Tidak ada yang perlu ia tanyakan lagi mengenai mengapa dirinya berada ditempat sosok dihadapannya. Ia akan mencari tahu sendiri apa yang terjadi setelah keadaannya sedikit lebih pulih. Di pintu kamar ia melihat sosok itu kembali berbincang dengan dokter yang sudah memeriksa kondisi tubuhnya. Setelah sosok dokter yang telah memeriksa kondisinya menghilang dibalik pintu sosok pria itu kembali mendekat kearah dimana Fox terbaring. Senyum yang tampak ragu-ragu melengkung dibibirnya.
“Bagaimana? Apa kamu butuh sesuatu?” Tanyanya sedikit lebih akrab.
“Saya sedikit haus.” Ucap Fox dengan suara serak.
Keinginannya yang sedari tadi tertunda, tanpa ragu-ragu sosok itu bergerak cepat kearah gelas air yang terletak diatas nakas.
“Maaf, seharusnya saya tahu anda akan sangat haus.”
Fox tidak membalas, ia hanya menatap tangan yang terulur dengan air itu, sedikit mengangkat tangan.
“Dimana ini?” Ia selesai den
Fox membuka matanya, perlahan ia bangkit dari atas tempat tidur. Ia bahkan tidak sadar sejak kapan ia tertidur. Melirik keluar jendela hanya gelap yang terlihat. Sudah berapa lama ia tertidur? Apa itu sungguh tertidur atau sengaja dibuat tertidur? Melihat sekeliling ia masih berada ditempat yang sama. Ia ingat, terakhir kali ia berniat pergi dari tempat ini setelah mengucapkan terima kasih. Sekarang kekhawatirannya tentang sosok penolongnya menjadi kenyataan. Orang itu tidak berniat untuk membiarkan ia pergi dari tempat ini. Apa yang sebenarnya terjadi Fox masih mencari tahu? Musuh di Indo sama sekali belum ia ketahui dan bisa saja orang yang menolongnya adalah musuh berkedok sebagai pahlawan untuknya. Luka-luka ditumbuhnya memang berangsur membaik tapi untuk bergerak bebas masihlah sulit untuk ia lakukan. Apalagi jika ia berniat kabur ditempat ini yang sudah pasti dijaga dengan ketat. Belum melangkah mendekati gerbang ia akan kembali terbaring diatas ranjang pasien. “Haah..
Ruangan yang di dominasi oleh putih dan abu, seorang pria dewasa yang tengah menyulut rokok disudut bibirnya. Pada ketinggian bangunan tempat pria itu berdiri, dibawah sana hiruk-pikuk dunia terus bergerak entah teratur atau berantakan. Saat asap putih berbentuk oval keluar dari mulutnya ia tersenyum miring. Seseorang yang gila akan pertempuran dan darah yang menyebar dimana-mana, ia mendambakan itu lebih dari nafsu pribadinya.Sesaat yang lalu, ia menerima laporan bahwa salah satu bawahan kepercayaannya menghilang. Ia tahu hal itu akan terjadi dan sosok yang telah melakukan tindakan itu tidak lain adalah si serigala lapar yang tidak kenal ampun. Sangat lucu mengingat mereka dulu berada di neraka yang sama, hanya saja ada yang berbeda dari ingatannya.Wajah yang awalnya tersenyum itu berubah menyulut tajam dan mengeras. Bagaimana wanita itu melupakan dirinya begitu saja tanpa mengingat sedikit pun tentang dirinya?Kembali pada beberapa saat lalu saat ia duduk da
Sesaat setelah melewati pintu, Fox mengedarkan pandangannya. Sebuah pesta mewah dengan orang-orang luar biasa di dalamnya. Para pejabat, artis terkenal, pebisnis hebat dan barisan orang-orang berduit lainnya. “Apa ini?” tanya Fox dengan suara dalam. Frank tidak menjawab dan hanya tersenyum miring. Jelas saja matanya sedang mencari sosok itu. “Kau tidak berpikir bahwa aku tidak bisa menghilang dari pandanganmu di tempat ini, bukan?” lanjut Fox. “Cobalah!” lirik tajam Frank mengancam. Fox mendecih keras namun tidak sampai menimbulkan perhatian dari para tamu pesta. Masih jelas di ingatannya, hari itu ia dengan konyolnya di culik sejam sebelum ia akan menghadiri pesta yang telah di siapkan oleh tuannya. Berjalan menjauh dari Frank, Fox mendekat ke arah meja panjang dengan dessert lezat di atasnya. Ia tidak menyukai hal-hal manis. Baginya rasa manis lebih kejam dari obat pahit. Namun kali ini moodnya lebih buruk dari tampilan manis cake y
Sehari telah berlalu sejak bebasnya Fox di tangan Frank. Sejak hari itu juga, John tidak melepaskan pandangannya dari Fox. Ia terlihat seperti bebek yang mengikuti induknya ke mana-mana. Bahkan ketika Fox ingin ke kamar mandi tanpa sadar ia berjalan mengikuti. Hingga berakhir menerima lemparan sayang dari Fox.“Apa kau yakin akan kembali ke LA? Aku tidak yakin jika Bos akan setuju dengan itu.” John berbicara sembari berlari kecil mengejar langkah Fox yang di percepat.“Hmm, aku belum siap di sini, mengulang latihan tiga tahun lagi untuk memperkuat diriku,” balas Fox acuh. Ia tidak ingin di permalukan dua kali oleh pria itu. sangat tidak menyenangkan melihat seringaian menjengkelkan yang harus ia lihat setiap hari di sana.“Hey, itu hanya karena kau lengah sesaat! Kau hanya sedang tidak beruntung saat itu.” John bergerak cepat dan mencegat langkah Fox. Mendelik kesal, Fox melempar tinju ke arah wajah John. Kekuatan tidak seimba
Fox menatap gunung berbatu di hadapannya tanpa ekspresi. Jalan tercepat menuju kamp pelatihan iblis tidak lain dengan memanjat gunung di hadapannya. Ia tidak akan goyah, niatnya untuk menjadi lebih kuat dan tidak menjadi beban adalah kekuatannya saat ini. Bersiap untuk mulai memanjat tanpa tali pengaman dan di punggungnya terdapat satu ransel besar yang memuat beberapa beban pemberat. Jika sedikit saja kakinya goyah maka ia akan jatuh, beruntung jika ia langsung mati dan bukan tulang remuk yang hanya akan membuatnya lebih menderita. Camp iblis, sesuai namanya, sebuah tempat pelatihan mengerikan yang berada di sebuah pulau di laut pasifik. Cukup mudah untuk tiba tepat di kamp pelatihan, namun untuk menjadi anggota pelatihan elit. Mereka harus memulai dari garis awal, tepatnya di pinggir pantai yang menjadi dermaga satu-satunya. Memanjat gunung berbatu atau berjalan memutar hingga tiba di pintu kamp pelatihan iblis. Mengencangkan kekuatan tangannya saat mengangkat sedi
Davin mendorong tubuh penuh sabun Fox kembali ke dalam kamar mandi. Ia memiliki pikilan gila dan sekarang ia hanya akan semakin gila dengan gadis yang tidak bisa menjaga tubuhnya sama sekali.“Bagaimana kau bisa tinggal berdua dengan pria itu selama ini?”Fox tidak langsung menjawab, melainkan mengingat hari-hari yang ia habiskan bersama John. Tidak ada yang buruk untuk tinggal bersama pria itu, John cukup pengertian dan selalu sigap dalam setiap situasi.“Cukup baik, ia tidak pandai memasak tapi cukup untuk perut yang kelaparan.”Davin menghentikan gerakannya menyiram tubuh Fox dengan shower di tangannya. Dulu ia mengabaikan keberadaan Fox. Pertemuan kedua mereka adalah membawa Fox ke dunia bawah dan memerintahkan seseorang untuk membawanya ke kamp pelatihan. Setelah itu, ia sepenuhnya melupakan keberadaan seorang gadis yang telah ia bawa ke dunianya. Membiarkan gadis itu berjuang sendirian hingga beberapa pencapaian yang membuat
“Bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan omong kosongmu itu?” sarkas Fox tajam saat berbalik menatap pria itu.“Ini bukan waktu untuk berdebat dan tidak ada dari perkataanku yang termasuk omong kosong,” balas orang itu tidak kalah tajam.“Ck, lalu katakan detailnya. Aku akan kembali ke camp dan memberi tahu yang lain.”Fox berbalik pergi dan meski tidak sepenuhnya mempercayai orang asing yang baru saja muncul dihadapannya. Untuk saat ini ia merasa tidak punya pilihan lain. Terlebih kepergian Davin tidak dikawal oleh pengawal.Sebelumnya, Fox juga telah masuk kedalam jebakan yang tidak terduga seperti saat ini. Bertemu para agen di camp memungkinkan dirinya mengambil kesimpulan pasti. Orang itu tidak tampak terkejut dengan keputusan Fox yang kembali tenang dan tidak terburu-buru untuk menyelamatkan Davin. Satu hal yang pasti mengenai Davin sebagai pimpinan kelompok dan orang yang membantunya keluar dari penjara. Davin adalah orang kuat, ia tidak bisa begitu saja mengabaikan bahwa
Gadis kecil dengan wajah yang penuh debu bercampur lelehan ingus berjalan sempoyongan melewati pagar-pagar kayu. Ada rasa takut yang melingkup diwajahnya. Ia terlambat pulang sesuatu yang buruk akan terjadi ketika ia sampai rumah. Ia berhenti melangkah mata kecilnya menatap rumah kecil yang tak jauh dari arahnya. Ada keenggangan untuk terus melangkah dilihat dari kaki kecilnya yang mulai gemetaran. Cukup lama ia mematung disana hingga kaki kecilnya kembali melangkah. Membuka pintu pagar dan suara dentingan lonceng dari pagar kayu yang ia tarik membuatnya menahan nafas sejenak. Seharusnya ia membuka pintu pagar lebih pelan lagi. Ketakutannya makin menjadi saat pintu rumah itu tiba-tiba terbuka lebar menampakkan wajah garang dari si pembuka pintu.“Dari mana saja kau Mida, kau anak tidak berguna yang hanya tahu menghabiskan makanan. Kau ingin menjadi wanita murahan seperti ibumu yang lupa untuk pulang itu, huh!” itu teriakan amarah dari neneknya saat mereka berpapas