Share

Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan
Terpaksa Menjadi Istri Kedua CEO Arogan
Penulis: Rahmi Aziza

1. Malam Pertama

“Sayang, hari ini tempatmu bukan di sini. Kau seharusnya di kamar Ayana. Ini malam pertamamu dengannya."

Astagaaa wanita gila mana yang menyuruh suaminya tidur dengan perempuan lain? Meskipun, yaah, perempuan itu memang sudah sah menjadi istri kedua dari suaminya. Madunya.

Ya, Amanda sendiri memang yang meminta suaminya menikah dengan Ayana, gadis muda yang merawatnya selama sekitar sebulan ini. Ia tahu hidupnya mungkin takkan lama lagi, setelah dokter memvonisnya terkena kanker otak stadium empat. Dan ia ingin memastikan suaminya, Bagaskara yang biasa ia panggil Bas, mendapat pendamping yang tepat.

Banyak yang naksir Bas. Tentu saja, ia masih muda, tampan, dan kaya raya. Perempuan mana yang tak tergila-gila padanya. Minimal naksir, lah. Bas juga setia. Bahkan saat istrinya mengijinkannya menikah lagi, Bas tak berminat sama sekali. Hanya Amanda satu-satunya wanita yang dicintainya dan ia tak mau membagi cinta itu pada perempuan lain. Apalagi Amanda sedang sakit, Bas merasa jahat kalau sampai ia berpaling.

"Ma-malam pertama?" Bas malah merinding mendengar istrinya mengatakan ini.

Amanda mengangguk dengan tenangnya. “Ya, malam pertamamu. Kau baru saja melangsungkan akad nikah, jangan pura-pura amnesia begitu. Ayo, Bas, pindah!” Ia menarik tangan suaminya.

“Amanda, tolong mengertilah.” Bas menggenggam tangan sang istri dengan wajah memelas. “Aku tidak mungkin bisa melakukan itu dengan Ayana. Dengar Amanda, aku pasti akan menafkahinya, mencukupi hidupnya sama seperti aku menafkahimu. Secara adil, seperti yang kau bilang, tapi untuk yang ini ... Tolong, aku tidak bisa.”

“Bas, yang dibutuhkan seorang istri bukan hanya nafkah materi, tapi juga nafkah batin,” ucap Amanda seraya mengusap punggung tangan suaminya. “Aku sudah mempersiapkan segala kebutuhan kalian di kamar itu. Termasuk beberapa pakaianmu sudah kupindahkan ke sana.”

Bas bergeming, masih tetap terduduk di atas kasur, enggan beranjak.

“Bas, tunggu apa lagi?” ujar Amanda tak sabar. “Ayana sudah menunggumu. Setelah tiga hari, kau boleh kembali ke kamar ini.”

“Apa? Tiga hari?” pekik Bas.

“Ya, tiga hari. Kau ingat malam pertama kita dulu? Kita baru berhasil melakukannya setelah seminggu. Apa … tiga hari teralu singkat menurutmu? Kupikir karena kau telah berpengalaman, jadi tidak butuh waktu lama untuk ....”

“Sudah cukup, Manda, jangan diteruskan." Bas memotong cepat. Ia beranjak dari kasurnya. Keluar kamar dengan perasaan kesal.

“Bas ...”

Lagkahnya terhenti ketika mendengar panggilan istrinya.

“Jangan marah.” Amanda memeluk laki-laki 35 tahun yang dicintainya itu dari belakang. “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, maka aku melakukan ini,” ucapnya setengah berbisik.

Lelaki itu membalikkan badan, memeluk kembali istrinya lalu mengecup lembut keningnya. “Aku juga mencintaimu. Apa kau benar tidak apa-apa, aku bersama Ayana malam ini?”

“Tentu saja, Bas. Aku ikhlas,” jawab Amanda seraya melonggarkan pelukan.

Bas menarik napas panjang dan menatap istrinya dalam-dalam. “Baiklah Amanda, semua ini kulakukan demi kamu. Jangan sebut aku pengkhianat atau berpaling cinta darimu, ya."

Amanda tersenyum. “Iya, Sayang. Ini permintaanku. Kau tahu, aku ingin rumah kita diramaikan dengan suara tangis bayi."

“Maksudmu?” Air muka Bas kembali menjadi tegang.

“Ya aku berdoa semoga Ayana lekas hamil.”

“Astaga!” Bas menepuk keningnya. “Sudah tak usah diteruskan, aku akan ke kamar sekarang." Cepat-cepat Bas beranjak, tak ingin ia mendengar hal aneh lagi terlontar dari mulut sang istri yang tak bisa dipungkiri sedikit banyak membuat sesuatu dalam diri Bas menjadi bergejolak juga.

Bas seketika merasa menyesal mengapa harus Ayana yang dibawanya ke rumah ini? Gadis itu tak ada menarik-menariknya menurut Bas. Usianya saja baru 19 tahun, hampir seumuran dengan keponakannya dari kakak perempuan yang paling tua. 

Di samping itu, Ayana juga ceroboh dan... lancang!

Bas jadi ingat lagi pertemuan pertamanya dengan Ayana di kantor. Saat itu hatinya sedang kalut. Dokter baru saja memvonis penyakit tumor yang pernah diderita Amanda naik level menjadi kanker, dan sudah stadium empat.

Ayana datang ke ruangannya membawa segelas teh hangat. Ia belum pernah melihat gadis itu sebelumnya.

"OB baru?" tanya Bas saat Ayana sudah berdiri di depan mejanya.

"I-iya, Pak," jawab Ayana gugup. Selain karena ini hari pertamanya bekerja, ia juga terkesima dengan ketampanan sang Bos. Ternyata betul yang teman-temannya bilang, Pak Bas seperti ahjussi-ahjussi yang ada di drama Korea. Ahjussi rasa oppa, karena meski sudah berusia matang tapi tetap terlihat muda.

'Sayangnya ahjussi yang ini sudah menikah. Aku tak mau jadi seperti Yeo Da-kyung dalam drama korea The World of Married yang merusak rumah tangga orang.' Ayana membatin.

Hey, mikir apa kamu Ayana. Ayana kemudian sadar pikirannya sudah kejauhan. Lagi pula kalaupun Pak Bos belum menikah, memangnya mau sama kamu. Sadar diri, dia bos di kantor ini dan kamu hanya office girl. Hidup tak seindah drama Korea, Nona!

Bas berdehem melihat Ayana yang hanya berdiri terpaku di hadapannya. "Taruh saja di atas meja tehnya. Dan kau boleh pergi sekarang."

"Oh, i-iya Pak, maaf." Sungguh Ayana merasa malu karena sudah ketahuan melamun. Dengan tangan sedikit bergetar ia meletakkan teh hangat itu di atas meja Bas, tapi ...

"Astaghfirullah, Pak, Maaf!" Ayana tak sengaja menumpahkan isi gelas dan mengenai kemeja Bas. Cepat ia mengambil sapu tangan dari kantong celana lalu mencoba mengeringkan kemeja sang atasan.

"Hey, hey kau mau apa?" Bas terkejut saat Ayana mulai melepaskan kancing kemejanya.

"Bapak bisa masuk angin. Biar saya keringkan dulu baju Bapak dengan hairdryer nanti saya kembalikan."

"Tidak perlu!" Bas mundur. Sementara tangan Ayana nekat mengikuti, masih melekat pada kemeja Bas dan berusaha melepasnya.

"Pak, ibu saya bilang, baju yang basah itu bisa ..." Belum menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba seseorang masuk.

 "Permisi, Pak."

Sekretaris Bas yang membawa setumpuk dokumen untuk diitandatangi bosnya hanya mampu berdiri terpaku di ujung pintu saat melihat adegan Ayana yang tengah membuka kancing kemeja Bas di depan mata. 

"Ma-maaf Pak saya tidak tahu kalau Bapak sedang ... anu ... maksud saya ... ehm saya ... saya permisi dulu."

"Mika!" Bas berteriak memanggil sekretarisnya yang buru-buru keluar lalu menutup pintu.

"Si4l!" Sekretarisnya pasti berpikiran yang tidak-tidak akan dirinya.

"Gara-gara kamu!" Bas menunjuk Ayana yang beringsut mundur.

"Saya tidak mau melihatmu lagi di sini. Kamu di-pe-cat!"

"Sa-saya dipecat, Pak?" Ayana mengulang ucapan bosnya dengan terbata.

"Masih kurang jelas ucapan saya barusan? Saya akan menelepon bagian personalia untuk membawamu sekarang juga."

"Ma-maf Pak, Bapak marah karena saya menumpahkan teh di kemeja Bapak? Nanti saya ganti baru kalau sudah gajian."

Astagaaa... arghh, gadis ini, sudah salah, tak tau pulak apa kesalahannya! Bas mengerang.

"Saya mohon, Pak." Ayana berlutut di depan Bas. "Jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini." 

"Saya tidak akan luluh dengan cerita sedih kamu!" Bas berjalan menuju pintu. Kalau gadis ini tak mau pergi, biar ia yang pergi, pikirnya. Nanti satpam yang akan menyeretnya keluar.

"Pakkk!" jerit Ayana lalu cepat-cepat menyusul Bas yang sudah membuka pintu. "Saya mohon!" 

Semua yang ada di depan ruangan Bas menoleh. Melihat dengan prihatin seorang gadis yang tengah memeluk kaki tuannya.

Gara-gara ketahuan sel1ngkuh Pak Bas mengusir perempuan sel1ngkuhannya ini? Begitu kira-kira yang ada di pikiran mereka, dan Bas bisa menerka itu. Ya, Mika pasti sudah menceritakan yang tidak-tidak setelah keluar dari ruanganku tadi! 

"Apa-apaan kamu ini?" Bas berusaha melepaskan pelukan Ayana pada kakinya.

"Kalian, dengar, ya." Lelaki itu lantas menatap satu persatu pegawainya. "Apa yang kalian lihat, tidak seperti yang kalian pikirkan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status