Share

Bab 7

Setelah kembali ke apartemen, Agnes mengenakan celemek dan berkata, “Bintang, kamu ingin makan apa malam ini? Bagaimana dengan mi kesukaanmu dengan pasta kedelai?”

“Mau!” seru Bintang.

Bagi seorang ibu yang tidak pandai memasak, mi adalah satu-satunya makanan yang paling mudah untuk dimasak.

Bintang dan Leo tidak pernah meminta yang macam-macam.

Agnes pergi ke dapur sambil tersenyum dan segera membuat dua mangkuk besar mi dengan pasta kedelai.

Saat itu, Leo kembali ke apartemen dengan diantar oleh asistennya.

“Ibu, aku sudah pulang,” ucap Leo.

Agnes memberinya pelukan dan ciuman penuh kasih sayang.

“Leo, kamu sangat luar biasa hari ini,” ujar Agnes.

Meskipun Agnes menyesal tidak melihat pertunjukan anaknya itu, asistennya mengirimnya sebuah video dan dia bangga dengan penampilan Leo yang luar biasa.

“Kamu pasti lapar. Ibu sudah masak mi dengan pasta kedelai,” ujar Agnes.

“Makasih, Ibu.” Leo memegang wajah ibunya.

“Kalian berdua makan saja dulu, Ibu mau ke kamar dulu. Taruh saja mangkuknya nanti di wastafel kalau sudah selesai,” ujar Agnes.

Setelah Agnes selesai berbicara, dia pergi ke kamarnya. Kembali ke Kota Jisara. Batas waktu untuk gambar desain perusahaan yang Agnes kerjakan sudah dekat dan dia belum menyelesaikannya. Dia khawatir akan begadang malam ini.

Kedua anak kecil itu duduk di meja makan sambil memakan mi.

“Aku melihat Ayah hari ini.”

“Aku melihat Ayah hari ini.”

Keduanya bicara serempak dan saling memandang heran.

“Ayah terlihat tidak menyukaiku.”

“Ayah memperlakukan Ibu dengan buruk.”

Keduanya bicara serempak lagi.

Meski tampak berbeda, mereka sangat memahami satu sama lain.

Leo berseru, “Apa yang kamu katakan? Ayah memperlakukan Ibu dengan buruk?”

“Bicara yang pelan, jangan sampai Ibu mendengarmu.” Bintang segera menutup mulutnya.

Leo geram, berkata, “Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu kepada Ibu?”

Seharusnya tidak apa-apa jika ayahnya tidak menyukai ibunya, tetapi memperlakukan ibunya dengan buruk itu berlebihan.

“Aku juga bertemu Kevin,” kata Bintang.

Kemarahan Leo langsung teralihkan dan dia bertanya penasaran, “Jadi Ibu juga sudah melihatnya?”

Leo sangat penasaran dengan adiknya karena setiap kali ibunya menangis, itu karena ibunya sangat merindukan adiknya itu.

“Ya!” Bintang mengangguk. “Ibu salah mengira kalau dia adalah aku.”

Leo paham dan dalam hatinya berkata, “Kalau ibunya melihat Kevin, tidak mungkin ibunya bisa setenang itu.”

“Kevin tampaknya tidak menyukai Ibu.” Bintang menjelaskan secara singkat pertemuannya dengan Kevin.

Amarah Leo kembali berkobar. “Ayah dan anak sama saja.”

Bintang terdiam.

Bukankah kata-kata Leo itu sama saja seperti menghina diri sendiri?

Meskipun Leo tampak berperilaku baik dan bijaksana, dia memiliki temperamen yang mudah meledak-ledak. Singkatnya, dia benar-benar berbeda dari Bintang dan Kevin.

“Apa kamu ingin membalas dendam untuk Ibu?” tanya Bintang dengan senyum licik.

Tanpa Bintang berkata apa-apa lagi, Leo sudah tahu apa yang dia mau lakukan dan tersenyum jahat. “Ayo pergi!” ajak Bintang.

“Habiskan makananmu dulu,” ucap Leo.

Mereka berdua segera menghabiskan makanannya, membereskan meja, dan pergi ke kamar.

Bintang membuka laptopnya, jari-jarinya dengan cepat mengetik di keyboard, dan huruf serta angka tertulis di layar komputer dengan cepat.

Lima menit kemudian, Bintang menekan tombol Enter dan layar komputer kembali normal.

“Selesai!” Bintang tersenyum percaya diri.

Dalam hatinya berkata, “Siapa suruh kamu berani menindas ibuku.”

Leo menepuk telapak tangannya dengan Bintang.

Rasa kekeluargaan.

Setelah kembali dari tempat pertunjukan, Kevin mengunci diri di kamar. Tidak peduli siapa pun yang memanggilnya, dia mengabaikan mereka.

Ada sebuah lukisan di atas meja. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita dengan rambut panjang dan memakai gaun, tetapi tanpa mata, hidung, dan mulut.

Kevin menatap lukisan itu dan wajah Agnes terlintas di benaknya, lalu pena di tangannya berhenti dia gerakkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status