"Istriku sayang, inilah yang dinamakan sebuah ciuman."
Richard mengatakan itu, lantas membungkuk dan meraih daguku dengan satu tangan agar aku memandangnya.Lalu, tanpa ragu sama sekali, dia pun menutupi bibirku dengan bibirnya. Saat aku mencoba menarik wajahku ke belakang, dia langsung menopang bagian belakang kepalaku dengan satu tangan untuk mencegahku melarikan diri.Tempat tidurnya sedikit bergoyang. Richard melompat ke tempat tidur dalam sekejap, menopang tubuhnya dengan tangannya dan mengunciku di dalamnya."Mmmmhh!"Aku sedikit berteriak saat lidah Richard mulai bergerak-gerak dengan sungguh-sungguh di mulutku.Mula-mula lidah itu menembus setiap gigi seolah menghitung jumlah gigi di mulutku, lalu masuk lebih dalam dan dengan lembut menggaruk langit-langit mulutku.Meskipun aku tidak pernah punya pengalaman dengan pria lain, tapi aku yakin. Pria ini, suamiku, adalah pencium yang sangat baik.Bibir lembutnya yang menyentuh leherku sungguh merangsang, sehingga aku mengalihkan pandangan secara reflek.Richard segera menyentuh pipiku dan mengarahkan wajahku menghadap ke arahnya."Lihat aku, Jeany."Lidah merah Richard menjilat bibirku, warnanya sama dengan milikku. Penampilannya begitu sensual dan luar biasa sehingga aku memejamkan mata."Aku sdah bilang kalau kamu buat harus lihat wajah suamimu, Jeany."Dia memperingatkan. Suaranya yang tegas membuat aku merinding.Perlahan aku membuka mataku, dan Richard tersenyum padaku seolah aku telah melakukan pekerjaan dengan baik sebelum menggigit bibir bawahku.Saat aku tersentak dan tanpa sadar dan membuka mulutku, segumpal daging panas menembus ke dalam sana.Lidah Richard mengusap lembut bagian dalam mulutku, tidak cepat maupun lambat. Saat dia terus menstimulasiku, perasaan mendesak yang aku tidak tahu sedang terbangun muncul di dalam diriku.Panas menggenang di perutku dan menyapuku dalam gelombang.Tanpa diminta, tubuhku melompat dan menekan dada Richard yang kokoh, dan baru setelah aku merasakan daging orang lain menempel di tubuhku, nafsuku sedikit mereda."Mm, ahh."Erangan yang keluar dari sela-sela gigiku, membuat pria yang sedang menciumku itu tersenyum.Richard menarik diri, tampak puas dengan reaksiku. Aku yang merasa frustasi dengan ciuman yang luar biasa ini, tanpa sadar dengan berani menjambak rambut hitamnya dengan penuh semangat, mendambakan bibir pria itu dengan rakus. Tenggorokanku kering karena air liur yang manis dan hangat."Haah, haah, haah."Aku terus mengeluarkan suara erangan aneh, sementara dadaku rasanya ingin meledak karena sensasi ciuman yang begitu panas."Bagus, Jeany. Jangan ditahan," bisik Richard, membelai lembut leherku dengan lidahnya yang panas, sehingga tubuhku gemetar secara reflek. Perasaan aneh membanjiri diriku seperti ektasi.Ciuman pria ini benar-benar membuat aku gila sehingga membuat aku menginginkan lebih dan lebih.Richard yang terlihat sangat senang dengan erangan yang keluar dari mulutku, menciumku lebih dalam dan dalam. Lidah kami kembali terjerat dan jantungku berdegup sangat kencang.Setiap kali kami berciuman, aku seperti kehilangan jiwaku. Apalagi saat berpikir bahwa bagaimana pria yang sangat tampan ini, terlihat begitu menginginkan diriku."Rich, ahh."Ciuman Richard semakin memanas, dia sungguh pencium yang handal.Saat aku sibuk memikirkan siapa wanita yang sering dicium oleh Richard, tiba-tiba suamiku itu menatap mataku dan melepaskan bibirnya."Sepertinya kamu punya waktu untuk memikirkanhal lain, istriku.""Apa? Oh!"Bibirnya nmenyentuh tengkukku. Sensasi yang dia berikan membuat aku menjerit tanpa sadar."Tunggu! Tunggu!"Aku tiba-tiba ingat jika harus mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada Richard, jadi aku meraih bahunya dan mendorongnya. Meski begitu, dia menjilat leherku dan akhirnya mulai menggigit dan menghisap."Tunggu! Rich... ada yang ingin kukatakan!" seruku lagi.Ketika aku terus berteriak bahwa aku ingin mengatakan sesuatu, Richard menarik leherkudengan keras dan menjauh."Dalam situasi ini... apa yang ingin kamu katakan, Jeany?"Aku bisa merasakan suaranya sangat pelan, terlihat terganggu dengan interupsi dariku.Meski begitu, bibirnya kembali mendekat dan menyentuh leherku sehingga tubuhku rasanya mendingin karena stimulasi.Richard sepertinya sama denganku, dari gerakannya yang tak sabar, aku yakin dia sedang terangsang karena ciuman kami ini.Meski begitu, aku harus tetap mengatakan ini demi keselamatan jiwaku."Janjimu. jangan lupa. Kamu harus menepati janjimu untuk tidak langsung membunuhku setelah kita menikah, Rich."Segera setelah aku selesai berbicara, mata suamiku yang tampan itu, yang awalnya dipenuhi panas, mendingin dengan cepat.Gemetar, aku sedikit menghindari memandangnya agar tidak terlihat kalau tidak terlalu peduli dengan situasi Richard sekarang.Aku harus mendapatkan janji itu, demi mengamankan masa depanku!Bagaimana jika setelah dia puas menciumku, dia langsung membunuhku? Itu sangat menakutkan."Jeany."Richard yang beberapa saat lalu mundur dengan ekspresi terganggu, kini mendekatkan wajahnya dan menatap mataku dengan dingin."Kalau kamu melakukan tugasmu dengan baik sebagai istriku, aku tidak akan berkata apa-apa lagi."Mendengar kata-kata Richard itu, aku memandangnya dalam diam, lega.Untuk saat ini, bendera kematian yang menakutkan itu telah menjauh dariku."Tadi sudah cukup bagiku untuk merasa puas."Mendengar kata-katanya yang ambigu, aku bertanya dengan kebingungan."Maksudnya itu apa—""Jangan bicara lagi, Jeany."Richard memotong dengan dingin, dia hanya mengatakan apa yang ingin dia katakan, seolah menolak untuk berbicara lebi jauh.Apa yang membuat dia cukup puas? Apakah itu ciuman kami tadi?Meski aku masih kebingungan, Richard sepertinya tak berniat memberi tahu lebih jauh."Aku rasa aku tidak akan bisa mengendalikan diri jika tetap di sini," ucapnya tiba-tiba.Richard mengatakan itu dan menutup mulutku dengan bibirnya sendiri tanpa harus membuka mulutku lagi.Itu adalah ciuman yang sangat intens danmengerikan, sangat berbeda dari ciumansebelumnya."Richard di mana?"Pagi hari, saat aku pergi sarapan, ku tanyakan kepada kepala pelayan di mana Richard, suamiku. "Tuan Richard tidak pernah sarapan, Nyonya. Dan beliau sekarang telah berangkat lebih awal untuk pergi ke kantor."Ethan, sang kepala pelayan menjawab. "Hmm, baiklah."Itu cukup bagus, toh aku juga belum tentu berani memandang wajah pria itu setelah kejadian semalam. Meski dia langsung pergi dan terlihat marah karena aku membicarakan hal yang merusak moodnya, aku masih merasa malu dengan ciuman kami. Hari ini aku kembali dibuat kagum dengan pelayanan rumah ini yang seperti hotel bintang lima, makanannya juga sangat enak sehingga aku menghabiskan sarapan dengan hati senang. "Sesuai perintah dari tuan Richard, mulai hari ini Anda akan pindah dan tinggal di kamar utama, di mana tuan Richard juga tidur di sana."Ethan mengatakan itu padaku saat aku selesai sarapan, sedangkan aku yang mendengar berita mengejutkan itu, melongo menatap dirinya. "Hah?"Ini serius? Kenapa...
"Malaikat penyelamat? Apa maksud ucapanmu, Mayes?"Tak ingin menebak-nebak, aku memutuskan untuk bertanya terus terang. "Anda mungkin tidak tahu, tapi, tuan Richard mengalami hal-hal yang cukup sulit karena seorang wanita. Saya benar-benar tidak menyangka, hari di mana beliau akhirnya membuka hati dan kembali mau dengan wanita akan datang seperti ini. Jadi, Anda benar-benar malaikat penyelamat, Nyonya! Andalah yang telah menyembuhkan tuan kami dari trauma kepada wanita, karena ulah wanita jahat saat beliau kuliah!"Mayes menjawab dengan menggebu-gebu, dia bahkan menyumpahi wanita jahat yang telah menyakiti hati Richard dengan penuh semangat, sehingga aku hanya bisa tersenyum kaku mendengarnya. Permisi, Mayes. Wanita jahat yang kamu maksud itu ada di sini, itu aku. "Sebenarnya, sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi semenjak tuan Richard dicampakkan wanita jahat itu, Nyonya."Suara Mayes yang tadinya penuh semangat saat menyumpah, kini terdengar sendu. "Sesuatu yang mengerik
"Siapa... kamu?"Bingung, aku bertanya pada sosok pria asing di depanku. Pria itu balas memandangku dengan kening berkerut, lalu menoleh ke belakang. "Dante, apakah kita salah rumah?" tanya pria itu kepada seseorang yang berjalan mendekat. "Salah rumah? Apa maksudmu?"Suara suamiku terdengar, aku melongok dari bahu pria asing itu untuk melihat Richard. Pria yang tadi bertanya apakah dia salah rumah, bergerak minggir untuk menunjukkan diriku pada Richard. Pada saat itulah, pandanganku dan Richard bertemu. "Tiba-tiba ada seorang wanita muda di rumahmu, bukankah ini aneh? Seperti kita benar-benar salah rumah!" seru pria itu, yang sepertinya sangat shock saat melihat ada wanita di rumah Richard. Richard yang memandangku dengan ekspresi tegas, tanpa mengalihkan pandangannya dariku, memberi jawaban. "Ryuka, sepertinya kita harus menunda membicarakan tentang pekerjaan di rumahku. Ayo bahas masalah itu nanti, sekarang pulanglah ke rumahmu," ucap Richard, masih dengan mengunci pandangan
"Huh, aku... aku di mana? Apa ini di kamarku atau di surga?"Saat aku sadar dari pingsan, aku reflek bergumam seperti itu ketika membuka mata dan melihat langit-langit kamar yang mewah. "Nyonya, Anda sudah sadar! Syukurlah! Anda demam dan pingsan seharian, saya sangat khawatir!!"Suara Mayes yang menggelegar, membuat aku menoleh ke samping. "M-Mayes?"Mayes yang duduk di sampingku sambil memegang tanganku, menjawab dengan wajah khawatir. "Iya, ini saya, Nyonya. Bagaimana keadaan Anda?" tanyanya. Meremas lembut tanganku, seperti sedang menunjukkan kekhawatirannya yang tulus. Aku mengalihkan pandangan dan menatap sekeliling kamar, mencari seseorang. "Di mana Richard, suamiku?" "Beliau sedang pergi ke kantor, apakah Anda perlu minum, ini minumlah dulu? Hati-hati," jawab Mayes seraya mengulurkan segelas air setelah membantuku duduk dengan hati-hati.Moodku langsung memburuk saat mendengar hal itu. Hah, di saat kondisi istrinya seperti ini, dia malah pergi ke kantor? Sangat tidak pun
"R-Richard?"Aku berbalik dengan kaget saat mendapati suamiku sudah berdiri di belakang, sampai anggur yang baru saja masuk ke mulutku, meluncur jatuh. Richard yang sepertinya baru pulang kerja, memungut anggurku yang jatuh ke ranjang dan memasukkan anggur itu ke mulutnya dengan santai. "Hey, anggur itu.... "Aku ingin mengatakan bahwa anggur yang dia makan tadi sudah sempat masuk mulutku, tapi saat melihat Richard yang tampak santai mengunyah anggur itu, aku tak jadi bicara. Richard sedikit membungkuk untuk mengambil anggur lain di piringku, lalu pandangannya tertuju pada layar ponselku. "Oh, apa itu? Apakah kamu sedang asyik menonton pria lain dengan tatapan mesra sambil menghabiskan anggur yang dibeli dengan uangku, Jeany?"Richard mengambil ponselku dengan kening berkerut, menatap pria dalam drama China yang aku tonton. "Ahh, ini.... "Aku tak bisa menjawab. Haaa, apa maksudnya menonton pria lain dengan tatapan mesra? Aku hanya sedang melihat sebuah drama di ponsel! Wajahku
Merasa pusing karena aroma yang sangatkaya dari Richard, yang kurasakan untuk pertama kalinya, aku lupa bahwa saat ini hanya mengenakan rok dan memperlihatkan dadaku tanpa penghalang apa pun. Hanya saja, tatapan Richard yang menyapu tubuhku, menyebabkan semburan jus cinta mengalir dari bawah.Kepalaku menjadi panas dan erangan basah keluar dari mulutku. Richard mendekat ke arahku yang terengah-engah, menekan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya yang besar dan meraih kedua pergelangan tanganku dan mendorongnya atas. Menguncinya di sana. "Kamu terlihat sangat cantik hari ini, Jeany."Richard mengatakan hal itu dengan suara bersemangat, lantas membungkukkan badannya dan menggigit dadaku. "Ah! Aduh! R-Rich, apa yang...!"Richard hanya tertawa dan menjilat dadaku, menimbulkan sensasi kesemutan yang membuat aku seperti melayang. "Apanya yang apa, Jeany?"Dia malah bertanya dengan suara main-main dan menggigit dadaku lagi. Sehingga aku seketika berteriak dan menjambak rambutnya. Bukannya ma
Richard baru pulang saat dini hari, terlalu terlambat untuk melanjutkan aktivitas yang sebelumnya mereka lakukan. Situasi di rumah sakit tidak sesederhana yang dia bayangkan dan Richard terjebak di ruang operasi selama berjam-jam. Begitu masuk kamar, dia melihat bagaimana istrinya yang dan sangat cantik, tengah tertidur dalam posisi duduk di sofa. Sepertinya Jeany berusaha menepati janji untuk tidak tidur, sehingga menunggu Richard di sofa. Tapi karena ini sudah terlalu lama, dia pasti tertidur sebab terlalu lelah menunggu. "Manis sekali," gumam Richard, tersenyum lebar dan berjalan cepat menuju ke arah Jeany. "Sayang, aku sudah pulang."Richard mengatakan hal itu sambil duduk bertumpu lutut di depan Jeany, dia mendongak dan mengelus lembut pipi Jeany, merasa sangat senang karena setelah bertahun-tahun hidup tersiksa dengan mimpi buruk saat ditolak dan diabaikan Jeany, kini wanita itu ada di depannya dan dengan setia menunggu dia pulang. "Sakit kalau lama-lama tidur seperti ini,"
"Ha, Jeany...."Dia duduk di antara.kedua kaki Jeany dan menyiksa tubuh bagian bawah wanita itu dengan gerakan yang lebih biadab dari sebelumnya.Richard.membuka area berdaging itu lebar-lebar dan tanpa ampun mencubit dan menggaruk klitoris yang tersembunyi di dalamnya, berulang kali memasukkan dan menarik jari tengahnya yang tebal ke dalam.lubang yang berdenyut itu. Berbeda dengan tangan kurus wanita, tangan pria berperawakan tebal mampu meremas dan meremukkan daging sensitif di dalamnya hanya dengan memasukkan satu jari di antara Iabia.Klitoris yang bergairah dan ereksi dihancurkan di sana-sini di bawah tangan Richard,.memberikan sensasi yang lebih erotis. Saat dia gemetar karena kenikmatan yang memusingkan, Richard tersenyum bahagia. "Aku merasa senyaman ini bahkan ketikakamu sedang tidur... seberapa baik perasaankujika kamu terjaga, Jeany?"Richard menggumamkam sesuatu dan tertawa pelan. Namun, tangan yang menggosok klitoris Jeany tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti."Istri
"Luana? Bolehkah?" Pria itu meminta izin untuk menjilati leher dan dadanya yang penuh keringat. Saat Luana dengan malu-malu mengangguk, Kyle segera dengan tekun melakukan apa yang dia inginkan. Kyle baru tahu, bahwa keringat gadis ini ketika sedang terangsang ternyata bisa membantu mengembalikan kekuatan miliknya yang sempat menghilang. Magic stone bahkan tak ada apa-apanya dibandingkan ini. Saat keringat Luana habis dijilat oleh Kyle, kyle memandang Luana dengan ekspresi lapar. "Lun, cara bikin kamu berkeringat bagaimana?" bisiknya dengan suara menggoda, membuat gadis itu memandang Kyle dengan pipi merona merah, sementara Kyle menggesek penis miliknya yang sudah tegak di antara paha Luana. "Kenapa tiba-tiba ingin membuat saya berkeringat, Tuan?" Luana yang gugup, sampai tanpa sadar berbicara formal kepada Kyle. Kyle tidak menjawab, malah melesak kan mulutnya di buah dada Luana yang benar-benar menggoda, membuat gadis itu mengerang pelan dan menggeliat. "Hah
"Kamu tahu.... " Kyle berkata dengan napas tersengal-sengal. "Cuma tubuh kamu yang bisa membuat suhu tubuhku hangat kembali, Luana," lanjutnya dengan suara lemah. Mendengar itu, Luana tanpa ragu segera berdiri dan melempar jas yang ia pakai ke lantai. "Baiklah. Aku akan melakukannya, aku akan melakukan hal itu, Kyle. Aku akan melakukan apa pun! Kamu harus sembuh, kamu nggak boleh pergi!" teriak Luana dengan penuh tekad. Gadis itu segera berlari ke pintu untuk menguncinya dan menepuk tangan satu kali sebagai sensor lampu, membuat ruangan itu seketika gelap gulita. "Kyle, tunggu. Aku akan membantumu!" Luana tanpa ragu dia melepas blush hijau muda yang dia pakai dan melempar bra miliknya ke lantai, kemudian dengan tubuh atas tanpa memakai apa pun, mulai naik ke atas tubuh Kyle yang terbaring di sofa. "Kamu percaya sama aku, oke? Aku akan melakukan seperti saat membuat kamu bisa kembali normal ketika SMA, aku akan membuat kamu sembuh lagi, Kyle. Jangan pergi dulu, jang
Jam kerja selesai. Kyle semakin panik saat melihat Luana yang mulai berkemas, sementara Jasmine dan Gio belum juga meninggalkan meja kerja mereka. Kyle memutar otak untuk mencari cara supaya Luana masuk ke dalam ruangannya tanpa membuat Gio dan Jasmine tahu sehingga kedua makhluk brengsek itu tidak merecoki pertemuan mereka dengan alasan yang mengada-ada. Sementara itu, sakit kepala Kyle semakin parah dan demamnya mulai tinggi. Kyle meraih ponsel di meja, mengetik sesuatu dengan jemari yang gemetar karena demam. [Lun.] Bahkan untuk mengirimkan pesan singkat seperti itu, Kyle membutuhkan usaha yang sangat keras. Kepalanya seperti berputar-putar dan demam yang dideritanya membuat pria itu tidak fokus. Matanya sampai menyipit untuk menyelesaikan chat yang ia kirim ke Luana. [Sini, ke aku.] Tak sanggup lagi mengetik banyak, Kyle melempar ponselnya dan memijat kepala yang seperti meledak. Dia tak sanggup menahan sakit ini lagi, sepertinya magic stone yang dipinjamk
Gio lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi licik, sebelum kemudian menjawab. "Karena aku yang menukar sendiri barang itu sebelum sampai ke Kyle, jadi tentu saja aku tahu." Ekor mata Gio melirik ke Kyle yang sedang memijat keningnya dengan ekspresi puas. "Sayangnya, karena kekuatannya melemah, Kyle bahkan nggak sadar kalau barang itu palsu dan terus bergantung pada benda itu seperti orang bodoh," lanjutnya dengan bibir mencibir. "Kamu gila!" Jasmine berseru, menggeleng tak percaya, tapi juga salut pada pria yang sepertinya lebih kuat dari Kyle ini. Sepertinya, pria yang wajahnya mirip Kyle ini sedang tidak berbohong, kini Jasmine baru menyadari bahwa aura Kyle hari ini, memang tidak sekuat dan semenusuk biasanya. "Sekarang, kamu percaya padaku, kan?" Gio bertanya dengan ekspresi penuh kemenangan. Jasmine ingin mengangguk tapi dia sadar bahwa harus berhati-hati dengan pria di sampingnya ini, jadi dia menjawab. "Aku masih harus berpikir lebih dalam lagi." Gio yang
"Kamu bicara apa? Aku nggak ngerti." Masih seperti sebelumnya, Jasmine menjawab ketus perkataan Gio. Gio hanya tertawa geli melihat reaksinya tersebut, menyandarkan punggung ke kursi dengan kedua tangan bersilang di dada. "Nggak usah pura-pura polos." Ucapan sinis Gio itu, direspons Jasmine dengan kerutan kening. "Aku nggak tahu apa maksud kamu ngomong seperti itu tadi, dan aku nggak paham, siapa yang tadi kamu panggil gadis setengah vampir," sergah Jasmine dengan nada tersinggung. Gio tidak menjawab, tapi segera menjentikkan jemarinya dengan santai. Wajah Jasmine memucat saat Gio menunjukkan bukti, bahwa dirinya juga bukan manusia biasa. Bahkan tingkat kekuatannya di atas Jasmine. "K-kamu.... " Jasmine tak bisa berkata-kata. "Santai saja," ucap Gio sambil menyugar rambut peraknya dengan santai saat melihat wajah pucat Jasmine. "Aku tahu, tujuan kita sama," lanjutnya seraya melirik ke arah Kyle, yang diikuti oleh lirikan mata Jasmine. "Kamu...." Gio menunjuk dada Jas
"Minggir." Jasmine yang sudah kini berada di depan mereka, menatap Luana dengan muka ditekuk. "Pindah posisi," lanjutnya judes, bibirnya yang bergincu merah terang maju beberapa centimeter. "Eh, kenapa?" Luana yang tak tahu maksud kedatangan Jasmine ke meja kerjanya, bertanya dengan bingung. Sementara gadis tinggi semampai yang kini memakai dress hitam selutut dan terbalut jas warna krem tersebut menatap Luana dengan gerah. "Aku sekarang kerja di sini menggantikan Katy, geser. Jauh-jauh dari aku, jangan terlalu dekat," ucapnya ketus. Luana dengan masih linglung, menatap tak percaya apa yang sedang didengarnya saat ini. "Cepetan. Dasar lelet." Keluhan yang keluar dari mulut jasmine tersebut membuat Luana segera mengangkat barang-barangnya dan bergeser, tapi kemudian kembali lagi. Dia menaruh barang-barang miliknya itu di tempat semula dan memberanikan diri menatap Jasmine yang duduk di sebelah Gio dan sibuk dengan ponselnya. "Kalau kamu menggantikan tempat Katy,
"Halo, Sayangku." Seorang pria menyapa Luana dengan begitu mesra. Luana memandang pria dengan rambut berwarna perak seperti bulan purnama dan memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih itu dengan setengah hati. "Siapa yang kamu panggil sayang?" ketusnya dengan bibir cemberut. Gio yang kini berdiri di depan meja kerja Luana tersenyum-senyum sendiri dengan ekspresi menggoda. "Siapa lagi memangnya kalau bukan kamu? Nggak ada makhluk mungil yang terlihat sangat imut di mataku kecuali kamu, Luana sayang." Mendengar itu Ahra hanya memutar bola matanya dengan ekspresi bosan. "Nggak usah gombal, aku tahu kamu bukan Kyle," balas Luana, masih dengan muka ditekuk. Dia masih kesal dengan vampir ini karena wajahnya mirip Kyle, sehingga dirinya pernah mengalami insiden salah mengenali orang beberapa kali. Terlepas dari pria inilah yang telahmenyelamatkan dirinya dengan dari teror vampir baru di pulau itu, Luana nmasih tidak bisa melupakan rasa kesalnya. Gio tertawa geli d
"Aku tidak perlu bertemu orang itu untuk menilai bagaimana dia, Kyle," jawab tuan Ivander dengan tegas. Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan ayahnya tersebut. "Ayah selalu mengajariku bahwa kita harus bertatap mata dengan seseorang agar tahu bagaimana dia sebenarnya.Ucapan ayah sekarang penuh kontradiksi, Yah," sindir Kyle dengan tajam, sedang sang ayah hanya mengendikkan bahu. "Aku nggak peduli," jawab tuan Ivander, acuh tak acuh. Kyle hanya menyugar rambutnya ke belakang. kehabisan kata-kata. "Jasmine dan kamu punya kesamaan, kalian pasti akan bahagia jika menikah, Nak. Nasibmu tidak akan seperti ayah kalau kamu menikah dengan Jasmine." Tuan Ivander mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh. Ada luka yang dalam di sorot matanya saat menyebut tentang nasibnya sendiri. Melihat Kyle yang terdiam, ayahnya melanjutkan. "Kalian sama-sama anak yang lahir dari pasangan manusia dan vampir, jadi, jika kalian menikah, tidak akan ada yang berkorban atau ditinggalkan. Kamu akan
"Ayah." Istirahat makan siang, sambil menahan pening kepala, Kyle mendatangi ayahnya yang merupakan pemimpin mafia sekaligus pemilik utama Zeus group. "Hm." Tuan Ivander yang duduk di meja kerja nya, mendongak sebentar sebelum kemudian fokus lagi dengan pekerjaannya. "Aku ke sini karena urusan yang sangat penting," ucap Kyle memulai pembicaraan, duduk di kursi depan meja kerja ayahnya dengan tangan terkepal. "Bicara saja." Tuan Ivander menjawab dingin sembari melirik sedikit putra satu-satunya. Alasan ayahnya tak pernah mau melihat Kyle sering-sering, sebenarnya karena setiap kali menatap putra satu-satunya itu, dia selalu ingat kepada sang istri yang begitu dicintainya. Namun, Kyle salah paham. Dia mengira sang ayah membenci dirinya karena telah menjadi penyebab kematian sang ibu saat melahirkan dirinya. Itulah kenapa hubungan keduanya bagai api dan minyak dalam berbagai hal, karena itu biasanya Kyle paling menghindari jika bertemu harus bertemu dengan orang tua