Penjaga toko meraih bingkai foto kecil yang terpajang disudut ruangan, kemudian tangannya menekan sebuah tombol yang Mida sendiri tak akan menyadari jika ada tombol dibalik bingkai foto kecil itu. Perlahan sesuatu bergeser pelan setelah penjaga itu menekan tombol dibalik bingkai foto tersebut. Sebuah pintu rahasia dan dibalik pintu rahasia tersebut ada lift yang entah digunakan kemana, seingat Mida, bangunan toko toserba ini tidak bertingkat. Masih dalam pertanyaan dibenaknya, Davin mengintrupsi agar Mida memasuki lift. Mida lagi-lagi hanya bisa menurut. Perlahan pintu lift tertutup dan bergerak kebawah dan terjawab pula pertanyaan yang bersarang dibenak Mida. Bunyi denting dari lift menyadarkan Mida dari pemikirannya. Pintu lift terbuka, Davin bergegas keluar diikuti oleh Mida. Detik berikutnya Mida terperangah.
Ia ingin tidak mempercayai apa yang ada dihadapannya sekarang ini tapi ia juga bukan orang yeng terlalu bodoh untuk tidak tahu sama sekali tempat apa yang telah ia datangi. Pasar gelap. Tempat yang menjadikan uang sebagai raja. Tempat berkumpulnya berbagai informasi dengan hal rahasia sekaligus misterius lainnya atau biasa juga dikenal sebagai tempat penjualan barang-barang ilegal. Mida yang memang sudah terbiasa dengan kekerasan tidak akan merasa takut yang berlebihan jika menghadapi situasi yang saat ini ia saksikan. Beberapa orang yang terlihat melakukan transaksi jual manusia secara terang-terangan, lainnya transaksi yang Mida duga sebagai hasil curian namun cukup berharga untuk dijual dengan harga tinggi.
“Tidak usah khawatir, aku tidak berniat menjualmu,” ucap Davin tiba-tiba.
“……” Mida tidak tidak menjawab, matanya yang sejak tadi liar meneliti orang-orang yang telah mereka lalui kini menatap punggung kokoh orang didepannya.
“Kita akan segera sampai, persiapkan dirimu,” ucap Davin kembali.
Melewati lorong panjang yang remang-remang, di depan sebuah pintu besar Davin berhenti. Mengetuk pintu empat kali selanjutnya pintu besar itu terbuka. Dua orang berbadan kekar berdiri disana. Didepan mereka masih ada pintu berukuran kecil, salah satu dari pria berbadan kekar itu membukakan pintu. Selanjutnya bunyi dentuman keras menyapa indera pendengar Mida. Diskotik, itulah tempat yang mereka datangi. Ditengah-tengah ruangan terlihat beberapa wanita yang tengah menari dengan lihainya, sesekali terlihat menggoda para pria yang berdiri tak jauh dari panggung.
Davin menoleh, ingin melihat reaksi apa yang ditunjukkan Mida. Tidak ada reaksi apapun. Mata itu tetap menatap datar apa yang terjadi dihadapannya. Davin menyeringai. Menarik batinnya.
Didalam ruangan VIP, mereka ada disana. Mida duduk sendirian sedang Davin duduk disofa panjang dengan wanita-wanita panggilan disisi kanan dan kirinya yang bergelanyut manja dan saling mencumbu sana sini. Tidak lama seseorang masuk dengan beberapa pelayan yang membawa beberapa botol beer.
“Tuan Davin, silahkan nikmati pelayanan kami,” tutur salah satu dari mereka yang terlihat memegang jabatan lebih tinggi, Davin hanya mengangguk dan memberi kode agar mereka segera keluar.
“Apa kau tidak bosan hanya duduk tegap seperti itu? Minunlah beberapa gelas, setelah kau mencobanya tubuhmu akan terasa lebih ringan.” Davin berhenti mencumbu kedua wanita disamping kiri dan kanannya, tangannya meraih salah satu botol beer diatas meja dan langsung meneguknya.
“Apa saya harus meminumnya?” Mida bertanya, sorot matanya menatap langsung ke mata Davin. Davin terkekeh mendengar pertanyaan Mida,” tentu saja kau harus minum, aku mengajakmu kemari untuk merasakan bagaimana indahnya dunia ini, jadi nikmatilah untuk mala mini.
“….” Mida tidak menjawab, ia hanya melirik botol-botol beer diatas meja.
“Kau kaku sekali, aku harap setelah pelatihan kau melakukan banyak perubahan besar.” Davin kembali berucap.
“Ya…” hanya kata itu yang diucapkan oleh Mida.
Malam itu sungguh panjang bagi Mida, duduk dengan posisi yang sama sampai jam menunjukkan pukul 1 dini hari dan barulah Davin muncul menemuinya kembali setelah sebelumnya ia pergi dengan kedua wanita yang duduk bersamanya.
“Maaf membuatmu menunggu lama,” ucap Davin yang dijawab anggukan oleh Mida.
Satu tahun kemudian….
Los Angeles, California
Suara sol sepatu menggema dipenjuru ujung lorong, beberapa pria memakai tuksedo berjalan beriringan. Sedang disebuah kamar hotel seorang memakai masker hitam bersiap dengan bidikannya.
Dor!
Satu tembakan bersarang dikepala salah satu pria yang sedag berjalan beriringan itu. Suasana yang awalnya hanya terdengar suara sol sepatu berubah menjadi suara kepanikan. Bagaimana tidak salah jaksa penuntut mengenai kasus pembunuhan keluarga Dilliar Ameston kini sudah berlumuran darah dan diperkirakan mati ditempat.
“Target berhasil dieksekusi!” ucap si pemakai masker, kemudian berjalan meninggalkan kamar hotel dengan tas gitar dipunggungnya.
“Bertemu di bar Nixon, tuan ingin bertemu denganmu disana.” jawab si penerima.
Ia tidak menjawab. Tangannya mencabut earphone yang tertempel ditelinganya. Satu tahun sudah berlalu dan mereka tidak pernah lagi bertemu setelah malam mereka pergi ke pasar gelap dunia bawah. Bahkan setelah masa pelatihannya selesai, ia langsung menerima tugas.
Tangannya yang lentik melepas masker diwajahnya dan memasukkan kedalam saku jaket yang ia kenakan. Wajah yang dulu hitam dekil kini elegan. Wajah putih bersih yang terlihat tegas juga mengerikan yang didukun dengan sorot mata tajam miliknya.
Ia berhenti disamping sebuah mobil sport aston martin miliknya, membuka kemudi mobil dan duduk setelah meletakkan barang bawaannya dikursi samping kemudi. Membelah jalan dikawasan Bunker Hill, menuju tempat yang rekannya intruksikan.
Nixon Bar, salah satu bar yang sering dikunjungi oleh kalangan elit, mulai dari artis, pejabat dan pengusaha-pengusaha berkantong tebal lainnya. Berhenti tepat didepan bar, ia keluar dari dalam mobil sport miliknya dan melempar kunci kesalah satu petugas yang berjaga disana. Langkah kaki yang terbilang santai tapi dengan sorot mata tajam cukup mengintrupsi laki-laki hidung belang yang hendak mendekat kala ia masuk kedalam bar agar enyah dari hadapannya.
“Tumben tidak bersama Joan,” seorang laki-laki berkaca mata menghadang dirinya, namun ia acuhkan dan tetap berjalan ketempat tujuannya.
Ruangan VIP, ia berdiri didepan pintu cukup lama. Hingga tangannya memutar knop pintu tersebut. Didalam ruangan, sosok tuan yang telah membawanya sampai kedunia yang jauh beda dengan kehidupan sebelum mengenal tuannya itu. Lagi-lagi pemandangan yang sama saat pertama ia pergi kesebuah bar hanya kali ini berbeda. Didalam ruangan bukan hanya tuannya tapi juga beberapa rekan yang sekaligus seniornya didunia hitam.
“Bintang utama kita sudah hadir rupanya,” sambutan meriah yang sama sekali tidak ia duga, ia hanya mengangguk dan memilih duduk disalah satu sofa kosong.
“Tidak ingin kembali?” sebuah kalimat tanya membuat ia menengadah ke sumber suara.
Ia tidak menjawab, tangannya memilih meraih sebotol vodka yang tersaji diatas meja. Membuka penutupnya dan menenggaknya dengan rakus seakan itu hanya air putih biasa.
“Apa yang terjadi, Fox? Aku bertaruh kau bertengkar lagi dengan Joan.” Dari arah samping ia mendengar nada ejekan dari salah satu seniornya.
Ia, Fox hanya mendengus dan meletakkan botol ditangannya dengan kasar. Memejamkan mata, hanya setengah botol yang ia konsumsi tapi sudah membuatnya sakit kepala. Itulah alasan mengapa ia tidak suka dengan perkumpulan seperti ini. Jika bukan karena tuannya yang ingin bertemu dengannya, ia akan memilih tidur di apartemen sebelum ada panggilan tugas berikutnya.“Aku ingin mengajakmu kembali ke Indo.” Kalimat itu terasa berat untuk ia terima, bukan karena tidak ingin tapi kepalanya yang terus-terusan berdenyut sakit.Kebodohannya sendiri karena langsung menenggak vodka dari dalam botol. Hanya satu orang yang tahu tentang kelemahannya ini. Senior dan rekan seperlatihannya tidak ada yang tahu bahkan tuannya sendiri. Mereka hanya tahu Fox yang sempurna tanpa kecacatan secuil pun.Tidak tahan dengan sakit kepala yang menderanya, meski tidak ingin menghubungi sosok itu terpaksa ia lakukan. Menekan tombol panggil secara diam-diam dibalik saku jaketnya.
Sebuah notif email masuk saat Fox sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Tangannya kemudian beralih kearah komputer yang ada diruang kerjanya. Ia mengetikkan sesuatu didalam email itu sebagai balasan, biasanya ia tidak lakukan tapi kali ini pengecualian. Selanjutnya ia memeriksa file yang Elliot kirimkan untuknya. Isi datanya cukup lengkap, ia masih tidak bisa menentukan keakuratan data itu akan sesuai dengan lokasi atau itu hanya tipuan. Jika pergerakan Blame berfokus pada Negara Asia itu akan berbahaya, ditambah kondisi pasukan khusus di sana rata-rata masih berada di Amerika. Belum selesai ia membaca deretan informasi didalam file yang dikirimkan oleh Elliot, email baru kembali masuk.‘Data itu masih rencana awal mereka, kemungkinan Blame akan memulai bergerak dari Bangkok. Beberapa koneksi baru saja melaporkan, anggota Blame berkumpul disana. Jadi bagaimana, sudah memutuskan untuk kembali ke Asia?’Fox tidak membalas emai
“Apa mereka sudah sampai?”Wajah yang tampak agung yang tengah duduk dikursi kebesarannya, ditangannya terdapat gelas anggur merah.“Benar, Tuan. Mereka sedang dalam perjalanan kemari.”Sosok Tuan itu berdiri dari singgasananya, melangkah mendekati kotak beludru yang sudah dipersiapkannya jauh hari.“Berikan kotak hadiah ini padanya.” Ucapnya lantas berbalik pergi.“Baik Tuan.”Tidak lama ruangan itu kembali terbuka, sosok itu muncul disana.“Dimana Tuan?” Tanya Fox tanpa membuang waktu.“Kalian akan bertemu dengannya saat pesta perayaan.” Sosok yang menunggu kedatangan mereka menjawab.Fox menatap kearah Joan, apakah mereka terlambat?“Tuan menitipkan kotak ini untuk Fox.” Sosok itu berjalan mendekat dan menyerahkan kotak beludru yang Tuan mereka titipkan.Tanpa ragu Fox menerima kotak beludru dari satu-satunya sosok yang m
Dor!Satu tembakan melesat melewati helaian rambut Fox, tembakan peringatan. Fox tidak menduga pimpinan dari musuh tidak bisa diprovokasi dengan mudah. Dan lagi, kemana anak buahnya yang ditugaskan untuk berjaga didepan?“Seperti katamu, ini hanya rencana murahan tapi lihatlah aku berhasil menangkap tangkapan yang bagus. Bukankah ini luar biasa? Ayolah, jangan kaget dengan tembakan barusan, aku tidak mungkin melukaimu saat ini.” Sosok itu kemudian berjalan mendekat.“Pistol yang bagus.” Komentarnya, mengetuk-ngetuk pistol yang ditodongkan Fox dengan pistolnya sendiri.“Jatuhkan!” Perintahnya setengah membentak.Fox menurut, melepaskan genggamannya pada pistol kesayangannya.“Bagus.” Komentarnya lagi, berpuas diri.“Kalian ikat dia dan bawa keatas!” Perintahnya pada dua sosok yang berdiri menodongkan pistol pada Fox.“Bagus, hari ini akan ada hadiah besar
Tidak ada yang perlu ia tanyakan lagi mengenai mengapa dirinya berada ditempat sosok dihadapannya. Ia akan mencari tahu sendiri apa yang terjadi setelah keadaannya sedikit lebih pulih. Di pintu kamar ia melihat sosok itu kembali berbincang dengan dokter yang sudah memeriksa kondisi tubuhnya. Setelah sosok dokter yang telah memeriksa kondisinya menghilang dibalik pintu sosok pria itu kembali mendekat kearah dimana Fox terbaring. Senyum yang tampak ragu-ragu melengkung dibibirnya.“Bagaimana? Apa kamu butuh sesuatu?” Tanyanya sedikit lebih akrab.“Saya sedikit haus.” Ucap Fox dengan suara serak.Keinginannya yang sedari tadi tertunda, tanpa ragu-ragu sosok itu bergerak cepat kearah gelas air yang terletak diatas nakas.“Maaf, seharusnya saya tahu anda akan sangat haus.”Fox tidak membalas, ia hanya menatap tangan yang terulur dengan air itu, sedikit mengangkat tangan.“Dimana ini?” Ia selesai den
Fox membuka matanya, perlahan ia bangkit dari atas tempat tidur. Ia bahkan tidak sadar sejak kapan ia tertidur. Melirik keluar jendela hanya gelap yang terlihat. Sudah berapa lama ia tertidur? Apa itu sungguh tertidur atau sengaja dibuat tertidur? Melihat sekeliling ia masih berada ditempat yang sama. Ia ingat, terakhir kali ia berniat pergi dari tempat ini setelah mengucapkan terima kasih. Sekarang kekhawatirannya tentang sosok penolongnya menjadi kenyataan. Orang itu tidak berniat untuk membiarkan ia pergi dari tempat ini. Apa yang sebenarnya terjadi Fox masih mencari tahu? Musuh di Indo sama sekali belum ia ketahui dan bisa saja orang yang menolongnya adalah musuh berkedok sebagai pahlawan untuknya. Luka-luka ditumbuhnya memang berangsur membaik tapi untuk bergerak bebas masihlah sulit untuk ia lakukan. Apalagi jika ia berniat kabur ditempat ini yang sudah pasti dijaga dengan ketat. Belum melangkah mendekati gerbang ia akan kembali terbaring diatas ranjang pasien. “Haah..
Ruangan yang di dominasi oleh putih dan abu, seorang pria dewasa yang tengah menyulut rokok disudut bibirnya. Pada ketinggian bangunan tempat pria itu berdiri, dibawah sana hiruk-pikuk dunia terus bergerak entah teratur atau berantakan. Saat asap putih berbentuk oval keluar dari mulutnya ia tersenyum miring. Seseorang yang gila akan pertempuran dan darah yang menyebar dimana-mana, ia mendambakan itu lebih dari nafsu pribadinya.Sesaat yang lalu, ia menerima laporan bahwa salah satu bawahan kepercayaannya menghilang. Ia tahu hal itu akan terjadi dan sosok yang telah melakukan tindakan itu tidak lain adalah si serigala lapar yang tidak kenal ampun. Sangat lucu mengingat mereka dulu berada di neraka yang sama, hanya saja ada yang berbeda dari ingatannya.Wajah yang awalnya tersenyum itu berubah menyulut tajam dan mengeras. Bagaimana wanita itu melupakan dirinya begitu saja tanpa mengingat sedikit pun tentang dirinya?Kembali pada beberapa saat lalu saat ia duduk da
Sesaat setelah melewati pintu, Fox mengedarkan pandangannya. Sebuah pesta mewah dengan orang-orang luar biasa di dalamnya. Para pejabat, artis terkenal, pebisnis hebat dan barisan orang-orang berduit lainnya. “Apa ini?” tanya Fox dengan suara dalam. Frank tidak menjawab dan hanya tersenyum miring. Jelas saja matanya sedang mencari sosok itu. “Kau tidak berpikir bahwa aku tidak bisa menghilang dari pandanganmu di tempat ini, bukan?” lanjut Fox. “Cobalah!” lirik tajam Frank mengancam. Fox mendecih keras namun tidak sampai menimbulkan perhatian dari para tamu pesta. Masih jelas di ingatannya, hari itu ia dengan konyolnya di culik sejam sebelum ia akan menghadiri pesta yang telah di siapkan oleh tuannya. Berjalan menjauh dari Frank, Fox mendekat ke arah meja panjang dengan dessert lezat di atasnya. Ia tidak menyukai hal-hal manis. Baginya rasa manis lebih kejam dari obat pahit. Namun kali ini moodnya lebih buruk dari tampilan manis cake y