Pernikahan Kontrak Dengan Mantan Pacar Egois

Pernikahan Kontrak Dengan Mantan Pacar Egois

last updateLast Updated : 2024-02-11
By:  Arunika JaeOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
36Chapters
930views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Di usianya yang sudah genap 27 tahun, bisa dikatakan Safira adalah seorang wanita sukses dengan bisnis bakery cake yang sudah memiliki cabang di beberapa kota besar. Hidupnya sudah ia anggap sempurna dengan dirinya yang sudah berhasil mencapai keinginan yang sejak dulu ia impikan menjadi seorang pebisnis. Namun semua yang ia anggap sukses ternyata masih terasa bukan apa-apa di mata kedua orang tuanya hanya karena dia yang belum menikah. Safira lelah dikenalkan hingga dijodohkan oleh orang-orang aneh yang dikenalkan ibunya. Sampai akhirnya ia bertemu Abhimana–mantan pacarnya ketika kuliah– yang ternyata juga menjadi target yang akan dijodohkan olehnya. Safira bingung. Apakah ia harus menikah dengan Bima atau laki-laki yang sama sekali tidak ia kenali?

View More

Chapter 1

BAB 1 : PERNIKAHAN (AWALAN)

Apa itu pernikahan?

Bagi setiap orang tentu pernikahan menjadi hal yang paling membahagiakan.

Pernikahan seharusnya menjadi awal kebahagiaan untuk sepasang lelaki dan perempuan yang saling mencintai hingga berani berjanji di hadapan Tuhan untuk saling mencintai sampai maut memisahkan.

Gaun yang indah, makanan yang berjajar rapi, tamu yang bersorak, hingga senyum dan doa-doa kebahagiaan yang akan selalu menyertai.

Ya, begitulah pernikahan yang perempuan manapun inginkan.

Namun bagaimana dengan Safira?

Tentu pernikahan itu bukanlah suatu hal yang mudah apalagi yang membahagiakan. Meskipun di bayangannya sejak dulu, pernikahan akan menjadi salah satu momen paling sakral serta paling membahagiakan dalam hidupnya.

Safira menatap dirinya yang sudah selesai dirias di depan cermin. Gaun pengantin yang menjuntai menutupi bagian atas hingga bawah tubuhnya benar-benar membuatnya terlihat elok nan indah. Safira tersenyum tipis–senyum untuk dirinya sendiri. Wanita itu sungguh tak ingin menyesali hari ini jika saja bukan laki-laki itu yang akan menjadi suaminya nanti.

Toktok

“Mentari?" Safira menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar ketika nama kecilnya disebut dan pintu diketuk terdengar.

“Ayah?” Itu ayah.

Dengan susah payah mengangkat gaunnya, Safira berjalan mendekati sang ayah. Ia memeluk lelaki paruh baya itu penuh sayang.

“Gimana? Udah siap?”

Meskipun enggan, pada akhirnya Safira mengangguk. Mereka kini duduk kursi panjang yang terletak di bagian bawah ranjang queen size di kamar itu.

Sang ayah yang paham apa makna dari senyum anaknya itu hanya bisa tersenyum dan mengusap punggung anaknya lembut. Bagi ayah manapun, melihat anak gadisnya yang sebentar lagi akan menikah adalah hal yang paling menyedihkan sekaligus membahagiakan. Bagaimana tidak? Seorang ayah pasti akan sedih karena sebentar lagi putri kesayangannya sudah bukan lagi tanggung jawabnya, sudah bukan lagi miliknya dan bukan lagi haknya. Seorang ayah yang dengan lapang dada akan melepaskan putrinya. Namun yang lebih membuat bahagia adalah, ketika putri kecil yang dulu ia gendong, ia antarkan ke sekolah setiap hari dan yang ia manjakan saban waktu akhirnya telah menemukan penggantinya untuk membuatnya bahagia. Sosok yang akan dengan lantang mengatakan bahwa mereka akan mencintai sampai maut memisahkan. Bagi seorang ayah, tidak ada yang lebih membahagiakan daripada itu.

“Tari …” Ayah menatap Safira dengan mata yang penuh dengan sorot kehangatan di sana. “Kamu bahagia, Nak?”

Safira menatap sang ayah lekat. Tak langsung menjawab. Sebab ia ragu harus menjawab apa atas pertanyaan itu.

“Tari …”

Safira tersadar, lalu ia mengangguk meskipun ia masih tidak tahu apa jawaban yang benar untuk pertanyaan itu. “Iya. Tari bahagia kok, Yah.”

Ayah tersenyum tulus. Senyum yang selalu Safira suka dari ayahnya. “Syukurlah kalau kamu bahagia.”

Safira mengangguk. Seketika ia takut untuk membalas tatapan sang ayah. Bagaimanapun, sejak kecil ayahnya selalu tahu saat ia berbohong. Entah bagaimana caranya. Padahal sebenarnya, sosok yang ia sebut sebagai ayah itu adalah bukan ayah kandungnya. Melainkan ayah sambungnya. Ayah kandungnya sudah meninggal ketika ia berusia lima tahun dan ayah yang bersamanya kini adalah seseorang yang menikah dengan ibunya ketika ia berusia sembilan tahun. Namun Safira selalu merasa, bahwa ayah yang kini bersamanya adalah ayah kandungnya alih-alih ayah tirinya. Dilihat dari bagaimana pria itu yang bisa memahami dan mengerti tanpa harus Safira mengatakan apa-apa.

“Mentari selalu tahu kan kalau Ayah akan selalu di sini? Ayah gak akan ke mana-mana kalau nanti Tari nyari Ayah.”

Safira tersenyum, mengangguk. “Tari paham.”

“Ayah akan bahagia kalau Tari bahagia, pun sebaliknya. Ayah akan sedih kalau Tari sedih. Jadi, Tari jangan sampai sedih ya. Tari bisa cari Ayah kalau Tari gak punya teman cerita. Ayah akan selalu jadi pendengar yang baik untuk anak Ayah.”

Dan ya, Ayah selalu begitu. Ayah selalu mengatakan hal yang sama sejak delapan belas tahun telah berlalu. Ayah yang selalu ada untuknya, mendengar tawa dan tangisnya meskipun kerap kali Safira enggan melakukan itu.

“Makasih Ayah.” Safira memeluk sang ayah dari samping. “Makasih udah jadi Ayah Tari. Ayah tahu kan kalau Tari sayang banget sama Ayah?”

Ayah tersenyum, mengusap lengan sang anak. “Tau dong. Tau banget. Makasih ya, Nak, udah jadi anak ayah yang kuat.”

“Eh ini dicariin malah pada di sini! Ayo, Tari, Ayah itu lho acaranya udah mau dimulai. Keluarga Bima juga udah datang. Buruan siap-siap.”

Safira menarik napas dan menghembuskannya berkali-kali ketika ayah menutup pintu setelah keluar kamar bersama ibu.

Untuk kali ini ayah, maaf karena Tari berbohong bahwa sebenarnya Tari nggak bahagia dengan pernikahan ini.

Meskipun sebenarnya ayah tahu itu, maaf karena Tari tetap memilih untuk berbohong.

***

Upacara pemberkatan berjalan lancar sekitar dua jam lalu. Saat ini, mereka sudah berada di gedung tempat resepsi pernikahan dilakukan. Karena undangan resepsi hanya mengundang keluarga dekat hingga teman-teman kedua mempelai saja, Safira bersyukur acara ini hanya berlangsung sekitar dua jam saja. Setidaknya, ia tak perlu lebih lelah dari ini.

“Capek?” Bima—laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu bertanya di sela-sela para tamu yang menyalami mereka berdua.

Safira hanya berdeham sebagai jawaban serta senyum yang merekah untuk para tamu.

“Duduk aja kalau capek. Bentar lagi juga kelar.” Ucapan Bima tak Safira indahkan lagi. Ia terlalu malas untuk bicara banyak dengan lelaki itu. Bukankah itu yang mereka janjikan di awal?

Tak akan banyak bicara atau ikut campur urusan masing-masing bahkan ada di point pertama.

Sampai dua jam berlalu, acara akhirnya selesai juga. Para tamu sudah tak ada lagi yang berdatangan. Tanpa basa-basi dengan Bima, Safira langsung beranjak dari singgasana tempat mereka duduk tadi dengan susah payah ia mengangkat gaunnya sendiri.

“Lo mau ke mana sih? Gak betah banget ya duduk di sebelah gue?”

Safira berdecak karena ucapan Bima, tetapi meski begitu ia membiarkan suaminya itu untuk membantu mengangkat gaunnya.

Suasana gedung juga masih ramai, hanya tersisa para sanak saudara yang masih enggan untuk pulang. Namun Safira memilih untuk tidak peduli dan langsung menuju kamar. Kalau ia berpamitan, yang ada dirinya malah tidak jadi beristirahat.

Sampai di kamar, keduanya masuk masih dengan suasana hening. Bima langsung melipir ke kamar mandi, sedangkan Safira melepas pernak-pernik yang ada di kepalanya. Ughh … ia benar-benar kelelahan dan ingin segera berbaring.

Ketika Safira melepas gaun, terdengar suara shower yang menandakan bahwa Bima sedang mandi. Setelah gaun dan semua pernak-pernik pernikahan sudah terlepas dari tubuhnya dan ia sudah berganti dengan baju yang lebih santai, Safira dengan segera naik ke tempat tidur. Badannya benar-benar remuk. Apalagi kakinya yang rasanya akan patah sebentar lagi jika ia bawa untuk berdiri.

“Mandi dulu, Fir.” Baru saja Safira terpejam, suara Bima kembali memaksanya untuk membuka mata.

Safira berdecak. Lagi-lagi hanya berdecak tanpa mengatakan apa-apa dan itu membuat Bima hanya bisa menghela napas kasar.

Sampai suara pintu kamar mandi tertutup, Bima mengacak rambutnya. Sedikit frustasi.

“Benci gue sepuas lo, Fir. Gue memang pantas dibenci sama perempuan baik kayak lo.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
36 Chapters
BAB 1 : PERNIKAHAN (AWALAN)
Apa itu pernikahan? Bagi setiap orang tentu pernikahan menjadi hal yang paling membahagiakan. Pernikahan seharusnya menjadi awal kebahagiaan untuk sepasang lelaki dan perempuan yang saling mencintai hingga berani berjanji di hadapan Tuhan untuk saling mencintai sampai maut memisahkan. Gaun yang indah, makanan yang berjajar rapi, tamu yang bersorak, hingga senyum dan doa-doa kebahagiaan yang akan selalu menyertai. Ya, begitulah pernikahan yang perempuan manapun inginkan. Namun bagaimana dengan Safira? Tentu pernikahan itu bukanlah suatu hal yang mudah apalagi yang membahagiakan. Meskipun di bayangannya sejak dulu, pernikahan akan menjadi salah satu momen paling sakral serta paling membahagiakan dalam hidupnya. Safira menatap dirinya yang sudah selesai dirias di depan cermin. Gaun pengantin yang menjuntai menutupi bagian atas hingga bawah tubuhnya benar-benar membuatnya terlihat elok nan indah. Safira tersenyum tipis–senyum untuk dirinya sendiri. Wanita itu sungguh tak ingin menye
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
Bab 2 : KOK BISA?
2 BULAN LALU "Tari ... kamu jadi pulang hari ini, kan?" Suara ibu langsung menyapa ketika Safira baru mengangkat panggilan. Hari ini wanita itu akan pulang ke Jakarta setelah selesai dengan urusan bisnisnya di Surabaya. Safira baru saja membangun cabang toko roti yang terletak di Surabaya dan sudah tiga bulan ia ada di kota ini untuk mengurus segala keperluan. Dan karena semuanya sudah selesai, ia berencana pulang hari ini. "Iya, Bu. Pesawatku nanti jam tujuh. Ini aku masih siap-siap." Ketika ibu menelepon, Safira memang sedang merapikan barang-barang untuk ia masukkan ke koper. Tidak banyak yang dibawanya, karena memang ketika ke pergi dia memang tak membawa begitu banyak barang. Hanya beberapa helai pakaian santai, pakaian dalam, baju formal yang digunakan untuk meeting, laptop, serta berkas-berkas. Barang-barang yang tidak begitu penting kebanyakan dibelinya langsung ketika sampai di Surabaya. Jadi ketika kembali ke Jakarta, dia hanya membawa apa yang dibawa ketika berangkat saja
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
BAB 3 : TAKDIR EMANG GAK KETEBAK
Kenapa bisa?Dengan sekuat tenaga, dengan keberanian yang berusaha ia kumpulkan agar terlihat kuat di depannya, Safira berusaha menatap mata lelaki itu. Teduh, dia masih menatapnya dengan cara yang sama seperti dulu. Tapi yang Safira lihat di sana adalah kerinduan dan kesedihan.Rindu? Nggak salah tuh?Lalu sedih? Kenapa sedih?Dengan tangan terburu dan rasa tak percayanya, Safira merogoh bagian dalam tas untuk mengambil ponsel. Ia harus memastikan sekali lagi, melihat sekali lagi, foto yang dikirim ibu kepadanya. Sialnya… Safira dengan tampang linglung nan bodohnya membandingkan foto di ponselnya dengan sosok di hadapannya sekarang. Matanya yang terlihat teduh, senyumnya yang begitu tulus …Dan ah … benarkah sosok di depannya ini adalah mantan pacarnya lima tahun lalu? Kenapa lelaki ini sangat terlihat berbeda? Apa hanya karena kacamata yang dikenakannya sekarang? Apa karena di foto kulitnya terlihat lebih putih? Atau karena perawakannya sekarang yang terlihat lebih seksi dan berisi
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
BAB 4 : MLBK (MASA LALU BELUM KELAR)
Safira sampai di rumah hampir pukul dua belas malam. Sepulang dari bandara, ia tak langsung pulang ke rumah dan malah memilih untuk duduk-duduk di taman perumahan rumah. Pikirannya berkecamuk. Safira merasa, takdir seolah-olah mempermainkannya.Perjodohan, Bima, Tante Nina yang sakit … oh tak adakah yang lebih buruk dari ini? Safira membuka botol air yang ia beli di supermarket. Menenggak airnya hingga tersisa separuh, berusaha menghilangkan rasa panas di tenggorokannya. Kenapa semua harus serumit ini?Apakah dia sungguh harus menikah dengan Bima?Apakah ia harus menuruti keinginan lelaki itu untuk memenuhi keinginan Tante Nina?Pernikahan yang hanya berumur setahun? Apa itu mungkin untuknya yang sejujurnya juga ingin memiliki pernikahan sekali seumur hidup?Haaa … Safira lagi-lagi menghela napas panjang. Ini terlalu berat untuknya.Menikah dengan Bima adalah hal yang paling tak pernah ia bayangkan sebelumnya.Setelah puas berpikir meskipun tak menemukan jawaban, gadis itu akhirnya
last updateLast Updated : 2023-12-27
Read more
BAB 5 : MOVE ON? YAKIN?
Safira turun dari kamarnya sekitar pukul sembilan pagi. Suasana rumah sudah sepi, mungkin sang ayah sudah berangkat ke kantor. Dan ibunya yang merupakan fanatic tanaman pasti sedang ada di halaman belakang untuk mengurus tanaman-tanamannya di Greenhouse mini miliknya.“Bu.” Safira menyapa sang ibu yang sedang menyiram tanaman-tanamannya. Anita–ibu Safira mendongak, mengalihkan tatapan ke arah sang anak yang tersenyum lebar. Wanita berusia lima puluh tahunan itu berdiri. “Akhirnya bangun juga kamu. Sudah sarapan?”Safira mengangguk. Tentu ia sudah makan sekaligus mandi. Kalau tidak mengisi daya sebelum berbicara dengan ibunya, mana mungkin ia memiliki tenaga.“Sini duduk. Kita bicara soal kemarin.” Yah bagaimanapun ia juga harus membicarakan ini dengan ibu. Safira juga ingin bertanya banyak hal pada wanita yang sudah melahirkannya ini.“Pasti kamu punya banyak pertanyaan kan buat Ibu?” Ibu menuangkan teh dari teko ke dua cangkir yang ada di atas meja. Safira menduga ibunya pasti sud
last updateLast Updated : 2023-12-28
Read more
BAB 6 : PERJANJIAN HITAM DI ATAS PUTIH
Safira mengajak Bima bertemu di kafe dekat Sky’s Bakery—toko roti miliknya sekitar pukul empat sore. Dan dia sudah duduk di sini selama lima belas menit, namun Bima tak kunjung datang. Atau … laki-laki itu tak akan datang ya?Sampai lonceng pintu masuk kafe berbunyi, lamunan Safira buyar. Akhirnya Bima datang dengan kemeja biru yang digulung sampai siku, kacamata yang bertengger di pangkal hidung serta tas yang ada di lengan kirinya. Khas seorang dosen muda.“Sorry lama. Gue telat banget ya?” Bima menangkap cangkir yang sudah kosong di atas meja. Ia tersenyum tipis. “Udah makan?”Safira hanya mengangguk. “Gue pesen dulu kali ya, Fir? Tunggu ya?” Tanpa menunggu persetujuan Safira, Bima segera pergi untuk memesan. “Satu gelas amerikano dingin dan sandwich.” Tanpa sadar Safira menggumam. Tak lama, Bima datang dengan pesanannya. Safira mengerjap. Ternyata tebakannya salah. Bima tak lagi memesan americano. Namun sandwich tetap menjadi makanan andalannya ketika pergi ke kafe.“Lagi ngura
last updateLast Updated : 2024-01-04
Read more
BAB 7 : CURCOL (CURHAT COLONGAN) WITH KANIN
Sepulang dari kafe, Safira pergi ke rumah Kanin—satu-satunya sahabat yang ia miliki sejak kuliah setelah kepergian Lusi. Sungguh, ia butuh distraksi sekarang dan berharap pikiran kalut di kepalanya sekarang bisa berkurang ketika berbicara dengan Kanin. Jarak antara kafe dengan rumah Kanin hanya berkisar sekitar sepuluh menit jika jalanan tidak macet kalau menggunakan mobil. Namun karena sekarang adalah jam rawan macet, Safira baru sampai tiga puluh menit kemudian.“Dari Sky’s?” Kanin bertanya langsung ketika membukakan pintu untuk sahabatnya itu. Bisa dilihat dengan jelas bagaimana wajah lelah dan stress Safira sekarang. Ugh … padahal ini pertemuan pertama mereka sejak Safira kembali ke Jakarta. Tetapi dia sudah memasang wajah cemberut gitu.Safira masuk tanpa menjawab. Ia duduk di sofa ruang tengah, sedangkan Kanin menuju dapur untuk mengambil minuman sebelum akhirnya turut duduk di sebelah Safira. “Minum dulu.” Kanin menyerahkan sekotak jus jambu pada Safira yang sudah ia tusukkan s
last updateLast Updated : 2024-01-05
Read more
BAB 8 : YANG DISEMBUNYIKAN
Ada satu hal yang sengaja Bima tak ceritakan pada Safira. Satu yang menurutnya, jika ia menceritakan ini sekarang maka itu akan membuat Safira semakin jauh dan membatalkan rencana pernikahan mereka.Saat ini Bima sudah berada di rumah orangtuanya. Sudah tiga hari sejak pertemuan awal dengan Safira sampai pada pertemuan kedua, ia sama sekali belum memberikan kabar pada ibunya. Dia memang berniat akan menceritakan semua, ketika Safira sudah menyetujui perjodohan mereka. Dan sekarang lah waktunya.Bima masuk ke rumah dengan langkah pelan. Rumah ini masih sepi dan dingin seperti biasa. Lelaki itu jadi sedikit merasa bersalah pada sang ibu karena beberapa hari ini membiarkan wanita yang melahirkannya itu sendirian di rumah.“Ibu?” Bima mengetuk pintu kamar sang ibu. Sampai ketika ibu menyuruh masuk, barulah Bima membuka pintunya. “Ibu?” Bima tersenyum saat menemukan ibu duduk di meja rias. Wanita itu terlihat habis mandi dengan wajah yang begitu segar.“Akhirnya pulang juga kamu.” Bima me
last updateLast Updated : 2024-01-06
Read more
BAB 9 : KEKOSONGAN & KEBAHAGIAAN
Jakarta di hari Senin memang bukan main macetnya. Yah, bukan hari Senin aja sih tetapi nyaris setiap hari. Terlebih di jam kerja seperti sekarang. Hampir dua puluh menit mobil Safira tidak bergerak karena terjebak kemacetan yang membuatnya frustasi. Sandwich yang ia buat di rumah beserta lagu Maroon 5 berjudul One More Night terputar dari tape mobil sedikit berhasil mengusir kejenuhannya. Namun ia tetap saja lelah terjebak macet seperti ini. Pagi ini Safira akan pergi ke Sky’s setelah tiga bulan ia meninggalkan toko rotinya itu. Ia cukup rindu dengan dapur Sky’s dan peralatan yang biasanya ia gunakan untuk bereksperimen membuat berbagai macam jenis roti baru. Sampai ponsel yang ia letakkan di atas dasbor bergetar, membuat Safira berhenti bersenandung. Wanita itu meminum air lebih dulu dan mengecilkan volume tape mobil sebelum mengangkat panggilannya.Nama Bima tersemat di sana.“Halo?” Suara Bima menyapa indra pendengaran Safira.“Ada apa?” tanya Safira to the point. Ini adalah per
last updateLast Updated : 2024-01-07
Read more
BAB 10 : BOLU COKELAT ALMOND
(Tahun pertama Safira dan Bima pacaran; di rumah Bima. Sekitar empat tahun lalu.)“Loh, Safira?”Bu Nina terkejut saat membuka pintu rumah ketika mendapati Safira yang tiba-tiba berada di sini dengan satu kresek besar di tangannya. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu nyengir dan menyalami tangan ibu dari sahabat dan pacarnya tersebut. “Tapi Lusi sama Bima belum pulang dari kampus. Kamu nggak ada kelas emang?”“Safira baru pulang dari kampus kok, Tan. Langsung ke sini deh,” ujarnya. Masih dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya itu.“Oh gitu. Ya sudah masuk sini.” Bu Nina merangkul pundak Safira, mengarahkannya untuk masuk. “Kamu bawa apa itu kok banyak banget?”“Tante Nina nggak sibuk, kan?” Safira bertanya penuh harap. Karena ia memiliki rencana yang ingin dia lakukan bersama calon mertuanya ini—hehe, amin.“Nggak sih. Kenapa?”Seolah seperti pemilik rumah, Safira menarik Bu Nina pergi ke arah dapur dan meletakkan satu kresek besar belanjaannya ke atas meja. “Bikin bolu yuk,
last updateLast Updated : 2024-01-08
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status