan berbisik setelah beberapa saat. “Aku tahu kalau aku sibuk dengan bisnisku selama dua tahun terakhir dan mengabaikanmu, tetapi dalam dua tahun terakhir ini juga, aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk menolak pekerjaan demi menemanimu. Tidak bisakah kamu memberiku kesempatan lagi?”Bintang menatapnya dengan matanya yang indah dan sedikit terkejut.Di hatinya yang paling dalam, Bintang sedikit gemetar dan perasaan kesal terhadap Gideon pun memudar.Kapan Gideon, orang yang paling berkuasa dan ditakuti semua orang di Jisara, pernah berbicara dengan nada rendah hati seperti itu?Mobilnya berhenti di depan Vila Ocean dan Gideon menggendong Bintang masuk ke dalam.“Halo, Tuan.”Dua baris pelayan berdiri rapi, memberi salam hormat, tetapi saat melihat Bintang digendong Gideon, mereka semua terkejut.Mereka merasa kalau Kevin sudah kembali.Lalu mereka mengira apakah Kevin pergi keluar lagi.Gideon menurunkan Bintang dan memb