Share

Bab 11

Agnes menahan rasa sakit di pinggangnya dan mengejar ke bawah dan berdiri di depan pintu mobil untuk menghalangi Gideon.

“Gideon, berikan anakku padaku.”

Mata Agnes yang penuh tekad itu menunjukkan sikapnya yang serius. Tidak mungkin Gideon menabraknya dengan mobilnya. Bagaimanapun Agnes tidak akan membiarkannya membawa Bintang.

“Agnes, jangan menantang kesabaranku lagi.” Gideon memperingatkannya dengan suara yang dalam.

“Lepaskan aku!” teriak Bintang.

Bintang menggigit lengan Gideon dengan keras.

Gideon mengerutkan kening kesakitan, menatap Bintang yang hanya memperhatikan ibunya dan malah bersikap kejam padanya.

Gideon merasa sakit hati dan marah.

“Ke! Vin!” teriak Gideon.

“Hah?”

Bintang berbicara sambil menatap Gideon dengan bingung saat dia berusaha keras menahan marahnya.

Agnes juga sedikit terkejut. Ternyata Gideon mengira kalau Bintang adalah Kevin.

Bintang? Kevin?

Di pikiran Agnes terlintas sosok mirip Bintang yang ditemuinya di kantor kemarin dan dia tiba-tiba menyadari bahwa itu bukan Bintang, melainkan Kevin, anaknya.

Agnes benar-benar kehilangan orang yang telah dirindukannya selama ini.

“Agnes, kalau kamu masih ingin putramu untuk menjadi seorang pianis di industri musik, sebaiknya kamu bersikap bijaksana dan segera minggir dari hadapanku.” Gideon memperingatkannya dengan marah.

Agnes melotot ke arah Gideon, tangannya mengepal. Kalau saja Gideon tidak membesarkan Kevin selama ini, dia pasti sudah meninju wajahnya yang sangat layak untuk dipukul.

Bintang juga marah, tetapi dia tahu bahwa terus menerus seperti itu bukanlah solusinya karena ibunya yang akan semakin menderita.

Yang terpenting adalah Leo sudah menyelesaikan pertunjukannya, tetapi ibunya menunda untuk pulang. Bintang khawatir kalau ibunya ternyata bermaksud untuk menemui Kevin.

Bintang mengulurkan tangannya dan menarik baju ibunya, memberinya pandangan menenangkan.

Bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Agnes memahaminya. Tatapan Bintang membuatnya merasa jauh lebih tenang.

Saat itu, Agnes seperti anak kecil yang gelisah dan Bintang seperti orang dewasa yang memberinya kenyamanan.

Melihat interaksi di antara keduanya, Gideon merasa cemburu.

Agnes dengan enggan memberi jalan dan menyaksikan Gideon menggendong Bintang ke dalam mobil dan melaju pergi.

“Ibu!” Leo mendekat dan memegang tangannya.

“Ibu, percayalah pada Bintang. Dia akan kembali,” ujar Leo.

Agnes mengalihkan pandangannya yang enggan. Dia yakin kalau Bintang pasti sudah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu. Namun, melihat Leo yang berperilaku dewasa, dia merasa sangat tertekan sehingga dia pun memeluk Leo.

Sikap Gideon sangat menyakitkan bagi Leo.

Suasana di dalam mobil tampak tegang. Bintang yang biasanya ceria dan ramah, kini tampak muram.

Begitu pun Gideon.

Ekspresi ayah dan anak itu persis sama.

Bintang berbalik, menatap tajam ke arah Gideon, dan berkata, “Aku tidak menyangka kalau kamu akan bersikap tidak sopan dan kasar kepada perempuan.”

“Tidak perlu bersikap sopan kepada perempuan itu,”kata Gideon dingin. Di mata Gideon, dia tidak pernah menganggap Agnes sebagai seorang wanita.

Bintang mengepalkan tangannya merasa sangat ingin meninju wajah ayahnya itu.

“Pantaskah kamu mengatakan hal buruk tentang ibuku seperti itu?”

Ibu?

Rasa cemburu di hati Gideon semakin membara.

Gideon merasa telah merawatnya dengan baik selama tujuh tahun dan tidak pernah mendengar Bintang, yang dia masih kira adalah Kevin, memanggilnya dengan sebutan “ayah”.

Agnes baru saja kembali dan anaknya sudah memanggil wanita itu “ibu” dengan penuh kasih sayang. Gideon benar-benar tidak tahu, ramuan ajaib macam apa yang sudah diberikan wanita itu kepada putranya ini.

“Dia bukan ibumu dan tidak layak menjadi seorang ibu,” tegas Gideon.

“Lalu apakah kamu layak menjadi ayahku?” Bintang bertanya balik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status