Mahesa baru membuka pintu kamar ketika ia melihat Zara, istrinya, yang sedang berdandan di depan cermin. Zara segera menyambut Mahesa dengan senyum lebar di wajahnya, "Sayabg, aku punya berita yang sangat bagus!" kegirangannya tak tersembunyi. Mahesa yang masih terkejut dengan sambutan tiba-tiba itu hanya bisa mengerutkan dahi, penasaran dengan apa yang begitu menggembirakan Zara. "Apa itu?" Zara menarik tangan Mahesa, membuatnya duduk di tepi tempat tidur. "Raisa, bilang dia telat datang bulan. Setelah dia melakukan tes kehamilan, hasilnya positif, Sayang!" ceritanya semangat. Mahesa, yang mendengar kabar itu, langsung terpaku. Pikirannya melayang membayangkan dirinya yang akan menjadi seorang ayah. Emosi bercampur antara kejutan dan kebahagiaan mulai menguar dalam dirinya. Dengan penuh antusias, Zara menarik lagi tangan Mahesa, "Ayo, kita ke rumah sakit sekarang. Kita temani Raisa untuk check-up dan pastikan semuanya baik-baik saja." Mahesa masih terdiam sejenak, mencoba men
Keesokan paginya,Mahesa tampak menyunggingkan senyumnya, ketika mereka semua tengah mengadakan rapat antar dewan.Beberapa dari mereka tampak terkejut karena untuk pertama kalinya melihat Mahesa tersenyum selebar itu."Jadi bagaimana Pak Mahesa? Apa cara ini bisa kita lakukan untuk mempromosikan produk kita?" tanya Monica, yang baru saja mempresentasikan hasil penelitiannya, dimana ia merupakan ketua tim pemasaran.Mahesa tersadar. "Ya saya setuju... Nanti hasil rapatnya kamu taruh di meja saya.""Baik Pak."Setelah menghabiskan waktu beberapa jam di ruang meeting, perlahan satu persatu dari mereka pun mulai meninggalkan ruangan tersebut."Apa anda baik-baik saja Pak?" tanya Sean yang cukup mengkhawatirkannya."Aku tidak apa-apa, aku hanya merasa sangat senang saja hari ini..."Sean mengerutkan keningnya, "Memangnya ada apa dengan hari ini."Mahesa memasuki ruangannya dengan Sean yang terus mengekorinya."Sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah-""Apa gadis itu sudah hamil!?" tan
Sedang berada dalam panggilan..."Hallo Din," sapa Raisa ketika sambungan telepon terhubung pada sahabatnya."Astaga Raisa! Setelah hampir 5 hari tidak ada kabar, akhirnya kamu menelponku juga."Raisa kemudian berujar, "Maafkan aku Dinda... Di sini banyak sekali pekerjaan, dan bahkan aku harus sampai lembur.""Kamu pasti merasa sangat kelelahan di sana, bisa aku pastikan bahwa pekerjaanmu lebih berat daripada di tempat lamamu." Dinda bersimpati padanya."Sebenarnya pekerjaanku sama sekali tidaklah berat, tapi membosankan karena di sini aku terus-terusan berada di kamar. Mungkin beberapa bulan lagi hal ini akan terasa lebih berat lagi untukku..." batin Raisa sembari mengelus perutnya yang masih rata."Iya Dinda, ngomong-ngomong bagaimana keadaan ibuku?" lanjut Raisa."Sangat baik! Kemarin aku baru saja mengantarnya untuk kontrol. Apa kamu ingin mengobrol dengan Bibi? Karena kebetulan aku sedang dalam perjalanan menuju rumahmu, setelah berbelanja kebutuhannya."Raisa bersyukur dalam hat
Di kamar,Zara memencet sebuah tombol yang ada di dekat nakasnya, yang tak lama dari itu salah satu pelayan pun datang ke kamar.Ia menghampiri Zara. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?""Tari, tolong kamu bawa makan malam saya kesini. Saya terlalu malas untuk turun ke bawah," titah Zara karena malam ini Mahesa makan malam diluar, sehingga tak masalah jika ia makan di kamarnya tanpa menunggu Mahesa."Baik Nyonya.” Tari kembali menutup pintu kamarnya dan bergegas menyiapkan makan malam untuk Zara.TingSebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, dan dengan segera Zara pun membukanya.From: My hubbyTo: Me[Zar, malam ini sepertinya aku akan pulang sedikit larut.]"Aku sama sekali tidak peduli denganmu," batin Zara yang kemudian mengetikkan pesan balasan untuknya.From: MeTo: My hubby[Baiklah kalau begitu, hati-hati saat pulang nanti :( I miss you.]"Ini adalah drama yang paling membosankan, karena aku harus berpura-pura menyukai putra dari seseorang yang aku benci." Zara menyilangkan kedua
Mahesa baru saja sampai di rumahnya, dengan langkah yang mulai memasukinya."Selamat malam tuan," sapa beberapa maid yang ia lewati."Tari, apa Zara sudah makan?" tanya Mahesa pada salah satu maidnya."Sudah tuan."Mahesa mengangguk kecil. "Lalu bagaimana dengan gadis itu, apa dia juga sudah makan?"Tari membenarkan, "Sudah juga tuan."Mahesa merasa lega ketika mendengarnya, setelah itu ia pun kembali ke kamarnya.KlekTerdengar pintu kamarnya yang terbuka membuat Zara mengalihkan perhatiannya dari ponsel."Sayang, kamu belum tidur?" tanya Mahesa ketika waktu sudah menunjukkan pukul jam 9:30 malam."Aku masih nunggu kamu, Sayang," sahut Zara yang kemudian menghampirinya untuk memeluk.Mahesa tersenyum kecil. "Maaf karena aku pulang terlambat."Zara menganggukkan kepalanya dalam dekapan Mahesa. "Apa kamu sudah makan?" tanya Zara kemudian."Aku sudah makan sayang.""Baiklah kalau begitu, kamu pasti sangat lelah karena bekerja seharian. Mau aku siapkan air hangat untuk mandi?" tawar Zara
Dengan senang hati Raisa menganggukkan kepalanya, karena keinginan sang bayi akhirnya terpenuhi.Mahesa dan Zara kemudian mendekatinya, dengan tangan yang terulur untuk mengelus perutnya.Sang janin pun mulai bergerak ketika ia mendapat rangsangan dari ayahnya, keinginan Raisa terpenuhi sehingga membuatnya lega.Mahesa tersenyum ketika anaknya merespon sentuhannya."Dok, kira-kira apa jenis kelamin anak kami?" tanya Zara yang sudah sangat penasaran."Ini sudah memasuki bulan kelima kehamilannya, sudah sepantasnya Raisa melakukan USG untuk mengetahui kondisi bayinya.""Baiklah, kalau begitu kapan Raisa bisa melakukannya?" tanya Raisa yang juga sudah bosan berada di kamarnya.Dokter Lily menjawab, "Mungkin lusa, kalian bisa membawa Raisa ke rumah sakit untuk kontrol lebih lanjut.""Baik Dok," angguk mereka bertiga.Setelah itu Bu Titi pun membawa Dokter Lily untuk turun ke bawah, sedangkan Raisa kini tengah mengobrol dengan Zara dan juga Mahesa."Aku sudah tidak sabar untuk mengetahui j
Di ruang tamu,"Ti, tolong panggilkan Raisa untuk menemuiku disini,” titah Zara saat Bu Titi tengah membersihkan meja."Baik Nyonya,” angguk Bu Titi yang saat itu juga berlalu meninggalkan Zara, untuk membawa Raisa padanya.Sedangkan di dalam kamar, Raisa berjalan mondar-mandir karena merasa jenuhTok tok tokLangkah Raisa terhenti ketika pintu kamarnya diketuk, dan dengan segera ia pun membukanya."Bu Titi? Ada apa?" tanya Raisa ketika mendapati Bu Titi ada di depan pintu kamarnya.Bu Titi sedikit menunduk. "Maaf jika mengganggu, saya diperintahkan Nyonya Zara untuk membawa anda turun ke bawah.""Untuk apa?" Alis Raisa tampak menyatu."Nyonya berencana untuk mengajak Anda pergi keluar," jawab Bu Titi yang membuat mata Raisa berbinar-binar."Apa Bu Titi serius?" Genggam Raisa pada tangannya."Tentu saja!" senyum Bu Titi yang turut merasakan kebahagiaan Raisa.Raisa berseru, "Baiklah! Apa kita bisa turun sekarang?"Dengan pasti Lina menganggukan kepalanya. "Ayok!"Raisa tak melepaskan
Raisa dan Zara keluar dengan menenteng banyak sekali paperbag, untungnya barang-barang mereka tidak terlalu berat.Sang sopir datang terpongoh-pongoh dan menghampiri mereka, untuk mengambil alih barang-barang tersebut.“Biar saya bawakan, Bu,” ujar sang sopir."Tono, kamu tolong antar Raisa sampai ke rumah ya? Saya masih ada urusan disini," pinta Zara padanya.Tono mengangguk, "Baik Bu."Zara kemudian melirik ke arah Raisa. "Pulanglah terlebih dahulu."Raisa menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Baiklah kalau begitu.""Mari Nona," ajak Tono pada Raisa, yang sudah siap membukakan pintu mobil untuknya."Aku duluan," pamit Raisa yang kemudian memasuki mobil tersebut.BrommmMobil pun mulai melaju meninggalkan area parkir.Setelah kepergian Raisa dan sang sopir, Zara pun segera meminta kekasihnya itu menjemput dirinya. Tak lama ia menunggu, sebuah mobil berhenti tepat di depannya.Zara kemudian memasuki mobil tersebut, yang akan membawanya pergi ke suatu tempat.Di kantor, Mahesa menyamb