"Kenapa Richard tidak mau jujur padaku?"Adalah kata-kata yang terus digumamkan Jeany selama beberapa jam ini, sambil menghela napas panjang tentunya. Raisa meninggalkan dirinya dalam tanda tanya yang sangat besar atas peristiwa penculikan yang dialami Jeany. Temannya itu, saat Jeany bertanya tentang detail penculikan yang terjadi, malah langsung kabur dengan alasan sibuk dengan pekerjaan. "M-maaf, Jeany. Tiba-tiba ada telepon dari kantor, aku harus segera pergi, maafkan aku!"Dengan alasan seperti itu, Raisa yang sudah menjatuhkan bom malah pergi. "Haaa, bagaimana caranya aku menanyakan ini kepada Richard. Apalagi dia sendiri sepertinya sengaja menyembunyikan ini dariku."Jeany mendesah, memandang langit-langit kamar yang mewah. Dia benar-benar ingin tahu apa yang terjadi hari itu, tapi juga tak mungkin bertanya kepada Richard apa yang terjadi, jika pria itu menyembunyikannya dari Jeany. "Tapi aku sangat penasaran apa yang terjadi! Videonya begitu heboh, itu artinya situasi ben
"Haaa, Jeany. "Richard yang sudah tak bisa menahan diri lagi, akhirnya menarik tubuh langsing sang istri untuk dia dudukkan di atas pahanya yang keras dan kuat."Terima kasih banyak atas perhatian kamu. Tapi jangan menggodaku saat sedang bekerja seperti ini," ujar Richard, sembari menciumi pipi Jeany yang lembut dan harum.Bagaimana bisa dia berpantang berhenti bercinta jika istrinya semenggoda ini?"Siapa yang menggoda, aku hanya sedang ingin memeluk suamiku sendiri, memangnya tidak boleh?" balas Jeany dengan suara manja, membuat Richard otomatis tersenyum pada wanita yang kini berada di pangkuannya."Bukannya tidak boleh.... "Richard menjawab, tapi tak meneruskan ucapannya. Pria itu memandang Jeany penuh kasih, begitu gemas dengan tingkahnya yang manja. Hati Richard selalu menghangat tiap kali melihat wajah cantik istrinya. Sampai detik ini, Jeany adalah segalanya baginya."Hmmm, lalu kenapa tiba-tiba memelukku dari belakang kalau bukan sedang ingin menggoda?" tanya Richard, yan
Pipi Jeany merona merah saat memberikan jawaban pada suaminya.Sedangkan Richard tersenyum lebar mendengar jawaban istrinya yang sangat memuaskan dan mulai naik ke atas tubuh seksi istrinya yang mulai dia lucuti pakaiannya satu persatu."Kamu bilang aku boleh melakukan apa pun, kan? Jangan menyesal nanti kalau aku membuat dirimu tidak bisa bangun dari tidur sampai besok pagi," goda Richard dengan seringai nakal."Itu terdengar menyenangkan," sahut Jeany dengan nada menantang.Dia kini membenamkan wajah di leher pria tampan itu, leher Richard selalu beraroma harum dan terasa hangat. Itu sangat menyenangkan bagi Jeany. "Uhmmm, Rich. Tahu tidak, kamu saat ini terlihat sangat tampan," puji Jeany, yang membuat Richard menyeringai senang dan menciumi dirinya."Bisa saja kamu. Sekarang benar-benar sudah pintar menggoda, ya?" balas Richard, tak berhenti menciumi istrinya. Saat Jeany melihat wajah Richard yang merah padam oleh gairah, sensasi seperti demam naik ke atas kepala wanita itu, kei
"Ini tentang penculikan di vila waktu itu."Jeany yang sudah menguatkan hati untuk membicarakan masalah penculikan dengan Richard, menjawab seperti itu. Seperti dugaan Jeany, ekspresi Richard yang awalnya santai, langsung berubah saat dia menyebutkan tentang penculikan."Hm? Penculikan? Apa maksudmu? Bukankah aku sudah bilang jika itu—""Kumohon, jangan berbohong!" potong Jeany dengan suara sedikit keras saat melihat suaminya hendak mengalihkan pembicaraan. "Aku sudah tahu semuanya, Rich," lanjut Jeany dengan ekspresi sendu. "Ini."Mengatakan itu, Jeany lantas menunjukkan video yang diberikan Raisa kepada Richard."Lihat ini, aku waktu itu benar-benar diculik, kan? Sekarang, jujur padaku, apakah surprise itu benar-benar ada atau hanya kamuflase darimu untuk menutupi kenyataan bahwa aku telah diculik seseorang?"Jeany menanyakan hal itu dengan suara tegas, seakan meminta dengan sungguh-sungguh kepada suaminya untuk menjelaskan segalanya padanya saat ini juga. "Dari mana kamu dapat
Jeany sangat tidak enak hati saat Raisa bertanya seperti itu, sehingga dia tentu saja langsung menjawab tidak. "Hey, tentu saja bukan seperti itu, Raisa. Alasan apa yang membuat aku menghindari dirimu? Tidak ada, kan?" sanggah Jeany cepat. "Hah, jangan bohong. Kamu terus menolak bertemu hampir semingguan ini. Ada apa? Bicara padaku, Jeany. Kita teman, kan?" desak Raisa. Jeany menggigit bibir bawahnya, mencari jawaban yang tepat. Tidak mungkin dia akan jujur kepada Raisa bahwa saat ini dilarang Richard bertemu wanita itu. "Ya... kita teman, Raisa," jawab Jeany, sedikit terlambat. "Kalau teman, tidak ada yang perlu dirahasiakan, kan? Sekarang beritahu aku, kenapa kamu akhir-akhir ini menghindar? Aku mau kamu jujur!"Raisa yang blak-blakan seperti laki-laki itu terus mendesak Jeany. "Ehm, itu.... ""Bagaimana kalau kita bertemu sekarang juga, Jeany? Aku sangat kepikiran dengan sikap kamu yang mendadak berbeda sampai tidak konsentrasi kerja, bisa kan kita bertemu sekarang?" pinta Ra
"Aku... di mana?"Mata Jeany mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pandangan saat pertama kali membuka mata. Begitu sadar, dia kini sudah duduk terikat di sebuah kursi dalam ruangan asing. "Jeany."Sebuah suara yang lumayan familiar memanggil Jeany, saat Jeany menoleh, dia terkejut bukan main. "H-hah? Isabelle? Apakah kamu sedang menculikku sekarang? Di mana Raisa?" tanyanya dengan panik, menoleh ke sana dan kemari. "Raisa? Hmmm, apakah kamu membicarakan tentang sepupuku yang cantik?" balas Isabelle yang kini berdiri di depan Jeany dengan tatapan pongah. Setelah bertanya seperti itu, Isabelle menjentikkan jarinya dan sosok dari kegelapan muncul dan berdiri dengan akrab di sebelah Isabelle. Mata Jeany terbelalak lebar saat mengetahui bahwa teman dekatnya ternyata selama ini ada di pihak musuh. "R-Raisa?! Bagaimana ini bisa.... ""Sepertinya kamu belum paham dengan keadaan di sini. Haaa, baiklah, aku akan menjelaskannya. Jadi Raisa, teman lamamu ini sebenarnya bekerja sama d
"Raisa.... "Jeany merasa terharu saat sahabatnya menolong dirinya di ujung maut, mengira bahwa Raisa setidaknya masih memiliki setitik rasa persahabatan dengan dirinya. Berbeda dengan Jeany, saat Raisa tiba-tiba mencegah tindakannya, Isabelle menoleh ke arah Raisa dan bertanya dengan senyum yang terkesan palsu. "Raisa, sepupuku tersayang. Kenapa kamu tiba-tiba mencegahku membunuh wanita lemah ini? Bukankah sangat mudah menyingkirkan dirinya di tempat seperti ini? Richard juga pasti belum sadar kalau istrinya kuculik, kan?"Raisa dengan tenang, menanggapi ucapan Isabelle yang tampak tak suka aksinya dihentikan oleh sepupunya. "Isabelle sepupuku, membunuhnya langsung seperti tadi tidak akan menyenangkan. Kenapa kamu tidak memancing kemarahan Richard lebih dulu? Bukankah itu lebih menyenangkan sekaligus mendebarkan melihat bagaimana Dante Richardo yang mulia itu kerepotan?" jawab Raisa dengan santai, yang seketika memupus harapan Jeany. Jeany mengira Raisa mungkin masih menganggap
"Kenapa ekspresimu seperti itu, Jeany? Apa bedanya aku dengan suamimu? Bukankah aku juga terlihat sangat tampan, hm?"Raisa bertanya dengan percaya diri. Jeany tentu saja ingin membantah ucapannya, tapi tahu jika saat ini dia adalah seorang sandera sehingga tak ingin memancing kemarahan wanita yang mungkin bisa membebaskan dirinya dari kematian itu, sehingga memutuskan untuk tetap diam dan tersenyum mendengar semua ocehannya. "Jeany, jawab aku!"Raisa yang terlihat tak sabar karena Jeany hanya diam, meraih kedua tangan Jeany yang diborgol, menggenggamnya dan berkata sambil memandang tengah mata wanita cantik itu. "Percayalah padaku, Jeany," ucap Raisa dengan ekspresi serius. "Aku akan membawamu pergi dengan aman dari sini. Kujamin, masa depan dan dirimu akan aman. Syaratnya cuma satu, ayo menikah denganku dan lupakan Dante Richardo. Kehidupannya terlalu sulit untuk dirimu, Jeany. Aku menawarkan hal ini karena memikirkan dirimu."Dia memandang Jeany dengan ekspresi seperti orang