Share

Bab 10

“Agnes, aku memberimu waktu satu hari untuk meninggalkan Jisara. Jika aku melihatmu lagi, jangan salahkan aku jika bersikap kasar padamu.” Gideon memperingatkan dengan kasar.

Geri yang berada di luar pintu mendesah pelan. “Tuan Gideon, kenapa kamu bersikap begitu munafik?”

Geri berpikir kalau Gideon sudah tidak pernah bertemu Agnes selama tujuh tahun dan Gideon dulu mencari Agnes seperti orang gila. Sekarang setelah mereka bertemu lagi, Gideon malah mencoba mengusir Agnes.

Agnes mencibir, “Jangan khawatir, bahkan tanpa kamu suruh, aku akan meninggalkan kota ini. Kamu tidak perlu mengusirku.”

“Agnes!” Gideon menggertakkan giginya dan menarik Agnes, memaksanya untuk berdiri.

Agnes marah dan berkata, “Gideon, apa yang kamu lakukan? Aku sudah bilang kalau aku akan pergi dan kamu masih saja belum puas.”

“Agnes, apa kamu mengetes kesabaranku? Jangan pikir aku tidak akan melakukan apa pun padamu.” Gideon mencengkeram kerah baju Agnes dengan erat.

Menghadapi kebencian Gideon, Agnes sudah mati rasa karena sakit hatinya.

Ponsel berdering.

Gideon mendorong Agnes menjauh. Agnes terhuyung dan menabrak meja di belakangnya. Pinggangnya membentur sudut meja. Pinggangnya memang sudah sering sakit dan hal ini membuatnya merasa seperti tulang belakangnya akan patah. Agnes tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerang kesakitan.

Gideon bahkan tidak meliriknya sedikit pun dan mengangkat telepon. “Halo, ada apa?”

“Bos Gideon, sesuatu yang buruk terjadi. Tuan Kevin menghilang.”

“Apa kamu bilang? Kevin hilang?”

Kevin?

Agnes melihat ke arah Gideon.

Kevin anaknya?

Air mata Agnes langsung menggenangi matanya.

“Aku mengerti.” Gideon menutup telepon dan menatap Agnes dengan tatapan dingin.

“Di mana Kevin?” tanya Gideon.

Agnes bertanya dengan ragu, “Apa kamu berbicara tentang Kevinku?”

“Agnes, berhentilah berpura-pura padaku. Katakan padaku, apa kamu mengatakan sesuatu kepada Kevin yang membuatnya kabur dari rumah? Apa Kevin datang untuk mencarimu?” tanya Gideon dengan marah.

Agnes menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak tahu tentang itu.”

Agnes merasa sama sekali belum pernah melihat Kevin.

Pertengkaran sengit di luar pintu mengejutkan Leo yang berada di dalam kamar. Dia membuka pintu dan melihat Agnes duduk di lantai.

“Kamu tidak boleh menindas ibuku.” Leo melangkah maju dengan marah dan mendorong Gideon.

“Leo!” Agnes berteriak sangat gugup.

Leo berlari ke arah Agnes dan memeluknya erat. “Bu, jangan takut, aku di sini. Aku tidak akan membiarkan orang jahat mengganggumu.”

Leo menatap tajam ke arah Gideon. Ayahnya, mulai sekarang, punya kesan buruk di ingatan Leo.

Baru saat itulah Gideon menyadari bahwa Leo adalah si Pianis Cilik Jenius, Leo.

Gideon tidak menyangka bahwa dia adalah anaknya Agnes. Gideon berpikir kalau Agnes punya anak dengan pria lain hingga amarahnya hampir tak terkendali.

Saat itu, Bintang, yang baru saja membuang sampah, akhirnya kembali. Melihat kejadian itu, kemarahan terlihat di sorot mata indahnya.

“Keluar!” Bintang mendorong Gideon keluar pintu dengan paksa.

Gideon tercengang, dia tidak menyangka kalau Bintang, yang dia kira Kevin, memperlakukannya seperti itu. Apakah tujuh tahun didikannya tidak cukup untuk mengalahkan Agnes dalam sekejap?

Sikap Bintang terhadapnya membuatnya semakin membenci Agnes.

“Kembalilah bersamaku,” ujar Gideon.

“Aku tidak mau,” jawab Bintang.

Perlawanan Bintang tidak bisa membuat Gideon berkompromi. Gideon, dengan paksa, menggendong Bintang dan berkata kepada Agnes dengan suara dingin, “Kamu sudah punya keluarga, jadi jangan datang untuk mengganggu Kevin dan aku. Aku sudah memperingatkanmu dan jangan biarkan aku melihatmu di kota ini lagi.”

“Lepaskan aku, dasar orang jahat.” Bintang meronta sekuat tenaga.

Gideon mengira dia hanya mengamuk biasa dan dengan paksa, Gideon tetap membawanya keluar dari apartemen.

“Gideon, kembalikan dia padaku.” Agnes, sambil memegang pinggangnya, mengejar Gideon dengan langkah berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status