Dion merapikan dasinya hari ini.
Raut wajahnya mungkin terlihat datar. Tetapi, bagi yang peka tentu lah bisa melihat setitik kebahagiaan di wajah pria muda tersebut saat Dion mematut diri di depan kaca. Tangannya menyambar tas punggung berwarna hitam dan segera menjalani hari.
Dia bersyukur dipertemukan dengan lemari sederhana berisi pakaiannya kembali, hanya da kemeja, kaos, dan celana di sana. Bukan walk-in-closet yang berjajar pakaian terusan maupun dress dengan aksesoris yang cukup membuat kepada Dion pusing. Lebih parahnya, dia harus beradaptasi dengan pakaian yang memang bukan merupakan miliknya sejak lahir.
Dia bersyukur bisa memasuki rumah sederhana ini dengan leluasa tanpa harus disegani oleh Greisy atau siapapun yang melihat.
Dion langsung meletakkan tasnya di area sofa untuk segera menyiapkan sarapan untuk orang tua yang merawatnya sejak kejadian buruk dalam hidupnya tersebut. Tangannya mengeluarkan tiga butir telur dari kulkas untuk menyajikan sedikit sarapan lebih banyak sekaligus untuk makan siangnya sendiri.
Seolah telah terlahir dengan bakat, pria itu memasak dengan cepat dan bisa menghidangkan semuanya tanpa merasa kerepotan. Selesai dengan acara membuat makanan, dia berkutat untuk membersihkan rumah yang sebenarnya menurutnya masih rapi. Dion tidak bisa membayangkan selama apa keturunan pemimpin Chayton membersihkan rumah dua lantai ini. Jelas sekali, kalau alasan yang Leyna buat bukanlah sebuah alasan semata.
"Good morning, Granny." Dion berucap sembari tersenyum tipis dengan vacuum cleaner di tangannya bergerak aktif memakan debu yang bisa saja masih ada menempel di sekitar dalam rumahnya.
Wanita tua yang baru keluar dari kamarnya ikut bersuara walaupun kebingungan dengan keberadaan sang cucu di jam seperti ini, "Morning, boy. Tidak lari pagi?"
"Aku kesiangan, Granny. Aku membuatkan Chinese cuisine untuk hari ini, apa tidak masalah, Granny?" tanya Dion yang mematikan vacuum cleaner dan membuang sampah yang terkumpul menjadi satu di tong sampah. Lalu, membereskan kekacauannya dan kembali ke meja makan sembari membawa Greisy ke sana untuk duduk dan menikmati sepiring buah pepaya untuk nenek tersebut.
"Apapun yang kamu masak, Granny akan memakannya dengan lahap." Jawab Greisy dan memulai acara makannya.
"Aku sudah memberi lebih banyak air ke dalam berasnya supaya bisa dimakan oleh Granny lebih mudah. Tidak perlu dimatikan rice cooker-nya, dia akan otomatis untuk menghangatkan nasi tersebut. Masih ada sup di panci tersebut, Granny. Kalau merasa tidak panas lagi, tinggal dihangatkan saja atau aku akan meminta tolong pada Luke untuk memperhatikan Granny." Celoteh Dion sembari memasukkan kentang ke dalam kubangan air yang telah menguning karena diberi bumbu kaldu.
"Granny bisa menghangatkan makanan sendiri, Dion. Kalau tidak, kamu tidak akan bisa tumbuh dan sebesar ini sekarang," kata Greisy yang membuat cucu tunggalnya tertawa pelan sekaligus menyetujui perkataan wanita tua itu di satu sisi.
Tentu saja, Greisy berperan besar dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya selama ini. Ini saja sudah cukup membuktikan kalau wanita yang telah beruban di beberapa helai di atas kepalanya bisa merawat seorang anak laki-laki dengan sempurna.
"Baiklah. Nanti malam, aku akan membuat jus apel untuk Granny lagi. Granny mau ke suatu tempat hari ini?" tanya Dion sembari mencicipi setetes kuah di dalam panci yang dituang ke tangannya. Lalu, menutup panci tersebut dan memusatkan perhatian pada sang nenek yang telah makan seperempat porsinya.
"Hanya ke teras depan. Granny sudah lama tidak memberikan anak-anak brownies. Mungkin hari ini, Granny akan membuat brownies untuk mereka," kata Greisy yang teringat satu hal terhadap anak-anak di sekitar rumahnya.
Dion berdengung setuju, dia hanya bisa mendukung keputusan wanita yang membesarkannya tersebut selama itu merupakan kegiatan yang bagus di matanya, "Aku akan membantumu, Granny. Nanti malam, kita membuat brownies bersama. Aku akan mengecek persediaannya, untuk sementara ini, Granny bisa memberikan mereka susu kotak. Aku akan meletakkan di meja depan."
"Granny rasa kita kehabisan chocochips. Anak bernama Jennie yang baru saja pindah ke sini sangat menyukai chocochips."
"Aku akan berhenti di minimarket untuk membeli chocochips, Granny."
Dion menarik piring bekas potongan buah dari hadapan Greisy dan mengecup pipi kanan wanita tua itu, "Aku akan membuatkan sarapan untuk Granny. Tunggu sebentar." Pria muda itu kembali ke dapur untuk berkutat dengan alat masak dan sebagainya. Greisy membiarkan cucunya melakukan pekerjaan dapur bukan semata-mata dia tidak mampu lagi melakukannya. Tetapi, Dion melarangnya untuk membersihkan seisi rumah saat pria muda itu menginjak usia lima belas tahunnya dan sekuat tenaga belajar memasak, menyapu, dan sebagainya.
Diam-diam, Granny tersenyum tipis melihat punggung sang cucu yang terlapis kemeja.
Senang melihatmu kembali, grandson.
_The Stranger's Lust_
To Be Continue
[Leyna POV] Aku segera mengikat tali untuk mengeratkan celemek yang mengalung di leherku pada bagian pinggang. Bagaimanapun, aku bisa melihat kalau sungguh banyak customer yang datang di siang hari ini untuk mengisi kekosongan perut mereka setelah setengah hari melakukan aktivitas. Tidak mungkin bagiku untuk melepaskan tanggung jawab di saat seperti ini. Setelah memastikan apron tersebut terikat sempurna dan tatanan rambutku tidak akan berantakan dan memalukan nama restoran. Aku segera berjalan ke arah kasir yang terlihat kesulitan di depan meja penuh akan uang di dalam mesin tersebut, “Bantu yang lain untuk mengantar pesanan. Aku akan mengurus ini.” “Baik, Nona,” kata salah satu pelayan yang seingatku bernama Zella mengundurkan diri dari meja kasir dan membantu rekannya yang lain di tengah kesibukan. Aku berbuat seperti itu karena dua pegawai kami tidak datang hari ini. Sehingga, aku harus turun tangan. Pengawas lapangan jug
"Good afternoon, Dorine. Here, matcha latte for you to relax yourself." "Oh My! You don't have to bring me a drink. But, thanks." Leyna tersenyum sumringah mendengar penuturan tersebut. Masih ada tiga yang tersisa di plastik bawaannya. Sengaja membelikan minuman karena perasaannya terlampau baik hari ini. "Kalau gitu, aku duluan ke atas, ya. Miss Jessica pasti sudah menunggu," kata gadis tersebut yang berlalu dari meja resepsionis dan menaiki tangga untuk sampai ke ruang latihannya. "Oh! Leyna! Come here." Gadis yang baru dipanggil itu mengerutkan dahinya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menghampiri Patricia yang sudah siap dengan kostumnya jelas mengumbar seluruh lekuk tubuh gadis yang akan segera memulai hidup baru dengan seseorang yang dikasihi. "Here is your Caramel Macchiato," ucap Leyna yang menyerahkan sebotol kepada temannya sembari mengambil posisi di sampingnya dan menyimpanny
05.00 p.m Classic Studio Leyna bercermin dan merapikan sanggulan rambutnya di kamar ganti studio. Entah kenapa dia merasa untuk membiarkan rambutnya digulung menjadi satu sore itu dan menampilkan garis lehernya yang jenjang. Tangannya membuka tas selempang yang menjadi tasnya seharian ini, berniat mencari lip sheer untuk dipoles ke bibirnya yang terlihat memulas. "Eh?" Gadis tersebut mengerut ketika merasakan sesuatu yang janggal dari dalam tasnya, menggapai benda tersebut dan mengeluarkannya dari sana. Matanya memicing melihat amplop tersebut. Yang mana, lebih cocok dipanggil lipatan kertas daripada surat. Bibirnya terbuka sedikit ketika ucapan Dion saat mereka kembali ke raga terngiang di otaknya. Mungkin ini yang dia bilang surat tersebut. Wanita muda itu pun langsung membuka dan membacanya. Ternyata bukan hanya satu lembaran, masih ada tiga lainnya yang mengikuti. Hey, Leyna. Ini Dion. Mungk
[Leyna POV] Aku segera melambaikan tanganku dari jendela mobil yang terbuka ke arah seorang gadis berpakaian kasual berdiri di depan gerbang sekolah. Outfit yang berbeda dengan saat pagi hari. Tidak lain dan tidak bukan adalah Quinza. Anak perempuan itu langsung mengambil posisi di sampingku. "Daddy dan Mommy ke mana?" tanyanya setelah meletakkan tas di bawah bersamaan dengan bawaannya yang lain. Aku memberikan botol air minum kepada adik satu-satunya, "Mereka sedang kencan kilat berkedok melihat museum kota sebelah." "Leyna tidak ikut?" Aku mengembangkan senyum, "Dan menjadi tanaman hias dianggurkan? Tidak terima kasih. Mau berhenti untuk membeli matcha?" Quinza langsung mengangguk singkat. Tentu saja, dia menerima tawaranku, secara tidak langsung, akulah yang akan membayar minuman tersebut. "Tolong berhenti di cafe biasa," ujarku ke arah sang supir. "Baik,
Leyna menyusuri koridor gedung dengan piyama berlengan panjang dari satin berwarna biru muda. Matanya berusaha mencari seseorang, "Melihat Tuan Besar?: "Tuan Besar sedang menikmati pemandangan malam di belakang gedung, Nona Muda Olivia." Jawab salah satu asisten rumah tangga yang lewat dengan membawa pot bunga baru. "Thank you." Wanita muda itu kembali berjalan menuruni tangga dan melangkah dengan langkah lebar untuk segera menemui ayahnya, meninggalkan Quinza sendirian di kamarnya. Anak itu sedang ingin tidur berdua dengannya dan Leyna tidak punya alasan untuk menolak. Seorang pria berdiri sendirian di balkon belakang gedung dengan pakaian yang sama dikenakannya seharian ini. Leyna mengambil kesimpulan, sang pemimpin Burk's Falls belumlah membersihkan dirinya. "Daddy, we need to talk," ucapnya dengan dada yang kembang kempis. Perlu usaha untuk menemui ayahnya di sini. "Daddy juga ada yang perlu dikatakan kep
[Dion POV] Leyna Olivia [Meet me in the garden now. I'm at school.] Satu pesan dari layar ponsel membuatku langsung membawa sepasang tungkai kakiku berjalan keluar dari ruang guru. Tidak peduli dengan tatapan kebingungan dari tiga rekanku yang lain melekat melihatku. Aku paham sekali kalau mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Koridor sekolah masih sepi, belum memasuki jam istirahat untuk anak-anak yang mengemban kewajibannya di dalam ruang petak bersama yang lainnya. Lapangan sekolah yang terasa panas karena Burk's Falls hari ini terasa begitu terik untuk dilewati. Namun, hanya itu jalur untuk sampai ke taman. Taman belakang sekolah. Dalam lintasan benakku saat itu terus-menerus memikirkan penyebab keturunan pemimpin itu ingin menemuiku di pagi hari ini. Masih terlalu pagi untuk saling menukar cerita keseharian seperti biasa yang kami lakukan. Jelasnya, bukanlah merupakan sesu
Suara ketukan pintu terdengar tiga kali sebelum kembali senyap dan digantikan oleh suara dari dalam kamar yang merupakan sang pemilik ruang, "Masuk." "Leyna, can I sleep here?" Seorang wanita yang sudah setengah berbaring di tempatnya tersenyum, memindahkan tubuhnya ke sisi kanan, "Of course. Have a bad sleep?" "Kinda," jawab seorang gadis yang baru remaja dengan sebelah tangan yang membawa plushie ubur-ubur dan botol minum di sebelah tangannya yang lain. Dia langsung mengambil tempat di atas kasur Leyna dan memposisikan posisi ternyaman. Kamar yang terang samar karena sudah memasuki jam tidur. Leyna ikut menyamankan posisinya dan menghadap sang pengganggu kesendiriannya. “Leyna,” bisik Quinza selaku orang yang telah berada di sampingnya dengan mata yang setengah terpejam memeluk plushie ubur-uburnya. Terdengar dehaman dari pemilik kamar untuk memintanya melanjutkan kalimat. “Apa kau belakangan ini mendapatka
[Leyna POV] "All is eighty dollars, sir." Tidak perlu susah menebak, jelas aku sedang berada di kasir. Jam istirahat telah dimulai dua menit yang lalu memberikan aku dan para pekerja lainnya untuk bersiap-siap mengumpulkan tenaga ekstra untuk melewati jam sibuk. Hari ini bisa aku simpulkan kalau lebih ramai dari biasanya. Semua anggota masuk kerja namun masih tidak cukup untuk melayani seluruh pelanggan yang datang. Bahkan, saat aku sempat melirik antrian, masih ada sebelas orang yang berbaris menunggu untuk dilayani. Tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain memfokuskan diri untuk segera menyelesaikan pekerjaan di sini. Daddy sudah ke sekolah Quinza satu jam yang lalu setelah mengurus rapat penting dengan investor restoran tadi pagi. Mommy tentu saja ke butiknya. Katanya mereka kedatangan tamu VIP untuk mengurus busana pernikahan. Aku tidak tahu spesifiknya bagaimana. Karena, aku lebih sering