Atas pertanyaanku itu, Richard hanya tertawa terbahak-bahak tanpa memberiku jawaban yang kuinginkan, penampilannya yang tampan terlihat menakutkan saat menertawakanku seperti itu.
"Kamu... kamu bisa-bisanya menculikku saat aku sedang tidur! Ini tidak adil, Rich!" teriakku, putus asa."Menculik? Sayang, aku tidak menculikmu, tapi aku MENANGKAPMU," ralat Richard dengan tersenyum sinis, mencengkeram pipiku sehingga aku meringis kesakitan."M-menangkap?"Richard yang begitu menakutkan itu tertawa melihat pekatnya ekspresi ketakutan di wajahku."Ya, Jeany. Kamu pasti telah berpikir sudah berhasil lepas dari genggamanku, kan? Sayang sekali, kamu salah. Dari awal pelarianmu sampai sini, aku tepat berada di belakangmu, Sayang," jawabnya, tertawa meremehkan dan mengambil sebuah tablet dan menunjukkan layarnya padaku."Lihat ini. Kamu pasti langsung tahu, bahwa hidupmu sekarang ada di genggamanku, kan?"Richard berkata dengan suara penuh percaya diri, menunjukkan bagaimana seluruh kegiatan pelarianku selama semalam penuh ini, benar-benar di pantau olehnya lewat kamera yang entah dia pasang di mana saja dan sejak kapan.Aku benar-benar seperti seekor hamster yang berlarian di roda dalam kandang.Mantanku tercinta ini, sepertinya sudah benar-benar sudah menyiapkan aksi balas dendam sejak lama!"Kamu, kamu.... "Aku langsung tak bisa berkata-kata. Bagaimana tidak. Mantanku, dia sangat menakutkan sekarang!!"Aku benar-benar serius waktu bilang padamu kalau tujuan hidupku hanyalah kamu, Jeany."Richard mengatakan itu dengan tatapan sungguh-sungguh dan membelai pipiku dengan jarinya yang panjang, sedangkan aku, mendesah dengan helaan napas berat."Itu... itu tidak terdengar manis sama sekali, Rich," sahutku, menutup wajah dengan kedua tangan dan menyingkirkan tangannya dari pipiku.Aku sangat ingin menangis dengan keras saat ini, tapi bahkan air mataku sudah kering!"Tentu. Siapa yang mengatakan itu adalah hal manis? Asal kamu tahu, tujuan akhirku adalah merobek dan memotong-motong tubuhmu yang cantik itu menjadi bagian-bagian kecil, Sayang. Kamu mungkin tidak tahu, tapi di rumahku, telah kubangun sebuah ruang bawah tanah khusus, yang aku persembahkan untuk tubuhmu," jawabnya, dengan ekspresi tenang."Ugh, Rich. Aku... aku minta maaf atas kesalahanku di masa lalu. Bisakah kamu memaafkannya dan kita berdamai saja, Rich? Tolong, tolong jangan bunuh aku," mohonku dengan suara bergetar.Richard tertawa sinis, lalu menjawab."Membunuhmu secara langsung tidak akan sangat menyenangkan, Jeany. Apa gunanya aku tersiksa bertahun-tahun kalau aku langsung menghilangkan nyawamu, Sayang?"Mendengar bagaimana berbahayanya ucapan Richard, tubuhku seketika bergetar ketakutan."Tidak! Kamu tidak boleh menyiksaku, Rich!! Sungguh, aku takut sekali dengan rasa sakit! Jadikan saja aku budakmu atau apa, tapi jangan sakiti tubuhku, Rich! Pleaseee?"Ku satukan kedua tangan, memohon padanya dengan mata ketakutan."Bahkan air matamu ini, air mata palsu, Jeany," ejeknya, saat mengulurkan tangan dan mengusap pipiku yang basah dengan ujung jari jempolnya."Tidak! Aku benar-benar ketakutan sekarang. Ini bukan akting, Rich. Please, jangan bunuh aku atau membuat tubuhku menjadi eksperimen mengerikan! Aku minta maaf, Rich! Sungguh! Aku bersedia menebus kesalahan itu dengan melakukan apa pun, tapi tolong, tolong jangan sakiti tubuhku!" seruku, menangkap tangannya dengan pandangan putus asa."Kalau hatimu?"Richard tiba-tiba menanyakan sesuatu, seperti di luar konteks."M-maksudnya, Rich?" tanyaku, kebingungan."Kalau aku menyakiti hatimu. Bagaimana?" ulangnya, tersenyum dengan wajah yang terlihat jahat.Meski begitu, melihat bagaimana ada sedikit celah bagiku untuk tidak mati dalam keadaan tersiksa di tangan Richard, segera menyahut dengan cepat."Tidak apa-apa. Selama itu bukan sakit fisik, aku akan menanggungnya! Aku bersedia menebus kesalahanku dengan mengalami apa yang dulu kamu alami dan membuat dirimu menderita, Rich! Kirimkan aku ke pria yang akan membuatku patah hati dan memohon-mohon di kakinya seperti yang dulu kamu lakukan padaku. Aku bersedia mengalami semua itu sekarang! Sungguh!" seruku penuh semangatApa pun. Asalkan tidak mengalami penyiksaan yang menyakitkan, aku bersedia.Namun, aneh. Bukannya terlihat senang dengan ucapan penuh tekadku, Richard malah memandangku dengan mata memicing. Terlihat jelas dia sedang sangat marah sekarang."Jeany, beraninya kamu menyebut laki-laki lain di depanku?" desisnya, mencengkeram kedua pipiku dengan kuat. Matanya menyiratkan kemarahan yang begitu dalam, sehingga aku hanya bisa menatap dirinya dengan kebingungan."A-apa... apa maksudmu? Kamu ingin aku mengalami yang dulu kamu alami, kan? Lalu, bukankah yang paling benar adalah mengirimku ke seorang pria untuk—""Jeany, jangan memancing kesabaranku!" bentaknya, keras.Tubuhku seketika menyusut ketakutan melihat kemarahan yang semakin membara di wajah Richard.Aku benar-benar tak mengerti! Apa sebenarnya yang dia inginkan?? Dia ingin hatiku tersiksa, kan?? Jadi, apa yang salah dari ucapanku???"R-Rich, aku minta maaf. Lalu... lalu apa yang kamu inginkan?"Hati-hati, dengan jantung berdebar kencang karena rasa takut yang begitu hebat, aku bertanya."Tidak ada laki-laki lain! Tidak, Jeany!"Richard kembali berteriak, mencengkeram pipiku dengan lebih erat.Melihat bagaimana dia sangat marah gara-gara pembahasan tentang laki-laki lain, aku segera menyahut dengan tergesa-gesa."Oke, oke. Aku tidak akan menyebutkan hal seperti itu lagi. Maafkan aku, Rich. Maaf.... ""Kalau ada pria yang harus membuat dirimu patah hati dan memohon-mohon di bawah kakinya, maka pria itu harus aku, Jeany. HARUS AKU," tegasnya, penuh penekanan.Mataku bergetar mendengar ucapan Richard yang penuh kontradiksi."B-bukannya kamu, kamu benci dan jijik melihat wajahku, Rich? Lalu kenapa.... "Aku benar-benar bingung dengan pria ini. Sungguh!Dia benci aku, kan? Lalu kenapa tidak boleh ada laki-laki lain? Apa sih sebenarnya yang dia inginkan??"Ya. Aku sangat benci sama kamu. Sangat! Karena bahkan setelah bertahun-tahun, satu-satunya wanita yang ada di mimpiku cuma kamu, Jeany. Cuma kamu. Kamu pasti bisa membayangkan bagaimana jijiknya aku padamu, kan?" sahut Richard. Wajahnya yang penuh kebencian saat menatapku, membuat aku menunduk dan hanya bisa menggumamkan kata maaf."M-maaf.... ""Aku akan menyiksamu dengan siksaan yang tidak bisa kamu bayangkan, karena itu, besok, kita menikah," ucapnya, tegas. Yang membuat aku seketika mendongak ke arahnya dengan kebingungan."APA??? MENIKAH??"Apalagi ini, ya Tuhan??!Dia benci aku, tapi mengajakku menikah???Orang sinting mana yang melakukan semua kegilaan ini?!"Kenapa? Oh, kamu pasti sangat tersiksa karena harus tiba-tiba menikah denganku, kan? Ya. Itulah tujuanku, Jeany."Richard yang sepertinya salah memahami reaksiku, tersenyum sinis. Terlihat sangat puas seakan-akan tebakannya benar.Aku tentu saja langsung menggeleng dan mencoba memberi tahu kebingunganku."Tidak. Bukan begitu.... Rich, kamu bilang kamu jijik padaku, kamu benci sekali padaku. Lalu... lalu kenapa kita harus menikah?"Aku bertanya, dengan sangat hati-hati."Kenapa? Tentu saja karena aku berniat membuatmu merasakan jatuh cinta berkali-kali padaku dan patah hati berkali-kali juga. Barulah setelah itu, kita berdua impas," jawabnya, penuh percaya diri.Tak tahu harus berkata apa, aku hanya menatap dirinya dalam diam.Jujur.Aku benar-benar tak tahu apa maksudnya, tapi, bukankah ini jauh lebih baik daripada dibunuh atau dikurung di ruang bawah tanah dan dijadikan subyek eksperimen mengerikan?Melihat bahwa ini mungkin pilihan yang sangat positif, aku segera mengangguk dengan semangat."Baiklah!! Rich, aku bersedia menikah denganmu. Aku juga bersedia jatuh cinta berkali-kali padamu dan bahkan patah hati berkali-kali padamu juga! Aku benar-benar tulus ingin menebus semua dosaku padamu, Rich!" ucapku dengan wajah sumringah, yang langsung disambut tawa sinis oleh Richard."Jeany, betapa percaya dirinya. Kamu belum merasakan apa itu cinta dan patah hati, kan?""Eh, itu... itu.... "Aku tak bisa menjawab, karena memang, tebakannya benar.Aku hanya pernah pacaran satu kali, yaitu dengan seorang pria bernama Dante Richardo, itu pun dengan tujuan mengeruk harta orangtuanya. Jadi, aku benar-benar tak tahu apa itu jatuh cinta. Aku terlalu sibuk bertahan hidup karena aku sangat miskin. Jadi mana mungkin ada waktu untuk jatuh cinta?"Patah hati bahkan lebih mengerikan daripada kehilangan nyawamu, Jeany. Kamu terlalu meremehkan hal-hal seperti itu," ejek Richard dengan tawa seakan-akan menganggap aku menjijikkan."Aku... tidak apa-apa! Demi menebus kesalahanku, aku bersedia mengalami semua penderitaan itu, Rich!! Aku sungguh-sungguh," jawabku, yang masih yakin bahwa menikah dengan Richard jauh lebih baik daripada dikurung di ruang bawah tanah dan tubuhku dipotong sedikit demi sedikit.Bukankah begitu??!Sayangnya, Richard tak menanggapi positif jawabanku, dengan sinis dia berkata."Hm. Baiklah. Mari kita lihat, Jeany. Aku ingin kamu menunjukkan padaku, bagaimana kamu jatuh cinta dan patah hati karena aku. Lalu kalau semua tindakanmu tidak memuaskanku, maka.... "Richard seperti sengaja berhenti bicara di saat yang paling penting."Maka?" kejarku, tak sabar."Maka tentu saja, leher cantik ini akan kupotong sehingga terpisah dari tubuhmu, Sayang."Richard menjawab sambil mengelus leherku, yang membuat aku segera berteriak panik sambil memegangi leherku."T-tidak!! Jangan lakukan itu, Rich! Aku... aku berjanji akan memuaskanmu! Sungguh!"Richard tiba-tiba tertawa, memegang wajahku dengan kedua tangannya yang besar, lalu mendesah."Oh, Jeany. Bahkan saat seperti ini, kamu masih sangat cantik.... "Suaranya terdengar sarat oleh rasa sakit."T-terima kasih...."Gugup, aku menjawab.Richard lantas memandangku tanpa bicara, kemudian dia menelusuri lekuk wajahku dengan ujung jarinya dan berkata dengan ekspresi merenung."Aku tidak sabar, melihat air matamu jatuh karena aku dan wajah cantik ini terluka saat menatapku. Aku benar-benar menunggu moment itu, Jeany. Agar mimpi buruk yang selama bertahun-tahun ini menghimpitku, akhirnya meninggalkanku," ucapnya, seperti berbisik."Kamu, kamu ingin melihat aku menangis, kan, Rich? Aku bersedia menangis untukmu kapan saja!" seruku, penuh antisipasi.Asal jangan ambil nyawaku!Aku melanjutkan dalam hati.Namun, Richard malah menggeleng."Tidak. Itu omong kosong. Aku tidak ingin melihat tangisan aktingmu, Jeany. Aku ingin melihat air matamu yang mengalir deras ke pipi, dengan tatapan penuh kesakitan, karena menangisi diriku," tolaknya, dengan gelengan tegas."Aku... aku janji akan melakukan yang terbaik. Aku akan sungguh-sungguh mencintaimu dan bersungguh-sungguh patah hati serta terluka karena kamu. Tapi, tolong berjanjilah untuk tidak membunuhku. Oke?" pintaku, sungguh-sungguh."Berapa kali kubilang? Aku tidak tertarik membunuhmu secepat itu, Sayang.""S-syukurlah," jawabku, menghela napas lega.Kami saling bertatapan. Mantanku, yang sekarang menjadi seorang dokter muda, tampak sangat tampan. Namun, juga menakutkan.Aku secara tak sadar mengalihkan pandangan, tak sanggup bertatapan dengan Richard terlalu lama. Auranya sangat mengintimidasi sehingga badanku gemetar tanpa sadar."Jeany. Oh, Sayang.... "Richard kembali membelai sisi wajahku dengan lembut. Secara mengejutkan, bibirnya mendekat ke arah bibirku, sehingga aku memejamkan mata secara refleks.Wajahnya begitu dekat dengan wajahku sekarang, sampai embusan napasnya terasa lembut menerpa bibirku.Kupikir, kami akan benar-benar berciuman.Namun, saat kami sudah hampir berciuman dan jarak bibir kami sudah sangat dekat, Richard secara tak terduga tiba-tiba menjauhkan bibirnya dariku."Kita sedekat ini, tapi hatimu bahkan terasa sangat jauh," bisiknya, sebelum dengan cepat berbalik pergi dan berjalan meninggalkanku, setelah mendorong tubuhku menjauh dengan kasar.Saat melihat punggungnya yang menjauh, aku tertegun.Tunggu.Tatapan apa tadi yang sekilas kurasakan dari dokter psikopat itu?Seperti seseorang yang sedang menanggung kesakitan yang teramat sangat?Dia... sebenarnya kesakitan karena terlalu membenciku, atau sebaliknya?"Dengan serius...."Aku mendesah. Sungguh, aku benar-benar masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ini. Jadi, mantanku tercinta, Dante Richardo, sangat membenciku sampai ingin mencincang-cincang tubuhku menjadi potongan kecil, tapi, di saat bersamaan, dia juga mengatakan bahwa aku harus menikah dengannya? "Dia sepertinya sudah gila."Aku mendesah lagi. Sampai saat ini, aku masih belum bisa merespon apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang, tahu-tahu sekarang aku sudah menjadi istrinya? Sungguh. Ini sangat aneh! Apalagi saat mengingat lagi bagaimana prosesi pernikahan kami yang begitu lancar tadi, seakan-akan sudah disiapkan oleh Richard sejak lama, membuat aku dengan sangat serius mencurigai bahwa Richard sebenarnya sudah mengawasi kehidupanku jauh sebelum kami bertemu lagi hari ini. Proses pernikahan antara aku dan Richard berjalan dengan cepat, lancar dan damai. Saking cepatnya sampai-sampai aku tak sadar bahwa aku kini sudah resmi menjadi istri seorang Dante Rich
Richard tersenyum sinis dan berjalan ke arahku yang sedang buru-buru turun dari ranjang dan bertanya. "Kenapa? Apa aku bahkan tidak boleh masuk ke bagian dari rumahku sendiri?"Nadanya terdengar mengejek, sehingga aku yang merasa malu karena bersenang-senang di kamarnya, menjawab dengan wajah merah padam. "B-bukan. Bukan seperti itu. Silakan lakukan apa pun yang kamu inginkan di sini.... "Richard yang kini berdiri tepat di depanku, mencengkeram lembut kedua pipiku dengan tangannya yang besar. "Kamu tidak akan berpikir kalau ini akan menjadi malam pertama kita, kan?" tanyanya, dengan suara pelan tapi tegas. Mataku seketika terbuka lebar saat mendengar kata malam pertama, sehingga menjawab dengan suara gagap. "Hah? T-tidak. Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa aku—""Tidak mungkin katamu? Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu? Segitu jijiknya kamu sama aku?"Kemarahan berkelebat di kedua matanya, sehingga aku pun menjawab tergesa-gesa dengan suara gugup. "H-hah?! Tentu, tentu saja t
"Istriku sayang, inilah yang dinamakan sebuah ciuman."Richard mengatakan itu, lantas membungkuk dan meraih daguku dengan satu tangan agar aku memandangnya.Lalu, tanpa ragu sama sekali, dia pun menutupi bibirku dengan bibirnya. Saat aku mencoba menarik wajahku ke belakang, dia langsung menopang bagian belakang kepalaku dengan satu tangan untuk mencegahku melarikan diri.Tempat tidurnya sedikit bergoyang. Richard melompat ke tempat tidur dalam sekejap, menopang tubuhnya dengan tangannya dan mengunciku di dalamnya."Mmmmhh!"Aku sedikit berteriak saat lidah Richard mulai bergerak-gerak dengan sungguh-sungguh di mulutku.Mula-mula lidah itu menembus setiap gigi seolah menghitung jumlah gigi di mulutku, lalu masuk lebih dalam dan dengan lembut menggaruk langit-langit mulutku.Meskipun aku tidak pernah punya pengalaman dengan pria lain, tapi aku yakin. Pria ini, suamiku, adalah pencium yang sangat baik.Bibir lembutnya yang menyentuh leherku sungguh merangsang, sehingga aku mengalihkan pa
"Richard di mana?"Pagi hari, saat aku pergi sarapan, ku tanyakan kepada kepala pelayan di mana Richard, suamiku. "Tuan Richard tidak pernah sarapan, Nyonya. Dan beliau sekarang telah berangkat lebih awal untuk pergi ke kantor."Ethan, sang kepala pelayan menjawab. "Hmm, baiklah."Itu cukup bagus, toh aku juga belum tentu berani memandang wajah pria itu setelah kejadian semalam. Meski dia langsung pergi dan terlihat marah karena aku membicarakan hal yang merusak moodnya, aku masih merasa malu dengan ciuman kami. Hari ini aku kembali dibuat kagum dengan pelayanan rumah ini yang seperti hotel bintang lima, makanannya juga sangat enak sehingga aku menghabiskan sarapan dengan hati senang. "Sesuai perintah dari tuan Richard, mulai hari ini Anda akan pindah dan tinggal di kamar utama, di mana tuan Richard juga tidur di sana."Ethan mengatakan itu padaku saat aku selesai sarapan, sedangkan aku yang mendengar berita mengejutkan itu, melongo menatap dirinya. "Hah?"Ini serius? Kenapa...
"Malaikat penyelamat? Apa maksud ucapanmu, Mayes?"Tak ingin menebak-nebak, aku memutuskan untuk bertanya terus terang. "Anda mungkin tidak tahu, tapi, tuan Richard mengalami hal-hal yang cukup sulit karena seorang wanita. Saya benar-benar tidak menyangka, hari di mana beliau akhirnya membuka hati dan kembali mau dengan wanita akan datang seperti ini. Jadi, Anda benar-benar malaikat penyelamat, Nyonya! Andalah yang telah menyembuhkan tuan kami dari trauma kepada wanita, karena ulah wanita jahat saat beliau kuliah!"Mayes menjawab dengan menggebu-gebu, dia bahkan menyumpahi wanita jahat yang telah menyakiti hati Richard dengan penuh semangat, sehingga aku hanya bisa tersenyum kaku mendengarnya. Permisi, Mayes. Wanita jahat yang kamu maksud itu ada di sini, itu aku. "Sebenarnya, sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi semenjak tuan Richard dicampakkan wanita jahat itu, Nyonya."Suara Mayes yang tadinya penuh semangat saat menyumpah, kini terdengar sendu. "Sesuatu yang mengerik
"Siapa... kamu?"Bingung, aku bertanya pada sosok pria asing di depanku. Pria itu balas memandangku dengan kening berkerut, lalu menoleh ke belakang. "Dante, apakah kita salah rumah?" tanya pria itu kepada seseorang yang berjalan mendekat. "Salah rumah? Apa maksudmu?"Suara suamiku terdengar, aku melongok dari bahu pria asing itu untuk melihat Richard. Pria yang tadi bertanya apakah dia salah rumah, bergerak minggir untuk menunjukkan diriku pada Richard. Pada saat itulah, pandanganku dan Richard bertemu. "Tiba-tiba ada seorang wanita muda di rumahmu, bukankah ini aneh? Seperti kita benar-benar salah rumah!" seru pria itu, yang sepertinya sangat shock saat melihat ada wanita di rumah Richard. Richard yang memandangku dengan ekspresi tegas, tanpa mengalihkan pandangannya dariku, memberi jawaban. "Ryuka, sepertinya kita harus menunda membicarakan tentang pekerjaan di rumahku. Ayo bahas masalah itu nanti, sekarang pulanglah ke rumahmu," ucap Richard, masih dengan mengunci pandangan
"Huh, aku... aku di mana? Apa ini di kamarku atau di surga?"Saat aku sadar dari pingsan, aku reflek bergumam seperti itu ketika membuka mata dan melihat langit-langit kamar yang mewah. "Nyonya, Anda sudah sadar! Syukurlah! Anda demam dan pingsan seharian, saya sangat khawatir!!"Suara Mayes yang menggelegar, membuat aku menoleh ke samping. "M-Mayes?"Mayes yang duduk di sampingku sambil memegang tanganku, menjawab dengan wajah khawatir. "Iya, ini saya, Nyonya. Bagaimana keadaan Anda?" tanyanya. Meremas lembut tanganku, seperti sedang menunjukkan kekhawatirannya yang tulus. Aku mengalihkan pandangan dan menatap sekeliling kamar, mencari seseorang. "Di mana Richard, suamiku?" "Beliau sedang pergi ke kantor, apakah Anda perlu minum, ini minumlah dulu? Hati-hati," jawab Mayes seraya mengulurkan segelas air setelah membantuku duduk dengan hati-hati.Moodku langsung memburuk saat mendengar hal itu. Hah, di saat kondisi istrinya seperti ini, dia malah pergi ke kantor? Sangat tidak pun
"R-Richard?"Aku berbalik dengan kaget saat mendapati suamiku sudah berdiri di belakang, sampai anggur yang baru saja masuk ke mulutku, meluncur jatuh. Richard yang sepertinya baru pulang kerja, memungut anggurku yang jatuh ke ranjang dan memasukkan anggur itu ke mulutnya dengan santai. "Hey, anggur itu.... "Aku ingin mengatakan bahwa anggur yang dia makan tadi sudah sempat masuk mulutku, tapi saat melihat Richard yang tampak santai mengunyah anggur itu, aku tak jadi bicara. Richard sedikit membungkuk untuk mengambil anggur lain di piringku, lalu pandangannya tertuju pada layar ponselku. "Oh, apa itu? Apakah kamu sedang asyik menonton pria lain dengan tatapan mesra sambil menghabiskan anggur yang dibeli dengan uangku, Jeany?"Richard mengambil ponselku dengan kening berkerut, menatap pria dalam drama China yang aku tonton. "Ahh, ini.... "Aku tak bisa menjawab. Haaa, apa maksudnya menonton pria lain dengan tatapan mesra? Aku hanya sedang melihat sebuah drama di ponsel! Wajahku
Tubuh Jamie adalah satu-satunya tubuh pria yang pernah dia peluk dan akan selamanya menjadi satu-satunya orang yang dipeluk olehnya. Berada di pelukan pria tegap ini selalu nyaman, Lyodra juga merasa begitu tenang dengan aroma harum dari tubuh Jamie yang terus menemani dirinya sejak masa sulit sampai sekarang. Jadi, setelah berhasil memeluknya lagi, sungguh sangat disayangkan kalau langsung melepaskannya begitu saja, kan? "Terus?" Jamie bertanya lagi, kali ini sambil membenahi rambut Lyodra yang jatuh menutupi pipi gadis itu, lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Sikap yang sangat manis, membuat jantung Lyodra berdebar kencang. "Hati aku. Sakit banget," keluh Lyodra dengan bibir cemberut dan suara manja, masih memeluk Jamie meski sedikit melonggarkan pelukan sehingga bisa menatap wajah tampan Jamie. "Kenapa?" Jamie bertanya dengan suara lembut, yang membuat Lyodra menghela napas panjang dan mengeratkan pelukan. "Om, peluknya lamaan dikit, ya? Kan aku masih sak
"Ahhh, benarkah dia sudah punya pacar?" Lyodra llemas bukan main setelah mendengar gosip tentang Jamie yang dilontarkan Luna saat makan siang tadi. "Jamie sudah berciuman sama cewek bernama Shane itu, apa artinya mereka akan pacaran?" gumam Lyodra dengan wajah murung. Padahal dia baru saja bersuka cita karena perlakuan Jamie pagi ini, tapi sekarang... setelah diangkat tinggi-tinggi seperti itu, dia tiba-tiba seperti dihempaskan ke bumi begitu saja. Sakit. "Secantik apa sih cewek yang namanya nona Shane itu? Sampe bisa menggelayut manja di lengan Jamie?" gerutu Lyodra yang merasa cemburu hanya dengan mendengar ceritanya. Dia tak terima ada gadis yang dekat dengan Jamie, meski pada kenyataannya, dia sendiri bukan siapa-siapa Jamie. "Ahhh, aku nggak terima!" Lyodra yang diserang rasa cemburu yang menggila, mulai men stalking semua hal tentang Nathalie Shane, mulai dari tempat sekolah dan tempat kerjanya sekarang. "Haaaah?? Dia saingankuu??!" Setelah melihat semua ha
Saat Lyodra sedang sibuk memikirkan apakah dia harus menggoda Jamie dan menabrak tembok besi antara dia dan Jamie, Ervyl, si biang gosip mulai melontarkan sesuatu yang membuat semua orang yang ada di meja makan itu terkejut. "Eh, aku tiba-tiba kepikiran loh sejak kemarin, bos kita akhir-akhir ini penampilannya agak beda ya nggak sih? Apa diam-diam di kantor ini ada yang disukai sama si bos?" Suasana mendadak hening mendengar ucapan Ervyl, Andin yang sedang mengunyah makanannya bahkan menghentikan kunyahan. "Jangan bercanda." "Itu nggak mungkin, 'kan?" Andin menyahut, menatap teman-temannya meminta kepastian, sedang Lyodra yang diam-diam tertarik dengan fakta itu, menyimak obrolan dengan semangat. "Eh, serius, deh. Masa kalian nggak merhatiin sih kalo dia itu setiap hari selalu lebih cakep dari hari kemarin?" sahut Ervyl yang masih kukuh pada pendirian kalau sepertinya bos mereka berubah akhir-akhir ini. "Yaelah, Ryl. Dari dulu kali bos kita makin hari makin tampan, kay
Namun, tentu saja tak ada respon atas pertanyaan Jamie tersebut karena Lyodra benar-benar sudah tertidur lelap. "Ya ampun, Lyodra. Gimana bisa ada cewek yang begitu ceroboh kayak kamu," ucapnya. Geleng-geleng kepala. Jamie pun memelankan laju mobil, lalu dengan satu tangan, dia menutupi badan depan Lyodra dengan jas miliknya. "Dasar." Dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang kini benar-benar terlelap dalam tidurnya tersebut. Jamie yang melajukan mobilnya dan kini sudah sampai di rumahnya, dengan hati-hati mengangkat tubuh Lyodra yang sedang tertidur tersebut dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di sana. "Lyodra?" Panggilan Jamie tak mendapat jawaban. Kini Lyodra sudah dia baringkan di ranjang kamarnya, gadis itu tidur dengan sangat nyenyak. Jamie yang berdiri di dekat ranjang menatap gadis yang sedang tertidur dengan wajah damai tersebut seraya menarik napas panjang. "Gadis bodoh," ucapnya pelan. Bisa-bisanya saat sedang bekerja dia malah t
Kini Lyodra sadar sepenuhnya kenapa para karyawan perempuan di kantor Jamie selalu diam-diam histeris tiap kali bertemu bos mereka ini. Pria ini... punya segalanya. Karisma, suara, sikap dingin tapi hangat. Dan tentu saja, pesona yang bahkan bisa membakar siapa pun hanya dengan duduk diam seperti sekarang. "Kenapa memangnya dengan leher dan tulang selangkaku?" tanya Jamie dengan santai, nadanya seperti biasa: tenang, tapi tajam. Seolah dia tahu bahwa tubuhnya adalah godaan terbesar Lyodra. Lyodra menggigit bibir bawah sebelum menjawab pertanyaan bos-nya tersebut. Matanya sempat ingin menatap, tapi cepat-cepat ia alihkan. Keduanya saling pandang beberapa detik—terlalu lama, terlalu sunyi—sebelum Lyodra pura-pura fokus ke jalan lagi. Pura-pura sibuk mengemudi, padahal mobil yang mereka tumpangi adalah mobil pintar. Mobil itu bisa mengemudi sendiri—tapi hati Lyodra? Itu rusak, sejak lama, karena Jamie. Lyodra berdeham satu kali dan menjawab dengan gagap. "Gara-gara lihat it
Jamie sendiri merasa puas dengan kepatuhan Lyodra, bagaimana pun juga dia sangat khawatir jika gadis kecil itu minum dan berakhir mabuk, karena Luke pasti akan memarahinya. Tapi yang lebih jujur, Jamie hanya tak rela ada yang melihat Lyodra kehilangan kontrol—dia ingin gadis itu selalu dalam lindungannya. Pesta berjalan dengan lancar, Jamie yang merasa kasihan jika Lyodra menemani dirinya terlalu larut malam akhirnya memutuskan untuk mengajak Lyodra untuk pulang lebih awal. "Langsung antar saja ke tempat tinggalku," perintah Jamie yang duduk di samping Lyodra yang sedang duduk di balik kemudi, seraya menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka kancing baju yang mencekik leher. Penampilannya berubah menjadi kasual, tapi anehnya terlihat seksi. Terlalu seksi. "Baik, Tuan," jawab Lyodra lalu segera memfokuskan pandangan ke depan karena tidak mau terpergok telah terpesona beberapa detik dengan penampilan bos-nya tersebut. Dia akui, meski image-nya terkenal sebagai pria yang
Setelah seminggu bekerja, Jamie mulai menyesuaikan diri dengan ritme baru. Bekerja dengan Lyodra, meski masih dalam tahap awal, terasa lebih mudah. Keputusan-keputusan kecil yang ia buat untuk melibatkan Lyodra dalam banyak hal—meski tidak selalu diungkapkan dengan kata-kata—terasa seperti pengakuan tak langsung. Jam kerja hampir berakhir, dan Lyodra menyiapkan laporan terakhir untuk Jamie. Namun, ketika ia menyerahkan dokumen yang sudah disiapkan, Jamie berhenti sejenak menatapnya. “Lyodra,” panggilnya, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Ya, Tuan?” Jamie menatapnya, dengan sedikit keraguan di matanya. “Kerja kamu sangat baik. Terima kasih.” Lyodra terkejut, dan senyumnya merekah. “Terima kasih, Tuan Jamie. Itu berarti banyak.” Jamie menatapnya, dan untuk sesaat, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebuah kehangatan yang tak biasa. “Mungkin kamu memang punya potensi lebih dari yang aku kira.” Lyodra hanya bisa tersenyum, meski hatinya berdebar. Lyodra
“Laporan meeting pagi sudah saya susun sesuai format yang biasa Anda gunakan tiga tahun lalu, dan ini data terbaru dari divisi pemasaran. Saya juga siapkan jadwal Anda hari ini, lengkap dengan catatan kecil untuk setiap klien, termasuk preferensi kopi mereka.” Lyodra menyampaikan laporan dengan fasih. Jamie hanya menatap Lyodra selama beberapa detik. Sorot matanya sulit ditebak. Diam. Dingin seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat Lyodra gugup—melainkan kenyataan bahwa ia akhirnya berdiri di hadapan pria itu, bukan sebagai gadis kecil yang dulu, tapi sebagai sekretaris pribadi yang ia harap bisa diandalkan. Luke bersandar ke dinding, mengangkat jempol diam-diam. “Gila. Hari kedua dan semuanya sudah sangat rapi," gumamnya pelan. Luke merasa sangat bangga karena hasil didikannya ternyata luar biasa. Jamie akhirnya bicara. “Bagus. Terus pertahankan seperti ini, Lyodra.” Satu kalimat. Pendek. Tapi cukup membuat Lyodra nyaris menangis bahagia. Ia menunduk sedikit,
Sore itu, langit Jakarta mulai berubah jingga. Di dalam taksi menuju kantor pusat JC Corporation, Lyodra tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Jari-jarinya terus bermain dengan ujung blazer putihnya, sesekali ia menatap bayangannya sendiri di jendela. “Hari ini... aku akan bertemu dia lagi,” gumam Lyodra, suaranya nyaris seperti bisikan. Ingatan itu datang seperti gelombang. Tentang seorang pria muda berjas hitam, dengan tatapan dingin namun tangan yang hangat menyelamatkannya dari mimpi buruk masa lalu. Pria yang ia sebut cinta pertamanya. Pria yang selalu hadir dalam doanya selama bertahun-tahun. Jamie. Taksi berhenti di depan gedung tinggi menjulang dengan logo 'JC Corp' yang elegan dan dingin. Lyodra menatap ke atas, meneguk napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil. “Aku sudah dewasa, Jamie. Aku datang bukan sebagai gadis kecil yang dulu kamu selamatkan, tapi sebagai wanita yang ingin kamu lihat. Yang ingin kamu banggakan.” Setelah menyelesaikan registrasi masuk dan men