Dor!
Satu tembakan melesat melewati helaian rambut Fox, tembakan peringatan. Fox tidak menduga pimpinan dari musuh tidak bisa diprovokasi dengan mudah. Dan lagi, kemana anak buahnya yang ditugaskan untuk berjaga didepan?
“Seperti katamu, ini hanya rencana murahan tapi lihatlah aku berhasil menangkap tangkapan yang bagus. Bukankah ini luar biasa? Ayolah, jangan kaget dengan tembakan barusan, aku tidak mungkin melukaimu saat ini.” Sosok itu kemudian berjalan mendekat.
“Pistol yang bagus.” Komentarnya, mengetuk-ngetuk pistol yang ditodongkan Fox dengan pistolnya sendiri.
“Jatuhkan!” Perintahnya setengah membentak.
Fox menurut, melepaskan genggamannya pada pistol kesayangannya.
“Bagus.” Komentarnya lagi, berpuas diri.
“Kalian ikat dia dan bawa keatas!” Perintahnya pada dua sosok yang berdiri menodongkan pistol pada Fox.
“Bagus, hari ini akan ada hadiah besar dari bos yang menanti diriku. Kalian jaga dia dengan ketat jangan biarkan ia mengelabui kalian jika sampai ia berhasil kabur nyawa kalian gantinya.” Ucapnya penuh penekanan pada bawahannya.
“Ohh, jangan khawatir mengenai anak buahmu, sekarang mereka sudah terbebas dan saat ini sedang menunggumu di neraka.” Ungkapnya lagi sebelum berbalik pergi.
Fox mengepal tangannya kuat, mengingat betapa mudah dirinya terjebak oleh musuh. Ia benar-benar gegabah, jika Joan tahu hal ini anak itu pasti akan menertawakan dirinya habis-habisan.
“Jalan!”
Kedua tangannya terikat, tiga pistol terarah tepat dikepalanya, bergerak sedikit saja mungkin peluru dari ketiga pistol itu akan bersarang di otaknya. Saat salah satu dari ketiganya mendorong dirinya untuk berjalan ia bisa merasakan langkahnya yang goyah. Keseimbangan tubuhnya tidak terlalu bagus terlepas tubuhnya yang sudah memar menerima pukulan yang tidak main-main dari mereka. Sekarang dirinya diapit oleh tiga musuh dengan pistol yang mengacung dikepalanya. Ia akan baik-baik saja sampai pimpinan mereka belum memberi perintah untuk membunuh dirinya.
Sekarang dirinya adalah pion untuk mendapatkan Tuannya. Apakah tuannya akan menolong dirinya? Fox enggan memikirkan hal yang kemungkinan besar mustahil itu. Ini karena ia gegabah jadi sudah sepantasnya ia selesaikan sendiri. Ruangan yang ia tempati hanya diterangi satu lilin kecil yang menyala redup. Jika tebakannya tidak salah, pesta perayaan itu sudah berlangsung sejak 30 menit lalu. Sekarang ia terkurung ditempat pengap ini sudah hampir satu jam. Setengah jam yang lalu ia berhasil melepas ikatan tali ditangannya, namun masih enggan untuk bergerak. Rasa ngilu di hampir sekujur tubuhnya adalah masalah utamanya saat ini. Dan lagi ia tidak memegang senjata sedang didepan sana dua pria terus mengawasi dirinya dengan senjata ditangan masing-masing.
Ini adalah pertama kalinya ia tertangkap musuh. Selama ia mengembangkan tugas dirinyalah yang selalu menyiksa musuh-musuhnya sampai mereka merasakan antara hidup dan mati yang beda tipis.
Entah mengapa ia ingin tertawa saat ini. Apa ia sudah putus asa? Apa karena luka ditubuhnya ia menjadi bersikap tidak wajar?
“He…”
“Menarik!” Gumannya, membuat dua sosok yang mengawasinya sontak menoleh kearahnya.
“Hahahahaha…. Ini sangat menarik!” Tawanya menggelegar, dua sosok penjaga itu saling pandang dan berjalan mendekat.
“Apa kamu sudah menjadi gila karena tertangkap?”
Fox seolah tuli, matanya menyipit memandang dua sosok dihadapannya. Baru kali ini ia merasakan perasaan yang membuncah didadanya. Perasaan yang terlalu menarik untuk dilewatkan.
“Tutup mulutmu bangsat!” Satu bogem mentah bersarang dipipi kanan Fox.
Seolah mati rasa, ia ingin mendapatkan pukulan lebih. Ia kembali tertawa namun kali ini adalah tawa mengejek untuk memprovokasi kedua penjaga dihadapannya.
“Brengsek!” Maki keduanya dan langsung menyerang Fox secara bertubi-tubi dengan tendangan.
Fox berhenti tertawa kala tendangan itu semakin keras dan mengenai uluhatinya, ia terbatuk keras. Darah segar keluar dari batuknya. Tendangan dari keduanya yang tidak main-main, Fox yang tanpa pertahanan mulai merasakan kepalanya berkunang-kunang. Sebelum kesadarannya terkikis habis, ia masih menyempatkan memberi senyuman meremehkan kearah mereka berdua. Satu tendangn terakhir membuatnya jatuh tersungkur kebelakang.
“Ayah, ayah! Kapan ibu pulang?” Anak kecil itu berlari menerjang masuk kepelukan pria dewasa yang baru saja melewati pintu pagar. Gurat lelah terpampang diwajah pria itu, melihat putri kecilnya yang berlari kearahnya membuat gurat lelah itu menghilang ditelan senyum tipisnya.
“Hey, pelan-pelan!” Ucapnya tegas namun penuh kelembutan.
“Ayah, bukankah ayah berjanji akan pulang bersama ibu? Kenapa ayah masih pulang sendirian?” Menyembunyikan kepalanya diperpotongan kepala ayahnya menyembunyikan rasa kecewa yang tidak berwujud dimatanya.
“Maaf, ibumu masih sangat sibuk. Mida bersabar ya, ibu pasti akan cepat-cepat pulang kalau pekerjaannya sudah selesai.”
“….” Anak kcil itu tidak menjawab, ia semakin mengencangkan pelukannya pada leher ayahnya.
“Mida dengarkan ayah, ayah akan pergi untuk sementara jadi Mida sekarang tinggal bersama nenek. Jangan nakal dan patuh pada nenek, mengerti!”
“Mida tidak mau, Mida mau sama ayah dan ibu. Mida mau ikut ayah saja.”
“Mida, ayah tidak akan lama. Jadi menurut ya sayang.”
“Tidak mau!”
“Mida!”
Anak kecil itu tersentak kala mendengar nada bicara yang tidak biasa keluar dari mulut ayahnya. Perlahan ia melangkah mundur dan berbalik berlari pergi meninggalkan sosok dewasa yang menatap sendu kearahnya.
Perlahan ia membuka mata, rasa perih dan nyeri tidak lepas ia rasakan dari hampir sekujur tubuhnya. Ia mendesis sakit saat ia berusaha menggerakkan tangannya. Ruangan putih itu terlihat sepi dan tenggorokannya terasa amat kering. Menggerakkan kepalanya untuk melihat sekitar, tidak ada siapapun didalam ruangan itu selain dirinya. Sekali lagi ia berusaha menggerakkan tangannya, ditatapnya selang infus yang menempel disana. Entah sejak kapan ia mulai tidak sadarkan diri dan bagaiamana ia berada ditempat asing ini?
“Ehh, ternyata kamu sudah sadar. Tunggu akan aku panggilkan dokter.” Sosok yang baru muncul dari balik pintu kembali berbalik pergi. Belum sempat Fox mencegat, sosok itu sudah menghilang dari balik pintu.
“Dimana aku?” Gumannya pada diri sendiri.
Tidak lama sosok itu kembali muncul dengan sosok lain berpakain khas seorang dokter. Keduanya terlihat terburu-buru dan panik.
“Bagaimana Dok?” Belum saja dokter itu selesai memeriksa kondisi Fox, sosok itu sudah memburunya dengan pertanyaan.
Fox yang pada dasarnya tidak banyak bicara, hanya menonton gerak-gerik dari keduanya.
“Tidak ada masalah serius, terlalu banyak menerima pukulan jadi untuk beberapa hari kedepan otot-ototnya akan sulit untuk digerakkan.”
Fox mengerti sekarang, mengapa rasa sakit yang menjalar ditubuhnya begitu mengerikan? Selama pelatihan mereka juga menerima perawatan khusus jadi untuk pengalaman pertamanya menerima penyiksaan dari musuh memberinya banyak pelajaran. Lupakan mengenai pengalaman, sekarnag ia butuh mengetahui dimana dirinya berada. Ia tidak tahu dirinya masih ditangan musuh atau kawan.
“Maaf, ini pertama kalinya saya melihat korban penculikan jadi tanpa pikir panjang saya membawa anda pulang kerumah pribadi saya.” Sosok itu berbicara kearah Fox, wajahnya terlihat canggung.
“Terima kasih.”
Dua kata dari mulut Fox membuat wajah sosok pria itu tercengang, matanya sedikit melebar tidak menyangka akan mendengar ucapan terima kasih dari Fox sedemikian rupa. Pikirannya sempat mengatakan sosok yang terbaring diranjang adalah seorang nona kaya angkuh. Yang kemungkinan hanya akan melontarkan kalimat pedas dan imbalan yang setimpal karena telah menyelamatkannya. Meski wajah itu sedikit lebam namun sorot matanya yang dingin menusuk dalam satu kali tatap telah meyakinkan dirinya akan sosok yang sudha ia selamatkan dari aksi penculikan kemarin malam di pinggiran kota.
“Ti_tidak masalah, saya senang bisa menyelamatkan anda dari para penjahat biadab itu.” Balasnya kemudian.
“Tuan, pemeriksaannya sudah selesai, saya akan pamit pulang sekarang.”
Tanpa keduanya sadari, dokter yang memeriksa Fox sudah selesai dengan alat-alatnya dan siap pergi.
“Ahh, ia. Terima kasih, Dok.”
Beberapa kalangan terkadang memanggil dokter pribadi kekediaman mereka. Sosok penolongnya ini entah masuk dari kalangan mana. Keduanya yang tampak akrab satu sama lain seolah sudah terbiasa dalam pertemuan seperti sekarang ini.
Tidak ada yang perlu ia tanyakan lagi mengenai mengapa dirinya berada ditempat sosok dihadapannya. Ia akan mencari tahu sendiri apa yang terjadi setelah keadaannya sedikit lebih pulih. Di pintu kamar ia melihat sosok itu kembali berbincang dengan dokter yang sudah memeriksa kondisi tubuhnya. Setelah sosok dokter yang telah memeriksa kondisinya menghilang dibalik pintu sosok pria itu kembali mendekat kearah dimana Fox terbaring. Senyum yang tampak ragu-ragu melengkung dibibirnya.“Bagaimana? Apa kamu butuh sesuatu?” Tanyanya sedikit lebih akrab.“Saya sedikit haus.” Ucap Fox dengan suara serak.Keinginannya yang sedari tadi tertunda, tanpa ragu-ragu sosok itu bergerak cepat kearah gelas air yang terletak diatas nakas.“Maaf, seharusnya saya tahu anda akan sangat haus.”Fox tidak membalas, ia hanya menatap tangan yang terulur dengan air itu, sedikit mengangkat tangan.“Dimana ini?” Ia selesai den
Fox membuka matanya, perlahan ia bangkit dari atas tempat tidur. Ia bahkan tidak sadar sejak kapan ia tertidur. Melirik keluar jendela hanya gelap yang terlihat. Sudah berapa lama ia tertidur? Apa itu sungguh tertidur atau sengaja dibuat tertidur? Melihat sekeliling ia masih berada ditempat yang sama. Ia ingat, terakhir kali ia berniat pergi dari tempat ini setelah mengucapkan terima kasih. Sekarang kekhawatirannya tentang sosok penolongnya menjadi kenyataan. Orang itu tidak berniat untuk membiarkan ia pergi dari tempat ini. Apa yang sebenarnya terjadi Fox masih mencari tahu? Musuh di Indo sama sekali belum ia ketahui dan bisa saja orang yang menolongnya adalah musuh berkedok sebagai pahlawan untuknya. Luka-luka ditumbuhnya memang berangsur membaik tapi untuk bergerak bebas masihlah sulit untuk ia lakukan. Apalagi jika ia berniat kabur ditempat ini yang sudah pasti dijaga dengan ketat. Belum melangkah mendekati gerbang ia akan kembali terbaring diatas ranjang pasien. “Haah..
Ruangan yang di dominasi oleh putih dan abu, seorang pria dewasa yang tengah menyulut rokok disudut bibirnya. Pada ketinggian bangunan tempat pria itu berdiri, dibawah sana hiruk-pikuk dunia terus bergerak entah teratur atau berantakan. Saat asap putih berbentuk oval keluar dari mulutnya ia tersenyum miring. Seseorang yang gila akan pertempuran dan darah yang menyebar dimana-mana, ia mendambakan itu lebih dari nafsu pribadinya.Sesaat yang lalu, ia menerima laporan bahwa salah satu bawahan kepercayaannya menghilang. Ia tahu hal itu akan terjadi dan sosok yang telah melakukan tindakan itu tidak lain adalah si serigala lapar yang tidak kenal ampun. Sangat lucu mengingat mereka dulu berada di neraka yang sama, hanya saja ada yang berbeda dari ingatannya.Wajah yang awalnya tersenyum itu berubah menyulut tajam dan mengeras. Bagaimana wanita itu melupakan dirinya begitu saja tanpa mengingat sedikit pun tentang dirinya?Kembali pada beberapa saat lalu saat ia duduk da
Sesaat setelah melewati pintu, Fox mengedarkan pandangannya. Sebuah pesta mewah dengan orang-orang luar biasa di dalamnya. Para pejabat, artis terkenal, pebisnis hebat dan barisan orang-orang berduit lainnya. “Apa ini?” tanya Fox dengan suara dalam. Frank tidak menjawab dan hanya tersenyum miring. Jelas saja matanya sedang mencari sosok itu. “Kau tidak berpikir bahwa aku tidak bisa menghilang dari pandanganmu di tempat ini, bukan?” lanjut Fox. “Cobalah!” lirik tajam Frank mengancam. Fox mendecih keras namun tidak sampai menimbulkan perhatian dari para tamu pesta. Masih jelas di ingatannya, hari itu ia dengan konyolnya di culik sejam sebelum ia akan menghadiri pesta yang telah di siapkan oleh tuannya. Berjalan menjauh dari Frank, Fox mendekat ke arah meja panjang dengan dessert lezat di atasnya. Ia tidak menyukai hal-hal manis. Baginya rasa manis lebih kejam dari obat pahit. Namun kali ini moodnya lebih buruk dari tampilan manis cake y
Sehari telah berlalu sejak bebasnya Fox di tangan Frank. Sejak hari itu juga, John tidak melepaskan pandangannya dari Fox. Ia terlihat seperti bebek yang mengikuti induknya ke mana-mana. Bahkan ketika Fox ingin ke kamar mandi tanpa sadar ia berjalan mengikuti. Hingga berakhir menerima lemparan sayang dari Fox.“Apa kau yakin akan kembali ke LA? Aku tidak yakin jika Bos akan setuju dengan itu.” John berbicara sembari berlari kecil mengejar langkah Fox yang di percepat.“Hmm, aku belum siap di sini, mengulang latihan tiga tahun lagi untuk memperkuat diriku,” balas Fox acuh. Ia tidak ingin di permalukan dua kali oleh pria itu. sangat tidak menyenangkan melihat seringaian menjengkelkan yang harus ia lihat setiap hari di sana.“Hey, itu hanya karena kau lengah sesaat! Kau hanya sedang tidak beruntung saat itu.” John bergerak cepat dan mencegat langkah Fox. Mendelik kesal, Fox melempar tinju ke arah wajah John. Kekuatan tidak seimba
Fox menatap gunung berbatu di hadapannya tanpa ekspresi. Jalan tercepat menuju kamp pelatihan iblis tidak lain dengan memanjat gunung di hadapannya. Ia tidak akan goyah, niatnya untuk menjadi lebih kuat dan tidak menjadi beban adalah kekuatannya saat ini. Bersiap untuk mulai memanjat tanpa tali pengaman dan di punggungnya terdapat satu ransel besar yang memuat beberapa beban pemberat. Jika sedikit saja kakinya goyah maka ia akan jatuh, beruntung jika ia langsung mati dan bukan tulang remuk yang hanya akan membuatnya lebih menderita. Camp iblis, sesuai namanya, sebuah tempat pelatihan mengerikan yang berada di sebuah pulau di laut pasifik. Cukup mudah untuk tiba tepat di kamp pelatihan, namun untuk menjadi anggota pelatihan elit. Mereka harus memulai dari garis awal, tepatnya di pinggir pantai yang menjadi dermaga satu-satunya. Memanjat gunung berbatu atau berjalan memutar hingga tiba di pintu kamp pelatihan iblis. Mengencangkan kekuatan tangannya saat mengangkat sedi
Davin mendorong tubuh penuh sabun Fox kembali ke dalam kamar mandi. Ia memiliki pikilan gila dan sekarang ia hanya akan semakin gila dengan gadis yang tidak bisa menjaga tubuhnya sama sekali.“Bagaimana kau bisa tinggal berdua dengan pria itu selama ini?”Fox tidak langsung menjawab, melainkan mengingat hari-hari yang ia habiskan bersama John. Tidak ada yang buruk untuk tinggal bersama pria itu, John cukup pengertian dan selalu sigap dalam setiap situasi.“Cukup baik, ia tidak pandai memasak tapi cukup untuk perut yang kelaparan.”Davin menghentikan gerakannya menyiram tubuh Fox dengan shower di tangannya. Dulu ia mengabaikan keberadaan Fox. Pertemuan kedua mereka adalah membawa Fox ke dunia bawah dan memerintahkan seseorang untuk membawanya ke kamp pelatihan. Setelah itu, ia sepenuhnya melupakan keberadaan seorang gadis yang telah ia bawa ke dunianya. Membiarkan gadis itu berjuang sendirian hingga beberapa pencapaian yang membuat
“Bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan omong kosongmu itu?” sarkas Fox tajam saat berbalik menatap pria itu.“Ini bukan waktu untuk berdebat dan tidak ada dari perkataanku yang termasuk omong kosong,” balas orang itu tidak kalah tajam.“Ck, lalu katakan detailnya. Aku akan kembali ke camp dan memberi tahu yang lain.”Fox berbalik pergi dan meski tidak sepenuhnya mempercayai orang asing yang baru saja muncul dihadapannya. Untuk saat ini ia merasa tidak punya pilihan lain. Terlebih kepergian Davin tidak dikawal oleh pengawal.Sebelumnya, Fox juga telah masuk kedalam jebakan yang tidak terduga seperti saat ini. Bertemu para agen di camp memungkinkan dirinya mengambil kesimpulan pasti. Orang itu tidak tampak terkejut dengan keputusan Fox yang kembali tenang dan tidak terburu-buru untuk menyelamatkan Davin. Satu hal yang pasti mengenai Davin sebagai pimpinan kelompok dan orang yang membantunya keluar dari penjara. Davin adalah orang kuat, ia tidak bisa begitu saja mengabaikan bahwa