Semua mata tertuju pada suara sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai, sehingga menimbulkan dentingan seolah nada merdu pengantar sang Dewi berjalan.
Kaki jenjangnya yang mulus menggiurkan bagi kaum adam, rambut indah bergelombang bergerak-gerak seirama dengan langkahnya. Bibirnya merah menyala, kulit putihnya kontras dengan baju hitam ketat yang dia gunakan.Banyak pria yang harus menutup mulutnya rapat-rapat supaya air liurnya tidak menetes saat melihat sang Dewi malam berjalan diantara pengunjung hiburan malam."Tak salah bukan? Kita datang kemari? Lihatlah dia, Ar.""Biasa saja.""Ares sahabatku, ayolah tersenyum sedikit, nikmatilah keindahan ini.""Lakukan saja apa yang mau kamu lakukan, aku akan pulang sekarang."Pria bernama Ares berdiri tepat saat sang Dewi berjalan di sampingnya membuat langkahnya terhenti.Mata mereka saling beradu. Namun, dengan cepat Ares mengalihkan pandangannya seolah ia jijik dan tak sudi walaupun hanya melihatnya saja.Sang Dewi sendiri tak peduli, ia sudah biasa mendapatkan tatapan jijik seperti itu. Pria yang ada di dekatnya saat ini bukanlah pria pertama yang pernah memandang jijik serta memandang rendah pada dirinya."Minggir!!" Ares berucap dingin."Maaf Tuan, jalan di samping Anda masih luas." Setelah mengatakan itu, Sang Dewi berjalan angkuh melewati Ares."Lain kali kamu harus belajar manis.""Kamu mau tetap di tempat terkutuk ini atau ikut pulang, Tuan Jerry." Ares berbicara cukup kasar, ia merasa muak berlama-lama."Ck... menyebalkan." Jerry masih betah tapi ia tidak mau menghabiskan malamnya sendirian. Berat hati, akhirnya ia mengikuti Ares pulang.Sepanjang perjalanan Jerry protes karena ia belum melihat penampilan sang Dewi malam yang telah membuatnya tergila-gila."Apa bagusnya wanita seperti itu?"Ares tak mengerti mengapa Jerry dan banyak orang sejenis Jerry menyukai wanita yang kerap dipanggil sang Dewi itu. Ia akui, wanita itu memang sangat cantik tapi ia jijik dengan wanita yang mengorbankan harga dirinya demi uang."Kamu belum tahu seperti apa wanita itu. Dia gadis baik yang terjebak masuk ke sana.""Tidak ada terjebak tapi sengaja masuk untuk mengikuti gaya hidup yang wah.""Terserah kamu."Jerry malas berdebat dengan Ares dan ia lebih memilih diam karena percuma mendebat seorang Ares. Lagipula Ares tidak akan melirik wanita lain karena dia sudah memiliki istri yang sangat cantik, bernama Mily. Istri yang sangat dia cintai. Mungkin wanita paling cantik dan baik hanya Mily di mata Ares jadi percuma berdebat.❄️❄️❄️Sesampainya di rumah, Ares langsung di sambut oleh Mily. "Tumben pulang malam, Sayang?""Ada urusan." Ares memeluk dan mengecup kening Mily singkat."Aku sudah siapkan air hangat untukmu, mandilah. Setelah itu kita makan malam bersama, aku masak masakan kesukaan kamu.""Iya, Sayang."Ares merasa bersyukur dan sangat bahagia memiliki Mily dalam hidupnya. Mily wanita sabar, penuh kasih sayang dan pengertian. Ia belum pernah mendapatkan wanita seperti Mily sebelumnya.Mereka sudah menikah hampir tujuh tahun. Namun, sampai detik ini mereka belum juga di berikan keturunan.Kadang dalam hati kecilnya Ares ingin segera memiliki keturunan, sudah berbagai cara ia lakukan tapi sampai detik ini hasilnya nihil.Sedangkan kadang orang tuanya menginginkan cucu untuk penerus perusahaan Lesanden.Ares turun menemui mili setelah membersihkan diri tapi saat sampai di bawah, ia melihat Mily sedang menangis."Apa yang kalian lakukan pada istriku?" Ares langsung memeluk Mily dan berusaha untuk menenangkannya."Kami tidak melakukan apa pun.""Pa, Ma, Ares mohon, jangan ikut campur dalam urusan keluarga Ares lagi.""Papa hanya minta keturunan dari kamu tidak peduli bagaimana caranya."Lesanden berbicara tegas, kemudian mengajak istrinya pergi tanpa berbicara apa-apa lagi pada Ares, putra semata wayangnya.Ares hanya bisa terdiam melihat kepergian orangtuanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sempat ia berfikir untuk mengadopsi anak di panti asuhan tapi hal itu sangat tidak mungkin. Orangtuanya pasti menolak."Lalu sekarang bagaimana?" Mily terisak-isak, ia merasa sedih karena belum bisa memberikan apa yang mereka inginkan."Sudah tidak perlu pikirin, Sayang. Semua pasti baik-baik saja." Ares memeluk Mily untuk menenangkannya.❄️❄️❄️Saat cahaya matahari muncul dan saat itulah sang Dewi malam beranjak tidur. Ia bekerja tidak seperti orang-orang pada umumnya. Malam menjadi siang dan siang menjadi malam untuknya.Saat semua sedang terlelap ia harus terjaga sepanjang malam untuk menghibur. Sang Dewi malam penghibur pria-pria hidung belang.Ia berdecih dalam hati, ingin sekali ia keluar dari pekerjaan itu, tapi apalah daya ia sudah terikat kontrak dengan seorang mucikari.Sudah beberapa kali ia berusaha melepaskan diri tapi hasilnya selalu gagal.Ia ingin hidup normal, memiliki keluarga dan anak yang akan menemaninya hingga tua nanti. Namun, apakah dirinya pantas bermimpi terlalu tinggi sedangkan ia adalah orang yang hina?Hembusan nafas berat beberapa kali terdengar, ia merapikan make up-nya dan bergegas untuk pulang daripada harus melamun dan memimpikan hal yang mustahil. Lebih baik ia segera membersihkan diri dan pulang lalu tidur. Melupakan semua mimpi-mimpinya yang tak mungkin dapat ia raih.Wajah tampan Ares beberapa minggu ini terlihat kusut, ia tidak bersemangat dalam hal apa pun saat ini. Pikirannya kacau karena orang tuanya terus menekan dirinya untuk segera memiliki momongan. Ares sudah berkali-kali melakukan program kehamilan dengan dokter terkenal. Namun, hasilnya masih saja nihil.Penampilan Ares yang kusut itu, tak lepas dari pengamatan Jerry. "Ada apa? Kamu nampak kusut dan tak bersemangat." Jerry duduk di depan Ares."Hmm.""Kamu bisa ceritakan masalahmu padaku.""Kamu tidak akan bisa membantu masalahku.""Ah...aku tahu, pasti tentang kamu yang belum juga memiliki keturunan." Hal ini bukan hal baru, Jerry sangat hafal dengan masalah sahabatnya itu karena beberapa tahun belakangan ini, cuma masalah itu yang mampu mengusik ketenangan Ares."Lalu sekarang kamu masih mau bilang bisa bantu aku?""Aku penasaran, apa di antara kalian ada yang tidak sehat?" "Mungkin aku," gumam Ares pelan dan sedikit tak yakin. Namun, hasil lab menunjukan dirinya yang tidak sehat kat
Clara tidak bisa tidur pagi ini, ucapan pria gila semalam, terus terngiang di otaknya. Ucapan pria itu sungguh tidak masuk akal. "Pria memang gila." Clara bergumam sambil terus berusaha untuk memejamkan matanya karena ia harus kembali bekerja nanti malam.Di tempat lain, Ares sedang berfikir bagaimana ia bisa segila itu semalam. Seharusnya ia mencari wanita baik-baik sebagai partnernya tapi kenapa ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dengan bertindak bodoh mengajak seorang wanita penghibur untuk menjadi ibu dari calon anaknya kelak. Padahal jelas-jelas ia membenci tipe wanita rendahan seperti itu. Namun, kenapa ia bisa lepas kendali semalam."Aku sudah menyiapkan perjanjiannya." Ucapan Jerry membuyarkan lamunan Ares. "Maksud kamu?" Ia mengernyitkan keningnya bingung."Aku sudah mempersiapkan perjanjian sebelum kamu melakukan rencana itu, tapi aku tidak ingin jika wanita yang kamu pilih adalah Clara." Jerry berbicara jujur, ia memang tidak setuju jika Ares memilih Clara karena ia
Clara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidurnya kali ini terasa sangat nyenyak tidak seperti biasanya.Tidur?' gumamnya dalam hati. Namun, sedetik kemudian ia refleks membuka matanya lebar-lebar. Rasanya Clara ingin mengumpat. Bisa-bisanya ia tidur di mobil pria gila itu."Ini dimana?" Clara kebingungan, ia tidak berada di mobil saat ini. Padahal jelas-jelas tadi ia tertidur di dalam mobil. Bukan kamar."Sudah puas tidurnya, Nona?" Ares keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Air juga masih menetes dari rambut menambah keseksiannya.Seketika wajah Clara merah merona melihat pria yang ada dihadapannya. Ia segera memalingkan wajahnya untuk mengurangi rasa malunya."Lucu sekali." Ares berucap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk lain yang ia bawa."Apa maksudmu?""Kamu sangat lucu atau pura-pura polos? Bukankah kamu sering melihat lebih dari ini." Ares meremehkan Clara. Ia akui, akti
Clara memijat pelipisnya yang terasa pening. Sudah beberapa gelas minuman beralkohol ia habiskan, berharap rasa pening di kepalanya menghilang. Namun, bukannya menghilang, ia justru merasa semakin pening. Ditambah lagi, pria gila yang tidak ingin ia lihat, muncul dihadapannya."Jangan minum seperti ini, aku tidak mau rahimu bermasalah." Ares merebut gelas Clara dan membuang isinya ke lantai."Hai, Tuan!! Apa Anda sudah gila?!" Clara kesal, ia sengaja meninggikan suaranya."Cepatlah ikut denganku. Aku memiliki waktu satu minggu penuh untuk menghabiskan malam denganmu." Ares tidak peduli dengan Clara yang terlihat kesal."Gila!!" Clara rasanya kesal setengah mati. Pria itu benar-benar mengusik kehidupannya yang tenang."Aku tidak peduli." Ares menarik Clara secara paksa supaya mau ikut bersamanya meski wanita itu belum menyetujui kontrak yang ia usulkan."Anda jangan sembarangan atau saya teriak." Clara mencoba mengancam pria itu, berharap dia akan berhenti mengganggunya."Teriaklah sam
Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini. "Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menc
Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me