Clara memijat pelipisnya yang terasa pening. Sudah beberapa gelas minuman beralkohol ia habiskan, berharap rasa pening di kepalanya menghilang. Namun, bukannya menghilang, ia justru merasa semakin pening. Ditambah lagi, pria gila yang tidak ingin ia lihat, muncul dihadapannya.
"Jangan minum seperti ini, aku tidak mau rahimu bermasalah." Ares merebut gelas Clara dan membuang isinya ke lantai."Hai, Tuan!! Apa Anda sudah gila?!" Clara kesal, ia sengaja meninggikan suaranya."Cepatlah ikut denganku. Aku memiliki waktu satu minggu penuh untuk menghabiskan malam denganmu." Ares tidak peduli dengan Clara yang terlihat kesal."Gila!!" Clara rasanya kesal setengah mati. Pria itu benar-benar mengusik kehidupannya yang tenang."Aku tidak peduli." Ares menarik Clara secara paksa supaya mau ikut bersamanya meski wanita itu belum menyetujui kontrak yang ia usulkan."Anda jangan sembarangan atau saya teriak." Clara mencoba mengancam pria itu, berharap dia akan berhenti mengganggunya."Teriaklah sampai suaramu habis, tidak ada yang akan menolongmu.""Madam pasti akan menolongku."Clara sangat yakin, wanita tempat pemilik hiburan malam ini, pasti bersedia membantunya. Apalagi ia termasuk anak buahnya yang paling banyak diminati pelanggan."Cobalah dan aku yakin, usahamu akan sia-sia karena aku sudah memberikan wanita itu uang cukup banyak." Ares tersenyum meremehkan.Clara menghembuskan nafas kasar, harapannya pupus untuk bisa kabur dari pria itu, Madam pasti tidak akan membantunya karena sudah di sogok dengan uang. Ia tak menyangka, pria itu sangat licik."Jadwal kita hari ini, mengunjungi dokter kandungan untuk memeriksa kesehatan rahimu. Selain itu, kamu juga harus di cek kesehatan. Mengingat kamu sering bergonta-ganti pasangan, aku tidak mau tertular virus HIV olehmu."Ares berbicara panjang lebar untuk memberikan pengertian pada Clara. Ia tidak peduli dengan perasaan Clara. Entah dia tersinggung dengan ucapannya atau tidak, ia tidak berniat untuk bersikap manis pada wanita itu."Kamu takut tertular penyakit, Tuan?" Clara tersenyum mengejek. "Aku sarankan kamu supaya mencari wanita dari tempat lain. Jangan di tempat hiburan malam seperti ini.""Tidak usah banyak bicara. Ikut aku ke dokter sekarang juga."Ares tidak bisa membalas ucapan Clara. Ia juga tidak mengerti, mengapa ia memilih Clara yang berasal dari tempat hiburan malam daripada wanita baik di luar sana.Clara berusaha terus menolak tapi penolakannya seolah sia-sia. Pria itu tetap menyeretnya untuk ikut bersamanya dan kini ia berakhir di sebuah rumah sakit."Ga, periksa dia." Ares langsung masuk ke ruangan sahabatnya yang berprofesi sebagai dokter.Raga langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ares dari rekam medis yang tengah ia baca. Ia menatap Ares aneh seolah meminta penjelasan karena Ares membawa wanita lain, bukan istrinya."Lakukan saja apa yang aku ucapkan. Jangan lupa, periksa secara detail dari keseluruhan untuk program kehamilan."Ares tahu maksud tatapan Raga. Namun, saat ini ia enggan untuk menjelaskannya."Baiklah, TUAN." Raga sengaja menekan kata tuan pada ucapannya, sebagai tanda, ia kesal dengan tingkah laku sahabatnya. Ia tidak suka, Ares menjadi pria yang sembarangan seperti Jerry. Apalagi Ares sudah memiliki istri. "Mari ikut saya, Nona," ucapnya kemudian pada wanita cantik yang berada di samping Ares."Cepatlah!" Ares mendorong Clara ke arah Raga supaya cepat diperiksa.Meski Clara enggan dan tentunya malu tapi akhirnya ia tetap mengikuti dokter masuk ke ruang periksa."Lebih baik, Anda menunggumu diluar." Raga masih menatap sinis ke arah Ares. Andai saja ia tidak tengah bekerja, mungkin ia akan mencerca Ares dengan berbagai pertanyaan.Ares mengangguk. Ia menunggu Clara di luar dan ia berharap kondisi Clara sehat dan bisa segera mengandung anaknya."Siapa namamu?" Raga bertanya pada Clara sembari mempersiapkan alat yang ia butuhkan."Clara."Raga hanya mengangguk dan tidak bertanya lebih banyak lagi meski ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi."Bagaimana kondisinya?" tanya Ares tak sabaran begitu Raga selesai memeriksa Clara."Semuanya baik." Raga merasa, Ares tidak butuh penjelasan darinya panjang lebar karena ia lah yang seharusnya mendapatkan penjelasan dari Ares tentang maksud dari semua ini."Bagus." Ares tersenyum tipis. Kemudian ia menghampiri Clara yang baru keluar. "Ayo kita pergi!" Ares menarik Clara supaya bergegas."Lepaskan!" Clara berusaha untuk melepaskan diri. "Sekarang lebih baik gantian Anda untuk periksa kejiwaan.""Aku tidak peduli." Ares tetap menarik Clara supaya ikut dengannya. Ia tidak peduli dengan tatapan aneh Raga beserta orang atau perawat yang ada di sana.Ares akan membawa Clara ke apartemen pribadinya. Selama seminggu ini ia akan tinggal di sana bersama wanita itu selagi Mily pergi berlibur."Lepaskan aku, Tuan. Aku tidak mau dan perlu Anda ingat, aku tidak menyetujui kontrak yang Anda tawarkan." Clara memaksa untuk berhenti saat mereka kini sudah sampai di pintu kamar sebuah apartemen."Kamu tidak punya pilihan." Ares membuka pintu apartemen dan mendorong Clara masuk, lalu ia menguncinya supaya tidak kabur."Tindakan Ares membuat Clara gugup dan tentu saja ketakutan. Ia belum pernah berdua saja di kamar bersama seorang pria meski pekerjaannya sebagai wanita penghibur di tempat hiburan malam."Tenang saja, aku tidak akan melakukannya sekarang." Ares melihat ketakutan di wajah Clara." Kita akan mencoba untuk tidur bersama dulu malam ini. Jadi sekarang bersihkan diri kamu, aku akan mandi di sana. Kamu bisa pake baju yang ada di lemari sementara dan panggil saja aku Ares.""Dasar Tuan Pemaksa!!" Clara berseru sembari berlari masuk kamar mandi.Ares mendengus, melihat kelakuan Clara yang terus melawan. Jujur saja ia tidak sabar ingin menerkam Clara sekarang juga tapi ia masih punya hati untuk membiarkan Clara beradaptasi dulu dengannya semalam. Walaupun ia yakin hal itu tidak di butuhkan oleh Clara karena setiap malam saja ia berganti-ganti pasangan. Memikirkan itu membuatnya sedikit jijik karena ia tidak sudi berbagi dengan orang lain. Namun, saat ini ia tidak bisa melepaskan Clara. Ia menginginkan wanita itu.Clara menepuk keningnya sendiri, ia lupa tidak membawa baju ganti terlebih dahulu saat masuk kamar mandi. Lagi pula, ia juga tidak punya baju ganti karena pria itu memaksanya untuk ikut tanpa pemberitahuan. Padahal dia sendiri yang mengatakan akan memberikannya waktu untuk berfikir."Lama sekali, apa kamu tidur di dalam sana?" Ares mengetuk pintu kamar mandi karena Clara tak kunjung keluar sejak tadi.Clara yang mendengar ketukan pintu, ia membuka sedikit pintunya lalu menyembulkan kepalanya sedikit."Tolong ambilkan baju, aku lupa membawanya." Ucapnya malu-malu."Keluar saja, ambil di lemari. Ada beberapa baju wanita di sana." Ares tersenyum kecil dan beranjak ke tempat tidur meninggalkan Clara. Ia sengaja tidak membantunya."Dasar menyebalkan!!" Clara berteriak kesal. Akhirnya ia terpaksa keluar hanya menggunakan handuk dari kamar mandi dan hal itu sukses membuat Ares tegang tanpa ia sadari."Ouhh sh*tt..!!" Ares mengumpat pelan dan mencoba untuk menetralkan hasratnya yang mulai bergejolak. Padahal ia tidak pernah seperti ini saat bersama Mily.Ares benar-benar tidak tahu dengan perasaannya sekarang ini. Ia hanya menginginkan Clara lebih dari yang pernah ia kira sebelumnya.Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini. "Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menc
Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara terbangun, ia tersenyum tipis saat melihat Ares masih terlelap tidur di sampingnya dengan posisi tangan Ares memeluknya. Namun, senyum tipis itu tak bertahan lama. Hatinya terasa perih saat mengingat hubungan mereka hanya demi anak, bukan hal lainnya."Kamu sudah bangun?" Ares bertanya tanpa membuka matanya, ia mengelus-elus perut rata Clara dan menciumnya. "Semoga ada benih yang tumbuh di dalam sana," ucapnya penuh harap.Jika seperti ini, hati wanita mana yang tidak luluh? Clara harus bisa menguatkan dirinya sendiri supaya tidak terbuai dengan sikap manis Ares seperti sekarang ini."Kamu menginginkan sesuatu?" Ares membuka matanya dan menatap wajah Clara karena sejak tadi Clara hanya diam tidak menanggapi ucapannya."Tidak, aku tidak menginginkan apa pun." Clara melepaskan pelukan Ares lalu ia beranjak bangun untuk membersihkan diri.Ares tidak menahan Clara. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Clara dari atas ranjang. Ia bisa melihat jelas, Clara seperti tidak menyukai apa yan
Ponsel Ares terus saja berbunyi tapi, ia mengabaikannya, ia masih mencemaskan keadaan Clara yang sampai saat ini masih saja memejamkan matanya."Raga, kapan Clara akan bangun?" Ares khawatir, apalagi wajah Clara terlihat sangat pucat. "Entahlah." Raga merapihkan alat medisnya, ia masih ada jadwal pekerjaan untuk hari ini. "Jika Clara sudah bangun, berikan obat ini."Ares hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa bersalah dan ia akan menunggu Clara sampai bangun."Kamu ada di sini rupanya."Ares dan Raga melihat ke arah pintu, di sana sudah ada Jerry yang terlihat cemberut."Kenapa kamu kemari?""Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu disini?" Jerry berkacak pinggang. Meski Ares bosnya, ia tidak peduli."Pasti Mily menelfon mu, kan?" Raga tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat istri sahabatnya itu."Raga saja tahu. Kenapa kamu tidak peka?" Jerry menatap Ares tajam. Ia kesal karena setiap kali Ares pergi tanpa kabar atau ponselnya tidak bisa di hubungi. Ia selalu saja menjadi s
Clara tetap enggan untuk menatap wajah Ares meski seharian ini pria itu menemaninya."Makanlah!!" Ares membawakan bubur untuk Clara. Namun, Clara tak bergeming sedikit pun. Dia masih setia bergelung di dalam selimut seolah selimut itu sangat nyaman untuknya. "Jangan membuatku susah." Sebenarnya ia ingin sabar tapi, Clara terus mengabaikan dirinya, membuat ia mulai emosi. Apalagi ia memang bukan tipikal pria penyabar."Pergilah!" Clara berbicara tanpa melihat ke arah Ares. "Jangan mencoba untuk membantahku, apalagi mengusirku." Ares menarik tangan Clara secara kasar supaya bangun. "Kamu memang tidak bisa di perlakukan dengan halus, apa ibumu tidak pernah mengajarimu? Ck...tentu saja tidak, kalian wanita murahan."Clara menghempaskan tangan Ares lalu menampar pipi Ares cukup keras."Kau_____" Ares mengacungkan jarinya tepat di wajah Clara. Ia sangat marah saat ini." Kau wanita_____""Cukup Tuan Ares yang terhormat, Anda boleh saja menghinaku sesuka hati tapi jangan pernah menghina ibuk
Clara merasa sangat lemas. Ia tidak memiliki tenaga sama sekali. Hanya untuk mengambil segelas air di atas meja dekat tempat tidur, ia merasa kesulitan.Semua itu bukan tanpa alasan, Clara seperti ini karena ia sengaja tidak memakan makanan yang Ares berikan meskipun ia sangat lapar, ia tidak berniat untuk memakannya."Biar aku bantu." Raga yang baru saja datang, langsung membantu Clara duduk, kemudian mengambilkan gelas itu. "Maaf, aku masuk tanpa memencet bel terlebih dahulu. Aku punya kunci apartemen milik Ares, jadi aku langsung masuk saja tadi.""Terima kasih. Tidak masalah."Raga hanya mengangguk sekilas lalu ia pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk dan menyiapkan makanan serta obat untuk Clara."Anda tidak perlu repot seperti itu." Clara merasa tidak enak saat teman Ares kembali ke kamar membawa nampan berisi makanan yang terlihat sangat lezat."Tidak perlu formal denganku, panggil saja aku Raga," balasnya sembari tersenyum."Aku kemari untuk membantumu, aku tahu kalau kamu pas