Clara tidak bisa tidur pagi ini, ucapan pria gila semalam, terus terngiang di otaknya. Ucapan pria itu sungguh tidak masuk akal.
"Pria memang gila." Clara bergumam sambil terus berusaha untuk memejamkan matanya karena ia harus kembali bekerja nanti malam.Di tempat lain, Ares sedang berfikir bagaimana ia bisa segila itu semalam. Seharusnya ia mencari wanita baik-baik sebagai partnernya tapi kenapa ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dengan bertindak bodoh mengajak seorang wanita penghibur untuk menjadi ibu dari calon anaknya kelak. Padahal jelas-jelas ia membenci tipe wanita rendahan seperti itu. Namun, kenapa ia bisa lepas kendali semalam."Aku sudah menyiapkan perjanjiannya."Ucapan Jerry membuyarkan lamunan Ares. "Maksud kamu?" Ia mengernyitkan keningnya bingung."Aku sudah mempersiapkan perjanjian sebelum kamu melakukan rencana itu, tapi aku tidak ingin jika wanita yang kamu pilih adalah Clara." Jerry berbicara jujur, ia memang tidak setuju jika Ares memilih Clara karena ia sangat mencintai Clara."Aku juga tidak inginkan dia,""Lalu apa maksud kamu semalam?""Aku tidak tahu, semua itu terjadi begitu saja. Aku juga pasti akan memilih wanita baik-baik bukan seperti dia.""Clara wanita baik-baik karena itu aku tidak setuju kamu memanfaatkannya."Ares tertawa mencemooh. "Tidak ada wanita baik-baik yang bekerja seperti itu.""Terserah kamu saja, ini surat perjanjiannya." Jerry malas berdebat dengan Ares. Menurutnya Ares pria munafik, jelas-jelas ia melihat semalam Ares sangat menginginkan Clara dan saat ini dia berpura-pura mengelak dan menghina Clara."Terima kasih." Ares menerima map berisi surat perjanjian yang telah Jerry buat untuknya. Ia berniat untuk membacanya terlebih dahulu tapi kegiatannya terhenti oleh kedatangan Mily."Sibuk?" Mily masuk ruangan Ares tanpa permisi karena ia ingin memberikan kejutan pada suaminya."Baiklah, aku harus pergi. Jangan lupa simpan itu baik-baik." Jerry undur diri. Ia tak ingin menjadi penonton drama telenovela menye-menye. Bukan rahasia lagi kalau Mily itu sangat manja dan lebay."Ada apa, Sayang?" Ares beranjak dari kursi kebesarannya menghampiri Mily."Aku mengganggu, ya?""Tidak, kamu tidak pernah mengganggu, justru aku senang kamu datang." Ares mengajak Mily duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya."Terima kasih, Sayang." Mily terdiam sejenak, "sebenarnya aku datang karena aku ingin izin berlibur satu minggu." Ia menundukkan wajahnya takut dengan penolakan yang akan Ares berikan."Kita akan berlibur.""Tidak, Sayang.""Kenapa? Aku pasti akan menuruti semua keinginanmu.""Aku ingin berlibur sendiri." Mily berkata lirih."Aku bisa menemanimu, aku akan menghubungi Jerry untuk menghandle pekerjaanku. Jika itu alasan kamu ingin pergi sendiri.""Bukan itu, aku ingin menenangkan diri. Tadi Mama kamu dan teman-temannya membicarakan aku." Setitik air mata Mily terjatuh mengingat kejadian tadi saat mertuanya datang ke rumah bersama teman-temannya."Tenang, Sayang. Jangan menangis, pergilah dan lakukan apa pun yang bisa buat kamu senang." Ares memeluk Mily mencoba untuk menenangkannya."Maaf.""Tidak, Sayang. Harusnya aku yang meminta maaf."Ares merasa bersalah dengan Mily, ia harus secepatnya mendapatkan wanita yang mau mengandung anaknya dan semua akan segera terjawab. Tentang dirinya yang tidak sehat. Ia yakin dokter salah memvonisnya. Ia sangat menyayangi Mily. Apa pun yang Mily inginkan, ia akan berusaha mengabulkannya.❄️❄️❄️Siang ini Clara mengenakan dress berwarna merah maroon, berjalan menuju meja yang sudah di pesan untuk menemui kliennya. Tak sengaja, ia berpapasan dengan pria semalam.Padangan mata mereka bertemu. Namum, Clara cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan mengangkat dagunya tinggi, berjalan angkuh melewati pria itu. Ia tak ingin terpengaruh olehnya."Aku tunggu di basemen." Ares berbicara pelan, bahkan terdengar seperti bisikan.Clara hanya diam dan terus berjalan menjauh dari Ares tapi entah mengapa jatungnya terasa berdetak lebih cepat dari biasanya saat ini."Sepertinya aku harus cek kesehatan setelah ini." Clara bergumam sendiri.Seperti ucapannya, Ares menunggu Clara di basemen sambil memegangi map yang Jerry berikan. Padahal ia yakin tidak ingin memilih Clara, bahkan ia merasa jijik dengan wanita penghibur tapi entah mengapa saat bertatapan dengannya ia merasa ingin memilikinya.Setelah menunggu sekian lama akhirnya Clara muncul. Ares bergegas keluar dari mobilnya dan menghampirinya. "Kita harus bicara." Ia menarik tangan Clara, membawanya masuk ke mobil secara paksa."Ada apa? Aku tidak punya banyak waktu.""Cukup! kamu duduk tenang dan angan banyak bicara." Ares melajukan mobilnya."Dasar pria gila." Clara mencibir tingkah aneh pria yang tengah bersamanya saat ini."Aku masih bisa mendengarmu." Ares menatap Clara, tajam."Baguslah dan semoga saja kegilaanmu cepat sembuh."Clara membalasnya dengan acuh tak acuh. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi mengambil posisi ternyaman. Sampai tak sadar ia tertidur karena saat ini masih termasuk jamnya untuk tidur.Ares yang heran karena sepanjang perjalanan Clara hanya diam. Ia melirik sekilas, ternyata wanita itu tengah tertidur pulas.Ares memarkirkan mobilnya karena saat ini mereka telah sampai di tujuan tapi ia tidak berencana untuk membangunkan Clara. Ia justru memandangi wajah Clara yang terlihat sangat cantik. Rambutnya panjang dan indah menambah kecantikannya.Tidak hanya wajah dan rambut. Pandangan mata Ares beralih ke arah bibir Clara yang terlihat sangat menggoda. Ia ingin menyesapnya berkali-kali tapi ia berusaha untuk menahannya.Sungguh Clara adalah godaan terberat bagi Ares karena dia, miliknya saat ini bangun dan meminta untuk di puaskan.Ares mengacak-acak rambutnya frustasi, ia tidak menyangka kini ia menjadi pria brengsek yang menginginkan wanita lain selain istrinya.Clara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidurnya kali ini terasa sangat nyenyak tidak seperti biasanya.Tidur?' gumamnya dalam hati. Namun, sedetik kemudian ia refleks membuka matanya lebar-lebar. Rasanya Clara ingin mengumpat. Bisa-bisanya ia tidur di mobil pria gila itu."Ini dimana?" Clara kebingungan, ia tidak berada di mobil saat ini. Padahal jelas-jelas tadi ia tertidur di dalam mobil. Bukan kamar."Sudah puas tidurnya, Nona?" Ares keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Air juga masih menetes dari rambut menambah keseksiannya.Seketika wajah Clara merah merona melihat pria yang ada dihadapannya. Ia segera memalingkan wajahnya untuk mengurangi rasa malunya."Lucu sekali." Ares berucap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk lain yang ia bawa."Apa maksudmu?""Kamu sangat lucu atau pura-pura polos? Bukankah kamu sering melihat lebih dari ini." Ares meremehkan Clara. Ia akui, akti
Clara memijat pelipisnya yang terasa pening. Sudah beberapa gelas minuman beralkohol ia habiskan, berharap rasa pening di kepalanya menghilang. Namun, bukannya menghilang, ia justru merasa semakin pening. Ditambah lagi, pria gila yang tidak ingin ia lihat, muncul dihadapannya."Jangan minum seperti ini, aku tidak mau rahimu bermasalah." Ares merebut gelas Clara dan membuang isinya ke lantai."Hai, Tuan!! Apa Anda sudah gila?!" Clara kesal, ia sengaja meninggikan suaranya."Cepatlah ikut denganku. Aku memiliki waktu satu minggu penuh untuk menghabiskan malam denganmu." Ares tidak peduli dengan Clara yang terlihat kesal."Gila!!" Clara rasanya kesal setengah mati. Pria itu benar-benar mengusik kehidupannya yang tenang."Aku tidak peduli." Ares menarik Clara secara paksa supaya mau ikut bersamanya meski wanita itu belum menyetujui kontrak yang ia usulkan."Anda jangan sembarangan atau saya teriak." Clara mencoba mengancam pria itu, berharap dia akan berhenti mengganggunya."Teriaklah sam
Ares menelan ludahnya, nafasnya terasa tercekat. Sepertinya rencananya batal untuk menunda karena nafs*nya seperti sudah sampai di ubun-ubun. Ia bangkit dari tempat tidur menghampiri Clara dan langsung menyambar bibirnya secara rakus.Clara ingin memberontak tapi tenaganya tak seberapa untuk melawan Ares. Ia tidak bisa menyingkirkan pria itu dari hadapannya."Kamu pantas menyandang nama wanita penghibur terbaik karena kamu memang sangat menggoda." Ares berbicara setelah melepas pagutan bibirnya.Clara tersinggung saat Ares mengatakan seolah ia wanita penggoda. Padahal ia tidak pernah menggoda siapapun. Ia hanya menghibur, menemani pelanggan minum bukan hal lainnya.Tak sabaran Ares langsung membawa Clara ke arah ranjang. Ia menatap tepat di mata Clara. " Kamu sangat cantik," ucapnya tanpa sadar memuji Clara."Bisa Anda berjanji padaku?" Clara balas menatap Ares. Ia seperti tidak punya pilihan lain selain menyerah saat ini. "Sebutkan.""Berjanjilah dulu.""Ya, aku berjanji." Ares menc
Clara menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Ia masih sangat mengantuk. Namun, sinar matahari menyilaukan matanya."Bangun lah." Ares menyibakkan selimut yang di kenakan Clara."Jangan ganggu, aku masih ngantuk." Clara menahan selimutnya."Kamu harus makan, cepatlah bangun. Aku juga akan pergi ke kantor hari ini."Clara dengan terpaksa membuka matanya, ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Tunggulah di luar." Jujur saja Clara masih malu di lihat oleh Ares padahal semalam Ares bahkan lebih dari sekedar melihatnya."Baiklah, jangan lama-lama." Ares meninggalkan Clara, lagipula jika ia tetap di dalam rasanya tak akan mungkin bisa menahan lebih lama lagi. Ia masih saja tidak puas dengan Clara, ia ingin terus mengurung Clara di bawahnya. "Ah si*l! hanya membayangkannya saja milikku sudah bangun kembali." Ares menggerutu.Clara berkali-kali meringis saat berjalan, Ares sungguh tidak punya perasaan. Hal seperti itu pertama kalinya baginya tapi Ares sud
Clara duduk di depan cermin meja rias. Ia tidak menyangka jika malam ini ia akan menikah dengan Ares. Namun, ia ragu, apakah semua ini pantas di sebut pernikahan?Acara ini hanya dihadiri beberapa orang saja. Semua itu tak masalah bagi Clara, ia tidak punya hak untuk menuntut lebih pada Ares. Dia mau menikahinya secara resmi saja, ia sudah merasa bersyukur. Ia lakukan semua ini demi anaknya kelak.Mengingat tentang anak, membuat hati Clara merasa nyeri. Ia khawatir Ares berbohong padanya. Ia takut dan tak bisa membayangkan jika harus hidup terpisah dengan anaknya kelak.Clara terus merenung sampai ia tak sadar sejak tadi Ares terus memandanginya."Sangat di sayangkan bidadari secantik Clara terjerat kisah pelik menyedihkan bersamamu."Ares memalingkan wajahnya dan melihat ke arah Jerry yang juga sedang memandangi Clara."Justru dia beruntung karena aku Sudi menikahinya.""Apa untungnya bagi Clara? bahkan aku yakin kamu tidak akan bisa memperlakukan Clara dengan baik.""Sudahlah, tutup
Membangun rumah tangga adalah impian Clara, tapi kali ini ia harus mengubur dalam-dalam impiannya. Ia tak akan mungkin bisa membangun rumah tangga dengan Ares walaupun mereka kini sudah resmi menikah."Kenakan baju ini, kita makan di luar." "Aku malas keluar." Clara menjawab tanpa melihat ke arah Ares yang baru pulang bekerja. "Kamu ingin membantahku heum!!" Ares melemparkan paper bag berisi dress yang ia bawa kepada Clara."Aku manusia, bisakah kamu hargai sedikit perasaanku."Clara kesal karena Ares bersikap seenaknya seperti itu. Padahal saat ini mereka sudah menikah."Kalau kamu ingin di hargai, turuti saja apa yang aku perintahkan."Meski kesal, akhirnya Clara mengambil paper bag yang Ares lempar ke arahnya. Lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.Sembari menunggu Clara bersiap-siap. Ares membuka ponselnya, sudah beberapa hari ini Mily pergi berlibur tapi dia tidak memberikan kabar sama sekali padanya. Ia ingin menelfon terlebih dahulu untuk menanyakan kabar. Namun, ia takut me
Clara terbangun, ia tersenyum tipis saat melihat Ares masih terlelap tidur di sampingnya dengan posisi tangan Ares memeluknya. Namun, senyum tipis itu tak bertahan lama. Hatinya terasa perih saat mengingat hubungan mereka hanya demi anak, bukan hal lainnya."Kamu sudah bangun?" Ares bertanya tanpa membuka matanya, ia mengelus-elus perut rata Clara dan menciumnya. "Semoga ada benih yang tumbuh di dalam sana," ucapnya penuh harap.Jika seperti ini, hati wanita mana yang tidak luluh? Clara harus bisa menguatkan dirinya sendiri supaya tidak terbuai dengan sikap manis Ares seperti sekarang ini."Kamu menginginkan sesuatu?" Ares membuka matanya dan menatap wajah Clara karena sejak tadi Clara hanya diam tidak menanggapi ucapannya."Tidak, aku tidak menginginkan apa pun." Clara melepaskan pelukan Ares lalu ia beranjak bangun untuk membersihkan diri.Ares tidak menahan Clara. Ia hanya memperhatikan gerak-gerik Clara dari atas ranjang. Ia bisa melihat jelas, Clara seperti tidak menyukai apa yan
Ponsel Ares terus saja berbunyi tapi, ia mengabaikannya, ia masih mencemaskan keadaan Clara yang sampai saat ini masih saja memejamkan matanya."Raga, kapan Clara akan bangun?" Ares khawatir, apalagi wajah Clara terlihat sangat pucat. "Entahlah." Raga merapihkan alat medisnya, ia masih ada jadwal pekerjaan untuk hari ini. "Jika Clara sudah bangun, berikan obat ini."Ares hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa bersalah dan ia akan menunggu Clara sampai bangun."Kamu ada di sini rupanya."Ares dan Raga melihat ke arah pintu, di sana sudah ada Jerry yang terlihat cemberut."Kenapa kamu kemari?""Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu disini?" Jerry berkacak pinggang. Meski Ares bosnya, ia tidak peduli."Pasti Mily menelfon mu, kan?" Raga tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat istri sahabatnya itu."Raga saja tahu. Kenapa kamu tidak peka?" Jerry menatap Ares tajam. Ia kesal karena setiap kali Ares pergi tanpa kabar atau ponselnya tidak bisa di hubungi. Ia selalu saja menjadi s