Share

33. Quinza, the youngest

[Leyna POV]

Aku segera melambaikan tanganku dari jendela mobil yang terbuka ke arah seorang gadis berpakaian kasual berdiri di depan gerbang sekolah. Outfit yang berbeda dengan saat pagi hari. Tidak lain dan tidak bukan adalah Quinza. Anak perempuan itu langsung mengambil posisi di sampingku.

"Daddy dan Mommy ke mana?" tanyanya setelah meletakkan tas di bawah bersamaan dengan bawaannya yang lain.

Aku memberikan botol air minum kepada adik satu-satunya, "Mereka sedang kencan kilat berkedok melihat museum kota sebelah."

"Leyna tidak ikut?"

Aku mengembangkan senyum, "Dan menjadi tanaman hias dianggurkan? Tidak terima kasih. Mau berhenti untuk membeli matcha?"

Quinza langsung mengangguk singkat. Tentu saja, dia menerima tawaranku, secara tidak langsung, akulah yang akan membayar minuman tersebut.

"Tolong berhenti di cafe biasa," ujarku ke arah sang supir.

"Baik, Nona Muda."

Aku kembali melihat ke arah Quinza yang sudah tidak kehausan lagi, anak itu tengah melihat pemandangan luar dari kaca gelap. Dia memang tidak banyak bicara dan hanya seperlunya kalau ada orang asing di sekitar.

"Bagaimana harimu?" tanyaku basa-basi.

Quinza mengubah posisi menjadi menyandar pada sandaran mobil dengan pandangan yang mengarah ke depan, "Berjalan dengan baik seperti kemarin. Latihan menariku juga baik, pelatihnya sedang memilih anggota untuk mengikuti perlombaan."

"Kapan pengumuman pemilihannya?"

"Dua hari dari sekarang. Freestyle dance."

Aku langsung tercengang mendengarnya, "Kau pasti masuk."

Kulihat lagi dia menghembuskan napasnya perlahan, "Tidak semudah itu. Banyak yang lebih hebat dariku. Aku juga tidak berharap banyak. Anggota yang dipilih kudengar hanya lima orang."

"Optimis, Quinza. Kau bisa melakukannya. Kau sudah tertarik dengan jenis itu sejak berusia tujuh tahun. Kau bahkan sudah sering memenangkan lomba. Kali ini, kau pasti masuk."

Si bungsu hanya mengangguk lalu berbisik pelan yang masih bisa kudengar. Dia memang lebih menyukai freestyle dan hip-hop daripada ballet dan contemporary dance. Daddy juga tidak masalah dengan kesukaan kami berdua. Malah, di beberapa kesempatan, mereka mendukung penuh.

Seperti mereka akan datang di pergelaran opera klasik yang kubintangi. Aku cukup percaya diri kalau mereka juga akan datang di perlombaan Quinza kalau anak itu terpilih.

"Semoga saja."

_The Stranger's Lust_

Apakah aku tadi mengatakan Quinza adalah anak yang pendiam? Tetapi, kalau dia bersamaku hanya berdua, dia akan menjadi pribadi yang lebih hangat dan manja.

Maksudku. berdua yang sesungguhnya.

Seperti, dia yang datang ke kamarku ataupun sebaliknya.

Seperti sekarang ini. 

Anak itu sedang merebahkan dirinya di ranjangku, begitu juga dengan aku sendiri. Tidak mau aku lari darinya, dia mengunci seluruh anggota tubuhku dengan sebuah pelukan.

Sudah biasa bagiku melihat sisi manjanya yang hanya datang sesekali. Untuk ukuran anak bungsu, dia termasuk mandiri.

"Dia datang lagi." Bisikannya membuatku berhenti mengusap anak rambutnya. Mataku turun ke bawah berusaha melihat raut wajahnya, sebagai seorang kakak yang satu-satunya tinggal di dekatnya tentu saja khawatir.

"Lanjutkan usapannya, Leyna."

Aku hanya berdehem lalu kembali mengusap surai rambutnya, "You can count on me like always."

"Kali ini sungguh membuatku takut datang ke sekolah. Dulunya itu, dia hanya menyapaku di depan gerbang sekolah. Lalu, perlahan menemaniku makan di kantin dengan teman-temanku. Kemudian, sekarang ini dia berani mengikutiku kemana saja aku pergi. Dia bahkan terang-terangan menemaniku menunggu jemputan."

"Dia tidak akan lama lagi mengganggumu. Percaya denganku, sekarang istirahatlah. Aku akan membangunkanmu saat jam makan malam nanti."

Aku mengubah posisi tanganku menjadi menepuk punggung anak gadis itu dengan pelan. Masih ada lima belas menit sebelum memulai jam makan malam, Quinza bisa beristirahat sejenak selagi aku memikirkan jalan keluar.

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status