Di kantor
Mahesa dengan beberapa tim redaksi sedang mengadakan rapat, dengan salah seorang pembicara yang tengah mempresentasikan pemecahan masalah di perusahaan. Beberapa dari tim memberikan masukan, sampai akhirnya mereka mengalihkan perhatiannya pada Mahesa untuk keputusan akhir. "Saya lebih memilih opsi A, karena simpel dan tidak bertele-tele, apalagi kita mengejar waktu," singkat Mahesa. "Dan jika masih belum berhasil, kita lanjut ke plan B." Dan akhirnya meeting pun telah selesai, Mahesa beranjak menuju ruangannya dengan sekertaris dan asisten yang menemaninya sampai ke pintu ruangan. Saat ia mendudukkan dirinya, ia teringat akan beberapa laporan yang belum ia cek, sehingga ia pun memutuskan untuk menyelesaikannya, jika harus pulang, ia tak memiliki alasan untuk itu sedangkan Zara tidak ada. Ia merasa tak nyaman jika harus mengikuti saran Zara untuk menghabiskan waktu dengan Raisa. Namun saat tengah mengecek laporan tiba-tiba saja ia teringat akan kejadian semalam. Mahesa menutup laporannya dengan cukup keras. "Si*l! Kenapa aku malah memikirkan kejadian semalam?" Entah apa yang menganggu pikirannya, yang jelas Mahesa tak bisa melepaskan bayangan Raisa. Entah karena wajahnya yang cantik, atau karena ia memecahkan perawan seorang gadis untuk pertama kalinya. Tring Sebuah dering dari ponselnya membuat Mahesa mengalihkan perhatiannya, tertulis nama 'Papa' di layar ponselnya. Segera ia pun mengangkatnya. "Hallo Pa?" "Bagaimana keadaan di kantor? Apa semuanya baik-baik saja?" Mahesa menjawab, "Aman." Tuan Fariz tampak manggut-manggut. "Baguslah... Lalu bagaimana dengan progam kehamilan Zara? Apa kalian bisa mewujudkan keinginan Papa?" Mahesa diam, teringat akan keinginan papanya, sekaligus syarat waris yang harus ia penuhi agar ia bisa mendapatkan semua hak warisnya. "Iya, kami sedang berusaha," jawab Mahesa. "Papa sangat menunggu kabar baik dari kalian, bukankah pernikahan kalian memasuki tahun ketiga?" lanjut Tuan Fariz yang dibenarkan oleh Mahesa. "Dan sesuai kesepakatan kita, jika kamu gagal pilihannya hanya dua yaitu: kamu menceraikan Zara dan menikah dengan orang lain, atau semua harta warisan ini Papa sumbangkan ke yayasan." "Mahesa tahu Pa," jawab Mahesa dengan membuang nafas. Di sisi lain Raisa berada di tempat tidurnya, ia menghembuskan nafas berkali-kali dengan mata yang menatap ke langit-langit kamarnya, ia merasa bosan berada di kamar terus-menerus, sedangkan biasanya ia sibuk diluar dan bekerja hampir separuh waktu. "Ini baru sehari dan rasanya sungguh membosankan, bagaimana bisa aku bertahan selama 1 tahun?" gumam Raisa di bibir tipisnya. Saat tengah melamun ia kepikiran soal kejadian semalam, perlahan namun pasti ia menyentuh bibirnya sendiri. "Apakah ini akan menjadi penyesalan terbesarku? Menikah dengan seorang pria beristri, sedangkan aku menutupi kebenaran ini dari ibuku sendiri." Siang telah berganti menjadi petang, Zara kini tengah bersiap di depan meja riasnya karena ia yang harus pulang. Tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang, dengan sebuah kecupan ringan di leher jenjang miliknya. "Kenapa harus pulang secepat ini, hm?" Zara tersenyum memandang pantulan gambar mereka di cermin. "Jangan nakal, aku harus pulang agar si tua bangka itu tak mencurigai ku. Tahu sendiri kan, dia selalu memantau rumah kami seolah-olah kami ini penjahat?" Damian terkekeh. "Apa Tuan Fariz masih membencimu?" Zara memutarkan bola matanya malas. "Memangnya dia pernah menyukaiku? Bahkan setelah kematian istrinya, dia tambah membenciku." Kemudian Zara membalikkan tubuhnya dengan mengalungkan tangannya di leher Damian, tersenyum miring dan berkata, "Walaupun aku memang penyebab utama kecelakaan itu." "Kamu sangat jahat! Tapi itulah yang membuatku jatuh cinta padamu," bisik Damian. Sebulan setelah pernikahannya dengan Mahesa, Zara mengajak ibu mertuanya untuk berbelanja sama seperti sebelum-sebelumnya. Namun sepulang dari mall, ia mendapatkan telepon dari Damian, dan saat itu Zara membahas soal rencana balas dendamnya pada keluarga Mahesa makanya ia masuk ke keluarga itu dengan menikahi putra tunggal mereka. Sialnya pembicaraan tersebut didengar oleh mertuanya, sehingga Zara pun berbuat nekat dan memaksanya masuk ke dalam mobil, karena memberontak Zara pun memukul kepalanya hingga pingsan. Di tengah perjalanan Nyonya Hanna tersadar, hingga terjadilah keributan di dalam mobil dengan Zara yang saat itu sedang menyetir, mobil berkelok-kelok dan akhirnya masuk ke dalam jurang, beruntung Zara melompat dan keluar dari mobil itu sehingga ia tak mengalami luka yang serius. Bersambung,Zara dengan terburu-buru memarkir mobilnya di garasi dan segera memasuki rumah. Begitu pintu terbuka, ia melihat Nita yang sedang menggenggam nampan dengan handuk di atasnya. Lantas ia pun menghampirinya. "Apa Tuan sudah pulang, Nita?" tanya Zara sambil menarik nafas. Nita mengangguk pelan, "Sudah, Nyonya. Saya kebetulan mau mengantarkan handuk ini ke kamar mandi untuk Tuan." Zara segera mengambil alih nampan tersebut dari tangan Nita, "Biarkan saya yang membawanya. Saya ingin memberi kejutan pada Tuan setelah semalaman saya tidak pulang."Nita tampak ragu, namun ia akhirnya mengalah dan mengangguk, "Baiklah, Nyonya. Silakan."Zara tersenyum tipis dan segera melangkah menuju kamar mereka.Mahesa melepas jam tangannya dan meletakkannya di meja sebelah tas kerjanya. Tanpa menoleh, ia mendengar pintu kamarnya terbuka pelan. Yakin bahwa itu Nita, yang mengantarkan handuk sesuai perintahnya, ia tidak memberikan respons.Namun, ternyata yang membuka pintu adalah Zara, istrinya. Melihat s
"Hmmmm...." Raisa merasa gelisah, sulit tidur meskipun jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Pikirannya terus melayang, mencari cara untuk mengusir rasa bosan dan mengantuk yang tak kunjung datang. Tiba-tiba, ingatannya melayang pada perpustakaan yang ada di lantai tersebut. "Kayaknya aku harus baca buku biar aku gak bosen," gumam Raisa. Dengan langkah kaki yang perlahan dan hati-hati, Raisa keluar dari kamarnya dan mengendap-endap menuju perpustakaan itu. "Aman..." kata Raisa yang memang tak bisa sembarang orang bisa ia temui atau menemuinya. Begitu sampai di sana, matanya langsung terbelalak kagum melihat rak-rak buku raksasa yang berjajar dengan jumlah buku yang sangat banyak. Sejak kecil, Raisa memang sangat menyukai buku, dan perpustakaan ini seperti surga baginya. "Woww!!! Perpustakaan ini sangat luar biasa." Raisa mulai menyusuri setiap rak buku dengan penuh antusias, menelusuri judul-judul yang menarik perhatiannya. Akhirnya, pilihannya jatuh pada sebuah novel rom
Dua hari kemudian"Hati-hati ya, Sayang," ucap Zara saat Mahesa mencium keningnya. Sedangkan sang sopir sudah menunggu dan membukakan pintu untuknya. "Aku pergi dulu," kata Mahesa yang kemudian berjalan memasuki mobil. Zara memandang kepergian Mahesa, hingga mobil itu hilang dari pandangannya. Dengan langkah yang lesu, Zara berbalik memasuki rumah yang masih terasa sejuk oleh embun pagi. Ia tersenyum saat melihat Laras, sedang berdiri dengan nampan berisi sarapan yang masih mengepul hangat. "Itu sarapan untuk Raisa?" tanya Zara. Laras mengangguk, "Iya, Bu. Baru saja saya siapkan." Zara mengambil alih nampan dari tangan Laras, "Biarkan saya yang mengantarkan." "Baik Bu." Laras mengangguk, lalu kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Zara melangkah menuju kamar Raisa, mengetuk pintu perlahan. "Raisa, apa kamu di dalam?" panggilnya. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Raisa muncul dengan rambut basah tergerai dan wajah yang tampak segar meski matanya
Raisa berjalan keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai, seakan masih mencerna informasi yang baru saja dia terima. Zara yang sudah menunggu di luar dengan gelisah, langsung menghampiri Raisa dengan mata yang berbinar penuh harap. "Bagaimana hasilnya?" tanya Zara, suaranya gemetar. Tanpa banyak kata, Raisa mengulurkan sebuah test pack yang menunjukkan dua garis merah. Zara membelalakkan mata, tak percaya, dan mulutnya menganga sebelum terbentuk senyum lebar di wajahnya. "Hasilnya positif, Raisa! Aaaa aku sangat senang," serunya gembira, lalu memeluk Raisa dengan erat yang masih terpaku dengan hasil di tangannya itu. Raisa membalas pelukan itu dengan perasaan campur aduk, terkejut namun ada rasa lega yang tak bisa diungkapkan. Laras yang sedari tadi diam memperhatikan dari kejauhan, tersenyum simpul. "Aku sangat tidak sabar memberitahu Mahesa soal ini, dia pasti akan senang!" pungkasnya, dan lalu menatap Raisa dengan serius. "Pokoknya selama kehamilan, kamu tidak boleh s
Mahesa baru membuka pintu kamar ketika ia melihat Zara, istrinya, yang sedang berdandan di depan cermin. Zara segera menyambut Mahesa dengan senyum lebar di wajahnya, "Sayabg, aku punya berita yang sangat bagus!" kegirangannya tak tersembunyi. Mahesa yang masih terkejut dengan sambutan tiba-tiba itu hanya bisa mengerutkan dahi, penasaran dengan apa yang begitu menggembirakan Zara. "Apa itu?" Zara menarik tangan Mahesa, membuatnya duduk di tepi tempat tidur. "Raisa, bilang dia telat datang bulan. Setelah dia melakukan tes kehamilan, hasilnya positif, Sayang!" ceritanya semangat. Mahesa, yang mendengar kabar itu, langsung terpaku. Pikirannya melayang membayangkan dirinya yang akan menjadi seorang ayah. Emosi bercampur antara kejutan dan kebahagiaan mulai menguar dalam dirinya. Dengan penuh antusias, Zara menarik lagi tangan Mahesa, "Ayo, kita ke rumah sakit sekarang. Kita temani Raisa untuk check-up dan pastikan semuanya baik-baik saja." Mahesa masih terdiam sejenak, mencoba men
Keesokan paginya,Mahesa tampak menyunggingkan senyumnya, ketika mereka semua tengah mengadakan rapat antar dewan.Beberapa dari mereka tampak terkejut karena untuk pertama kalinya melihat Mahesa tersenyum selebar itu."Jadi bagaimana Pak Mahesa? Apa cara ini bisa kita lakukan untuk mempromosikan produk kita?" tanya Monica, yang baru saja mempresentasikan hasil penelitiannya, dimana ia merupakan ketua tim pemasaran.Mahesa tersadar. "Ya saya setuju... Nanti hasil rapatnya kamu taruh di meja saya.""Baik Pak."Setelah menghabiskan waktu beberapa jam di ruang meeting, perlahan satu persatu dari mereka pun mulai meninggalkan ruangan tersebut."Apa anda baik-baik saja Pak?" tanya Sean yang cukup mengkhawatirkannya."Aku tidak apa-apa, aku hanya merasa sangat senang saja hari ini..."Sean mengerutkan keningnya, "Memangnya ada apa dengan hari ini."Mahesa memasuki ruangannya dengan Sean yang terus mengekorinya."Sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah-""Apa gadis itu sudah hamil!?" tan
Sedang berada dalam panggilan..."Hallo Din," sapa Raisa ketika sambungan telepon terhubung pada sahabatnya."Astaga Raisa! Setelah hampir 5 hari tidak ada kabar, akhirnya kamu menelponku juga."Raisa kemudian berujar, "Maafkan aku Dinda... Di sini banyak sekali pekerjaan, dan bahkan aku harus sampai lembur.""Kamu pasti merasa sangat kelelahan di sana, bisa aku pastikan bahwa pekerjaanmu lebih berat daripada di tempat lamamu." Dinda bersimpati padanya."Sebenarnya pekerjaanku sama sekali tidaklah berat, tapi membosankan karena di sini aku terus-terusan berada di kamar. Mungkin beberapa bulan lagi hal ini akan terasa lebih berat lagi untukku..." batin Raisa sembari mengelus perutnya yang masih rata."Iya Dinda, ngomong-ngomong bagaimana keadaan ibuku?" lanjut Raisa."Sangat baik! Kemarin aku baru saja mengantarnya untuk kontrol. Apa kamu ingin mengobrol dengan Bibi? Karena kebetulan aku sedang dalam perjalanan menuju rumahmu, setelah berbelanja kebutuhannya."Raisa bersyukur dalam hat
Di kamar,Zara memencet sebuah tombol yang ada di dekat nakasnya, yang tak lama dari itu salah satu pelayan pun datang ke kamar.Ia menghampiri Zara. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?""Tari, tolong kamu bawa makan malam saya kesini. Saya terlalu malas untuk turun ke bawah," titah Zara karena malam ini Mahesa makan malam diluar, sehingga tak masalah jika ia makan di kamarnya tanpa menunggu Mahesa."Baik Nyonya.” Tari kembali menutup pintu kamarnya dan bergegas menyiapkan makan malam untuk Zara.TingSebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, dan dengan segera Zara pun membukanya.From: My hubbyTo: Me[Zar, malam ini sepertinya aku akan pulang sedikit larut.]"Aku sama sekali tidak peduli denganmu," batin Zara yang kemudian mengetikkan pesan balasan untuknya.From: MeTo: My hubby[Baiklah kalau begitu, hati-hati saat pulang nanti :( I miss you.]"Ini adalah drama yang paling membosankan, karena aku harus berpura-pura menyukai putra dari seseorang yang aku benci." Zara menyilangkan kedua