Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.
Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini."Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menciumi leher Clara. Meski sebenarnya ia ingin langsung ke inti. Namum, rasanya itu terlalu terburu-buru, ia ingin menikmati setiap jengkal tubuh Clara terlebih dahulu."Nikahi saya."Mendengar ucapan Clara, Ares langsung menghentikan kegiatannya dan kembali menatap Clara seolah ia baru saja salah dengar."Apa kamu gila?aku tidak mungkin menikahimu. Aku sudah punya istri dan dia seorang wanita terpandang, sedangkan kamu?" Ares menaikkan sebelah alisnya seolah meremehkan Clara yang ia anggap bermimpi terlalu tinggi. Wanita sepertinya tidak layak dinikahi oleh pria terhormat sepertinya."Kalau begitu saya tidak mau." Clara berusaha bangkit dan mendorong Ares menjauh darinya."Kamu tidak punya pilihan atau pun menolak." Ares mencengkeram tangan Clara kuat-kuat. Ia tidak bisa di tolak seperti ini. Apalagi oleh wanita seperti Clara."Saya punya hak. Jika pun saya hamil nanti, saya ingin dia menjadi anak yang sah dan tentu saja namaku yang berhak menjadi ibunya." Clara berucap tegas. Ia tidak ingin mendapatkan perlakuan tak adil karena ia merasa punya hak yang sama sebagai manusia.Ares terdiam. Clara memang mempunyai hak itu tapi bagaimana dengan Mily?"Kalau Anda tidak sanggup, carilah wanita lain yang mau membuang anaknya atau wanita kejam yang mau suka rela menjual darah dagingnya tanpa perlu di akui.""Baiklah aku akan menikahimu tapi jangan harapkan aku akan membuat pesta meriah untukmu dan kamu juga harus sadar diri, pernikahan yang akan kita lakukan rahasia."Ares akhirnya menyerah, ia bersedia menikahi Clara tapi ia tidak ingin pernikahannya itu diketahui oleh orang lain."Hai Tuan, saya tidak perlu kemewahan yang saya inginkan supaya anak saya di akui sah oleh agama dan juga negara.""Ck.... wanita sepertimu tahu apa tentang agama." Ares mencemooh Clara. Rasanya sangat menggelikan, wanita penghibur berbicara tentang agama."Jangan pernah memandang rendah orang lain tanpa tahu apa yang terjadi."Ares hanya tersenyum tipis tak ingin mendebat Clara yang menurutnya pandai bicara dan berakting. Ia lebih memilih mengalihkan pandangannya pada tubuh mulus Clara. "Lakukan tugasmu dengan baik." Perlahan ia menarik handuk yang membalut tubuh Clara kemudian melemparkannya asal.Beberapa kali Ares mengagumi tubuh indah Clara saat melihatnya secara jelas seperti saat ini. Ia benar-benar di buat gila oleh seorang Clara.Sentuhan demi sentuhan ia layangkan untuk menikmati setiap inci tubuh Clara. Ia tak ingin melewatkan barang sedikit pun keindahan yang sedang ia nikmati.Rona merah di pipi Clara membuat wajahnya semakin cantik. Ares semakin gemas, ia melahap bibir Clara rakus dan tidak hanya itu, tangannya tak berhenti bermain-main di seluruh tubuh Clara."Aku tak tahan lagi," bisik Ares serak sembari melepas seluruh pakaiannya.Wajah Clara semakin merah padam melihat milik Ares sudah berdiri tegak."Tingkah kamu seperti perawan saja." Ares tak habis pikir, tingkah laku Clara seperti wanita yang baru pertama kali akan melakukan hubungan dengan lawan jenis.Clara sudah tidak mampu berkata-kata apalagi harus membalas ucapan Ares. Ia hanya memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Ares memposisikan diri untuk memulai aksinya. Ia melihat Clara beberapa kali meringis menahan sakit saat ia mencoba masuk. Ia semakin heran karena merasa kesusahan untuk menerobos masuk. Bukankah sehingga ia mudah untuk melakukannya mengingat Clara sering melakukannya dengan pria-pria yang datang ke tempat hiburan malam itu.Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya Ares berhasil menerobos milik Clara dan saat itu juga Clara menjerit dan menangis."Kamu masih perawan?" Ares tak kalah terkejutnya seolah tak percaya.Clara hanya mengangguk sebagai jawaban."Ok tenanglah, rileks." Ares sengaja tidak langsung bergerak supaya Clara bisa menyesuaikan diri terlebih dahulu. Tak lupa ia juga memberikan sentuhan supaya Clara melupakan rasa sakitnya dan cara itu berhasil, Clara sudah terlihat rileks. "Aku akan memulainya pelan-pelan dan jangan lupa sebut namaku Ares." Ia mulai bergerak setelah mengucapkan itu.Dalam hati Ares merasa senang karena ia pria pertama untuk Clara tapi ada juga terselip perasaan bersalah di hatinya karena sudah menghina Clara dan memandang rendah Clara sejak awal pertemuan mereka.Setelah beberapa lama, akhirnya mereka sampai pada puncaknya. Clara merasa sangat lemas dan ingin segera memejamkan matanya yang juga terasa berat."Maaf." Ares berucap sangat pelan sambil memandangi Clara yang saat ini terpejam. Entah kesakitan atau kelelahan dan mengantuk.Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara terbangun, ia tersenyum tipis saat melihat Ares masih terlelap tidur di sampingnya dengan posisi tangan Ares memeluknya. Namun, senyum tipis itu tak bertahan lama. Hatinya terasa perih saat mengingat hubungan mereka hanya demi anak, bukan hal lainnya."Kamu sudah bangun?" Ares bertanya tanpa membuka matanya, ia mengelus-elus perut rata Clara dan menciumnya. "Semoga ada benih yang tumbuh di dalam sana," ucapnya penuh harap.Jika seperti ini, hati wanita mana yang tidak luluh? Clara harus bisa menguatkan dirinya sendiri supaya tidak terbuai dengan sikap manis Ares seperti sekarang ini."Kamu menginginkan sesuatu?" Ares membuka matanya dan menatap wajah Clara karena sejak tadi Clara hanya diam tidak menanggapi ucapannya."Tidak, aku tidak menginginkan apa pun." Clara melepaskan pelukan Ares lalu ia beranjak bangun untuk membersihkan diri.Ares tidak menahan Clara. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Clara dari atas ranjang. Ia bisa melihat jelas, Clara seperti tidak menyukai apa yan
Ponsel Ares terus saja berbunyi tapi, ia mengabaikannya, ia masih mencemaskan keadaan Clara yang sampai saat ini masih saja memejamkan matanya."Raga, kapan Clara akan bangun?" Ares khawatir, apalagi wajah Clara terlihat sangat pucat. "Entahlah." Raga merapihkan alat medisnya, ia masih ada jadwal pekerjaan untuk hari ini. "Jika Clara sudah bangun, berikan obat ini."Ares hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa bersalah dan ia akan menunggu Clara sampai bangun."Kamu ada di sini rupanya."Ares dan Raga melihat ke arah pintu, di sana sudah ada Jerry yang terlihat cemberut."Kenapa kamu kemari?""Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu disini?" Jerry berkacak pinggang. Meski Ares bosnya, ia tidak peduli."Pasti Mily menelfon mu, kan?" Raga tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat istri sahabatnya itu."Raga saja tahu. Kenapa kamu tidak peka?" Jerry menatap Ares tajam. Ia kesal karena setiap kali Ares pergi tanpa kabar atau ponselnya tidak bisa di hubungi. Ia selalu saja menjadi s
Clara tetap enggan untuk menatap wajah Ares meski seharian ini pria itu menemaninya."Makanlah!!" Ares membawakan bubur untuk Clara. Namun, Clara tak bergeming sedikit pun. Dia masih setia bergelung di dalam selimut seolah selimut itu sangat nyaman untuknya. "Jangan membuatku susah." Sebenarnya ia ingin sabar tapi, Clara terus mengabaikan dirinya, membuat ia mulai emosi. Apalagi ia memang bukan tipikal pria penyabar."Pergilah!" Clara berbicara tanpa melihat ke arah Ares. "Jangan mencoba untuk membantahku, apalagi mengusirku." Ares menarik tangan Clara secara kasar supaya bangun. "Kamu memang tidak bisa di perlakukan dengan halus, apa ibumu tidak pernah mengajarimu? Ck...tentu saja tidak, kalian wanita murahan."Clara menghempaskan tangan Ares lalu menampar pipi Ares cukup keras."Kau_____" Ares mengacungkan jarinya tepat di wajah Clara. Ia sangat marah saat ini." Kau wanita_____""Cukup Tuan Ares yang terhormat, Anda boleh saja menghinaku sesuka hati tapi jangan pernah menghina ibuk
Clara merasa sangat lemas. Ia tidak memiliki tenaga sama sekali. Hanya untuk mengambil segelas air di atas meja dekat tempat tidur, ia merasa kesulitan.Semua itu bukan tanpa alasan, Clara seperti ini karena ia sengaja tidak memakan makanan yang Ares berikan meskipun ia sangat lapar, ia tidak berniat untuk memakannya."Biar aku bantu." Raga yang baru saja datang, langsung membantu Clara duduk, kemudian mengambilkan gelas itu. "Maaf, aku masuk tanpa memencet bel terlebih dahulu. Aku punya kunci apartemen milik Ares, jadi aku langsung masuk saja tadi.""Terima kasih. Tidak masalah."Raga hanya mengangguk sekilas lalu ia pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk dan menyiapkan makanan serta obat untuk Clara."Anda tidak perlu repot seperti itu." Clara merasa tidak enak saat teman Ares kembali ke kamar membawa nampan berisi makanan yang terlihat sangat lezat."Tidak perlu formal denganku, panggil saja aku Raga," balasnya sembari tersenyum."Aku kemari untuk membantumu, aku tahu kalau kamu pas
Ares membuka dasinya paksa, ia merasa dasi itu seperti mencekik lehernya. Dasi yang seharusnya tak bermasalah, menjadi masalah. Mungkin semua itu karena Clara. Ia ingin bertemu dengannya. Terhitung sudah tiga hari ini ia tak datang. Ia juga terlalu gengsi untuk menghubungi Clara terlebih dahulu."Bagaimana keadaan wanita itu?" Tak tahan ingin mengetahui kabar Clara, ia terpaksa bertanya pada Jerry. Ia yakin, Jerry pasti datang ke sana, menemuinya.Jerry menaikkan sebelah alisnya, saat masuk ruangan karena Ares langsung menodongnya dengan pertanyaan. "Wanita yang mana?""Jangan berpura-pura bodoh." Ares berdecak kesal."Aku memang tidak tahu." Jerry meletakkan beberapa berkas di hadapan Ares."Aku yakin kamu sering menemuinya.""Sepertinya kamu salah menuduhku.""Jangan sentuh milikku!" Jerry tertawa, menurutnya sikap Ares sangat lucu. Orang bodoh saja tahu, kalau Ares sudah jatuh cinta dengan Clara tapi dia terus mengelak."Apa menurutmu ada sesuatu yang lucu, Tuan Jerry?!" Ares gera