Sesaat setelah melewati pintu, Fox mengedarkan pandangannya. Sebuah pesta mewah dengan orang-orang luar biasa di dalamnya. Para pejabat, artis terkenal, pebisnis hebat dan barisan orang-orang berduit lainnya.
“Apa ini?” tanya Fox dengan suara dalam. Frank tidak menjawab dan hanya tersenyum miring. Jelas saja matanya sedang mencari sosok itu. “Kau tidak berpikir bahwa aku tidak bisa menghilang dari pandanganmu di tempat ini, bukan?” lanjut Fox. “Cobalah!” lirik tajam Frank mengancam. Fox mendecih keras namun tidak sampai menimbulkan perhatian dari para tamu pesta.
Masih jelas di ingatannya, hari itu ia dengan konyolnya di culik sejam sebelum ia akan menghadiri pesta yang telah di siapkan oleh tuannya. Berjalan menjauh dari Frank, Fox mendekat ke arah meja panjang dengan dessert lezat di atasnya. Ia tidak menyukai hal-hal manis. Baginya rasa manis lebih kejam dari obat pahit. Namun kali ini moodnya lebih buruk dari tampilan manis cake y
Dear reader... Untuk bab ini harap kebijakan para pembaca sekalian. Karena sebagian isi dari Bab ini mengandung adegan 18+. Atas kebijakannya, author mengucapkan terima kasih ...
Sehari telah berlalu sejak bebasnya Fox di tangan Frank. Sejak hari itu juga, John tidak melepaskan pandangannya dari Fox. Ia terlihat seperti bebek yang mengikuti induknya ke mana-mana. Bahkan ketika Fox ingin ke kamar mandi tanpa sadar ia berjalan mengikuti. Hingga berakhir menerima lemparan sayang dari Fox.“Apa kau yakin akan kembali ke LA? Aku tidak yakin jika Bos akan setuju dengan itu.” John berbicara sembari berlari kecil mengejar langkah Fox yang di percepat.“Hmm, aku belum siap di sini, mengulang latihan tiga tahun lagi untuk memperkuat diriku,” balas Fox acuh. Ia tidak ingin di permalukan dua kali oleh pria itu. sangat tidak menyenangkan melihat seringaian menjengkelkan yang harus ia lihat setiap hari di sana.“Hey, itu hanya karena kau lengah sesaat! Kau hanya sedang tidak beruntung saat itu.” John bergerak cepat dan mencegat langkah Fox. Mendelik kesal, Fox melempar tinju ke arah wajah John. Kekuatan tidak seimba
Fox menatap gunung berbatu di hadapannya tanpa ekspresi. Jalan tercepat menuju kamp pelatihan iblis tidak lain dengan memanjat gunung di hadapannya. Ia tidak akan goyah, niatnya untuk menjadi lebih kuat dan tidak menjadi beban adalah kekuatannya saat ini. Bersiap untuk mulai memanjat tanpa tali pengaman dan di punggungnya terdapat satu ransel besar yang memuat beberapa beban pemberat. Jika sedikit saja kakinya goyah maka ia akan jatuh, beruntung jika ia langsung mati dan bukan tulang remuk yang hanya akan membuatnya lebih menderita. Camp iblis, sesuai namanya, sebuah tempat pelatihan mengerikan yang berada di sebuah pulau di laut pasifik. Cukup mudah untuk tiba tepat di kamp pelatihan, namun untuk menjadi anggota pelatihan elit. Mereka harus memulai dari garis awal, tepatnya di pinggir pantai yang menjadi dermaga satu-satunya. Memanjat gunung berbatu atau berjalan memutar hingga tiba di pintu kamp pelatihan iblis. Mengencangkan kekuatan tangannya saat mengangkat sedi
Davin mendorong tubuh penuh sabun Fox kembali ke dalam kamar mandi. Ia memiliki pikilan gila dan sekarang ia hanya akan semakin gila dengan gadis yang tidak bisa menjaga tubuhnya sama sekali.“Bagaimana kau bisa tinggal berdua dengan pria itu selama ini?”Fox tidak langsung menjawab, melainkan mengingat hari-hari yang ia habiskan bersama John. Tidak ada yang buruk untuk tinggal bersama pria itu, John cukup pengertian dan selalu sigap dalam setiap situasi.“Cukup baik, ia tidak pandai memasak tapi cukup untuk perut yang kelaparan.”Davin menghentikan gerakannya menyiram tubuh Fox dengan shower di tangannya. Dulu ia mengabaikan keberadaan Fox. Pertemuan kedua mereka adalah membawa Fox ke dunia bawah dan memerintahkan seseorang untuk membawanya ke kamp pelatihan. Setelah itu, ia sepenuhnya melupakan keberadaan seorang gadis yang telah ia bawa ke dunianya. Membiarkan gadis itu berjuang sendirian hingga beberapa pencapaian yang membuat
“Bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan omong kosongmu itu?” sarkas Fox tajam saat berbalik menatap pria itu.“Ini bukan waktu untuk berdebat dan tidak ada dari perkataanku yang termasuk omong kosong,” balas orang itu tidak kalah tajam.“Ck, lalu katakan detailnya. Aku akan kembali ke camp dan memberi tahu yang lain.”Fox berbalik pergi dan meski tidak sepenuhnya mempercayai orang asing yang baru saja muncul dihadapannya. Untuk saat ini ia merasa tidak punya pilihan lain. Terlebih kepergian Davin tidak dikawal oleh pengawal.Sebelumnya, Fox juga telah masuk kedalam jebakan yang tidak terduga seperti saat ini. Bertemu para agen di camp memungkinkan dirinya mengambil kesimpulan pasti. Orang itu tidak tampak terkejut dengan keputusan Fox yang kembali tenang dan tidak terburu-buru untuk menyelamatkan Davin. Satu hal yang pasti mengenai Davin sebagai pimpinan kelompok dan orang yang membantunya keluar dari penjara. Davin adalah orang kuat, ia tidak bisa begitu saja mengabaikan bahwa
Gadis kecil dengan wajah yang penuh debu bercampur lelehan ingus berjalan sempoyongan melewati pagar-pagar kayu. Ada rasa takut yang melingkup diwajahnya. Ia terlambat pulang sesuatu yang buruk akan terjadi ketika ia sampai rumah. Ia berhenti melangkah mata kecilnya menatap rumah kecil yang tak jauh dari arahnya. Ada keenggangan untuk terus melangkah dilihat dari kaki kecilnya yang mulai gemetaran. Cukup lama ia mematung disana hingga kaki kecilnya kembali melangkah. Membuka pintu pagar dan suara dentingan lonceng dari pagar kayu yang ia tarik membuatnya menahan nafas sejenak. Seharusnya ia membuka pintu pagar lebih pelan lagi. Ketakutannya makin menjadi saat pintu rumah itu tiba-tiba terbuka lebar menampakkan wajah garang dari si pembuka pintu.“Dari mana saja kau Mida, kau anak tidak berguna yang hanya tahu menghabiskan makanan. Kau ingin menjadi wanita murahan seperti ibumu yang lupa untuk pulang itu, huh!” itu teriakan amarah dari neneknya saat mereka berpapas
Siang dengan terik matahari bukanlah ketakutannya, ia sudah terbiasa dengan hal itu tapi sekarang adalah sosok bongsor ibu paruh baya yang menatap nyalang kearahnya. Peluh membasahi. Tangan yang mulai gemetaran itu sesekali mengusap keringat di dahi. Tubuh ringkih dengan lebam disekujur betis. Siapapun akan menyadari anak gadis itu baru saja menerima siksaan dari majikannya. Apakah ia menangis? Tidak, sorot matanya kosong tidak ada rasa sakit disana. Mungkin ia telah mati rasa. Menyelesaikan sisa jemuran terakhirnya, Mida melangkahkan kaki kecilnya memasuki rumah sang majikan.Ia telah menyelesaikan tugas-tugasnya, sekarang ia akan kembali ke gudang untuk beristirahat dan memakan sepotong roti yang ia sisa kemarin. Belum sempat tubuhnya berbalik, sebuah teriakan kembali menyebut namanya. Menghela nafas pasrah, Mida berjalan kearah ruang tamu. Disana ada sang majikan dan anaknya yang baru berusia 12 tahun. Lagi-lagi tatapan tajam itu terarah padanya.“Apa saja yan
Penjaga toko meraih bingkai foto kecil yang terpajang disudut ruangan, kemudian tangannya menekan sebuah tombol yang Mida sendiri tak akan menyadari jika ada tombol dibalik bingkai foto kecil itu. Perlahan sesuatu bergeser pelan setelah penjaga itu menekan tombol dibalik bingkai foto tersebut. Sebuah pintu rahasia dan dibalik pintu rahasia tersebut ada lift yang entah digunakan kemana, seingat Mida, bangunan toko toserba ini tidak bertingkat. Masih dalam pertanyaan dibenaknya, Davin mengintrupsi agar Mida memasuki lift. Mida lagi-lagi hanya bisa menurut. Perlahan pintu lift tertutup dan bergerak kebawah dan terjawab pula pertanyaan yang bersarang dibenak Mida. Bunyi denting dari lift menyadarkan Mida dari pemikirannya. Pintu lift terbuka, Davin bergegas keluar diikuti oleh Mida. Detik berikutnya Mida terperangah.Ia ingin tidak mempercayai apa yang ada dihadapannya sekarang ini tapi ia juga bukan orang yeng terlalu bodoh untuk tidak tahu sama sekali
Ia, Fox hanya mendengus dan meletakkan botol ditangannya dengan kasar. Memejamkan mata, hanya setengah botol yang ia konsumsi tapi sudah membuatnya sakit kepala. Itulah alasan mengapa ia tidak suka dengan perkumpulan seperti ini. Jika bukan karena tuannya yang ingin bertemu dengannya, ia akan memilih tidur di apartemen sebelum ada panggilan tugas berikutnya.“Aku ingin mengajakmu kembali ke Indo.” Kalimat itu terasa berat untuk ia terima, bukan karena tidak ingin tapi kepalanya yang terus-terusan berdenyut sakit.Kebodohannya sendiri karena langsung menenggak vodka dari dalam botol. Hanya satu orang yang tahu tentang kelemahannya ini. Senior dan rekan seperlatihannya tidak ada yang tahu bahkan tuannya sendiri. Mereka hanya tahu Fox yang sempurna tanpa kecacatan secuil pun.Tidak tahan dengan sakit kepala yang menderanya, meski tidak ingin menghubungi sosok itu terpaksa ia lakukan. Menekan tombol panggil secara diam-diam dibalik saku jaketnya.