Semua mata tertuju pada suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai, sehingga menimbulkan dentingan seolah nada merdu pengantar sang Dewi berjalan.
Kaki jenjangnya yang mulus menggiurkan bagi kaum adam, rambut indah bergelombang bergerak-gerak seirama dengan langkahnya. Bibirnya merah menyala, kulit putihnya kontras dengan baju hitam ketat yang dia gunakan.Banyak pria yang harus menutup mulutnya rapat-rapat supaya air liurnya tidak menetes saat melihat sang Dewi malam berjalan diantara pengunjung hiburan malam."Tak salah bukan? Kita datang kemari? Lihatlah dia, Ar.""Biasa saja.""Ares sahabatku, ayolah tersenyum sedikit, nikmatilah keindahan ini.""Lakukan saja apa yang mau kamu lakukan, aku akan pulang sekarang."Pria bernama Ares berdiri tepat saat sang Dewi berjalan di sampingnya membuat langkahnya terhenti.Mata mereka saling beradu. Namun, dengan cepat Ares mengalihkan pandangannya seolah ia jijik dan tak sudi walaupun hanya melihatnya saja.Sang Dewi sendiri tak peduli, ia sudah biasa mendapatkan tatapan jijik seperti itu. Pria yang ada di dekatnya saat ini bukanlah pria pertama yang pernah memandang jijik serta memandang rendah pada dirinya."Minggir!!" Ares berucap dingin."Maaf Tuan, jalan di samping Anda masih luas." Setelah mengatakan itu, Sang Dewi berjalan angkuh melewati Ares."Lain kali kamu harus belajar manis.""Kamu mau tetap di tempat terkutuk ini atau ikut pulang, Tuan Jerry." Ares berbicara cukup kasar, ia merasa muak berlama-lama."Ck... menyebalkan." Jerry masih betah tapi ia tidak mau menghabiskan malamnya sendirian. Berat hati, akhirnya ia mengikuti Ares pulang.Sepanjang perjalanan Jerry protes karena ia belum melihat penampilan sang Dewi malam yang telah membuatnya tergila-gila."Apa bagusnya wanita seperti itu?"Ares tak mengerti mengapa Jerry dan banyak orang sejenis Jerry menyukai wanita yang kerap dipanggil sang Dewi itu. Ia akui, wanita itu memang sangat cantik tapi ia jijik dengan wanita yang mengorbankan harga dirinya demi uang."Kamu belum tahu seperti apa wanita itu. Dia gadis baik yang terjebak masuk ke sana.""Tidak ada terjebak tapi sengaja masuk untuk mengikuti gaya hidup yang wah.""Terserah kamu."Jerry malas berdebat dengan Ares dan ia lebih memilih diam karena percuma mendebat seorang Ares. Lagipula Ares tidak akan melirik wanita lain karena dia sudah memiliki istri yang sangat cantik, bernama Mily. Istri yang sangat dia cintai. Mungkin wanita paling cantik dan baik hanya Mily di mata Ares jadi percuma berdebat.❄️❄️❄️Sesampainya di rumah, Ares langsung di sambut oleh Mily. "Tumben pulang malam, Sayang?""Ada urusan." Ares memeluk dan mengecup kening Mily singkat."Aku sudah siapkan air hangat untukmu, mandilah. Setelah itu kita makan malam bersama, aku masak masakan kesukaan kamu.""Iya, Sayang."Ares merasa bersyukur dan sangat bahagia memiliki Mily dalam hidupnya. Mily wanita sabar, penuh kasih sayang dan pengertian. Ia belum pernah mendapatkan wanita seperti Mily sebelumnya.Mereka sudah menikah hampir tujuh tahun. Namun, sampai detik ini mereka belum juga di berikan keturunan.Kadang dalam hati kecilnya Ares ingin segera memiliki keturunan, sudah berbagai cara ia lakukan tapi sampai detik ini hasilnya nihil.Sedangkan kadang orang tuanya menginginkan cucu untuk penerus perusahaan Lesanden.Ares turun menemui mili setelah membersihkan diri tapi saat sampai di bawah, ia melihat Mily sedang menangis."Apa yang kalian lakukan pada istriku?" Ares langsung memeluk Mily dan berusaha untuk menenangkannya."Kami tidak melakukan apa pun.""Pa, Ma, Ares mohon, jangan ikut campur dalam urusan keluarga Ares lagi.""Papa hanya minta keturunan dari kamu tidak peduli bagaimana caranya."Lesanden berbicara tegas, kemudian mengajak istrinya pergi tanpa berbicara apa-apa lagi pada Ares, putra semata wayangnya.Ares hanya bisa terdiam melihat kepergian orangtuanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sempat ia berfikir untuk mengadopsi anak di panti asuhan tapi hal itu sangat tidak mungkin. Orangtuanya pasti menolak."Lalu sekarang bagaimana?" Mily terisak-isak, ia merasa sedih karena belum bisa memberikan apa yang mereka inginkan."Sudah tidak perlu pikirin, Sayang. Semua pasti baik-baik saja." Ares memeluk Mily untuk menenangkannya.❄️❄️❄️Saat cahaya matahari muncul dan saat itulah sang Dewi malam beranjak tidur. Ia bekerja tidak seperti orang-orang pada umumnya. Malam menjadi siang dan siang menjadi malam untuknya.Saat semua sedang terlelap ia harus terjaga sepanjang malam untuk menghibur. Sang Dewi malam penghibur pria-pria hidung belang.Ia berdecih dalam hati, ingin sekali ia keluar dari pekerjaan itu, tapi apalah daya ia sudah terikat kontrak dengan seorang mucikari.Sudah beberapa kali ia berusaha melepaskan diri tapi hasilnya selalu gagal.Ia ingin hidup normal, memiliki keluarga dan anak yang akan menemaninya hingga tua nanti. Namun, apakah dirinya pantas bermimpi terlalu tinggi sedangkan ia adalah orang yang hina?Hembusan nafas berat beberapa kali terdengar, ia merapikan make up-nya dan bergegas untuk pulang daripada harus melamun dan memimpikan hal yang mustahil. Lebih baik ia segera membersihkan diri dan pulang lalu tidur. Melupakan semua mimpi-mimpinya yang tak mungkin dapat ia raih.Wajah tampan Ares beberapa minggu ini terlihat kusut, ia tidak bersemangat dalam hal apa pun saat ini. Pikirannya kacau karena orang tuanya terus menekan dirinya untuk segera memiliki momongan. Ares sudah berkali-kali melakukan program kehamilan dengan dokter terkenal. Namun, hasilnya masih saja nihil.Penampilan Ares yang kusut itu, tak lepas dari pengamatan Jerry. "Ada apa? Kamu nampak kusut dan tak bersemangat." Jerry duduk di depan Ares."Hmm.""Kamu bisa ceritakan masalahmu padaku.""Kamu tidak akan bisa membantu masalahku.""Ah...aku tahu, pasti tentang kamu yang belum juga memiliki keturunan." Hal ini bukan hal baru, Jerry sangat hafal dengan masalah sahabatnya itu karena beberapa tahun belakangan ini, cuma masalah itu yang mampu mengusik ketenangan Ares."Lalu sekarang kamu masih mau bilang bisa bantu aku?""Aku penasaran, apa di antara kalian ada yang tidak sehat?" "Mungkin aku," gumam Ares pelan dan sedikit tak yakin. Namun, hasil lab menunjukan dirinya yang tidak sehat kat
Clara tidak bisa tidur pagi ini, ucapan pria gila semalam, terus terngiang di otaknya. Ucapan pria itu sungguh tidak masuk akal. "Pria memang gila." Clara bergumam sambil terus berusaha untuk memejamkan matanya karena ia harus kembali bekerja nanti malam.Di tempat lain, Ares sedang berfikir bagaimana ia bisa segila itu semalam. Seharusnya ia mencari wanita baik-baik sebagai partnernya tapi kenapa ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dengan bertindak bodoh mengajak seorang wanita penghibur untuk menjadi ibu dari calon anaknya kelak. Padahal jelas-jelas ia membenci tipe wanita rendahan seperti itu. Namun, kenapa ia bisa lepas kendali semalam."Aku sudah menyiapkan perjanjiannya." Ucapan Jerry membuyarkan lamunan Ares. "Maksud kamu?" Ia mengernyitkan keningnya bingung."Aku sudah mempersiapkan perjanjian sebelum kamu melakukan rencana itu, tapi aku tidak ingin jika wanita yang kamu pilih adalah Clara." Jerry berbicara jujur, ia memang tidak setuju jika Ares memilih Clara karena ia
Clara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidurnya kali ini terasa sangat nyenyak tidak seperti biasanya.Tidur?' gumamnya dalam hati. Namun, sedetik kemudian ia refleks membuka matanya lebar-lebar. Rasanya Clara ingin mengumpat. Bisa-bisanya ia tidur di mobil pria gila itu."Ini dimana?" Clara kebingungan, ia tidak berada di mobil saat ini. Padahal jelas-jelas tadi ia tertidur di dalam mobil. Bukan kamar."Sudah puas tidurnya, Nona?" Ares keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Air juga masih menetes dari rambut menambah keseksiannya.Seketika wajah Clara merah merona melihat pria yang ada dihadapannya. Ia segera memalingkan wajahnya untuk mengurangi rasa malunya."Lucu sekali." Ares berucap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk lain yang ia bawa."Apa maksudmu?""Kamu sangat lucu atau pura-pura polos? Bukankah kamu sering melihat lebih dari ini." Ares meremehkan Clara. Ia akui, akti
Clara memijat pelipisnya yang terasa pening. Sudah beberapa gelas minuman beralkohol ia habiskan, berharap rasa pening di kepalanya menghilang. Namun, bukannya menghilang, ia justru merasa semakin pening. Ditambah lagi, pria gila yang tidak ingin ia lihat, muncul dihadapannya."Jangan minum seperti ini, aku tidak mau rahimu bermasalah." Ares merebut gelas Clara dan membuang isinya ke lantai."Hai, Tuan!! Apa Anda sudah gila?!" Clara kesal, ia sengaja meninggikan suaranya."Cepatlah ikut denganku. Aku memiliki waktu satu minggu penuh untuk menghabiskan malam denganmu." Ares tidak peduli dengan Clara yang terlihat kesal."Gila!!" Clara rasanya kesal setengah mati. Pria itu benar-benar mengusik kehidupannya yang tenang."Aku tidak peduli." Ares menarik Clara secara paksa supaya mau ikut bersamanya meski wanita itu belum menyetujui kontrak yang ia usulkan."Anda jangan sembarangan atau saya teriak." Clara mencoba mengancam pria itu, berharap dia akan berhenti mengganggunya."Teriaklah sam
Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini. "Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menc
Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara pergi bersama Raga ke suatu daerah terpencil. Raga sengaja memilih pindah bekerja dengan alasan ingin mengabdikan diri.Sebelum pergi mereka menemui Jerry terlebih dahulu untuk memberitahunya dan meminta tolong untuk mengawasi Ares."Baiklah kalian pergilah." Jerry lebih mempercayakan Clara dengan Raga daripada Ares."Jangan pernah beritahu keberadaan kami." Raga menggenggam tangan Jerry sebagai tanda minta tolong."Tentu saja, apa lagi kamu sudah mengorbankan karirmu. Berbahagialah." Jerry tersenyum tulus. Ia memang menyukai Clara tapi ia sadar, ia tak mampu membahagiakannya. Ia akan membiarkan Clara pergi bersama Raga dan dia akan menahan Ares seperti permintaan mereka."Terima kasih.""Cepat pergi." Raga dan Clara mengangguk dan segera pergi. Mereka tidak mau ketahuan oleh Ares.Sepanjang perjalanan Raga menggenggam tangan Clara seolah takut terlepas. Ia sangat mencintai Clara sehingga ia rela melakukan hal sejauh ini.Karirnya sebagai dokter sangat bagus di kota tapi rela p
Ares rasanya ingin berlari mengejar Clara tapi ia urungkan karena ada Mily di sisinya."Bukankah itu Clara? Kenapa dia?" Mily bertanya pada Jerry."Dia lupa kalau hari ini ada janji." Jerry menjawab asal dan menatap sengit ke arah Ares."Ada-ada saja." Mily tertawa kecil."Mily, kamu pulang sendiri, ya? aku mendadak ada urusan." Ares berkata bohong, sebenarnya ia ingin menemui Clara. Ia juga sangat merindukan Clara tapi ia tidak bisa meninggalkan Mily."Baiklah." Mily tak keberatan."Hati-hati." Ares mengecup kening Mily singkat."Iya, Sayang." Mily tersenyum dan melambaikan tangannya.Sedangkan Jerry merasa jijik bahkan mual melihat adegan sok romantis di depannya."Jerry, aku akan menemui Clara. Kamu urus pekerjaanku." Ares ingin pergi sekarang juga. Ia harus minta maaf pada Clara."Ternyata kamu lebih breng*ek dariku." Jerry mencibir Ares lalu pergi meninggalkannya begitu saja.Ares tak peduli dengan sikap Jerry, ia tidak mampu berfikir saat ini. Ia hanya perlu secepat mungkin mene
Clara merenung di atas ranjang dengan menekuk lutut sebagai tumpuan kepalanya yang semakin terasa berat. Ares sudah tak datang lagi sejak dua Minggu yang lalu. Dia izin untuk berangkat ke kantor tapi, sampai detik ini dia tak pernah kembali."Pembohong." Clara terus menyerukan kata-kata itu. Padahal Ares berjanji akan menghabiskan waktu satu Minggu bersamanya sebagai sepasang suami istri yang sesungguhnya tapi nyatanya dia ingkar janji.Clara tersenyum miris, ia merasa bodoh, harusnya ia tak percaya dengan kata-kata manis Ares. Memang siapa dirinya? Mily, istri yang sudah tujuh tahun bersamanya saja dia bohongi mentah-mentah.Suara bel terdengar. Clara bergegas bangkit dari tempat tidur dan membukakan pintunya. Ia berharap Ares yang datang hingga tak sadar ia tersenyum sendiri. Ia benar-benar berharap kedatangan Ares. Ia menyukai Ares hingga ia merindukannya setengah mati selama dua minggu ini."Hai apa kabar?"Senyum Clara berubah kaku ketika yang muncul bukanlah Ares."Sepertinya ka
Clara membuka matanya, ia di sambut dengan ciuman hangat oleh Ares."Morning kiss." Ares tersenyum tipis.Clara balas tersenyum. "Mau sarapan apa pagi ini?" tanyanya. Ia harus mengikuti kesepakatan kemarin bahwa ia harus bersikap seperti istri yang sebenarnya selama seminggu."Apa pun asalkan kamu yang buatkan untukku, aku pasti akan memakannya." Ares memulai pendekatannya pada Clara, ia berharap Clara cepat luluh dan bertekuk lutut di hadapannya."Nasi goreng?" Clara bangkit dari tempat tidur menuju ke dapur setelah cuci muka."Aku akan membantumu memasak." Ares mengikuti Clara.Ares bersikap begitu manis, dia benar-benar menjalankan perannya dengan baik tapi, Clara sadar diri, ia tidak boleh lengah sedikit pun karena semuanya hanya sementara."Aku berangkat ke kantor dulu, ada hal penting yang harus aku selesaikan." Ares mengecup kening Clara."Iya berhati-hati lah." Clara mengantar Ares sampai depan pintu.Ares tersenyum tipis dan mengusap pipi Clara lembut seolah berat untuk menin
Ares malam ini juga tidak pulang ke rumah dengan alasan keluar kota beberapa hari, padahal ia hanya ingin menghabiskan waktunya bersama Clara."Apa aku boleh ikut?" Mily bertanya melalui telepon."Lebih baik kamu di rumah dan beristirahat.""Tapi aku ingin ikut?" Mily tetap memaksa, ia ingin memastikan Ares benar-benar bekerja, bukan berduaan dengan wanita lain."Lain kali saja kalau liburan." Ares mematikan sambungan teleponnya sepihak tanpa menunggu balasan dari Mily terlebih dahulu."Kamu sangat kejam." Jerry geleng-geleng kepala dengan tingkah Ares yang sekarang."Aku tidak bisa jauh dari Clara. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamanya." Ares berbicara sambil melonggarkan dasinya lalu duduk di samping Jerry."Kamu sudah jatuh cinta padanya tapi sayang kamu tidak bisa adil membagi perasaanmu, harusnya waktu dan cintamu untuk Clara dan Mily imbang.""Aku tak tahu tapi, aku sekarang sudah tak berselera dengan Mily. Hanya sekedar mencumbunya saja, aku sudah tak bernafsu.""J
Ares selalu mendapatkan Clara walaupun ia tahu Clara tidak ingin bercinta dengannya tapi ia tetap memaksa."Kamu milikku." Ares mengusap pipi Clara. Menurutnya Clara sangat cantik.Clara yang muak pun memalingkan wajahnya dari Ares, sungguh ia sangat membenci Ares karena pria itu suka memaksa dan tidak berperasaan.Ares mencengkeram kuat dagu Clara dan mengarahkan untuk melihat ke arahnya. "Jangan berani-beraninya kamu memalingkan wajahmu dariku. Aku ini pemilikmu, pria lain tak berhak atas dirimu walaupun seujung kuku." Ia geram dengan Clara yang seolah-olah tidak sudi melihatnya."Aku bukan milikmu dan aku tidak sudi untuk hidup bersamamu. Jangan kamu lupa, setelah kontrak ini berakhir, aku terbebas dari pria egois sepertimu.""Kau...." Ares hendak menampar Clara. Namun, ia urungkan. Ia pikir lebih baik membuat Clara cepat hamil dan melahirkan anaknya. Tujuan awal ia ingin anaknya saja tapi, kali ini ia akan menggunakan anak itu untuk menahan Clara di sisinya. Ia tidak peduli jika i
Mily menunggu Ares di depan rumah, ia sangat kesal karena Ares telah membohonginya. Setelah Ares pergi, Ia datang ke kantor menanyakannya keberadaan Ares pada security yang bertugas, tapi mereka mengatakan jika Ares tidak datang ke kantor hari ini. Jerry pun tidak mau mengatakan keberadaan Ares dengan alasan tidak tahu. Padahal Jerry asisten pribadi Ares, seharusnya dia tahu keberadaan Bos-nya."Darimana saja kamu?" Mily langsung menghampiri Ares ketika melihat dia pulang."Kerja." Ares menjawab singkat. Ia ingin segera masuk dan beristirahat."Kenapa kamu berbohong? hari ini kamu tidak datang ke kantor.""Berapa lama kamu sudah menjadi istriku?""Sudah bertahun-tahun.""Lalu selama ini kamu tahu apa yang aku lakukan bukan?" Pertanyaan Ares terdengar dingin dan tak bersahabat."Kamu berubah." Air mata Mily menetes begitu saja. Ia sedih dengan perubahan sikap Ares."Masuklah." Ares menuntun Mily masuk Rumah. Ia merasa sangat bersalah telah membuat Mily menangis. "Maafkan aku, Sayang."
Ares kembali terlebih dulu daripada Clara. Tentu saja, Clara lebih lama, ia harus merapihkan tampilannya terlebih dahulu karena ulah Ares tadi saat di dalam toilet."Clara lama sekali, aku sudah lapar. Apa dia baik-baik saja?" Mily berbicara sambil melihat jam tangannya."Makanlah terlebih dahulu." Raga tahu apa yang terjadi tapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja."Maaf." Clara bergegas duduk karena ia sadar, ia sudah terlalu lama di toilet."Tidak apa-apa. Ayo makan." Mily dengan antusias melahap makanan pesannya yang sudah datang sejak tadi.Sungguh Clara ingin tertawa sekaligus merasa kasihan pada Mily. Andai saja dia tahu kalau dirinya adalah madunya. Apakah Mily masih bisa tertawa riang dan makan dengan lahap seperti sekarang ini?"Kenapa kamu tidak makan?" Raga memegang tangan Clara. "Nanti makin dingin."Suara dentingan sendok terdengar cukup nyaring. Membuat Raga dan Clara melihat ke arah Ares."Maaf ayam ini cukup keras tadi." Ares kesal tapi ia tidak mungkin mengakuinya
Raga membaca buku sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ini pertama kali baginya pergi bersama wanita. Biasanya ia hanya menghabiskan waktunya untuk belajar atau sekedar berkumpul dengan teman-temannya, Jerry dan Ares."Aku sudah siap."Raga menurunkan buku yang sedang ia baca dan melihat ke arah Clara. Sungguh Clara terlihat sangat cantik, pantas saja Ares mau menikahinya."Ada apa?" Clara memperhatikan penampilannya sendiri dari bawah sampai atas. "Maaf aku sudah biasa berpakaian seperti ini, kalau begitu aku akan mengganti bajuku yang lebih sopan lagi.""Tidak, kamu sangat cantik. Aku hanya kagum denganmu."Clara tersenyum canggung, ia bingung harus berekspresi seperti apa. Raga memang sangat manis dan ia mengakui itu. Dia juga sangat baik."Mari berangkat." Raga mempersilahkan Clara berjalan terlebih dahulu.Clara hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia sudah tidak sabar ingin berjalan-jalan.Tak butuh lama, Raga dan Clara sampai dipusat perbelanjaan yang letaknya tidak jauh dari apar