The Sunday Sunflower

The Sunday Sunflower

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-18
Oleh:  luminouswaterTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
77Bab
3.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Sinopsis "...kadang aku ragu, kamu kenangan atau cuma sekedar bayangan. Tapi apapun itu, 'kita' bukan lagi kenyataan sekarang." Itu adalah sepotong surat dari Gathan, pada selembar foto blur miliknya. Fanala sama sekali tak menyangka bila dulu ia dicintai sebegitu besarnya oleh lelaki yang beberapa tahun lebih muda darinya itu. Laki-laki yang membuatnya lupa akan pedihnya cinta pertama, laki-laki yang mengajarkannya jatuh cinta lagi, laki-laki yang konyolnya selalu meninggalkan earphone agar punya alasan untuk menemuinya, juga laki-laki yang hilang dan dinantinya begitu lama.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

"Diem-diem, Dit. Lo gak sadar suara lo kayak om-om mesum."

"Kampret!" Radit melemparkan kaleng sprite yang sukses menghantam kepala Gathan. Ia tak terima suara merdunya kala bersenandung dihina begitu kejam oleh makhluk yang suaranya mirip dengan ulat bulu kejepit macam Gathan.

Gathan yang sejak tadi sedang mencari sudut yang pas untuk melakukan tembakkan ke ring basket agar sempurna di foto oleh Sasha, dalam sekejap menghempaskan bolanya dan menghampiri Radit di pinggir lapangan. Ia melompat, menindih Radit yang tak siap. Tangannya dengan brutal menjambaki rambut sahabatnya tanpa ampun.

Sasha mengubah mode kamera ponselnya ke kamera depan. Tak mengacuhkan dua sahabatnya yang kini telah berguling-gulingan. Saling jambak-menjambak, geplak-menggemplak. Ia sudah muak dengan kelakuan dua makhluk itu. Kapan coba mereka bisa dewasa? Umur sudah 18 tahun, tingkah seperti anak 1,8 tahun. Malu ia punya sahabat seperti mereka.

Sepuluh menit dihabiskan Sasha untuk mengambil foto selfie paling sempurna. Seraya menunggu Radit dan Gathan reda sendiri.

"Cabut, yuk, " ujar Gathan, bangkit dari lantai lapangan basket, diikuti oleh Radit. Rambut keduanya persis seperti usai disapu topan badai.

Sasha menghembuskan napas lelah. Ia mendekati dua sahabatnya itu. Dirapikannya rambut mereka berdua dengan kedua tangannya.

"Kapan kalian berdua berhenti barantem karena hal-hal tolol," keluhnya.

"Gue sama Radit cuma gak mau mendem emosi. Lo tahu 'kan dia kesel banget sama gue karena tiap hari gue makin ganteng sementara dia makin jelek," Gathan berujar santai.

Radit mendengus.

Seusai membuat rambut Gathan dan Radit tampak lebih pantas, Sasha meraih kedua tengkuk mereka. Dan ketiga sahabat itu berjalan keluar gerbang SMA yang telah sesepi kuburan.

Mereka bertiga bolos saat jam pelajaran, datang ke sekolah saat kelas sudah dibubarkan. Sampai guru piket lelah hati menghadapi mereka.

"Kita mau ke mana, 'guys'? " Gathan bertanya, menekankan kata terakhirnya.

"Gue ogah makan es krim di tempat kemaren. Nyamuk semua. Bisa kena DBD gue!" Radit langsung mengemukakan pendapatnya.

Kemarin mereka makan es krim di taman bermain anak-anak yang sudah ditinggalkan. Di sana ada kolam kecil yang digenangi air hujan, tempat para koloni nyamuk berkembang biak, menambah pasukan, memperluas daerah kekuasaan.

"Kalo lo kena DBD gue jengukin ke rumah sakit sama Sasha. Pasti gue bawain buah sama roti. Ya, Sha?"

Sasha mengangguk. Bukan berarti ia setuju, hanya saja gadis itu sedang sibuk dengan ponselnya.

"Najis! Gue tahu banget lo bakal bawa jeruk busuk sama roti jamuran. Kayak pas gue demam."

"Fitnah lo! Gue gak tahu roti yang gue beli itu jamuran. Gue ditipu, Oncom!" Tangan Gathan mencoba menggapai kepala Radit, ingin menggeplaknya, namun tak sampai.

"Beli roti aja ditipu. Tolol lo keluberan."

Gathan sudah nyap-nyap mau nampol mulut pintar Radit ketika Sasha menjerit. "Diem lo berdua! Gue gak kuat dua hari sekali ngeliat lo berdua jambak-jambakan kayak geng cabe-cabean!"

Berdehem Radit dan Gathan dengan kompak. Berlagak sok cool. Sasha bisa jadi beringas bila sudah niat menghentikan mereka berdua untuk bertengkar ria.

Baik Gathan maupun Radit tahu benar bahwa Sasha pasti sedang perang chat dengan kakaknya yang mirip papah-papah-kolot-yang-punya-anak-perawan itu hingga jadi emosi begini.

"Si Karel, nih, makin mirip emak tiri. Tiap hari ngomel mulu. Pakek ngancem-ngacem gak bukain pintu lagi. Gue jejelin sianida juga, nih, orang entar," omel Sasha.

"Istighfar, Sha," Radit mengingatkan. Wajah tololnya dikalem-kalemkan.

"Ya, udah, yuk, ke rumah gue. Males gue diomelin Karel sendirian."

"Tapi di kasih makan, 'kan?" Gathan cepat tanggap.

"Kita nge-sop ginjal Karel."

***

Sasha melirik sengit Karel yang duduk di ujung meja, bersebelahan dengan Fanala yang merupakan sahabat baik kakaknya itu. Ingin rasanya ia menjambak rambut Karel sampai botak.

"Lagi pada ngapain?" tanya Farrel, kakak sepupu Sasha. Ia datang memasuki dapur seraya menggulung lengan kemejanya.

Farrel dan Karel itu sangat berbeda. Yang satu sangat lembut berbicara dengan adiknya, yang satu sepedas oseng-oseng mercon semut rangrang.

"Biasa, Kak, Karel ribut sama Sasha," Fanala menjawab. Agak terlalu kentara bahwa ia senang dapat menjawab pertanyaan itu.

"Ribut lagi?" tanya Farrel lelah.

"Sasha, tuh, yang minta dimarahin mulu!"

"Gue gak minta, Oncom!"

"Sasha," Farrel menegur, lembut.

"Karel, tuh, Kak, ngeselin banget. Tiap hari marah-marah mulu kayak emak tiri." Sasha merengut. "Aku dapet nilai ulangan kecil di bentak-bentak, di hina-hina, dikatain kebanyakan makan micin. Kayak dia pinter-pinter aja!"

"Gue emang pinter, ya!"

Sasha mendengus. "Gak usah sok! Lo kira gue gak tahu buku-buku SMA lo udah kayak perternakan ayam petelur."

Radit dan Gathan mendengus menahan tawa. Seketika Karel mendelik tajam.

Gathan mengalihkan pandang dan menangkap wajah Fanala yang tengah saling melempar senyum dengan Farrel. Sudah semacam rahasia umum di antara dirinya dan dua sahabatnya bahwa Fanala menyukai Farrel sejak lama... sekali. Hanya saja Farrel tampaknya tak merasakan hal yang sama, malah Karel yang jatuh hati pada sahabat kecilnya itu. Lucu bukan? Mereka bertiga sudah bersahabat sejak kecil, bahkan barangkali lebih dekat dari ia dan Radit serta Sasha yang bertemu semasa MOS SMA, tapi terlibat hubungan segitiga. Ia hanya berharap persahabatannya dengan Radit dan Sasha tak berakhir seperti itu. Walau sebetulnya ia agak khawatir Sasha baper padanya.

Sejenak hening, hanya suara denting gelas Farrel yang beradu dengan lantai tempat cuci piring yang terdengar sekali selain suara kunyahan Gathan yang terus memamah. Radit yang duduk di kiri Sasha memandang wajah gadis itu dan kakak laki-lakinya bergantian, juga sosok Gathan yang sibuk mengunyah stick pocky ala iklannya.

"Kakak cuma gak mau kamu ngerasa kesulitan dan nyesel kayak kakak pas mau ujian nanti," Karel membuka suara, tenang. Nadanya sudah sepenuhnya berubah. Lelah. Menyerah. "Dan masuk perguruan tinggi negeri yang bagus itu gak gampang, Dek."

Dalam sekejap Farrel sudah menghilang dari dapur, diikuti Fanala kemudian. Radit pun ijin ke toilet. Sementara Gathan yang tak peka, harus diseret Radit untuk ikut menjauh dari meja makan itu. Itu hanya obrolan antara kakak dan adik.

"Kakak sayang sama kamu makanya Kakak sering marah kalo kamu salah. Mama sama Papa nitipin kamu ke kakak. Dan Kakak cuma ngelakuin yang terbaik yang Kakak bisa."

Sasha yang sejak tadi mendelik pada Karel kini tertunduk. Titik-titik air mata mulai membasahi meja kayu yang berwarna hangat dihadapannya.

Ia tak pernah tahan jika kakaknya bicara dengan lembut dan menyangkut orang tua mereka.

"Kamu pasti inget kalo Mama sama Papa pengen anak-anaknya masuk universitas yang sama kayak mereka."

Sasha mengangguk kecil. Air matanya masih mengalir, kian deras.

"Seenggaknya cuma itu yang kita benar-benar tahu mereka mau, Dek."

Sedu-sedan Sasha kian terdengar. Rasanya sakit sekali diingatkan akan hari itu. Di mana orang tuanya meninggal dalam kecelakaan sepulang dari acara pembagian rapor di sekolahnya. Mereka bercanda, seraya berharap anaknya dapat masuk ke universitas negeri yang sama dengan mereka, di mana mamanya juga mengajar sebagai salah satu dosen.

"Woy, Rel! Lo apain temen gue?!" teriak Gathan yang muncul ambang pintu, diikuti Radit.

"Dia adek gue, Bego," ujar Karel malas. Ia tak ada niat untuk berdebat dengan dua idiot itu kini. Sehingga ia memutuskan untuk pergi dari dapur, meninggalkan Sasha bersama dua kawan yang tak beres otaknya itu.

Gathan mendelik pada Karel. Ia dan Radit kemudian mendekati Sasha yang masih menangis seraya mengusap air mata layaknya anak kecil. Memposisikan diri di kanan-kirinya.

Tangan Gathan lembut mengusap rambut sahabat perempuannya itu. Sementara Radit berlutut, memasang wajah paling imut yang ia bisa. Tangannya berkerja menghapus air mata Sasha, sedang mulutnya berkata, "Sasha kita mau es krim? Nanti Radit beliin yang banyak. Tapi jangan nangis lagi, ya?"

Gathan hampir muntah. Namun Sasha malah tertawa diantara isaknya. Ya, walaupun cara Radit itu membuat Gathan jijik, diri sendiri malu, tapi setidaknya selalu berhasil.

"Jijik gue, Dit. Untung ganteng lo. Kalo gak udah diludahin Sasha."

***

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
77 Bab
Bab 1
"Diem-diem, Dit. Lo gak sadar suara lo kayak om-om mesum.""Kampret!" Radit melemparkan kaleng sprite yang sukses menghantam kepala Gathan. Ia tak terima suara merdunya kala bersenandung dihina begitu kejam oleh makhluk yang suaranya mirip dengan ulat bulu kejepit macam Gathan.Gathan yang sejak tadi sedang mencari sudut yang pas untuk melakukan tembakkan ke ring basket agar sempurna di foto oleh Sasha, dalam sekejap menghempaskan bolanya dan menghampiri Radit di pinggir lapangan. Ia melompat, menindih Radit yang tak siap. Tangannya dengan brutal menjambaki rambut sahabatnya tanpa ampun.Sasha mengubah mode kamera ponselnya ke kamera depan. Tak mengacuhkan dua sahabatnya yang kini telah berguling-gulingan. Saling jambak-menjambak, geplak-menggemplak. Ia sudah muak dengan kelakuan dua makhluk itu. Kapan coba mereka bisa dewasa? Umur sudah 18 tahun, tingkah seperti anak 1,8 tahun. Malu ia punya sahabat seperti merek
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-02
Baca selengkapnya
Bab 2
Fanala membayarkan sejumlah uang pada pengemudi ojek online yang mengantarnya. Sebab hari ini Karel sedang ada kegiatan UKM, jadi tak bisa menjemputnya dari studio tempat ia mengajar piano.Lelah sekali rasanya. Fanala berbalik, melangkah mendekati kontrakannya. Bermain piano itu menyenangkan, tapi mengajari pemula yang bebal itu membuat ia lelah hati. Sabarnya benar-benar diuji."Aaaaaaaa!!!"Suara teriakan mengejutkan Fanala ketika ia sudah memasuki pelataran kontrakannya. Ia berbalik, menemukan kembali senyumnya yang pudar sejak memasuki studio piano siang tadi.Guk! Guk!Fanala betul-betul tak habis pikir, apa sih yang dilakukan Gathan dan Radit hingga dikejar-kejar anjing seperti itu. Tak heran Karel bernapsu sekali menjauhkan adiknya dari mereka berdua.Saat dua sahabat Sasha itu sudah tak terlihat lagi, Fanala segera melajutkan langkahnya yang terasa lebih ringan. I
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-02
Baca selengkapnya
Bab 3
Angin malam berhembus. Gathan memasukan tangannya ke dalam saku. Ia baru pulang dari rumah Sasha dan berniat jalan kaki sejenak, mencari angin.Ponselnya berdering. Reminder. Ia sudah tahu. Ia mengaturnya hanya untuk berjaga-jaga karena takut lupa, walau belum pernah terjadi sejauh ini.Tak terasa, Gathan sudah berjalan lumayan jauh. Menoleh ia ketika melewati kontrakan Fanala.Ponselnya berdering lagi, hanya bunyinya kali ini berbeda. Gathan mengangkat sambungan dari ibunya itu."Kenapa, Mi?... Iya ini Gathan bentar lagi pulang... Iya... Sayang Mimi."Ia segera memesan ojek online, yang sampai tak lama kemudian. Selama perjalanan diperiksanya galeri ponsel yang penuh foto Sasha. Nyaris semua tak berkualitas. Begini bila punya sahabat perempuan, galeri harus dibersihkan setiap beberapa hari sekali.Gathan mendesis. "Menuh-menuhin memori," gumamnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-02
Baca selengkapnya
Bab 4
Sasha: Than, mau ikut gue ke tempat Kak Nala gak? Gue udah di depan rumah lo nih. Gathan agak tak paham, Sasha itu ngajak tapi kok, sudah stand by saja di depan. Barangkali ini di sebut awalnya ngajak, akhirnya maksa.Jari Gathan pun mengetik balasan: Gue mau mandi dulu. Di depan panas tuh kayaknya. Kalo gak mau otak lo makin kering, mending lo masuk. Gathan beranjak dari tempat tidur. Kaos yang dikenakannya sejak kemarin kusut di banyak tempat. Dihelanya handuk dari gantungan.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-02
Baca selengkapnya
Bab 5
"Heran gue, segitu napsunya dia berharap gue yang ngasih.""Idih!" Sasha mengernyitkan hidungnya. "Dia gak berharap lo ngasih. Dia berharap ketemu sama orang yang selalu ngasih dia bunga matahari setiap Minggu sejak dia kecelakaan dua tahun yang lalu."Gathan, Radit, dan Sasha tengah berdiri di teras kelasnya yang ada di lantai tiga. Mereka memandangi murid-murid berlalu lalang melintasi lapangan basket seraya mengunyah permen karet."Kecelakaan? Kalo gitu jelas dong, yang ngasih yang nabrak Kak Nala. Karena dia ngerasa bersalah," ujar Radit. Seusai meletupkan gelembung yang dibuatnya."Kak Nala gak di tabrak, Radit yang ganteng.""Terus, Sasha yang cantik?" Gathan yang menyahut."Dia kecelakaan pas dianter Kak Farrel pulang pakek motor. Soalnya waktu itu hujan, jadi jalanan licin, Gathan yang kurang ganteng.""Kerajinan banget ngasih bunga tiap minggu sel
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-04
Baca selengkapnya
Bab 6
Dengan rambut terbalut handuk, Fanala mematut diri di depan cermin. Jemarinya meratakan moisturizer ke wajah. Hari ini tanggal merah, jadi ia bisa agak santai. Tak ada agenda apapun hari ini, selain janjian bimbel dengan Sasha yang dilakukan dadakan. Ia berpikir agak kurang efektif mengajari Sasha hanya satu minggu sekali, jadi kapan pun ada waktu ia usahankan untuk mengatur jadwal dengan adik sahabatnya itu.Usai memakai liptint, Fanala melepas handuk dari kepalanya dan bersisir. Kemudian ia keluar kamar untuk menyibak gonden dan pergi berjemur di halaman sejenak sembari mengeringkan rambut.Cahaya matahari seketika membanjiri ruang duduk Fanala yang sederhana saat ia menaraik terbuka gonden biru penutup dua jendela kecil tempat tingggalnya. Hangat dan menyenangkan. Diputarnya kunci dan melangkah melewati ambang pintu.Fanala menutup mata, merasakan cahaya matahari yang menerpanya. Nyaman sekali. Dihelannya napas panjang,
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-05
Baca selengkapnya
Bab 7
Gloomy.Gathan membaca snapwhatsaap kontak bernama 'Fanala the next'. Unggahan itu berlabel 'just now'. Padahal sekarang sudah pukul setengah dua pagi. Apa gadis itu sedang banyak tugas? Padahal tampaknya Fanala bukan tipe gadis yang menunda-nunda tugas, apalagi kemari tanggal merah, Sasha juga membatalkan janji mereka.Begadang, Fan? Gathan mengomentari posting-an milik Fanala. Tak segera ia keluar, menunggu dua centang biru sebab gadis itu tengah online.Posisi Gathan yang tadi terlentang sekonyong-konyong berubah tengkurap ketika yang dinanti terwujud dan tulisan typing tertangkap netra. Ada senyum di matanya.Susah tidur. Lo sendiri ngapain belum tidur? Ngerjain tugas?  B
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-06
Baca selengkapnya
Bab 8
Malam ini berangin. Membuat Gathan  merapikan rambutnya berkali-kali. Dalam balutan celana jeans dengan atasan kaos yang di tutup jaket danim tak terkancing. Ia nampak jauh lebih baik dari penampilan biasanya dengan seragam penuh keringat.Ia ada di depan rumah kecil yang di sewa Fanala. Tujuannya jelas, mengambil earphone. Tidak ada yang lain.Sejenak ia berdehem sebelum mengetuk pintu."Fan, Fanala!" panggilnya.Tak ada jawaban. Dicobanya lagi. Kembali tak ada sahutan. Apa Fanala sudah tidur? Atau gadis itu sedang keluar?Celingak-celinguk Gathan ke kanan-kiri. Ia melogak jendela di sisi pintu, tak terlihat apapun.Sudahlah, pikirnya, lebih baik besok malam saja. Tampaknya ia kurang beruntung hari ini.Ia berbalik."Kenapa, Than?""Astagfirullahalazim!" Gathan terlonjak, terkejut dengan kehadiran Fanala yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-07
Baca selengkapnya
Bab 9
"Gak nyangka ya tinggal beberapa bulan lagi kita lulus," ujar Sasha pada Radit dan Gathan yang digandengnya kanan-kiri melintasi halaman. Pakaiannya sekarang sudah lain 180 derajat dari kemarin. Roknya sudah semata kaki, bajunya panjang dan longgar. Berkat paket yang di antar ke rumah kemarin menggunakan jasa ojek online. Pengirimnya--jelas--Radit. Sebab satu-satunya hal yang pernah Gathan berikan padanya hanya ucapan selamat ulang tahun dan hadiah finger heart. Dengan murah hati--atau memang menganggapnya gendut, Radit memberikan seragam dalam segala ukuran termasuk XL. Manis sekali bukan? Tak seperti Gathan yang merasa bahwa finger heart-nya merupakan hadiah termanis. Tapi tetap saja rasa sayangnya pada mereka berdua sama besarnya. "Gue nyangka," Gathan menyahut. Orang satu ini memang tak bisa untuk menahan lidahnya. "Inget, ya, lo berdua harus masuk universitas yang sama sama gue. Gak boleh enggak,"
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-10
Baca selengkapnya
Bab 10
Fan, di rumah, gak? Mau ambil earphone. Fanala mencebik membaca pesan dari Gathan. Di kirim hampir empat jam yang lalu. Tak ada niat ia membalas pesan yang terlambat di buka itu. Siapa suruh meninggalkan benda itu berulang kali. Ia mulai curiga Gathan sengaja meninggalkannya untuk suatu alasan tertentu.Studio itu sudah gelap. Kelas telah berakhir sejak satu jam yang lalu. Namun Fanala masih setia duduk di belakang sebuah piano dengan ponsel tergeletak di sisi.Fanala memainkan beberapa nada. Dadanya sesak. Piano, lagi-lagi hal yang berjalinan dengan sosok Farrel, selain bunga matahari. Karena dialah orang pertama yang mengajarinya menarikan jemari di atas tuts-tuts penuh melodi. Sulit untuk tak ingat sosoknya ketika bersentuhan dengan alat musik penuh nuansa hatam-putih ini. Menyalurkan sensasi tak nyaman di dadanya.Ia berkata akan lebih bahagia tanpa memanda
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-22
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status