Share

35. Tell Her

[Dion POV]

Leyna Olivia

[Meet me in the garden now. I'm at school.]

Satu pesan dari layar ponsel membuatku langsung membawa sepasang tungkai kakiku berjalan keluar dari ruang guru. Tidak peduli dengan tatapan kebingungan dari tiga rekanku yang lain melekat melihatku. Aku paham sekali kalau mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Koridor sekolah masih sepi, belum memasuki jam istirahat untuk anak-anak yang mengemban kewajibannya di dalam ruang petak bersama yang lainnya. Lapangan sekolah yang terasa panas karena Burk's Falls hari ini terasa begitu terik untuk dilewati. Namun, hanya itu jalur untuk sampai ke taman.

Taman belakang sekolah.

Dalam lintasan benakku saat itu terus-menerus memikirkan penyebab keturunan pemimpin itu ingin menemuiku di pagi hari ini. Masih terlalu pagi untuk saling menukar cerita keseharian seperti biasa yang kami lakukan. Jelasnya, bukanlah merupakan sesuatu hal yang seringan kapas yang terjadi dalam hidupnya.

Mataku bergulir untuk menyortir seisi taman belakang sekolah yang tidak luas lapangan golf namun tidak sempit juga. Taman yang biasanya menjadi tempat tujuan para guru untuk sekedar menikmati sarapan mereka yang tertunda sebelum kembali mengajar ilmu kepada anak didiknya.

Dan, aku menangkap pemandangan rambut yang dibiarkan terlepas tanpa ikatan dan sedikit bergelombang. Punggung sempit terasa familiar itu menyihir jiwa raga untuk mendekat ke arahnya.

"Leyna," kataku saat mengintip dari samping. Sekilas, aku merasa asing karena tidak bisa melihat wajah sang pemilik punggung keseluruhan. Dia memakai masker wajah hitam yang menimbulkan kesan misterius. Sebuah atasan sabrina hitam polos dan ketat dipadu dengan tennis skirt warna putih pendek.

Tetapi, aku bisa memastikan dia adalah Leyna Olivia dari sepasang mata yang pernah menjadi milikku selama seminggu penuh.

"Oh? Dion, sini duduk. Maaf mengganggu waktumu," serunya dengan yang berpindah duduk ke samping agar menyisakan ruang untukku.

Aku mengambil tempat tersebut, sebuah gazebo yang dihias dengan tanaman menjalar, disekitarnya ditanami bermacam bunga yang tidak kuketahui namanya, "Tidak apa-apa. You good?"

"Not really. Aku harus segera ke sekolah Quinza nanti."

"Any problems with her?"

Dalam radius sedekat ini, aku bisa mendengar hembusan napasnya. Terdengar frustasi, aku berniat untuk tetap diam, memberikan ruang waktu untuk wanita tersebut mempersiapkan dirinya.

Kalau dipikir-pikir, tidak ada yang memikirkan kalau aku bisa bertemu dengan Leyna melalui kejadian aneh tersebut. Walaupun sempat saling melempar sengit, tidak ada yang menyangka kalau kami bisa menghapus jarak dan seperti sepasang teman.

"Brandon Miles."

Bagai kilat cahaya, aku langsung memalingkan wajah untuk melihat Leyna yang masih menatap ke depan.

"Aku dan Daddy akan ke sana untuk mengurus anak itu setelah dari sini," katanya yang membuatku tidak bisa berkutik.

Sekilas aku terikut senang, memang itu adalah jalan terbaik. Selama aku menjadi Leyna, Quinza tampang murung dan semakin murung. Mungkin tidak tercetak jelas di wajahnya karena selalu terlihat datar dan biasa saja tetapi saat melihat manik anak perempuan itu, semuanya ketahuan.

"Itu berarti aku juga harus mengambil keputusan," sambungnya membuatku mengernyit dahi. Dia melihatku, tatapannya begitu sendu dan putus asa, Aku tidak tahu apa yang sedang dialami olehnya belakangan ini.

Selama kami mengirim pesan, dia selalu mengatakan dia baik-baik saja.

Seolah mengetahui kebingunganku, wanita muda itu memberikanku sebuah dokumen dari dalam tasnya. Aku hanya menerima walaupun sesekali melihatnya untuk mengetahui langsung dari bibir tersebut.

"Aku diminta untuk mengurus cabang baru," ujarnya setelah melihatku membalikkan halaman.

"Itu bagus," Balasku yang kembali melihat cover document tersebut. Memang proposal pembukaan cabang baru. Tetapi, mataku kembali melihat ke halaman berikutnya, berisi profil cabang baru itu. Di situlah aku membulatkan mataku.

Tanpa sadar aku bersuara dengan intonasi yang meninggi, "Sundgridge?! Kau sungguh akan ke sana?" 

Kulihat, Leyna menurunkan masker wajah sampai hanya menutupi area dagu, pandangannya turun melihat tangannya sendiri yang saling memeluk. "Aku belum tahu," katanya dengan lirih.

"Kau ingin ke sana? Maksudku, ini peluang yang cukup bagus untukmu. Aku yakin Tuan Grissham tidak segegabah itu membiarkan kau mengurusi cabang baru sendirian. Beliau pasti punya pertimbangan sendiri."

"Tentu saja. Adriann tidak mungkin memegang cabang baru, dia belajar di Ottawa menjadi dokter spesialis neurologi. Sedangkan Quinza masih terlalu belia. Hanya aku yang menjadi pilihan baginya."

Aku menepuk pundaknya menyemangati, "Pilihannya tetap di tanganmu, Leyna. Aku sempat melihat proposalnya, menurutku semuanya bagus. Beliau hanya memintamu untuk mengurus cabang di sana. Kendati Beliau tidak bisa mengurusi cabang baru itu dengan baik mengingat dia masih ada pekerjaan di Burk's Falls."

Kulihat wanita itu masih menginginkan untuk membisu. Aku tidak bisa menolak permintaan Tuan Grissham untuk Leyna. Yang bisa kulakukan hanyalah memastikan wanita di sebelahku memiliki pemikiran yang bersih untuknya sendiri.

Paham benar kalau kedatangannya di sini adalah untuk membahas masa depannya sendiri. Masalah Quinza hanya sebagai pemanis, karena masalahnya lebih berat dan bersangkutan dengan banyak orang. Tentu dia harus memikirkan ini matang-matang. Aku kembali bersuara sebelum ikut diam menemaninya sampai jam istirahat dimulai untuk terakhir kalinya.

"Lagipula, bukankah hitung-hitung kau belajar pengalaman baru daripada sekedar menemani Beliau di belakang? Aku akan mengunjungimu kalau kau sungguh ke sana setiap pekan." 

Kuharap, dia bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri.

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status