Share

Bab 2

Gideon!

Pria yang telah Agnes hindari selama tujuh tahun.

Agnes pikir, dia tidak akan pernah bertemu dengannya lagi seumur hidupnya. Jika kompetisi piano Leo tidak dijadwalkan di Jisara, dia pikir, dia tidak akan pernah kembali ke Jisara seumur hidupnya.

Namun, Agnes tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya di hari pertama dia kembali ke Jisara.

Agnes pikir, cinta yang seakan terukir di hatinya sudah sirna dalam tujuh tahun, tetapi ketika dia melihat Gideon lagi, jantungnya masih berdetak kencang.

Gideon pun juga terkejut.

“Maaf!” ucap Agnes.

Agnes berbalik dan kabur.

Meskipun sudah tujuh tahun berlalu, melihat Gideon masih membuatnya merasa bingung dan takut.

Sepasang tangan besar mencengkeramnya, menariknya, dan mendorongnya ke dinding.

Gideon, yang memiliki tinggi badan menjulang, 187 cm, menatap wanita yang telah dicarinya selama tujuh tahun, dengan sedikit amarah dan sorot matanya yang tajam.

“Agnes!”

Suaranya dalam dan nadanya begitu berat hingga seakan bisa menelan Agnes bulat-bulat.

Gideon mungkin masih kesal dengan dirinya.

Agnes tersenyum masam dan mengangkat kepalanya. “Hai, Gideon, lama tidak bertemu.”

“Sudah lama sekali.”

Gideon meraih pergelangan tangannya dan mengucapkan setiap kata dengan penuh tekanan.

Sejak Agnes pergi tanpa kabar, Gideon mencari ke seluruh Jisara, tetapi tidak menemukan kabarnya. Dia pikir, dia tidak akan pernah melihat Agnes lagi selamanya. Namun, ketika dia mengira kalau Agnes sudah mati, Agnes pun muncul.

Gideon pikir, Gideon akan menghabisi, tetapi melihat senyum palsu Agnes, dia hanya bisa berekspresi marah.

“Baiklah … ada hal lain yang harus kukerjakan, jadi aku … pergi dulu,” ucap Agnes.

Agnes bersusah payah melepaskan dirinya.

Gideon memegang tangannya erat-erat, tidak berniat melepaskannya.

“Bukankah kamu ingin mengatakan sesuatu padaku?” tanya Gideon tegas.

“Mengatakan apa?” jawab Agnes.

Melihat ekspresi Agnes yang kebingungan, Gideon sangat marah hingga seperti ingin memukulnya.

“Apakah kamu tidak merasa bersalah karena meninggalkan Kevin tujuh tahun lalu tanpaPamit?” ujar Gideon.

Gideon melepaskannya seakan melemparnya dan Agnes menghantam ke dinding dengan keras.

Rasa bersalah, bagaimana mungkin Agnes tidak merasakan hal itu?

Setiap kali Agnes memikirkan Kevin Gandrio, anaknya, hatinya terasa perih. Kalau ada pilihan yang lebih baik, bagaimana mungkin dia memilih untuk meninggalkan Kevin.

“Maafkan aku!” Agnes menunduk, suaranya lirih.

“Maaf?” Gideon mencibir. “Apakah kata ‘maaf’ cukup untuk menebus kesalahanmu?”

“Apa maksudmu?” Agnes mengangkat kepalanya dan menatap Gideon.

“Ada apa dengan Kevin?” Agnes meraih lengan Gideon dan bertanya dengan cemas.

Perkataan dokter terngiang di telinga Gideon. “Kevin menderita penyakit jantung bawaan dan harus segera dioperasi.”

Gideon menepis tangan Agnes dengan kasar. Sentuhan Agnes membuatnya merasa sangat jijik.

“Gideon, jadi bagaimana Kevin sekarang?” Agnes menjadi khawatir. Mungkinkah ini karena Gideon juga tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kondisi Kevin?

Menurut Gideon, kegugupan dan kekhawatiran Agnes hanyalah kepura-puraan yang membuatnya semakin jijik.

Melihat suasana semakin tegang, Geri, sekretarisnya, melangkah maju dan mengingatkan dengan sungkan. “Bos Gideon, pertunjukan akan segera dimulai dan para produser sedang menunggu Anda untuk berfoto bersama.”

“Beri tahu mereka, aku tidak jadi berfoto,” tegas Gideon.

“Ini …” Geri berkata dengan wajah kaku. “Bos Gideon, ini mungkin bukan ide bagus. Semua media tahu bahwa Anda akan berfoto bersama pianis muda berbakat internasional, Leo Liberty. Jika Anda tidak pergi, akan sulit untuk menjelaskan hal ini kepada media.”

Leo?

Gideon akan berfoto dengan Leo?

Agnes terkejut dan dia melupakan kesedihannya. Berpikir bahwa Leo dan Gideon tidak mirip, dia menghela napas lega. Namun, Agnes berpikir lagi bahwa Bintang Liberty, adiknya Leo, dan Gideon sangat mirip dan hatinya langsung berdebar kencang ketakutan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status