Leyna menyusuri koridor gedung dengan piyama berlengan panjang dari satin berwarna biru muda. Matanya berusaha mencari seseorang, "Melihat Tuan Besar?:
"Tuan Besar sedang menikmati pemandangan malam di belakang gedung, Nona Muda Olivia." Jawab salah satu asisten rumah tangga yang lewat dengan membawa pot bunga baru.
"Thank you."
Wanita muda itu kembali berjalan menuruni tangga dan melangkah dengan langkah lebar untuk segera menemui ayahnya, meninggalkan Quinza sendirian di kamarnya. Anak itu sedang ingin tidur berdua dengannya dan Leyna tidak punya alasan untuk menolak.
Seorang pria berdiri sendirian di balkon belakang gedung dengan pakaian yang sama dikenakannya seharian ini. Leyna mengambil kesimpulan, sang pemimpin Burk's Falls belumlah membersihkan dirinya.
"Daddy, we need to talk," ucapnya dengan dada yang kembang kempis. Perlu usaha untuk menemui ayahnya di sini.
"Daddy juga ada yang perlu dikatakan kepadamu, Leyna," katanya dengan tatapan teduh mengarah ke dalam hutan mini yang dibuat di belakang gedung. "Tetapi, kamu dulu."
Leyna memantapkan hatinya saat mendengar perkataan ayahnya, "It's about Quinza. She's on danger."
Chayton langsung menoleh ke arah Leyna yang terlihat tenang seolah telah berpikir matang-matang. Tidak ingin membuat sang kepala keluarga menunggu dan risau lebih lama, dia kembali berucap.
"Ada yang mendekatinya secara berlebihan. Dia laki-laki, masih remaja sepertinya dan satu sekolah. Daddy ingat laki-laki yang selalu berdiri di depan gerbang dan berjalan masuk dengan Quinza setiap hari? Dialah orangnya." jelas Leyna dengan tangan yang bersidekap di depan dada.
"Dia itu bukan teman baik Quinza." Sambungnya lagi. Kali ini, tatapannya berubah menjadi dingin menatap lurus ke batang pohon seolah batang pohon itu adalah laki-laki tersebut.
"Dulu, dia hanya menemani Quinza sampai di gerbang sekolah. Namun, sekarang dia secara terang-terangan mengikutinya di manapun dalam berbagai kesempatan dan peluang. Itu tidak bisa dibiarkan lagi, Dad."
Pemimpin Burk's Falls sekaligus kepala keluarga Grissham mengangguk menyetujui, "Besok, Daddy akan ke sekolahnya untuk mengurus ini."
"Aku akan ikut. Mommy besok ke butik untuk melihat pesanan kain. Aku akan ikut dengan Daddy."
"Baiklah. Ada kamu, mungkin semuanya akan terlihat lebih jelas," ujar Chayton yang dibalas dengan senyum tipis dari anak keduanya. "Sekarang, ini tentangmu."
Leyna memudarkan senyumnya, pemikirannya terus memikirkan perkataan ayahnya, ada yang salah dengan dirinya, kah?
"Kapan kamu akan menikah?"
Wanita muda itu mengulum bibirnya ke dalam, pertanyaan yang sudah tidak didengarnya tiga bulan yang lalu. Matanya melihat ke atas langit yang tidak memiliki bintang sama sekali. Namun, entah mengapa masih terlihat menarik baginya.
"Temanmu sudah mau menikah. Sahabatmu yang merintis cafe itu juga sudah memiliki anak pertamanya."
"Aku akan menikah, Dad. Tetapi, tidak sekarang. Ada banyak yang perlu aku lakukan sendirian. Jadi, jangan banyak berharap."
Chayton menghembuskan napasnya, alasan menghindar yang sama sejak tiga bulan yang lalu dia terakhir bertanya. Walaupun, dia tidak tahu apa yang dilakukan oleh anak keduanya ini. Dia juga tidak bisa memaksa kehendaknya.
Mungkin, nanti. Setelah dia habis kesabaran dan menemukan titik yang pas.
"Apa kamu tidak ada niat untuk menikah?" tanya pria paruh baya tersebut yang terdengar putus asa,
Sebenarnya, memang tidak, batin Leyna dengan cepat dalam pikirannya.
"Aku punya, Dad. Tapi, tidak sekarang. Aku masih ingin menikmati masa kesendirianku daripada hidup berdua terikat dengan orang lain."
Hanya itu jawaban yang bisa dikatakan oleh gadis tersebut. Berbeda dengan batinnya, otaknya menolak perkataan tersebut untuk tidak memberatkan tulang punggung itu lebih jauh lagi.
"Kalau begitu, kamu mau, kan, Daddy tunjuk mengurus cabang restoran?" tanya Chayton dengan tatapan datar.
"Daddy punya proposalnya? Aku perlu mempelajarinya dulu. Bagaimana kalau ternyata bangkrut? Membuka cabang tidak semudah membalik telapak tangan, Daddy."
Sebuah dokumen langsung berada di depan matanya. Leyna menatap kaget ke arah ayahnya dan menerima proposal tersebut.
"Daddy sudah memikirkan matang-matang. Selebihnya tertulis di sana, kalau ada yang menurutmu aneh, maka katakan kepada Daddy. Kita bisa mendiskusikannya bersama."
Leyna membuka halaman proposal tersebut dan semakin horor saat membaca deretan kalimat.
"Sundridge?!"
"Pelankan suaramu. Iya, Daddy memintamu ke sana untuk mengurus cabang baru."
Wanita itu mengerjapkan matanya beberapa kali, "Kenapa tidak tetap di Burk's Falls saja?"
"Daddy sudah mensurvey, ada banyak pengunjung dari sana ke restoran kita. Maka dari itu, Daddy memutuskan untuk membuka cabang baru. Lagipula, para investor sudah setuju. Kamu tinggal menjalankannya."
Leyna menghembuskan napasnya perlahan, matanya melihat sekilas proposal di tangannya lagi, "Aku akan menimbangnya. Kalau begitu, aku duluan ke kamar. Good night, Dad."
"Good night, too."
_The Stranger's Lust_
To Be Continue
[Dion POV] Leyna Olivia [Meet me in the garden now. I'm at school.] Satu pesan dari layar ponsel membuatku langsung membawa sepasang tungkai kakiku berjalan keluar dari ruang guru. Tidak peduli dengan tatapan kebingungan dari tiga rekanku yang lain melekat melihatku. Aku paham sekali kalau mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Koridor sekolah masih sepi, belum memasuki jam istirahat untuk anak-anak yang mengemban kewajibannya di dalam ruang petak bersama yang lainnya. Lapangan sekolah yang terasa panas karena Burk's Falls hari ini terasa begitu terik untuk dilewati. Namun, hanya itu jalur untuk sampai ke taman. Taman belakang sekolah. Dalam lintasan benakku saat itu terus-menerus memikirkan penyebab keturunan pemimpin itu ingin menemuiku di pagi hari ini. Masih terlalu pagi untuk saling menukar cerita keseharian seperti biasa yang kami lakukan. Jelasnya, bukanlah merupakan sesu
Suara ketukan pintu terdengar tiga kali sebelum kembali senyap dan digantikan oleh suara dari dalam kamar yang merupakan sang pemilik ruang, "Masuk." "Leyna, can I sleep here?" Seorang wanita yang sudah setengah berbaring di tempatnya tersenyum, memindahkan tubuhnya ke sisi kanan, "Of course. Have a bad sleep?" "Kinda," jawab seorang gadis yang baru remaja dengan sebelah tangan yang membawa plushie ubur-ubur dan botol minum di sebelah tangannya yang lain. Dia langsung mengambil tempat di atas kasur Leyna dan memposisikan posisi ternyaman. Kamar yang terang samar karena sudah memasuki jam tidur. Leyna ikut menyamankan posisinya dan menghadap sang pengganggu kesendiriannya. “Leyna,” bisik Quinza selaku orang yang telah berada di sampingnya dengan mata yang setengah terpejam memeluk plushie ubur-uburnya. Terdengar dehaman dari pemilik kamar untuk memintanya melanjutkan kalimat. “Apa kau belakangan ini mendapatka
[Leyna POV] "All is eighty dollars, sir." Tidak perlu susah menebak, jelas aku sedang berada di kasir. Jam istirahat telah dimulai dua menit yang lalu memberikan aku dan para pekerja lainnya untuk bersiap-siap mengumpulkan tenaga ekstra untuk melewati jam sibuk. Hari ini bisa aku simpulkan kalau lebih ramai dari biasanya. Semua anggota masuk kerja namun masih tidak cukup untuk melayani seluruh pelanggan yang datang. Bahkan, saat aku sempat melirik antrian, masih ada sebelas orang yang berbaris menunggu untuk dilayani. Tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain memfokuskan diri untuk segera menyelesaikan pekerjaan di sini. Daddy sudah ke sekolah Quinza satu jam yang lalu setelah mengurus rapat penting dengan investor restoran tadi pagi. Mommy tentu saja ke butiknya. Katanya mereka kedatangan tamu VIP untuk mengurus busana pernikahan. Aku tidak tahu spesifiknya bagaimana. Karena, aku lebih sering
[Dion POV] Aku merenggangkan leherku ke kiri dan kanan, lalu memutar pergelangan kakiku bergantian setelah memastikan tali sepatu telah diikat apik aku keluar dari rumah. Lalu, menguncinya kembali dari luar, menyisakan Granny seorang diri dalam. Saatnya memulai olahraga pagi. Burk's Falls masih sepi saat ini, hanya sebuah lampu jalan yang menyala sebagai temanku. Aku hanya berencana memutari Burk's Falls sampai ke minimarket yang kemarin menjadi tempat persinggahan Leyna untuk membeli beberapa sayuran. Mataku mendelik saat melihat sebuah bayangan dari ujung jalan yang lain terlihat tidak asing. Aku mempercepat kecepatan jogging-ku dan mengulas senyum ketika semakin lama bayangan tersebut semakin jelas. Bonusnya, aku mengenali bayangan tersebut. “Leyna!” Teriakku dan menyengir ketika melihat dengan jelas bagaimana sepasang bahu tersebut terjengit karena suaraku. Aku langsung berjalan sampai di depann
[Leyna POV] Swear God, I dunno how to speak out of sudden. Aku bahkan tidak bisa melihat orang yang duduk di depanku dengan mata yang menyorot tajam kepadaku. Pandanganku memang ke depan tetapi, sepasang netraku lebih memilih melihat tembok yang dicat dengan warna kalem. “Ehem.” Aku langsung mematung di tempatku. Tanpa sadar, tanganku bergerak untuk memegang apapun yang berada di sekitarku. Sepasang netra bulat memicing ketika melihatku, aku langsung gelagapan dan melepaskan tangan yang kupegang dengan refleks tadi. Dalam hatiku, aku meminta maaf pada Dion yang terbawa ke sini. Yang bisa kulakukan hanyalah menatap lesu oknum yang memergoki keberadaan kami berdua. Matahari belum meninggi dan masih bersembunyi malu-malu di balik awan tersebut. “Aku tidak mau b**a-basi, Leyna. Jelaskan semuanya, sejelas-jelasnya,” katanya dengan perintah mutlak yang membuatku meringis dalam hati. Akan s
Leyna memasuki sebuah butik yang menampilkan beberapa manekin di depan kaca bening untuk menarik perhatian pengunjung. Saat membuka pintu masuk toko, wanita itu diberikan sebuah kesejukan dari pendingin yang dipasang di dalam serta sebuah sapaan hangat dari seorang wanita yang berdiri di belakang meja resepsionis. “Selamat datang, Nona Muda.” Wanita itu tersenyum sebagai tanggapan sapaan dari resepsionis, “Nyonya ada di dalam?” “Nyonya berada di lantai atas, dia sedang menyortir bahan yang baru masuk, Nona. Mari saya antar,” kata wanita dengan tag name Anastacia Marie menjabat sebagai resepsionis di Sky Blue Boutique. “Tidak perlu. Saya akan ke sana sendirian. Anda bisa kembali sibuk dengan pekerjaan Anda. Kalau begitu, saya duluan,” balas Leyna yang duluan menjauhi meja dan melewati koridor cukup muat tiga orang dalam sekali jalan di samping bagian customer service. Sebelah kiri dan kanannya terpajang beberapa foto pasangan
[Dion Addison POV] Aku berjalan di koridor dengan tumpukan buku hasil kerja para siswaku di tangan, tidak lupa untuk menyapa balik anak-anak berseragam bebas itu menyapaku. Berjalan ke arah ruang guru untuk beristirahat lima belas menit disaat para pelajar memilih bermain di lapangan, membuka pintu ruang dan meletakkan tumpukan buku di area meja yang kosong. “Eum, Dion?” Aku hanya berdehem sebagai balasan. Lalu, menegak air minum yang menganggur selama satu jam lebih dengan mata yang melirik ke suara yang memanggilku tadi. Setelah memastikan aku tetap hidrasi, aku menjawab, “Ada apa, Miss. Jesslyn?” “Astaga, tidak perlu sungkan begitu. Kita sudah menjadi rekan lebih dari tiga tahun, Dion,” ujarnya yang sebenarnya masuk akal. Aku hanya berdehem sebagai jawaban rancu. Untuk beberapa hal, aku tidak bisa memanggilnya dengan nama seperti guru lain memanggilnya. Bukan, bukan, bukan karena dia pendiam dan m
Dion merasa bahwa ada yang memaku kakinya di atas pijakan tanah beraspal supaya tidak membiarkannya kabur di saat situasi seperti ini. Ya, begitu sulit untuk bergerak walaupun hanya seinchi. Di depannya, wanita tersebut yang berhasil mengacau-balaukan system motoriknya tengah menahan senyumnya yang mengembang tak berdosa. Memangnya apa yang salah dengan ajakan makan diantara anak Adam dan Hawa? Menurut Dion, itu adalah kesalahan. Ketika mata yang memancarkan sorot penuh harap itu memiliki setetes rasa aneh yang tidak pernah ia jumpai sebelumnya. Sorot keharapan itu berbeda ketika Leyna memintanya untuk melakukannya sesuatu. “Bagaimana, Dion?” tanya wanita tersebut lagi membuyarkan lamunannya dalam sekejap. “Aku …,” ucapnya semakin memelan, matanya melirik melihat Jesslyn yang masih setia menatapnya dengan binar yang sama. Itu membuatnya meringis dalam hati. Maaf. “Aku tidak bisa makan denganmu, Miss. Aku ada urusan di rumah,”