"Huh, aku... aku di mana? Apa ini di kamarku atau di surga?"Saat aku sadar dari pingsan, aku reflek bergumam seperti itu ketika membuka mata dan melihat langit-langit kamar yang mewah. "Nyonya, Anda sudah sadar! Syukurlah! Anda demam dan pingsan seharian, saya sangat khawatir!!"Suara Mayes yang menggelegar, membuat aku menoleh ke samping. "M-Mayes?"Mayes yang duduk di sampingku sambil memegang tanganku, menjawab dengan wajah khawatir. "Iya, ini saya, Nyonya. Bagaimana keadaan Anda?" tanyanya. Meremas lembut tanganku, seperti sedang menunjukkan kekhawatirannya yang tulus. Aku mengalihkan pandangan dan menatap sekeliling kamar, mencari seseorang. "Di mana Richard, suamiku?" "Beliau sedang pergi ke kantor, apakah Anda perlu minum, ini minumlah dulu? Hati-hati," jawab Mayes seraya mengulurkan segelas air setelah membantuku duduk dengan hati-hati.Moodku langsung memburuk saat mendengar hal itu. Hah, di saat kondisi istrinya seperti ini, dia malah pergi ke kantor? Sangat tidak pun
"R-Richard?"Aku berbalik dengan kaget saat mendapati suamiku sudah berdiri di belakang, sampai anggur yang baru saja masuk ke mulutku, meluncur jatuh. Richard yang sepertinya baru pulang kerja, memungut anggurku yang jatuh ke ranjang dan memasukkan anggur itu ke mulutnya dengan santai. "Hey, anggur itu.... "Aku ingin mengatakan bahwa anggur yang dia makan tadi sudah sempat masuk mulutku, tapi saat melihat Richard yang tampak santai mengunyah anggur itu, aku tak jadi bicara. Richard sedikit membungkuk untuk mengambil anggur lain di piringku, lalu pandangannya tertuju pada layar ponselku. "Oh, apa itu? Apakah kamu sedang asyik menonton pria lain dengan tatapan mesra sambil menghabiskan anggur yang dibeli dengan uangku, Jeany?"Richard mengambil ponselku dengan kening berkerut, menatap pria dalam drama China yang aku tonton. "Ahh, ini.... "Aku tak bisa menjawab. Haaa, apa maksudnya menonton pria lain dengan tatapan mesra? Aku hanya sedang melihat sebuah drama di ponsel! Wajahku
Merasa pusing karena aroma yang sangatkaya dari Richard, yang kurasakan untuk pertama kalinya, aku lupa bahwa saat ini hanya mengenakan rok dan memperlihatkan dadaku tanpa penghalang apa pun. Hanya saja, tatapan Richard yang menyapu tubuhku, menyebabkan semburan jus cinta mengalir dari bawah.Kepalaku menjadi panas dan erangan basah keluar dari mulutku. Richard mendekat ke arahku yang terengah-engah, menekan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya yang besar dan meraih kedua pergelangan tanganku dan mendorongnya atas. Menguncinya di sana. "Kamu terlihat sangat cantik hari ini, Jeany."Richard mengatakan hal itu dengan suara bersemangat, lantas membungkukkan badannya dan menggigit dadaku. "Ah! Aduh! R-Rich, apa yang...!"Richard hanya tertawa dan menjilat dadaku, menimbulkan sensasi kesemutan yang membuat aku seperti melayang. "Apanya yang apa, Jeany?"Dia malah bertanya dengan suara main-main dan menggigit dadaku lagi. Sehingga aku seketika berteriak dan menjambak rambutnya. Bukannya ma
Richard baru pulang saat dini hari, terlalu terlambat untuk melanjutkan aktivitas yang sebelumnya mereka lakukan. Situasi di rumah sakit tidak sesederhana yang dia bayangkan dan Richard terjebak di ruang operasi selama berjam-jam. Begitu masuk kamar, dia melihat bagaimana istrinya yang dan sangat cantik, tengah tertidur dalam posisi duduk di sofa. Sepertinya Jeany berusaha menepati janji untuk tidak tidur, sehingga menunggu Richard di sofa. Tapi karena ini sudah terlalu lama, dia pasti tertidur sebab terlalu lelah menunggu. "Manis sekali," gumam Richard, tersenyum lebar dan berjalan cepat menuju ke arah Jeany. "Sayang, aku sudah pulang."Richard mengatakan hal itu sambil duduk bertumpu lutut di depan Jeany, dia mendongak dan mengelus lembut pipi Jeany, merasa sangat senang karena setelah bertahun-tahun hidup tersiksa dengan mimpi buruk saat ditolak dan diabaikan Jeany, kini wanita itu ada di depannya dan dengan setia menunggu dia pulang. "Sakit kalau lama-lama tidur seperti ini,"
"Ha, Jeany...."Dia duduk di antara.kedua kaki Jeany dan menyiksa tubuh bagian bawah wanita itu dengan gerakan yang lebih biadab dari sebelumnya.Richard.membuka area berdaging itu lebar-lebar dan tanpa ampun mencubit dan menggaruk klitoris yang tersembunyi di dalamnya, berulang kali memasukkan dan menarik jari tengahnya yang tebal ke dalam.lubang yang berdenyut itu. Berbeda dengan tangan kurus wanita, tangan pria berperawakan tebal mampu meremas dan meremukkan daging sensitif di dalamnya hanya dengan memasukkan satu jari di antara Iabia.Klitoris yang bergairah dan ereksi dihancurkan di sana-sini di bawah tangan Richard,.memberikan sensasi yang lebih erotis. Saat dia gemetar karena kenikmatan yang memusingkan, Richard tersenyum bahagia. "Aku merasa senyaman ini bahkan ketikakamu sedang tidur... seberapa baik perasaankujika kamu terjaga, Jeany?"Richard menggumamkam sesuatu dan tertawa pelan. Namun, tangan yang menggosok klitoris Jeany tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti."Istri
"Hmm, bagaimana, ya? Apakah kalian bertengkar semalam?"Mayes memandangku dan bertanya, sehingga dengan panik aku segera menggeleng, takut jika Mayes menemukan kejanggalan dalam hubungan pernikahan antara aku dan Richard. "Bertengkar? Itu tidak mungkin!" sanggahku, segera mengambil air di gelas dan ku minum sampai habis untuk menyingkirkan panik. Mayes sepertinya mengawasi seluruh tindak tandukku, tapi untungnya tidak bicara apa-apa. "Oh, lalu kenapa Anda bertanya kondisi tuan tadi malam pada saya, Nyonya?"Mayes memasang ekspresi polos, tapi aku benar-benar jadi ragu sebenarnya dia tidak lah se polos itu. Aku juga curiga kalau sebenarnya Mayes bukanlah di pihakku. Yah, dia anak buah siapa? Tentu saja Mayes akan selalu di pihak Richard. "Tidak, tidak ada apa-apa," jawabku sambil mengibaskan tangan, berusaha terlihat tak bermasalah sama sekali dan memasang wajah cuek. Entah kenapa saat ini aku takut menunjukkan kelemahan di depan Mayes. Apalagi mengingat fakta bahwa dia sangat be
"Tapi apa, Rich? Apa aku harus memakai masker atau bagaimana, agar tidak dilihat pria lain?"Suara jernih Jeany mengalir melewati earphone yang terpasang di telinga Richard, membuat pria yang sedang duduk di depan meja kerjanya itu secara reflek tersenyum. Suara istrinya sangat manis, sampai-sampai membuat Richard yang sedang pusing karena pekerjaan yang tak ada habisnya, merasa rileks sedikit. Richard sangat senang mendengar suara Jeany di pagi hari, tapi alih-alih menjawab pertanyaan istrinya dengan lembut, Richard malah berbicara dengan suara kaku untuk menutupi kegembiraannya. "Hm, tidak usah. Dandanlah secantik mungkin, aku sedang sangat capek karena pekerjaan jadi aku tidak mau melihat dirimu kucel saat ke sini.""B-baiklah! Aku akan dandan secantik mungkin!"Jeany menjawab dengan gugup, sedangkan Richard langsung menggeleng. "Tidak, tidak. Jangan terlalu cantik, yang biasa saja. Mengerti maksudku, kan?""M-mengerti, Rich," jawab Jeany, yang membuat Richard tertawa tanpa suar
"Huuh, kenapa dia sangat berhati dingin?!" sungutku saat membaca balasan pesan dari Richard, setelah aku mengirim gaya dandananku yang akan pergi ke rumah sakit tempat dia bekerja untuk mengantar makan siang.Bagaimana tidak? Bukannya menjawab bagus atau apa, Richard hanya menulis balasan satu kata: 'oke'. Ya! Hanya itu! "Rasanya kecantikanku yang paripurna ini benar-benar tak terlihat di mata pria dingin seperti Richard," dengusku sambil cemberut. Dia tadi mengatakan bahwa aku tidak boleh kucel karena dia sedang pusing dengan pekerjaan, menyuruh dandan yang cantik tapi tidak terlalu cantik, lalu, setelah usaha kerasku untuk berdandan agar stress nya mereda, dia tak memuji sama sekali dan hanya bilang oke. "Aaah, aku lupa. Aku kan menikah dengan manusia robot. Mana sadar dia dengan kecantikanku?"Aku mencoba menghibur diri dengan mengatakan hal itu dan mulai berangkat menuju rumah sakit, tapi setiap kali ingat bagaimana dia menjawab sangat singkat dan seperti tanpa jiwa, aku mere
"Luana? Bolehkah?" Pria itu meminta izin untuk menjilati leher dan dadanya yang penuh keringat. Saat Luana dengan malu-malu mengangguk, Kyle segera dengan tekun melakukan apa yang dia inginkan. Kyle baru tahu, bahwa keringat gadis ini ketika sedang terangsang ternyata bisa membantu mengembalikan kekuatan miliknya yang sempat menghilang. Magic stone bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan ini. Saat keringat Luana habis dijilat oleh Kyle, kyle memandang Luana dengan ekspresi lapar. "Lun, cara bikin kamu berkeringat bagaimana?" bisiknya dengan suara menggoda, membuat gadis itu memandang Kyle dengan pipi merona merah, sementara Kyle menggesek penis miliknya yang sudah tegak di antara paha Luana. "Kenapa tiba-tiba ingin membuat saya berkeringat, Tuan?" Luana yang gugup, sampai tanpa sadar berbicara formal kepada Kyle. Kyle tidak menjawab, malah melesak kan mulutnya di buah dada Luana yang benar-benar menggoda, membuat gadis itu mengerang pelan dan menggeliat. "Hah
"Kamu tahu.... " Kyle berkata dengan napas tersengal-sengal. "Cuma tubuh kamu yang bisa membuat suhu tubuhku hangat kembali, Luana," lanjutnya dengan suara lemah. Mendengar itu, Luana tanpa ragu segera berdiri dan melempar jas yang ia pakai ke lantai. "Baiklah. Aku akan melakukannya, aku akan melakukan hal itu, Kyle. Aku akan melakukan apa pun! Kamu harus sembuh, kamu nggak boleh pergi!" teriak Luana dengan penuh tekad. Gadis itu segera berlari ke pintu untuk menguncinya dan menepuk tangan satu kali sebagai sensor lampu, membuat ruangan itu seketika gelap gulita. "Kyle, tunggu. Aku akan membantumu!" Luana tanpa ragu dia melepas blush hijau muda yang dia pakai dan melempar bra miliknya ke lantai, kemudian dengan tubuh atas tanpa memakai apa pun, mulai naik ke atas tubuh Kyle yang terbaring di sofa. "Kamu percaya sama aku, oke? Aku akan melakukan seperti saat membuat kamu bisa kembali normal ketika SMA, aku akan membuat kamu sembuh lagi, Kyle. Jangan pergi dulu, jang
Jam kerja selesai. Kyle semakin panik saat melihat Luana yang mulai berkemas, sementara Jasmine dan Gio belum juga meninggalkan meja kerja mereka. Kyle memutar otak untuk mencari cara supaya Luana masuk ke dalam ruangannya tanpa membuat Gio dan Jasmine tahu sehingga kedua makhluk brengsek itu tidak merecoki pertemuan mereka dengan alasan yang mengada-ada. Sementara itu, sakit kepala Kyle semakin parah dan demamnya mulai tinggi. Kyle meraih ponsel di meja, mengetik sesuatu dengan jemari yang gemetar karena demam. [Lun.] Bahkan untuk mengirimkan pesan singkat seperti itu, Kyle membutuhkan usaha yang sangat keras. Kepalanya seperti berputar-putar dan demam yang dideritanya membuat pria itu tidak fokus. Matanya sampai menyipit untuk menyelesaikan chat yang ia kirim ke Luana. [Sini, ke aku.] Tak sanggup lagi mengetik banyak, Kyle melempar ponselnya dan memijat kepala yang seperti meledak. Dia tak sanggup menahan sakit ini lagi, sepertinya magic stone yang dipinjamk
Gio lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi licik, sebelum kemudian menjawab. "Karena aku yang menukar sendiri barang itu sebelum sampai ke Kyle, jadi tentu saja aku tahu." Ekor mata Gio melirik ke Kyle yang sedang memijat keningnya dengan ekspresi puas. "Sayangnya, karena kekuatannya melemah, Kyle bahkan nggak sadar kalau barang itu palsu dan terus bergantung pada benda itu seperti orang bodoh," lanjutnya dengan bibir mencibir. "Kamu gila!" Jasmine berseru, menggeleng tak percaya, tapi juga salut pada pria yang sepertinya lebih kuat dari Kyle ini. Sepertinya, pria yang wajahnya mirip Kyle ini sedang tidak berbohong, kini Jasmine baru menyadari bahwa aura Kyle hari ini, memang tidak sekuat dan semenusuk biasanya. "Sekarang, kamu percaya padaku, kan?" Gio bertanya dengan ekspresi penuh kemenangan. Jasmine ingin mengangguk tapi dia sadar bahwa harus berhati-hati dengan pria di sampingnya ini, jadi dia menjawab. "Aku masih harus berpikir lebih dalam lagi." Gio yang
"Kamu bicara apa? Aku nggak ngerti." Masih seperti sebelumnya, Jasmine menjawab ketus perkataan Gio. Gio hanya tertawa geli melihat reaksinya tersebut, menyandarkan punggung ke kursi dengan kedua tangan bersilang di dada. "Nggak usah pura-pura polos." Ucapan sinis Gio itu, direspons Jasmine dengan kerutan kening. "Aku nggak tahu apa maksud kamu ngomong seperti itu tadi, dan aku nggak paham, siapa yang tadi kamu panggil gadis setengah vampir," sergah Jasmine dengan nada tersinggung. Gio tidak menjawab, tapi segera menjentikkan jemarinya dengan santai. Wajah Jasmine memucat saat Gio menunjukkan bukti, bahwa dirinya juga bukan manusia biasa. Bahkan tingkat kekuatannya di atas Jasmine. "K-kamu.... " Jasmine tak bisa berkata-kata. "Santai saja," ucap Gio sambil menyugar rambut peraknya dengan santai saat melihat wajah pucat Jasmine. "Aku tahu, tujuan kita sama," lanjutnya seraya melirik ke arah Kyle, yang diikuti oleh lirikan mata Jasmine. "Kamu...." Gio menunjuk dada Jas
"Minggir." Jasmine yang sudah kini berada di depan mereka, menatap Luana dengan muka ditekuk. "Pindah posisi," lanjutnya judes, bibirnya yang bergincu merah terang maju beberapa centimeter. "Eh, kenapa?" Luana yang tak tahu maksud kedatangan Jasmine ke meja kerjanya, bertanya dengan bingung. Sementara gadis tinggi semampai yang kini memakai dress hitam selutut dan terbalut jas warna krem tersebut menatap Luana dengan gerah. "Aku sekarang kerja di sini menggantikan Katy, geser. Jauh-jauh dari aku, jangan terlalu dekat," ucapnya ketus. Luana dengan masih linglung, menatap tak percaya apa yang sedang didengarnya saat ini. "Cepetan. Dasar lelet." Keluhan yang keluar dari mulut jasmine tersebut membuat Luana segera mengangkat barang-barangnya dan bergeser, tapi kemudian kembali lagi. Dia menaruh barang-barang miliknya itu di tempat semula dan memberanikan diri menatap Jasmine yang duduk di sebelah Gio dan sibuk dengan ponselnya. "Kalau kamu menggantikan tempat Katy,
"Halo, Sayangku." Seorang pria menyapa Luana dengan begitu mesra. Luana memandang pria dengan rambut berwarna perak seperti bulan purnama dan memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih itu dengan setengah hati. "Siapa yang kamu panggil sayang?" ketusnya dengan bibir cemberut. Gio yang kini berdiri di depan meja kerja Luana tersenyum-senyum sendiri dengan ekspresi menggoda. "Siapa lagi memangnya kalau bukan kamu? Nggak ada makhluk mungil yang terlihat sangat imut di mataku kecuali kamu, Luana sayang." Mendengar itu Ahra hanya memutar bola matanya dengan ekspresi bosan. "Nggak usah gombal, aku tahu kamu bukan Kyle," balas Luana, masih dengan muka ditekuk. Dia masih kesal dengan vampir ini karena wajahnya mirip Kyle, sehingga dirinya pernah mengalami insiden salah mengenali orang beberapa kali. Terlepas dari pria inilah yang telahmenyelamatkan dirinya dengan dari teror vampir baru di pulau itu, Luana nmasih tidak bisa melupakan rasa kesalnya. Gio tertawa geli d
"Aku tidak perlu bertemu orang itu untuk menilai bagaimana dia, Kyle," jawab tuan Ivander dengan tegas. Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan ayahnya tersebut. "Ayah selalu mengajariku bahwa kita harus bertatap mata dengan seseorang agar tahu bagaimana dia sebenarnya.Ucapan ayah sekarang penuh kontradiksi, Yah," sindir Kyle dengan tajam, sedang sang ayah hanya mengendikkan bahu. "Aku nggak peduli," jawab tuan Ivander, acuh tak acuh. Kyle hanya menyugar rambutnya ke belakang. kehabisan kata-kata. "Jasmine dan kamu punya kesamaan, kalian pasti akan bahagia jika menikah, Nak. Nasibmu tidak akan seperti ayah kalau kamu menikah dengan Jasmine." Tuan Ivander mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Ada luka yang dalam di sorot matanya saat menyebut tentang nasibnya sendiri. Melihat Kyle yang terdiam, ayahnya melanjutkan. "Kalian sama-sama anak yang lahir dari pasangan manusia dan vampir, jadi, jika kalian menikah, tidak akan ada yang berkorban atau ditinggalkan. Kamu akan
"Ayah." Istirahat makan siang, sambil menahan pening kepala, Kyle mendatangi ayahnya yang merupakan pemimpin mafia sekaligus pemilik utama Zeus group. "Hm." Tuan Ivander yang duduk di meja kerja nya, mendongak sebentar sebelum kemudian fokus lagi dengan pekerjaannya. "Aku ke sini karena urusan yang sangat penting," ucap Kyle memulai pembicaraan, duduk di kursi depan meja kerja ayahnya dengan tangan terkepal. "Bicara saja." Tuan Ivander menjawab dingin sembari melirik sedikit putra satu-satunya. Alasan ayahnya tak pernah mau melihat Kyle sering-sering, sebenarnya karena setiap kali menatap putra satu-satunya itu, dia selalu ingat kepada sang istri yang begitu dicintainya. Namun, Kyle salah paham. Dia mengira sang ayah membenci dirinya karena telah menjadi penyebab kematian sang ibu saat melahirkan dirinya. Itulah kenapa hubungan keduanya bagai api dan minyak dalam berbagai hal, karena itu biasanya Kyle paling menghindari jika bertemu harus bertemu dengan orang tua