Share

Bab 3: Diam-diam Berkhianat

Mahesa terbangun di pagi hari, ia berjalan menuruni tangga dan tidak menemukan Zara di manapun, kemudian ia bertanya kepada salah satu sisten rumah tangga. "Ratih, apa kamu tahu di mana Nyonya?"

Pembantu itu tampak ragu sebelum menjawab, "Nyonya Zara pergi sedari semalam, Tuan."

Mahesa tetap dengan tatapan datarnya, dan seolah tidak peduli dengan kepergian Zara.

Mahesa kembali ke kamarnya. Ia terkejut ketika melihat ada pesan singkat dari Zara di ponselnya. Isinya mengatakan bahwa Zara tengah berada di hotel, menenangkan pikiran karena terlalu sedih dengan apa yang terjadi pada mereka.

Di sisi lain Zara berbaring di tempat tidur yang empuk, di kamar hotel mewah, dengan kepalanya bersandar pada lengan Damian yang kokoh. Sementara itu, wajah Damian tertutup oleh katalog menu sarapan yang dipegangnya erat-erat.

Zara menoleh ke arah Damian dan bertanya, "Sudah menentukan sarapan apa yang ingin kita makan pagi ini?"

Damian pun menurunkan katalog tersebut, memperlihatkan wajah tampannya yang memancarkan senyum simpul. "Sudah, Sayang," jawabnya dengan suara rendah yang khas. "Aku sudah menentukan pilihanku."

Zara mengangkat alisnya, penasaran. "Oh? Apa itu?"

Dengan ekspresi penuh niat jahil, Damian menjawab, "Aku memilihmu, Sayang, sebagai sarapanku."

Zara terkekeh, menutup wajahnya dengan tangan. "Hei, bukankah kita baru saja..."

Namun Damian tak bergeming, menatap Zara dengan tatapan penuh keinginan. "Aku tahu, tapi aku butuh lebih, Cintaku," katanya, seraya mendekatkan wajahnya pada Zara, membuat detak jantung wanita itu semakin cepat.

Zara tersenyum malu, menatap mata Damian yang tajam, dan merasakan desiran panas yang menjalar di tubuhnya.

Tiba-tiba Damian teringat akan Mahesa. "Oh iya, bagaimana dengan suamimu? Apa dia sudah bersama perempuan itu?"

Zara menampilkan smirknya. "Tentu saja! Aku yakin mereka pasti telah bercinta, karena bagaimana pun Mahesa harus mendapatkan warisannya, dengan begitu rencanaku untuk mengambil alih hartanya akan lebih mudah."

"Gadis pintar! Lalu kenapa tidak kamu saja yang hamil?" tanya Damian.

"Aku tidak sudi mengandung anaknya, maka dari itu aku beralibi bahwa aku memiliki masalah pada rahimku. Aku hanya akan mengandung anakmu saja Sayang, bukankah dari awal ini rencana kita."

"Benar sekali! Kita harus membuat Mahesa jatuh.

Zara mengangguk, "Jatuh! Sama seperti mereka yang telah menjatuhkan perusahaan ayahku.”

**

Tok! Tok! Tok!

Raisa terbangun dari tidurnya karena ketukan pintu dari luar. "Masuk," serunya dengan suara serak.

Pintu terbuka dan sosok Laras, yang menghampirinya dengan sebuah nampan berisi sarapan di tangannya. Raisa mengusap matanya yang masih mengantuk, teringat kejadian semalam yang membuat tubuhnya sakit dan lelah hingga ia kesiangan bangun pagi ini.

Tak lama, Bu Titi, kepala pelayan di rumah itu, datang dan menepuk bahu Laras pelan, "Laras, kamu keluar dulu, biar aku yang menemani Nona Raisa," ujarnya dengan lembut.

Laras mengangguk hormat dan meninggalkan mereka berdua. Bu Titi duduk di samping Raisa dan menatap wajahnya dengan keprihatinan. "Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu merasa baik-baik saja?" tanyanya penuh perhatian.

Raisa menatap Bu Titi dan tersenyum lemah, "Aku hanya sedikit lelah, Bu," jawabnya jujur.

Bu Titi mengangguk mengerti, lalu menyuruh Raisa untuk menyantap sarapan yang telah disiapkan, "Makan dulu, ya, Nak. Biar badanmu kembali bugar," ujarnya sambil mengatur posisi bantal agar Raisa bisa bersandar dengan nyaman. "Nanti setelah sarapan, aku akan meminta Laras dan yang lain untuk membantumu mandi dan merapikan diri."

Raisa mengangguk patuh, kemudian mulai menyantap hidangan yang ada di depannya.

Bu Titi bertanya, "Raisa, sudah diberitahu oleh Nyonya Zara kan bahwa kamu tidak boleh pergi kemana pun?"

Raisa mengangguk perlahan, merasa terkurung dan tak bebas untuk menjalani hidupnya.

Bu Titi mendekati Raisa, lalu menjelaskan dengan lembut, "Tuan Fariz, mertuanya Nyonya Zara alias Ayah dari Tuan Mahesa, selalu menyuruh mata-mata untuk memantau kami. Yang aku khawatirkan, jika mereka melaporkan bahwa ada wanita asing di sini. Apalagi, Tuan Fariz tidak tahu tentang pernikahan kalian. Beliau sangat membenci Nyonya Zara dan jika beliau tau bahwa anaknya menikahi wanita lain karena Nyonya Zara mandul, maka akan terjadi konflik yang sangat besar dan bahkan bisa jadi Tuan Fariz akan meminta Tuan menceraikan Nyonya."

Raisa mengangguk dan menjelaskan bahwa ia sudah tahu semuanya karena Zara yang sudah menjelaskan semua padanya. Karena ia tahu bahwa ia hanyalah alat untuk memberikan keturunan pada kekuarga ini, yang tentunya memiliki timbal balik juga untuknya. Dan yang terpenting ia harus bisa menjaga diri dan bertahan sampai semuanya benar-benar selesai di waktu yang telah disepakati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status