Clara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidurnya kali ini terasa sangat nyenyak tidak seperti biasanya.
Tidur?' gumamnya dalam hati. Namun, sedetik kemudian ia refleks membuka matanya lebar-lebar.Rasanya Clara ingin mengumpat. Bisa-bisanya ia tidur di mobil pria gila itu."Ini dimana?" Clara kebingungan, ia tidak berada di mobil saat ini. Padahal jelas-jelas tadi ia tertidur di dalam mobil. Bukan kamar."Sudah puas tidurnya, Nona?" Ares keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Air juga masih menetes dari rambut menambah keseksiannya.Seketika wajah Clara merah merona melihat pria yang ada dihadapannya. Ia segera memalingkan wajahnya untuk mengurangi rasa malunya."Lucu sekali." Ares berucap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk lain yang ia bawa."Apa maksudmu?""Kamu sangat lucu atau pura-pura polos? Bukankah kamu sering melihat lebih dari ini." Ares meremehkan Clara. Ia akui, akting Clara sangat natural, jika ia tidak tahu apa pekerjaan Clara, mungkin ia akan tertipu dan mengira Clara gadis polos."Aku ingin pulang." Clara tidak menanggapi, ia malas berhubungan dengan pria gila."Tanda tangan dulu map itu, kamu baru boleh pulang." Ares menunjukkan map di atas nakas itu dengan dagunya."Apa itu?""Bacalah kemudian tanda tangani." Ares mengambil kaos di lemari pakaian dan kembali masuk kamar mandi.Ragu-ragu, Clara mengambil map itu dan membacanya satu persatu. "Apa ini!" Mata Clara membulat sempurna setelah membacanya. "Pria itu benar-benar gila." Clara langsung meletakkan kembali map itu di atas nakas."Bagaimana?" Ares muncul dari balik pintu dengan tampilan santainya."Sepertinya Anda harus periksa kejiwaan."Ares menaikkan sebelah alisnya."Kamu tahu? aku tidak suka penolakan.""Carilah wanita lain, Tuan. Aku tidak berminat dan aku juga tidak setuju." Clara beranjak dari tempat tidur dan meraih tasnya yang tak jauh darinya."Kamu tidak bisa pergi kemana pun." Ares mendorong Clara hingga terjatuh kembali di atas ranjang."Kasar sekali Anda!" Clara protes, ia tidak suka mendapatkan perlakuan kasar seperti ini."Cepat tanda tangan! Aku akan memberikanmu hidup yang layak.""Aku masih mampu untuk bertahan hidup tanpa harus menerima uang Anda."Ares yang tak sabaran meraih map itu dan memaksa Clara untuk tanda tangan."Aku tidak mau." Clara menepis map itu."Jangan memaksaku untuk berbuat kasar!!" Ares yang memiliki kesabaran setipis tisu, membentak Clara supaya bersedia tanda tangan.Entah apa yang terjadi padanya, Ares juga tidak mengerti. Saat ini, ia hanya ingin Clara setuju dengan rencana gila ini."Anda benar-benar gila." Clara berusaha bangun, ia ingin segera pergi secepat mungkin."Cepat tanda tangan. Setelah itu kamu bisa segera pergi." Ares menyodorkan kembali map berisi perjanjian itu tepat dihadapan Clara."Carilah wanita lain yang mau hamil anak Anda. Aku tidak mau."Clara bersikeras untuk menolak. Ia tidak tergiur sama sekali dengan nominal yang tertera sebagai imbalan.Mungkin jika Clara tidak memiliki hati, ia bisa saja menerimanya karena persyaratan sangat mudah. Ia harus bersedia mengandung anak pria itu. Setelah anaknya lahir, ia hanya perlu menyerahkannya dan mendapatkan imbalan. Namun, ia seorang wanita normal, ia tidak akan mungkin rela memberikan anaknya demi sejumlah uang meski ia hanya wanita rendahan."Baiklah mungkin kamu butuh waktu, aku akan berikan kamu waktu tiga hari.""Terserah."Clara malas menanggapi ia hanya berfikir ingin segera pergi. Namun, lagi-lagi ia di buat terkejut karena pria iti menahannya dan mencekal kedua tangannya ke atas lalu melumat bibirnya rakus.Clara berusaha menutup mulutnya rapat-rapat dan memberontak supaya di lepaskan tapi pria itu seperti tidak mau menyerah hingga ia kesulitan bernapas."Aku tak ingin menunggu lama, datanglah kemari. Bawa barang-barang milikmu besok." Ares berbicara terengah-engah setengah melepaskan ciumannya secara terpaksa.Clara tidak menjawab. Ia justru memilih untuk bangun dan segera pergi.❄️❄️❄️Mily mengemasi barang-barang yang akan ia bawa untuk pergi berlibur. Sungguh ia tertekan karena orang tua Ares terus menyingung bahkan terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya di depan orang banyak. Ia sangat malu tapi ia harus bertahan demi Ares."Pesawat satu jam lagi." Jerry memberi tahu Milu. Entah kemana Ares saat ini, tiba-tiba saja setelah meeting dia menghilang dan tidak bisa di hubungi sampai saat ini.Biasanya Ares tak pernah lupa tentang Mily sesibuk apa pun itu tapi kali ini dia bak hilang di telan bumi sehingga harus ia yang mengurus semua keperluan Mily sebelum berangkat."Kemana Ares?""Mana aku tahu."Terdengar jelas nada tak suka dari jawaban Jerry. Andai Mily bukan istri Ares, mungkin ia tidak akan bersedia melakukan semua ini. Ia tidak menyukai Mily."Kamu asisten pribadinya? Kenapa bisa tidak tahu?""Ini sudah di luar jam kerja Nyonya Mily. Aku tidak punya tanggung jawab dua puluh empat jam penuh untuk membuntutinya.""Aku tidak peduli, cepat telefon Ares." Mily memerintahkan Jerry seenaknya sendiri."Hmm." Jerry kesal. Namun, ia tetap mengikuti perintah nyonya bosnya.Belum sempat Ares menelpon, Ares sudah muncul. "Untung kamu cepat datang, aku udah muak. Lagi pula ini di luar jam kerja. Ingat di hitung lembur." Jerry berbicara sembari berlalu pergi.Ares tidak peduli dengan ucapan Jerry, ia langsung menghampiri Mily."Maaf terlambat, Sayang.""Kemana saja, Sayang? Nanti aku telat." Mily merajuk saat Ares mendekat ke arahnya."Maaf, Sayang." Ares memeluk Mily dan berharap dimaafkan."Jangan ulangin, aku tidak suka." Mily membalas pelukan Ares. Namun, saat ia memeluk Ares, ia merasa ada yang berbeda, tubuh Ares bau sangat harum dan itu seperti parfum wanita. Ia ingin bertanya tapi ia urungkan niatnya karena tak ingin terjadi salah paham di antara mereka berdua.Lagipula selama ini Ares setia padanya. Jadi tak mungkin Ares bermain dengan wanita lain pikir Mily.Clara memijat pelipisnya yang terasa pening. Sudah beberapa gelas minuman beralkohol ia habiskan, berharap rasa pening di kepalanya menghilang. Namun, bukannya menghilang, ia justru merasa semakin pening. Ditambah lagi, pria gila yang tidak ingin ia lihat, muncul dihadapannya."Jangan minum seperti ini, aku tidak mau rahimu bermasalah." Ares merebut gelas Clara dan membuang isinya ke lantai."Hai, Tuan!! Apa Anda sudah gila?!" Clara kesal, ia sengaja meninggikan suaranya."Cepatlah ikut denganku. Aku memiliki waktu satu minggu penuh untuk menghabiskan malam denganmu." Ares tidak peduli dengan Clara yang terlihat kesal."Gila!!" Clara rasanya kesal setengah mati. Pria itu benar-benar mengusik kehidupannya yang tenang."Aku tidak peduli." Ares menarik Clara secara paksa supaya mau ikut bersamanya meski wanita itu belum menyetujui kontrak yang ia usulkan."Anda jangan sembarangan atau saya teriak." Clara mencoba mengancam pria itu, berharap dia akan berhenti mengganggunya."Teriaklah sam
Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini. "Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menc
Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara terbangun, ia tersenyum tipis saat melihat Ares masih terlelap tidur di sampingnya dengan posisi tangan Ares memeluknya. Namun, senyum tipis itu tak bertahan lama. Hatinya terasa perih saat mengingat hubungan mereka hanya demi anak, bukan hal lainnya."Kamu sudah bangun?" Ares bertanya tanpa membuka matanya, ia mengelus-elus perut rata Clara dan menciumnya. "Semoga ada benih yang tumbuh di dalam sana," ucapnya penuh harap.Jika seperti ini, hati wanita mana yang tidak luluh? Clara harus bisa menguatkan dirinya sendiri supaya tidak terbuai dengan sikap manis Ares seperti sekarang ini."Kamu menginginkan sesuatu?" Ares membuka matanya dan menatap wajah Clara karena sejak tadi Clara hanya diam tidak menanggapi ucapannya."Tidak, aku tidak menginginkan apa pun." Clara melepaskan pelukan Ares lalu ia beranjak bangun untuk membersihkan diri.Ares tidak menahan Clara. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Clara dari atas ranjang. Ia bisa melihat jelas, Clara seperti tidak menyukai apa yan
Ponsel Ares terus saja berbunyi tapi, ia mengabaikannya, ia masih mencemaskan keadaan Clara yang sampai saat ini masih saja memejamkan matanya."Raga, kapan Clara akan bangun?" Ares khawatir, apalagi wajah Clara terlihat sangat pucat. "Entahlah." Raga merapihkan alat medisnya, ia masih ada jadwal pekerjaan untuk hari ini. "Jika Clara sudah bangun, berikan obat ini."Ares hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa bersalah dan ia akan menunggu Clara sampai bangun."Kamu ada di sini rupanya."Ares dan Raga melihat ke arah pintu, di sana sudah ada Jerry yang terlihat cemberut."Kenapa kamu kemari?""Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu disini?" Jerry berkacak pinggang. Meski Ares bosnya, ia tidak peduli."Pasti Mily menelfon mu, kan?" Raga tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat istri sahabatnya itu."Raga saja tahu. Kenapa kamu tidak peka?" Jerry menatap Ares tajam. Ia kesal karena setiap kali Ares pergi tanpa kabar atau ponselnya tidak bisa di hubungi. Ia selalu saja menjadi s
Clara tetap enggan untuk menatap wajah Ares meski seharian ini pria itu menemaninya."Makanlah!!" Ares membawakan bubur untuk Clara. Namun, Clara tak bergeming sedikit pun. Dia masih setia bergelung di dalam selimut seolah selimut itu sangat nyaman untuknya. "Jangan membuatku susah." Sebenarnya ia ingin sabar tapi, Clara terus mengabaikan dirinya, membuat ia mulai emosi. Apalagi ia memang bukan tipikal pria penyabar."Pergilah!" Clara berbicara tanpa melihat ke arah Ares. "Jangan mencoba untuk membantahku, apalagi mengusirku." Ares menarik tangan Clara secara kasar supaya bangun. "Kamu memang tidak bisa di perlakukan dengan halus, apa ibumu tidak pernah mengajarimu? Ck...tentu saja tidak, kalian wanita murahan."Clara menghempaskan tangan Ares lalu menampar pipi Ares cukup keras."Kau_____" Ares mengacungkan jarinya tepat di wajah Clara. Ia sangat marah saat ini." Kau wanita_____""Cukup Tuan Ares yang terhormat, Anda boleh saja menghinaku sesuka hati tapi jangan pernah menghina ibuk