Gadis kecil dengan wajah yang penuh debu bercampur lelehan ingus berjalan sempoyongan melewati pagar-pagar kayu. Ada rasa takut yang melingkup diwajahnya. Ia terlambat pulang sesuatu yang buruk akan terjadi ketika ia sampai rumah. Ia berhenti melangkah mata kecilnya menatap rumah kecil yang tak jauh dari arahnya. Ada keenggangan untuk terus melangkah dilihat dari kaki kecilnya yang mulai gemetaran. Cukup lama ia mematung disana hingga kaki kecilnya kembali melangkah. Membuka pintu pagar dan suara dentingan lonceng dari pagar kayu yang ia tarik membuatnya menahan nafas sejenak. Seharusnya ia membuka pintu pagar lebih pelan lagi. Ketakutannya makin menjadi saat pintu rumah itu tiba-tiba terbuka lebar menampakkan wajah garang dari si pembuka pintu.“Dari mana saja kau Mida, kau anak tidak berguna yang hanya tahu menghabiskan makanan. Kau ingin menjadi wanita murahan seperti ibumu yang lupa untuk pulang itu, huh!” itu teriakan amarah dari neneknya saat mereka berpapas
Siang dengan terik matahari bukanlah ketakutannya, ia sudah terbiasa dengan hal itu tapi sekarang adalah sosok bongsor ibu paruh baya yang menatap nyalang kearahnya. Peluh membasahi. Tangan yang mulai gemetaran itu sesekali mengusap keringat di dahi. Tubuh ringkih dengan lebam disekujur betis. Siapapun akan menyadari anak gadis itu baru saja menerima siksaan dari majikannya. Apakah ia menangis? Tidak, sorot matanya kosong tidak ada rasa sakit disana. Mungkin ia telah mati rasa. Menyelesaikan sisa jemuran terakhirnya, Mida melangkahkan kaki kecilnya memasuki rumah sang majikan.Ia telah menyelesaikan tugas-tugasnya, sekarang ia akan kembali ke gudang untuk beristirahat dan memakan sepotong roti yang ia sisa kemarin. Belum sempat tubuhnya berbalik, sebuah teriakan kembali menyebut namanya. Menghela nafas pasrah, Mida berjalan kearah ruang tamu. Disana ada sang majikan dan anaknya yang baru berusia 12 tahun. Lagi-lagi tatapan tajam itu terarah padanya.“Apa saja yan
Penjaga toko meraih bingkai foto kecil yang terpajang disudut ruangan, kemudian tangannya menekan sebuah tombol yang Mida sendiri tak akan menyadari jika ada tombol dibalik bingkai foto kecil itu. Perlahan sesuatu bergeser pelan setelah penjaga itu menekan tombol dibalik bingkai foto tersebut. Sebuah pintu rahasia dan dibalik pintu rahasia tersebut ada lift yang entah digunakan kemana, seingat Mida, bangunan toko toserba ini tidak bertingkat. Masih dalam pertanyaan dibenaknya, Davin mengintrupsi agar Mida memasuki lift. Mida lagi-lagi hanya bisa menurut. Perlahan pintu lift tertutup dan bergerak kebawah dan terjawab pula pertanyaan yang bersarang dibenak Mida. Bunyi denting dari lift menyadarkan Mida dari pemikirannya. Pintu lift terbuka, Davin bergegas keluar diikuti oleh Mida. Detik berikutnya Mida terperangah.Ia ingin tidak mempercayai apa yang ada dihadapannya sekarang ini tapi ia juga bukan orang yeng terlalu bodoh untuk tidak tahu sama sekali
Ia, Fox hanya mendengus dan meletakkan botol ditangannya dengan kasar. Memejamkan mata, hanya setengah botol yang ia konsumsi tapi sudah membuatnya sakit kepala. Itulah alasan mengapa ia tidak suka dengan perkumpulan seperti ini. Jika bukan karena tuannya yang ingin bertemu dengannya, ia akan memilih tidur di apartemen sebelum ada panggilan tugas berikutnya.“Aku ingin mengajakmu kembali ke Indo.” Kalimat itu terasa berat untuk ia terima, bukan karena tidak ingin tapi kepalanya yang terus-terusan berdenyut sakit.Kebodohannya sendiri karena langsung menenggak vodka dari dalam botol. Hanya satu orang yang tahu tentang kelemahannya ini. Senior dan rekan seperlatihannya tidak ada yang tahu bahkan tuannya sendiri. Mereka hanya tahu Fox yang sempurna tanpa kecacatan secuil pun.Tidak tahan dengan sakit kepala yang menderanya, meski tidak ingin menghubungi sosok itu terpaksa ia lakukan. Menekan tombol panggil secara diam-diam dibalik saku jaketnya.
Sebuah notif email masuk saat Fox sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Tangannya kemudian beralih kearah komputer yang ada diruang kerjanya. Ia mengetikkan sesuatu didalam email itu sebagai balasan, biasanya ia tidak lakukan tapi kali ini pengecualian. Selanjutnya ia memeriksa file yang Elliot kirimkan untuknya. Isi datanya cukup lengkap, ia masih tidak bisa menentukan keakuratan data itu akan sesuai dengan lokasi atau itu hanya tipuan. Jika pergerakan Blame berfokus pada Negara Asia itu akan berbahaya, ditambah kondisi pasukan khusus di sana rata-rata masih berada di Amerika. Belum selesai ia membaca deretan informasi didalam file yang dikirimkan oleh Elliot, email baru kembali masuk.‘Data itu masih rencana awal mereka, kemungkinan Blame akan memulai bergerak dari Bangkok. Beberapa koneksi baru saja melaporkan, anggota Blame berkumpul disana. Jadi bagaimana, sudah memutuskan untuk kembali ke Asia?’Fox tidak membalas emai
“Apa mereka sudah sampai?”Wajah yang tampak agung yang tengah duduk dikursi kebesarannya, ditangannya terdapat gelas anggur merah.“Benar, Tuan. Mereka sedang dalam perjalanan kemari.”Sosok Tuan itu berdiri dari singgasananya, melangkah mendekati kotak beludru yang sudah dipersiapkannya jauh hari.“Berikan kotak hadiah ini padanya.” Ucapnya lantas berbalik pergi.“Baik Tuan.”Tidak lama ruangan itu kembali terbuka, sosok itu muncul disana.“Dimana Tuan?” Tanya Fox tanpa membuang waktu.“Kalian akan bertemu dengannya saat pesta perayaan.” Sosok yang menunggu kedatangan mereka menjawab.Fox menatap kearah Joan, apakah mereka terlambat?“Tuan menitipkan kotak ini untuk Fox.” Sosok itu berjalan mendekat dan menyerahkan kotak beludru yang Tuan mereka titipkan.Tanpa ragu Fox menerima kotak beludru dari satu-satunya sosok yang m
Dor!Satu tembakan melesat melewati helaian rambut Fox, tembakan peringatan. Fox tidak menduga pimpinan dari musuh tidak bisa diprovokasi dengan mudah. Dan lagi, kemana anak buahnya yang ditugaskan untuk berjaga didepan?“Seperti katamu, ini hanya rencana murahan tapi lihatlah aku berhasil menangkap tangkapan yang bagus. Bukankah ini luar biasa? Ayolah, jangan kaget dengan tembakan barusan, aku tidak mungkin melukaimu saat ini.” Sosok itu kemudian berjalan mendekat.“Pistol yang bagus.” Komentarnya, mengetuk-ngetuk pistol yang ditodongkan Fox dengan pistolnya sendiri.“Jatuhkan!” Perintahnya setengah membentak.Fox menurut, melepaskan genggamannya pada pistol kesayangannya.“Bagus.” Komentarnya lagi, berpuas diri.“Kalian ikat dia dan bawa keatas!” Perintahnya pada dua sosok yang berdiri menodongkan pistol pada Fox.“Bagus, hari ini akan ada hadiah besar
Tidak ada yang perlu ia tanyakan lagi mengenai mengapa dirinya berada ditempat sosok dihadapannya. Ia akan mencari tahu sendiri apa yang terjadi setelah keadaannya sedikit lebih pulih. Di pintu kamar ia melihat sosok itu kembali berbincang dengan dokter yang sudah memeriksa kondisi tubuhnya. Setelah sosok dokter yang telah memeriksa kondisinya menghilang dibalik pintu sosok pria itu kembali mendekat kearah dimana Fox terbaring. Senyum yang tampak ragu-ragu melengkung dibibirnya.“Bagaimana? Apa kamu butuh sesuatu?” Tanyanya sedikit lebih akrab.“Saya sedikit haus.” Ucap Fox dengan suara serak.Keinginannya yang sedari tadi tertunda, tanpa ragu-ragu sosok itu bergerak cepat kearah gelas air yang terletak diatas nakas.“Maaf, seharusnya saya tahu anda akan sangat haus.”Fox tidak membalas, ia hanya menatap tangan yang terulur dengan air itu, sedikit mengangkat tangan.“Dimana ini?” Ia selesai den