"Hmmm, maafkan aku, ya, Luana. Maaf kalau aku masih menjadi suami yang buruk." Kyle mengatakan hal itu dengan serius, meski tak berani mengakui kebenaran, tapi dia tetap bersungguh-sungguh untuk meminta maaf. "Aku juga minta maaf karena belum bisa memberi dirimu anak." Luana segera menggeleng dan mengatakan itu bukan masalah besar baginya, jadi Kyle tak perlu memikirkannya terlalu berlebihan. Tiba-tiba Kyle ingat sesuatu. "Ah, bicara tentang anak... bagaimana kalau kamu mengadopsi anak, Luana? Di perusahaan keamanan milik Zeus yang dipimpin oleh Jia, kemarin ada salah satu anggotanya yang merupakan suami istri dan keduanya meninggal dalam misi. Mereka meninggalkan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. Saat ini dia tinggal di gedung organisasi dan dirawat bersama oleh para anggota karena sudah seperti anak mereka sendiri. Apakah kamu mau mengadopsinya?" Kyle tiba-tiba teringat putra Lucas, kakak angkatnya yang meninggal dalam misi beberapa waktu lalu. Kyle da
Luana, yang kini berdiri di samping Kyle dengan tangan memeluk lengan sang suami, bertanya seraya menatap lurus kepada Jeremy, putra Lucas yang kabarnya masih berusia tiga tahun. "Ya, dia merayakan ulang tahun ketiganya beberapa bulan lalu," jawab Kyle santai, berbeda dengan Luana yang terus menerus memandang Jamie—panggilan Jeremy—dengan mata terbuka lebar. Pasalnya, apa yang dilihat oleh Luana ini benar-benar tak umum bagi anak laki-laki berusia tiga tahun seperti Jamie. Saat ini, yang berada di depan Luana bukanlah seorang anak kecil imut yang berlarian ke sana kemari dengan membawa mainan di tangan. Namun, seorang anak kecil yang tampak sibuk di depan sebuah layar komputer besar, bersama orang-orang dewasa di sekitarnya. Dia sungguh tidak seperti anak kecil, tapi seperti orang dewasa yang terjebak di tubuh anak kecil! Lihat saja ekspresi seriusnya tersebut ketika sedang berhadapan dengan komputer—benar-benar luar biasa. Dia bahkan tak menoleh sama sekali atas keda
"Jamie, sini. Om Kyle datang, Sayang."Jia memanggil Jamie yang sampai saat Luana dan Kyle kembali dari ruangan Jia, anak kecil itu masih asyik di depan komputer. Kini jemari tangannya lincah menari di atas keyboard dengan kedua telinga tersumpal earphone besar.Jamie melepas earphone di telinganya dan turun dari kursi, lalu berjalan mendekat ke arah Kyle yang kini duduk berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya."Hai, Oom. Ke sini sama siapa?"Jamie kembali membuat Luana tercengang karena bicaranya yang sudah fasih dan tidak cadel di usia tiga tahun. Benar-benar seperti melihat langsung the amazing child. Kyle mengangkat telapak tangan dan melakukan tos dengan Jamie, mereka terlihat akrab satu sama lain. Sepertinya Kyle lebih sering ke sini melebihi dugaan Luana. Ia menyesal kenapa tak mengenal Jamie lebih dulu sebelumnya."Sama istriku, nih."Luana ikut duduk jongkok di samping Kyle dan mengangkat tangan untuk mengajak Jamie ber-tos ria. Namun, anak kecil itu mengabaikan Luan
Mendengar kabar bahwa Leanna koma, Kyle segera memacu mobilnya menuju rumah sakit tempat Leanna melahirkan. Luana duduk di kursi penumpang dengan wajah pucat, tubuh gemetar, dan napas memburu seperti orang kehilangan arah. "Kenapa? Kenapa dia bisa koma? Aku selalu ikut dia kontrol selama ini… cuma bulan ini aku nggak ikut… sejauh ini semuanya baik-baik saja, bahkan dokter bilang dia bisa melahirkan normal!" racau Luana, suaranya nyaris tak terdengar karena tercekat isak. Sebagai seseorang yang tak pernah memiliki saudara perempuan kandung, Luana sudah lama menganggap Leanna seperti saudari sejatinya—bahkan lebih. Maka kabar ini benar-benar menghantamnya tanpa ampun. Dunia di sekitarnya seakan kehilangan warna. Jalanan yang mereka lewati terlihat samar, berputar dalam pandangan yang buram karena air mata yang terus mengalir deras. Ujung-ujung jarinya terasa dingin, tubuhnya mati rasa, dan bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat, menahan kepanikan yang menggerogoti dirinya dari dalam. "
"Akhirnya kita bertemu lagi, Jeany Sayang."Dante Richardo ... pria yang aku hindari karena kesalahan di masa lalu kini menyapaku dingin. Senyum di bibirnya tak lagi membuatku terpana seperti dulu, melainkan merinding seketika. Senyumnya yang sekarang seperti seorang psikopat.Dia sangat berbeda dengan saat kami sama-sama kuliah di jurusan manajemen bisnis. Pria yang dulu terlihat polos itu kini tiba-tiba berubah menjadi seorang dokter muda dengan aura yang benar-benar berbeda.Aku pernah mendengar bahwa dia ganti jurusan kuliah setelah putus denganku, tapi aku tak menyangka, dia akan berubah se-drastis ini. Auranya yang sekarang luar biasa. Hanya melihatnya berdiri diam di depanku, sudah membuat saraf-sarafku tegang seketika. Sungguh. Bagaimana seseorang bisa berubah sebanyak ini? Senyum manis yang dulu selalu dia berikan padaku kini menghilang tanpa bekas. Aku seperti melihat sosok berbeda dari seorang Dante Richardo. Pria dingin di depanku ini, aku benar-benar tak mengenalnya.
"Budak?"Suara Richard terdengar sangat dingin, sehingga aku segera membuka mata, lalu segera dibuat sangat terkejut saat melihat bagaimana Richard yang tampak sangat jijik saat mendengar aku berkata bahwa bersedia menjadi budaknya untuk menebus dosa."K-kenapa...."Aku bertanya dengan kebingungan. Maksudku, bukankah hal seperti inilah yang terjadi di novel-novel saat kita berada di situasi seperti ini?Biasanya seorang pria akan senang mendengar kata-kata itu, kan?? Lalu kenapa dia terlihat sangat jijik saat aku mengatakan hal itu?Sungguh, aku tak mengerti lagi jalan pikirannya! "Jeany, sepertinya kamu salah paham dengan sesuatu. Menjadi budak? Melihatmu memohon seperti ini, membuatku tak tahan untuk segera mengulitimu. Apa kamu bersedia menjadi budak untuk memuaskan hasratku yang itu?"Dia mengatakan itu semua dengan suara lembut, tapi aku sangat menyadari betapa membunuhnya tatapan yang Richard arahkan padaku.Aku juga sangat yakin, dia tidak main-main dengan kata-katanya, sehin
Atas pertanyaanku itu, Richard hanya tertawa terbahak-bahak tanpa memberiku jawaban yang kuinginkan, penampilannya yang tampan terlihat menakutkan saat menertawakanku seperti itu. "Kamu... kamu bisa-bisanya menculikku saat aku sedang tidur! Ini tidak adil, Rich!" teriakku, putus asa. "Menculik? Sayang, aku tidak menculikmu, tapi aku MENANGKAPMU," ralat Richard dengan tersenyum sinis, mencengkeram pipiku sehingga aku meringis kesakitan. "M-menangkap?"Richard yang begitu menakutkan itu tertawa melihat pekatnya ekspresi ketakutan di wajahku. "Ya, Jeany. Kamu pasti telah berpikir sudah berhasil lepas dari genggamanku, kan? Sayang sekali, kamu salah. Dari awal pelarianmu sampai sini, aku tepat berada di belakangmu, Sayang," jawabnya, tertawa meremehkan dan mengambil sebuah tablet dan menunjukkan layarnya padaku. "Lihat ini. Kamu pasti langsung tahu, bahwa hidupmu sekarang ada di genggamanku, kan?"Richard berkata dengan suara penuh percaya diri, menunjukkan bagaimana seluruh kegiatan
"Dengan serius...."Aku mendesah. Sungguh, aku benar-benar masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ini. Jadi, mantanku tercinta, Dante Richardo, sangat membenciku sampai ingin mencincang-cincang tubuhku menjadi potongan kecil, tapi, di saat bersamaan, dia juga mengatakan bahwa aku harus menikah dengannya? "Dia sepertinya sudah gila."Aku mendesah lagi. Sampai saat ini, aku masih belum bisa merespon apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang, tahu-tahu sekarang aku sudah menjadi istrinya? Sungguh. Ini sangat aneh! Apalagi saat mengingat lagi bagaimana prosesi pernikahan kami yang begitu lancar tadi, seakan-akan sudah disiapkan oleh Richard sejak lama, membuat aku dengan sangat serius mencurigai bahwa Richard sebenarnya sudah mengawasi kehidupanku jauh sebelum kami bertemu lagi hari ini. Proses pernikahan antara aku dan Richard berjalan dengan cepat, lancar dan damai. Saking cepatnya sampai-sampai aku tak sadar bahwa aku kini sudah resmi menjadi istri seorang Dante Rich
Mendengar kabar bahwa Leanna koma, Kyle segera memacu mobilnya menuju rumah sakit tempat Leanna melahirkan. Luana duduk di kursi penumpang dengan wajah pucat, tubuh gemetar, dan napas memburu seperti orang kehilangan arah. "Kenapa? Kenapa dia bisa koma? Aku selalu ikut dia kontrol selama ini… cuma bulan ini aku nggak ikut… sejauh ini semuanya baik-baik saja, bahkan dokter bilang dia bisa melahirkan normal!" racau Luana, suaranya nyaris tak terdengar karena tercekat isak. Sebagai seseorang yang tak pernah memiliki saudara perempuan kandung, Luana sudah lama menganggap Leanna seperti saudari sejatinya—bahkan lebih. Maka kabar ini benar-benar menghantamnya tanpa ampun. Dunia di sekitarnya seakan kehilangan warna. Jalanan yang mereka lewati terlihat samar, berputar dalam pandangan yang buram karena air mata yang terus mengalir deras. Ujung-ujung jarinya terasa dingin, tubuhnya mati rasa, dan bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat, menahan kepanikan yang menggerogoti dirinya dari dalam. "
"Jamie, sini. Om Kyle datang, Sayang."Jia memanggil Jamie yang sampai saat Luana dan Kyle kembali dari ruangan Jia, anak kecil itu masih asyik di depan komputer. Kini jemari tangannya lincah menari di atas keyboard dengan kedua telinga tersumpal earphone besar.Jamie melepas earphone di telinganya dan turun dari kursi, lalu berjalan mendekat ke arah Kyle yang kini duduk berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya."Hai, Oom. Ke sini sama siapa?"Jamie kembali membuat Luana tercengang karena bicaranya yang sudah fasih dan tidak cadel di usia tiga tahun. Benar-benar seperti melihat langsung the amazing child. Kyle mengangkat telapak tangan dan melakukan tos dengan Jamie, mereka terlihat akrab satu sama lain. Sepertinya Kyle lebih sering ke sini melebihi dugaan Luana. Ia menyesal kenapa tak mengenal Jamie lebih dulu sebelumnya."Sama istriku, nih."Luana ikut duduk jongkok di samping Kyle dan mengangkat tangan untuk mengajak Jamie ber-tos ria. Namun, anak kecil itu mengabaikan Luan
Luana, yang kini berdiri di samping Kyle dengan tangan memeluk lengan sang suami, bertanya seraya menatap lurus kepada Jeremy, putra Lucas yang kabarnya masih berusia tiga tahun. "Ya, dia merayakan ulang tahun ketiganya beberapa bulan lalu," jawab Kyle santai, berbeda dengan Luana yang terus menerus memandang Jamie—panggilan Jeremy—dengan mata terbuka lebar. Pasalnya, apa yang dilihat oleh Luana ini benar-benar tak umum bagi anak laki-laki berusia tiga tahun seperti Jamie. Saat ini, yang berada di depan Luana bukanlah seorang anak kecil imut yang berlarian ke sana kemari dengan membawa mainan di tangan. Namun, seorang anak kecil yang tampak sibuk di depan sebuah layar komputer besar, bersama orang-orang dewasa di sekitarnya. Dia sungguh tidak seperti anak kecil, tapi seperti orang dewasa yang terjebak di tubuh anak kecil! Lihat saja ekspresi seriusnya tersebut ketika sedang berhadapan dengan komputer—benar-benar luar biasa. Dia bahkan tak menoleh sama sekali atas keda
"Hmmm, maafkan aku, ya, Luana. Maaf kalau aku masih menjadi suami yang buruk." Kyle mengatakan hal itu dengan serius, meski tak berani mengakui kebenaran, tapi dia tetap bersungguh-sungguh untuk meminta maaf. "Aku juga minta maaf karena belum bisa memberi dirimu anak." Luana segera menggeleng dan mengatakan itu bukan masalah besar baginya, jadi Kyle tak perlu memikirkannya terlalu berlebihan. Tiba-tiba Kyle ingat sesuatu. "Ah, bicara tentang anak... bagaimana kalau kamu mengadopsi anak, Luana? Di perusahaan keamanan milik Zeus yang dipimpin oleh Jia, kemarin ada salah satu anggotanya yang merupakan suami istri dan keduanya meninggal dalam misi. Mereka meninggalkan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. Saat ini dia tinggal di gedung organisasi dan dirawat bersama oleh para anggota karena sudah seperti anak mereka sendiri. Apakah kamu mau mengadopsinya?" Kyle tiba-tiba teringat putra Lucas, kakak angkatnya yang meninggal dalam misi beberapa waktu lalu. Kyle da
"Kyle, Kyle." Luana mengguncang pelan tubuh sang suami yang tidur miring di sebelahnya, sementara itu kedua netranya sudah basah oleh air mata. "Kyle, bangun." Kali ini dia mengguncang agak keras karena suaminya tersebut tidak segera membuka mata, sepertinya dia tidur terlalu lelap, sedang saat ini Luana benar-benar butuh dirinya. "Kyle!" Luana akhirnya berteriak. Kyle yang kaget karena ada yang memanggil dirinya dengan keras, langsung terbangun sampai terduduk. Dia menoleh ke samping dan mendapati istrinya sedang duduk dengan pipi basah oleh air mata. "Luana? Ada apa?" Wajah Kyle seketika panik, dia menyentuh pundak gadis itu dan menggoyangkannya. "Ada apa, Sayang? Kenapa kamu menangis?" tanyanya, lalu meraih Luana ke dalam pelukan. Kyle melirik jam di dinding, masih pukul tiga dini hari. Kenapa istrinya menangis di jam seperti ini? Luana yang berada di pelukan Kyle, menangis sampai bahunya naik turun. "Kyle...." "Iya, ada apa? Bilang padaku, Sayang. Ada ap
"Bagaimana menurutmu, Pak Tua?" Kyle yang akhirnya sadar bahwa dia tidak ada bedanya dengan sang ayah, yang memaksakan kehendak kepada orang lain demi kebahagiaan pribadinya, menemui Raphael untuk mengusahakan Luana agar bisa hamil. Dia sudah bertekad untuk melakukan apa pun agar istrinya tersebut bisa hamil. Kyle ingin melihat senyum bahagia di bibir perempuan yang sangat dicintainya tersebut, meski risiko yang harus dihadapi olehnya jika membiarkan Luana hamil adalah kematian sang istri. Kyle dengan sengaja tidak membagikan kerisauan yang terus mengganggu dirinya tersebut kepada Luana. Biarlah Luana hanya tahu kabar yang baik-baik saja. Dan, tujuannya untuk menemui Raphael kali ini adalah untuk meminta pendapat kepada vampir yang juga seorang dokter tersebut bagaimana cara agar Luana bisa hamil, tapi nyawanya tetap bisa selamat. Raphael menyanggupi permintaan Kyle dan datang ke dunia manusia untuk menemui Luana, setelah sekian puluh tahun vampir tua tersebut tak menginjakka
Terjadi perdebatan kecil di antara mereka yang akhirnya membuat Kyle pergi dari ruangan itu, mengalah. Dia benar-benar tak habis pikir kenapa istrinya seperti itu, dia tidak marah saat Luana lebih menghawatirkan keadaan Leanna daripada dirinya, tapi ini sudah sangat keterlaluan. Dan saat ini, dia bahkan tak bisa melakukan apa pun selain menunggu Luana puas berkunjung dan bermain-main dengan Leanna. Kyle menyugar rambutnya ke belakang, memijat keningnya yang terasa sakit. Beberapa saat kemudian, Rion mendatangi Kyle yang duduk di ruangan terpisah dalam rumahnya, sembari terus menatap Luana masih asyik berbicara dengan Leanna. Mereka tampak terlibat dalam pembicaraan seru sampai benar-benar mengabaikan Kyle. "Tuan Muda, bagaimana kalau kita berjalan-jalan sebentar, Luana sepertinya belum puas berada di sini, mereka berdua janjian mau mendesain kamar bayi sampai saya pun terabaikan." Ucapan Rion tersebut dibalas Kyle dengan dengkusan. "Bukan hanya kamu, aku malah seperti diduakan
“Luana-ku Sayang, bukankah ini hari Minggu? Kamu mau ke mana pagi-pagi begini sudah rapi?” Mood Kyle seketika memburuk saat suatu pagi di hari Minggu, Luana sudah berdandan sangat cantik dan rapi. Hari Minggu adalah hari yang sakral untuk mereka berdua karena ini satu-satunya hari libur Kyle. Dia selalu menanti hari ini agar bisa menghabiskan waktu hanya berdua dengan istrinya itu — setelah enam hari penuh mereka hanya bertemu di malam hari, itu pun terkadang Kyle sudah terlalu lelah. Lalu, ke manakah istrinya di hari sakral seperti ini? "Jangan bilang... untuk menjenguk Leanna lagi?" Astaga. Bayi Leanna benar-benar mulai terasa seperti “pengganggu” dalam hidup rumah tangga mereka. Kalau benar itu alasannya, Kyle merasa harus mengambil tindakan. Masih ada hari lain — Senin, Selasa, Rabu... kenapa harus Minggu? Luana yang sedang menyapukan makeup ke wajahnya menoleh dan tersenyum manis kepada Kyle, tanpa menyadari bahwa suaminya saat ini sedang ngambek tingkat tinggi.
"Luana, dari mana kamu, Sayang? Tumben aku pulang, kamu juga baru pulang?" Kyle menyapa istrinya yang baru saja datang dari luar dengan tatapan bertanya-tanya. Ini pertama kalinya bagi Luana berada di luar saat Kyle sudah pulang dari kantor. Biasanya Luana selalu anteng di dalam rumah dan setiap kali Kyle pulang bekerja, dia sudah cantik dan menunggu dengan setia. Ke mana dia pergi? Setelah menikah, Kyle memberi kebebasan kepada Luana untuk tidak bekerja, dan Luana setuju berada di rumah saja atau kadang-kadang keluar menemui teman-temannya yang tidak seberapa. Namun, baru kali ini Luana pergi sampai menjelang malam seperti ini. Apakah dia menemui pria lain sampai lupa waktu? Kyle memandang istrinya tersebut dengan penuh selidik. Nanti dia akan bertanya pada supir yang membawa Luana ke mana saja seharian ini. Luana berjalan mendekat dan mengambil tas kantor yang dibawa oleh Kyle, lalu sedikit menjinjit untuk melayangkan sebuah kecupan ringan di pipi — kebiasaan ketik