Share

Bab 6

Agnes mencubit wajah kecilnya. “Kamu adalah anakku yang sangat bisa diandalkan.”

“Ibu tunggu aku di sini.” Bintang berdiri dan berjalan keluar.

Pintu kantor terbuka dan Bintang, dengan tegas, berkata, “Ayahku meneleponku dan meminta kalian untuk naik ke panggung. Ada sesuatu yang penting yang harus kalian lakukan.”

Kedua pengawal itu menatap satu sama lain.

“Apa? Kamu ragu-ragu dengan perkataanku?” Bintang bertanya dengan suara yang dalam, dengan aura karismatik, seperti Kevin.

“Tidak, kami akan pergi sekarang.” Kedua pengawal itu pun pergi tanpa menunda-nunda.

Bintang melengkungkan sudut bibirnya, berbalik, dan melambai kepada Agnes.

Di atas panggung, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun, mengenakan setelah hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu merah, duduk di depan kursi piano, dan sedang memainkan piano dengan jari-jarinya yang lincah.

Suara piano yang indah dan merdu membuat semua orang di aula konser menjadi tenang.

Saat lagu berakhir, terdengar tepuk tangan yang meriah yang lama dari para penonton.

Anak laki-laki itu berdiri dan berjalan ke tengah panggung, lalu membungkuk dalam-dalam kepada para penonton.

Anak laki-laki itu sangat imut, berperilaku baik, dan memiliki paras yang rupawan sehingga membuat orang-orang senang.

Para penonton di depan panggung berbisik, mengatakan bahwa anak itu sangat luar biasa.

Mereka merasa, betapa hebatnya ibu dari anak itu hingga bisa melahirkan seorang putra yang sangat bertalenta.

“Terima kasih, Leo Liberty, atas penampilannya yang luar biasa. Hari ini kami juga beruntung karena penyelenggara acara hari ini adalah Bapak Gideon Gandrio, pemilik Perusahaan Bintang Utara Internasional. Kami persilakan, Bapak Gideon, untuk ke atas panggung,” ujar pembawa acara.

Leo berbalik dengan sorot matanya yang penuh harapan. Itu adalah pertama kalinya dia berdiri di atas panggung dan dia merasa sangat gugup.

Gideon melangkah ke panggung dengan wajah tanpa ekspresi. Dia memiliki fitur wajah yang tampan, kontur yang tajam, mata yang dalam, dan berwibawa dalam setiap gerakan tubuhnya.

Terlihat mirip seseorang. Sangat mirip.

Leo sedikit tidak fokus.

Ketika Leo menatap Gideon, Gideon juga sedang menatapnya.

Leo terlihat imut dan pandai bermain piano.

Namun …

Gideon sedikit mengernyit. Mengapa ekspresi anak ini terlihat sangat mirip dengan wanita yang dibencinya?

Ketika dia memikirkan Agnes, dia menjadi kesal dan tidak menyukai anak itu lagi.

“Ayo berfoto.” Gideon berkata dengan dingin, tetapi dia tidak ingin mendekati Leo.

Leo menatap jarak di antara mereka, lalu menundukkan pandangannya dengan rasa kecewa.

Apakah ayah tidak menyukainya?

Semua harapannya itu bagai kaca yang hancur berkeping-keping.

Gideon berbicara dan fotografer segera mengambil gambar.

“Sudah selesai belum?” kata Gideon dengan nada dingin.

Pembawa acara melihat ke arah fotografer dan fotografer memberi isyarat “oke”.

Sebelum pembawa acara sempat berbicara, Gideon berbalik dan melangkah pergi, seakan berada di situ membuatnya merasa tidak nyaman.

Leo menatapnya dari belakang dan menundukkan pandangannya dengan sedih.

Untuk meredakan kecanggungan, pembawa acara menjelaskan atas nama Gideon bahwa dia sedang sibuk dengan pekerjaannya.

Setelah turun dari panggung, Gideon bergegas ke kantor. Dia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Agnes.

“Tuan Gideon, apakah Anda mencari kami?” ucap kedua pengawal.

Gideon menatap kedua pengawal itu dengan tatapan matanya yang dingin, keheranan.

Kedua pengawal itu saling menatap, tidak tahu harus berbuat apa.

Seperti yang diduga, saat Gideon bergegas kembali ke kantor, Agnes sudah tidak ada.

Geri masuk ke kantor dan melapor sambil berkata, “Bos Gideon, rekaman kamera pengawas menunjukkan kalau wanita itu telah dibawa pergi oleh Tuan Kevin.”

Gideon mengepalkan tangannya dan memukul meja dengan keras, menggertakkan giginya, dan berseru, “Agnes!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status