Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya.
"Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sudah menghajarnya habis-habisan hingga menjelang pagi. Pusatnya sungguh terasa perih dan nyeri."Kamu baik-baik saja?" Ares mengamati cara Clara berjalan."Menurut Anda?" Clara berkata sinis sembari menuju ruang makan setelah membersihkan diri."Jangan terlalu formal." Ares menarik kursi untuk Clara."Kamu bisa memasak?" Clara langsung mengambil makanan dan memakannya dengan lahap. Ia merasa butuh makan banyak untuk mengisi tenaganya kembali setelah semalam terkuras."Tentu saja."Sesekali Ares melirik ke arah Clara saat menyantap sarapannya. Sungguh baginya Clara sangat lucu, dia makan begitu lahapnya hingga berantakan. Refleks ia mengulurkan tangannya dan mengelap sudut bibir Clara yang terdapat sisa makanan.Jantung Clara berdetak kencang berkali-kali lipat. Perlakuan manis Ares membuatnya gugup."Kamu makan seperti anak kecil.""Bukan urusanmu." Clara berusaha menetralkan detak jantungnya. Ia harus bisa bersikap biasa dan ia tidak boleh jatuh cinta.Terdengar konyol, tidak mungkin ia jatuh cinta secepat ini. Clara harus terus mengingatkan dirinya jika semua yang terjadi saat ini hanya sementara."Baiklah habiskan sarapan mu, aku berangkat ke kantor dulu. Nanti aku pulang lebih awal. Jangan pergi kemana pun.""Aku bukan tahanan." Clara protes karena ia merasa kebebasan miliknya telah dibatasi."Aku tidak suka di bantah. Jadi ikuti saja. Jika kamu butuh apa pun katakan padaku." Ares meraih tas kerjanya, ia tidak mau ada bantahan atau perdebatan. Sehingga ia memutuskan untuk segera berangkat.Clara membrengut kesal, entah dosa apa yang ia lakukan hingga bertemu orang menyebalkan seperti Ares.Ares sendiri sengaja melarang Clara pergi-pergi karena ia tak ingin Clara kabur. Bahkan ia sampai mengunci pintu apartemennya dari luar. Sungguh ia tak habis pikir kenapa ia bisa seposesif itu pada Clara, padahal dengan Mily, ia tak pernah setakut ini.❄️❄️❄️"Pagi Bos." Jerry menyapa Ares saat mereka masuk dalam lift yang sama. "Tumben, berangkat pagi?""Hmm." Ares hanya berdehem sebagai jawaban."Bagaimana? sudah menemukan wanita yang pantas?""Persiapkan pernikahanku hari ini.""Pernikahan? Apa kamu mabuk?kamu kan sudah menikah." Jerry tertawa. Ia tidak tahu kalau ternyata Ares bisa bercanda meski menurutnya tidak lucu sama sekali."Lakukan saja perintahku, siapkan pernikahanku dengan Clara hari ini.""Apa!!""Kerjakan saja.""Tapi kenapa Clara?" Jerry protes, ia tidak setuju."Memangnya kenapa?" Ares menaikkan sebelah alisnya. Ia melihat Jerry dengan tatapan menyelidik."Ah sudahlah, aku akan mengurusnya." Jerry tidak bisa menjawab. Ia hanya bisa pasrah. Memangnya, siapa dirinya? Ia tidak akan mampu melawan Ares. "Lalu bagaimana dengan Mily?" Tiba-tiba ia teringat tentang Mily, istri Ares."Entahlah, cukup kamu rahasiakan semuanya." Ares sendiri sedang memikirkan bagaimana dengan perasaan Mily jika tahu ia menikah lagi. Ia merasa sengat bersalah tapi semuanya sudah terlanjur."Aku takut Mily tahu dan menyakiti Clara.""Aku akan melindungi Clara." Ares membalas ucapan Jerry seperti tak yakin dengan dirinya sendiri. Apakah ia mampu melindungi Clara?"Kamu tidak akan mungkin bisa melindungi Clara dari Mily." Jerry yang paham betul dengan sikap Ares pada Mily. Ares selalu menuruti dan membela Mily selama ini.Ares terdiam, semua yang di katakan Jerry benar. Ia tidak akan mungkin bisa membela Clara jika berurusan dengan Mily. Ia pasti akan memilih Mily dari siapa pun. Apalagi Clara hanya orang baru di hidupnya, tentu saja Mily lebih segala-galanya dari Clara."Jangan sampai kamu jatuh cinta pada Clara, kamu akan kesakitan saat melepaskannya nanti dan aku berharap Clara juga tidak jatuh cinta padamu karena dia korbannya dalam masalah ini. Itu sangat menyedihkan." Jerry keluar terlebih dahulu saat lift terbuka. Jujur saja ia tidak rela Clara ikut terseret dalam masalah Ares. Ia hanya takut dengan sikap Mily nantinya. "Aku pasti akan menolongmu."Jerry sudah lama menaruh hati pada Clara tapi ia tidak berani mengungkapkannya. Apalagi keluarga besarnya tidak akan mau menerima Clara karena itu ia tidak mendekati Clara. Ia tidak ingin menjalin hubungan tanpa masa depan. Anggap saja ia pengecut tidak berani mencobanya terlebih dahulu tapi ia yakin itu yang terbaik daripada harus menyakiti dengan harapan. Ia selama ini hanya bisa memandangi dan mengagumi Clara dari jauh.Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara terbangun, ia tersenyum tipis saat melihat Ares masih terlelap tidur di sampingnya dengan posisi tangan Ares memeluknya. Namun, senyum tipis itu tak bertahan lama. Hatinya terasa perih saat mengingat hubungan mereka hanya demi anak, bukan hal lainnya."Kamu sudah bangun?" Ares bertanya tanpa membuka matanya, ia mengelus-elus perut rata Clara dan menciumnya. "Semoga ada benih yang tumbuh di dalam sana," ucapnya penuh harap.Jika seperti ini, hati wanita mana yang tidak luluh? Clara harus bisa menguatkan dirinya sendiri supaya tidak terbuai dengan sikap manis Ares seperti sekarang ini."Kamu menginginkan sesuatu?" Ares membuka matanya dan menatap wajah Clara karena sejak tadi Clara hanya diam tidak menanggapi ucapannya."Tidak, aku tidak menginginkan apa pun." Clara melepaskan pelukan Ares lalu ia beranjak bangun untuk membersihkan diri.Ares tidak menahan Clara. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Clara dari atas ranjang. Ia bisa melihat jelas, Clara seperti tidak menyukai apa yan
Ponsel Ares terus saja berbunyi tapi, ia mengabaikannya, ia masih mencemaskan keadaan Clara yang sampai saat ini masih saja memejamkan matanya."Raga, kapan Clara akan bangun?" Ares khawatir, apalagi wajah Clara terlihat sangat pucat. "Entahlah." Raga merapihkan alat medisnya, ia masih ada jadwal pekerjaan untuk hari ini. "Jika Clara sudah bangun, berikan obat ini."Ares hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa bersalah dan ia akan menunggu Clara sampai bangun."Kamu ada di sini rupanya."Ares dan Raga melihat ke arah pintu, di sana sudah ada Jerry yang terlihat cemberut."Kenapa kamu kemari?""Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu disini?" Jerry berkacak pinggang. Meski Ares bosnya, ia tidak peduli."Pasti Mily menelfon mu, kan?" Raga tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat istri sahabatnya itu."Raga saja tahu. Kenapa kamu tidak peka?" Jerry menatap Ares tajam. Ia kesal karena setiap kali Ares pergi tanpa kabar atau ponselnya tidak bisa di hubungi. Ia selalu saja menjadi s
Clara tetap enggan untuk menatap wajah Ares meski seharian ini pria itu menemaninya."Makanlah!!" Ares membawakan bubur untuk Clara. Namun, Clara tak bergeming sedikit pun. Dia masih setia bergelung di dalam selimut seolah selimut itu sangat nyaman untuknya. "Jangan membuatku susah." Sebenarnya ia ingin sabar tapi, Clara terus mengabaikan dirinya, membuat ia mulai emosi. Apalagi ia memang bukan tipikal pria penyabar."Pergilah!" Clara berbicara tanpa melihat ke arah Ares. "Jangan mencoba untuk membantahku, apalagi mengusirku." Ares menarik tangan Clara secara kasar supaya bangun. "Kamu memang tidak bisa di perlakukan dengan halus, apa ibumu tidak pernah mengajarimu? Ck...tentu saja tidak, kalian wanita murahan."Clara menghempaskan tangan Ares lalu menampar pipi Ares cukup keras."Kau_____" Ares mengacungkan jarinya tepat di wajah Clara. Ia sangat marah saat ini." Kau wanita_____""Cukup Tuan Ares yang terhormat, Anda boleh saja menghinaku sesuka hati tapi jangan pernah menghina ibuk
Clara merasa sangat lemas. Ia tidak memiliki tenaga sama sekali. Hanya untuk mengambil segelas air di atas meja dekat tempat tidur, ia merasa kesulitan.Semua itu bukan tanpa alasan, Clara seperti ini karena ia sengaja tidak memakan makanan yang Ares berikan meskipun ia sangat lapar, ia tidak berniat untuk memakannya."Biar aku bantu." Raga yang baru saja datang, langsung membantu Clara duduk, kemudian mengambilkan gelas itu. "Maaf, aku masuk tanpa memencet bel terlebih dahulu. Aku punya kunci apartemen milik Ares, jadi aku langsung masuk saja tadi.""Terima kasih. Tidak masalah."Raga hanya mengangguk sekilas lalu ia pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk dan menyiapkan makanan serta obat untuk Clara."Anda tidak perlu repot seperti itu." Clara merasa tidak enak saat teman Ares kembali ke kamar membawa nampan berisi makanan yang terlihat sangat lezat."Tidak perlu formal denganku, panggil saja aku Raga," balasnya sembari tersenyum."Aku kemari untuk membantumu, aku tahu kalau kamu pas
Ares membuka dasinya paksa, ia merasa dasi itu seperti mencekik lehernya. Dasi yang seharusnya tak bermasalah, menjadi masalah. Mungkin semua itu karena Clara. Ia ingin bertemu dengannya. Terhitung sudah tiga hari ini ia tak datang. Ia juga terlalu gengsi untuk menghubungi Clara terlebih dahulu."Bagaimana keadaan wanita itu?" Tak tahan ingin mengetahui kabar Clara, ia terpaksa bertanya pada Jerry. Ia yakin, Jerry pasti datang ke sana, menemuinya.Jerry menaikkan sebelah alisnya, saat masuk ruangan karena Ares langsung menodongnya dengan pertanyaan. "Wanita yang mana?""Jangan berpura-pura bodoh." Ares berdecak kesal."Aku memang tidak tahu." Jerry meletakkan beberapa berkas di hadapan Ares."Aku yakin kamu sering menemuinya.""Sepertinya kamu salah menuduhku.""Jangan sentuh milikku!" Jerry tertawa, menurutnya sikap Ares sangat lucu. Orang bodoh saja tahu, kalau Ares sudah jatuh cinta dengan Clara tapi dia terus mengelak."Apa menurutmu ada sesuatu yang lucu, Tuan Jerry?!" Ares gera
Ares tak sadar jika saat ini sudah larut malam. Ia sibuk dengan pekerjaannya sejak tadi sambil menunggu Clara pastinya."Apa kamu tidak pulang?"Ares mendongakkan kepalanya melihat ke arah Clara kemudian beralih melihat jam pada layar laptopnya. "Aku tidak pulang." Ia menggerakkan tubuhnya yang terasa pegal. "Apa kamu lapar?""Tidak.""Tapi aku lapar dan kamu harus menemani aku makan." Ares mengambil ponselnya untuk memesan makanan.Clara hanya diam, ia tidak ingin berdebat dengan Ares saat ini."Aku akan mandi, kamu bukakan pintu jika pesanannya sudah datang. Ambil saja uangnya di sini." Ares meletakkan dompetnya di atas meja kemudian masuk kamar mandi. Tubuhnya sangat lelah, ia butuh mandi supaya segar kembali.Tak lama bel berbunyi, Clara terpaksa beranjak dari tempat tidur meski ia masih sedikit lemas. Ia mengambil dompet milik Ares sesuai perintahnya. Ketika ia membuka dompet milik Ares untuk mengambil uang, hatinya seakan tertusuk sebilah pedang tepat di hatinya."Kenapa masih d