Samuel dekan maupun semua orang terdiam, sungguhkah Michael akan mempermalukan Samuel sebanyak itu?
"Apa perlu ku ulangi lagi, kau akan ku maafkan. Asal kau berlutut di kakiku dan lewat di bawah kakiku." tambahnya sambil menaikkan sebelah kakinya pada kaki meja. "Aku tidak bersalah, anak manjamu itu yang bersalah. Dia-dia sudah membuang telephone genggamku yang ku beli susah payah." jelas Samuel. "Hah, hahah apa katamu? Hanya sebuah telephone genggam, hanya untuk barang busukmu itu kau memiliki keberanian untuk memukul anakku ha?" tanya Michael, merasa lucu atas Samuel. "Karena kau tidak pernah tau bagaimana perjuanganku untuk mendapatkannya," Samuel menjawab sambil meronta. Namun, sebuah pukulan keras yang justru ia dapat dari Michael hingga bibirnya berdarah. Luka kemarin yang bahkan kemarin belum sembuh kembali berdarah. "Berlutut padamu, hhh. Jangan harap aku melakukannya, kau fikir kau begitu terhormat untuk membuatku berlutut padamu? Kau sama sekali tidak pantas, Tuan Smith." tolak Samuel sambil bersmirk. "Beraninya kau! Hajar dia, jangan beri dia ampun sebelum dia bersedia berlutut dan meminta maaf kepadaku!" perintah Michael tanpa bisa di ganggu gugat. Pukulan demi pukulan Samuel terima dari anak buah Michael, dua orang memukul dan dua orang lagi memegangi kedua tangannya. Beberapa pukulan yang di terima Samuel membuatnya babak belur dan hampir tidak sadarkan diri. Bahkan darah sudah mengalir dari bibirnya, sebagi pertanda jika Samuel mengalami luka dalam juga. Pukulan itu baru berhenti begitu Michael menginterupsinya. "Berhenti! Aku masih memberimu waktu, kau mau berlutut atau tidak? Aku tidak akan segan untuk membuatmu di keluarkan dan beasiswamu di copot karena permasalahan ini." tanya Michael lagi. Namun, tampaknya itu tidak membuat Samuel berubah pikiran. Samuel itu keras kepala, wajar jika dia tetap pada pendiriannya sekalipun akhir kuliahnya sudah di depan mata. "Aku Samuel Adams, sampai kapanpun tidak akan berlutut padamu. Karena aku tidak bersalah. Jadi untuk apa aku berlutut?" tanya Samuel menuntut penjelasan. "Sialan! Hajar dia sampai kapok!" perintah Michael mutlak, membuat Samuel kembali di pukuli oleh anak buahnya, setelahnya Samuel tidak berdaya. Michael berdiri dari duduknya sambil berucap. "Damian kau tentunya tau apa yang harusnya kau lakukan kan? Aku tidak ingin melihat anak ini lagi kelak. Apalagi sampai membuat masalah kembali dengan Gerald, terlalu memalukan berurusan dengan orang sampah sepertinya. Tutupnya kemudian pergi meninggalkan ruang dekan bersama para pengawalnya. Meninggalkan Samuel yang masih mengatur nafasnya di lantai. "Samuel, kau benar-benar mengecewakanku kali ini. Meakipun kau mahasiswa berprestasi, aku tidak bisa membantumu lagi. Mungkin jika kau tidak keras kepala, tuan Smith masih akan mengampunimu. Kau di keluarkan dari universitas, segera kemasi barang-barangmu dan tinggalkan asrama secepatnya!" setelah mengatakannya Damien melangkah pergi. "Aku tidak bersalah di sini, aku hanya membela diriku. Kalian tunggu saja, cepat atau lambat aku pasti akan kembali. Kalian tidak bisa memperlakukanku seperti ini." gumam Samuel kemudian beridiri dan pergi dengan langkah tertatih. Di kamar asrama beberapa menit kemudian. Samuel memasukkan semua pakainnya ke dalam tas ransel miliknya, sedangkan kedua teman sekamarnya itu menatapnya khawatir. "Samuel kau yakin pak dekan memintamu untuk segera pergi? Bukankah dia sangat membanggakanmu sebelumnya?" tanya Harper. "Samuel? Aku tau benar kau tidak akan menyerah begitu saja, apalagi Gerald dan ayahnya itu jelas-jelas hanya memfitnahmu. Samuel kau tidak dengar aku?" Harper mendekat dan merebut tas ransel di tangan Samuel. Namun Samuel kembali merebutnya. "Aku akan tetap pergi sesuai yang mereka mau, aku memang tidak terima. Tapi kau tau aku tidak bisa melakukan apapun, jadi jangan campuri urusanku kak!" pinta Samuel. "Tapi Sam, kau tidak bersalah. Kau tidak mau menuntut keadilan atas semuanya, kau tidak pantas di perlakuakn begini Sam. Kau tidak mau menuntut? Jika kau mau aku akan berada di pihakmu," tanya Harper. "Jika aku bisa pasti aku sudah melakukannya, sayangnya aku tidak bisa, aku juga tidak terima. Aku juga tidak ingin ada korban selanjutnya setelah diriku di kampus ini. "Sam," "Aku pasti akan kembali cepat atau lambat. Terima kasih sudah menemaniku selama ini Kak. Mungkin memang ini sudah saatnya aku harus belajar hidup sendiri dan berhenti merepotkan kalian." Samuel menjelaskan sambil melihat ke arah Harper. "Aku pasti akan kembali Kak, cepat atau lambat." setelahnya Samuel bangkit berniat meninggalkan asramanya, namun Harper menahan tangannya. "Jika kau akan pergi setidaknya obati lukamu dulu! Kau lihat wajahmu bagaiman bentuknya itu!" "Aku akan mengobatinya sendiri nanti, aku harus segera pergi Kak. Aku tidak ingin berlama-lama di sini." jawab Samuel melepaskan genggaman tangan Harper kemudian melangkah pergi. Malam itu, langit tampaknya ikut bersedih akan kesedihan Samuel karena tampak mendung. Di keluarkan dari Universitas, adalah pukulan terbesarnya. Selama beberapa tahun, hidupnya ia serahkan pada kuliahnya. Bahkan dia rela bekerja siang malam demi biaya kuliahnya, tanpa memiliki rumah sewa. Meskipun di bantu oleh beasiswa, sebagian besar biaya kuliah tetap di tanggung sendiri bukan? Namun, tuhan nampaknya masih ingin mengujinya lebih lagi, dan membuatnya di keluarkan dari kampus di pertengahan pendidikan semester 3 nya. Apalagi dalam posisinya adalah sebatang kara tanpa keluarga, orang-orang kampus sebagai keluarganya dan asrama adalah rumahnya. Namun ia terusir kali ini, Samuel bingung dimana sekiranya dia bisa tinggal setelah ini. Namun, di tengah-tengah lamunanya. Samuel melihat pada sebuah mobil mewah yang baru saja berhenti di tepian jalan. Melihat siapa yang turun dari sana, membuat Samuel mengikuti kemana perginya mereka hingga sampai pada taman terdekat. "Oliv, aku tidak salah lihat bukan? Dia benar-benar Olive, dengan siapa dia?" Samuel bertanya dengan penasaran. Yah, Olive. Kekasih Samuel sejak dua tahun yang lalu, gadis cantik dari keluarga Bailey di Kota Hozo. Sebagai orang yang menemaninya sejak ia bahkan tidak tau dimana dia bisa menempatkan diri, Samuel tentunya sangat menyayanginya. Setelah memastikan bahwa benar itu sang kekasih bersama dengan pria lain, Samuel mendekatinya. "Olive?" panggil Samuel seketika membuat Olive menoleh ke belakang. Begitu pula dengan pria yang tengah merangkulnya. "E-em, Sam? Kamu-kamu kok di sini?" tanya Olive dengan gugup. "Aku tidak boleh di sini? Aku ingin tau, dia siapa Olive? Apa dia teman yang kamu maksud?" tanya Samuel. "I-iya, dia. Dia temanku." Olive menjawabnya sambl melepaskan pelukannya pada pria di sebelahnya. "Kau yakin tidak berbohong, teman tidak mungkin seintens itu bukan?" tanya Samuel menuntut penjelasan sambuil mendekat. Namun, belum berhasil mendekat. Pria di samping Olive tiba-tiba mendorongnya menjauh. "Hei kau, kau? Jangan dekat-dekat! Jika aku tidak salah, kau pasti pacar tidak bergunanya Olive itu kan? Sebaiknya kau pergi, Olive adalah milikku sekarang. Kau tidak lihat ya? Gadis secantik Olive ini, bagaimana bisa bersama orang tidak berguna sepertimu. Tentunya dia akan lebih memilihku yang lebih baik bukan?" ejek pria itu. "Olive, bisa jelaskan apa maksudnya ini!" tanya Samuel. "Apakah kurang jelas? Sepertinya kau selain tidak berguna, telingamu juga bermasalah ya? Sudah jelas Olivia tidak menginginkanmu. Kau tidak lihat dirimu, kau hanya orang tidak berguna, sampah!" ucapnya. "Aku tidak bertanya padamu, aku bertanya pada Olive. Minggir!" marah Samuel mendorong Damian dan membuat pria tersebut marah dan berakhir mereka bekelahi. "SUDAH CUKUP!!" teriakan Olive tampaknya tak menghentikan pertengkaran Damian dan Samuel. Hingga akhirnya gadis itu mendekat dan menarik samuel untuk menjauh dari Damian dan, "Plakk," bukannya penjelasan yang di dapatkannya, Samuel justru mendapatkan tamparan keras dari Olive. Damian yang melihat itu justru tersenyum smirk. "Tidak bisakah kau berhenti membuatku malu Sam? Kau selalu saja membuatku malu dengan dirimu." tanya Olive marah. "Olive?" panggil Samuel berusaha meraih pergelangan tangan Olive namun gadis itu memilih menghindar. "Kau pasti berbohong, kau mengatakan bahwa kau mencintaku saat itu. Aku juga selalu mengusahakan skripsimu, aku juga selalu memberikan apa yang kau mau. Meskipun kau harus menunggu lama karen aku harus mengumpulkan gajiku lebih dulu. Juga saat itu, saat kau bahkan bersedia menemaniku meskipun hanya makan roti kukus da minum teh susu." tanya Samuel menuntut penjelasan. "Aku sudah muak. Jujur saja, aku tidak pernah mencintamu selama ini. Kau hanya ku jadikan batu loncatanku saja untuk mancapai posisi kedua di universitas. Skripsiku? aku bahkan tidak memintamu untuk mengerjakannya. Menemanimu makan saat itu, itu hanya caraku untuk mendekatimu. Dengan begitu, setidaknya aku bisa mendapatkan nilai lebih baik. Awalnya aku benar-benar mencintamu Sam, tapi aku juga seorang wanita yang menginginkan kebahagiaan dari kekasihnya seperti gadis-gadis lain. Tapi kau, apa yang kau lakukan selain hanya bisa membuatku malu dengan semua yang kau lakukan. Untuk uangmu, aku tidak pernah memintanya juga. Mendapatkan apa yang ku mau? Jelas-jelas kau hanya memberikan barang palsu dan rongsokan kepadaku. Aku bisa menggantinya jika kau mau." jelas Olive membuat samuel terkejut. "Olive tidak, kau tidak seperti ini. Apa dia memaksamu untuk melakukan ini padaku? Katakan!" tanya Samuel. "Memangnya jika benar tuan Damian memaksaku, apa memangnya yang bisa kau lakukan. Kau mau membuaku malu lagi? Andai kau lebih kaya dan memiliki sedikit lebih banyak uang, aku pasti akan mempertahankanmu." Olive. "Olive kau," "Aku ini cantik, dan pastinya aku bisa mendapatkan orang yang lebih unggul darimu. Sebagai contoh ya tuan Damian ini, kau tidak lihat. Samuel, dengan begitu. Malam ini juga kita akhiri hubungan kita dan jangan pernah menggangguku lagi apalagi muncul kembali di hadapanku. Pergi jauh-jauh dari hidupku!" marah Olive sambil mendorong dada Samuel, lalu mengajak Damian pergi meninggalkan Samuel yang masih berdiri mematung.Setelah semua yang terjadi, Samuel akhirnya kembali seorang diri. Dikeluarkan dari universitas, di campakkan oleh orang yang ia pikir masih bisa di harapkan membuatnya begitu terpukul. Apalagi keduanya terjadi di hari yang sama."Kenapa hidupku harus seperti ini? Tidak bisakah takdir berpihak padaku sekali saja? Benar, andai aku bisa sedikit lebih kaya. Aku pasti tidak akan di perlakukan seperti ini." gumam Samuel, kemudian berjalan menyusuri jalan di bawah sinar rembulan menuju hotel dimana ia mengambil kerja paruh waktunya. Setibanya di sana, Samuel meletakkan ranselnya di ruangan khusus pegawai hotel kemudian berganti pakaian dengan pakaian waiters."Andai aku tau siapa diriku, mungkin itu akan sedikit lebih baik. Dari pada aku hidup begini, tanpa aku tau siapa diriku dan siapa keluargaku sebenarnya." ucap Samuel menghadap cermin toilet yang menampakkan wajahnya sendiri."Samuel Adams, siapa dirimu sebenarnya?" tanya Samuel pada dirinya sendiri kemudian menghela nafas lalu pe
Dua hari usai di drop out dari universitas, Samuel menjalaninya harinya dengan normal-normal saja. Selain, bertemu dengan Gerald sehari yang lalu dan anak itu mencari masalah dengannya tanpa sebab yang pasti. Sedangkan hari itu, hotel La Daviella di sewa seorang konglomerat untuk sebuah acara pesta. Sebagai seorang waiters di sana, Samuel tentunya memiliki tugas di sana sejak pagi untuk ikut menyiapkan beberapa keperluan pesta. Karena pesta tersebut akan di laksanakan malam nanti, yang pastinya akan di hadiri oleh orang-orang golongan atas di Negara S. Namun, satu yang Samuel harapkan adalah tidak adanya Gerald di sana. Sebagai salah satu keluarga golongan atas di kota Hozo, keluarga Smith pastinya memiliki undangan untuk hadir di dalam pesta."Sam, segar bersiap-siaplah! Beberapa jam lagi pesta akan di mulai. Mungkin malam ini akan sedikit lebih sibuk dan sulit untukmu. Semangat Samuel," ujar salah seorang gadis pada Samuel dan di respon dengan sedikit senyuman."Kau juga, Ali
Malam itu di kamar 409, bahkan hingga pagi ini. Tuan Adams yang tengah sibuk mengotak atik Atik laptopnya. Pikirannya sama sekali tidak tengah setelah pertemuan singkatnya dengan Samuel yang mengantarkan makanan padanya malam tadi. Meskipun sudah mendapatkan informasi singkat mengenai Samuel, pikirannya tetap tidak tenang. Dikarenakan informasi tentang Samuel yang ia dapatkan masih samar dan tidak ada kejelasan. "Cari tau informasi tentang pelayan tadi dan berikan padaku secepatnya, sebisa mungkin hari ini juga!" perintahnya pada seorang pelayan pria di sampingnya, sambil menyerahkan sebuah flashdisk yang kemudian di terima dengan baik. Bukan tanpa alasan tuan Adams bereaksi demikian, karena bagaimanapun juga. Ia berada di kota Hozo dengan membawa tugas resmi dari tuan besar Adams. Dan kini, ia sudah mulai menemukan sedikit titik terang meskipun belum ada kejelasan. "Tuan muda, apakah itu benar-benar anda?" gumamnya sambil bersandar pada sandaran kursi. Beberapa jam kemudian di
Mendengar penuturan Michael, Victory langsung terkejut. Matanya langsung membelalak dengan raut muka panik muncul pada wajahnya."Tu-tuan, saya mohon jangan berhentikan saya. Saya akan berusaha untuk memperbaiki diri dan sikap saya. Saya," jawab Victory yang langsung melihat ke arah Samuel, lalu berjalan cepat mendekati Samuel."Dia-dia yang melakukannya Tuan, bukan saya. Tolong jangan pecat saya, Gerald yang melakukannya." tuduh Victory terhadap Gerald membuat Gerald berekpresi tidak terima."Kenapa kau menuduhku, bukankah kau juga melakukannya. Jangan hanya melimpahkan kesalahan padaku saja, padahal jelas-jelas kau juga ikut memukul dan menganiaya Samuel." bantah Gerald."Apa katamu, bukankah kau juga yang memintaku untuk datang kemari ha??" bentak Victory. Membuat mereka berdua saling berdebat selama beberapa saat,"CUKUP!! Kalian benar-benar membuatku sangat muak, bawa mereka berdua pergi!" perintah Michael di iyakan oleh para pengawalnya."Tuan?" panggil Victory."Keluar sebe
Pagi itu, Samuel terlihat sibuk di kamarnya. Bukan kamarnya, lebih tepatnya kamar yang di sediakan hotel untuk para karyawan. Ia terlihat mengemasi semua barang-barangnya ke dalam sebuah tas ranselnya. Ia merasa tidak tenang jika tinggal di sini, ia merasa jika lingkungan orang kaya sepertinya tidak cocok untuknya."Sam, kau mau kemana?" tanya seorang pemuda yang memasuki kamar lalu duduk di tepian ranjang milik Samuel."Ku rasa aku harus pergi kak Vin, sepertinya aku akan menghadapi masalah yang lebih serius setelah ini. Aku tidak ingin jika kalian semua menjadi korban dari masalahku dengan Gerald juga tuan Victor." jelas Samuel."Tapi bukannya tadi kau yakin sekali jika dia tidak akan mengganggumu lagi? Kau bilang begitu pada Via kan?" tanya Kevin."Via? Dia bilang begitu padamu?" tanya Samuel menuntut."Iya, dia menceritakan apa yang terjadi pada kalian kemarin malam. Tuan Victor juga sudah di pecat, ku dengar tuan Gerald juga di hapus dari daftar member hotel." jelas Kevin."Ka
Karena kericuhan di depan hotel, Samuel akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam hotel. Sambil melihat kesana-kemari ada kejadian apakah di sana. Di tambah ia mendengar jika tuan besar Adams akan berkunjung. Ia bisa menebak, tentunya ada hal besar bukan, jika sekelas tuan besar Adams sampai datang secara pribadi. Sebelum kemudian suara seseorang menginterupsinya."Kau masih berani ya ternyata, memperlihatkan dirimu di kalangan kelas atas seperti ini?" tanya seseorang itu membuat Samuel menoleh dan di lihatnya Gerald di sana."Kau tau tempat apa ini? Ooo, atau jangan-jangan kau sengaja mengikuti ku ya untuk bisa masuk ke tempat ini? Kau tau, masuk hotel Grand tidak semudah memasuki gubuk mu itu, tau? Masuk hotel Grand di butuhkan akses untuk bisa melewati pintu utama. Atau jangan-jangan kau mau mencuri di sini ya?" tuduh Gerald."Hei, hei ada orang yang mau mencuri di sini." seru Gerald membuat semua pengunjung hotel Grand melihat ke arah mereka."Aku penasaran bagaimana keamanan h
Kegaduhan di lobi hotel Grand nampaknya menimbulkan masalah yang lebih serius, apalagi saat direktur utama hotel Grand baru kembali dari perjalanannya dan menemukan masalah besar tampaknya telah terjadi di sana."Ya ampun, apa ini ha? Vas bunganya, lukisannya, siapa yang akan bertanggung jawab atas semua ini?" raungnya memisahkan diri dari teman-temannya dan berlari mendekati pecahan vas keramik yang bercampur kaca pelindung lukisan."Mati aku, ini adalah barang-barang berharga milik keluarga Adams yang sengaja di pajang di sini. Ini adalah barang-barang langka, siapa yang melakukan ini?" marahnya kemudian beralih melihat ke arah Samuel, Damian, Gerald maupun Olive."Kalian, pasti kalian anak-anak nakal. Oh, bukannya kau Damian dan Gerald. Kalian yang melakukannya? Kalian tidak tau betapa berharganya kedua benda ini, kau tau harganya ratusan juta. Siapa yang akan bertanggung jawab, ha?" tanyanya marah."Kau tau siapa aku kan? Kenapa kau masih menyerang kami?" tanya Gerald tidak terima
Ketika mereka tengah melanjutkan perdebatan panjang, suara sirine mobil polisi terdengar nyaring sebelum berhenti di depan lobi hotel Grand. Semua orang yang semula berkerumun di depan banner beralih melihat apa yang tengah terjadi hingga berurusan dengan polisi."Siapa yang menghubungi polisi?" tanya seorang polisi."Saya, saya pak. Saya ingin orang ini di tangkap saat ini juga. Dia sudah memecahkan barang berharga milik hotel Grand yang bernilai ratusan juta dolar. Tapi dia tidak mau ganti rugi." tuduh Gerald sambil menunjuk ke arah Samuel."Anda, bukankah anda tuan muda Smith. Putra dari tuan Michael Smith?" tanya polisi tersebut, detik itu juga Samuel menyadarinya. Suasana mendadak tidak enak sekali untuk di rasakan, polisi tersebut tiba-tiba saja sangat memuji-muji Gerald. Jelas jika ia adalah seorang penjilat keluarga Smith. Tentunya dapat di tebak bagaimana akhirnya kan?"Saya Richard, komandan polisi di wilayah pusat kota ini. Sekaligus yang bertanggung jawab di wilayah sin
Mendengar racauan Alice, Samuel terkejut bukan main. Apa? Alice, gadis yang bahkan selama ini sedikit acuh tak acuh padanya itu tiba-tiba menyukainya? Atas dasar apa? "Kau ingat saat kita pertama kali bertemu Samuel, hari itu jugalah aku pertama kali menyukaimu. Saat kau mengajakku yang tengah menangis berbagi sepotong roti di halte bus dekat rumah sakit hota Hozo." ujar Alice, dari itu Samuel ingat. Kurang lebih 5 tahun yang lalu, saat ia masih menjalani hari panjangnya di rumah sakit. Ia bahkan masih mengunakan pakaian rumah sakit, kala bertemu dengan Alice. Gadis itu menangis sendirian di halte bus ketika ia berjalan-jalan sambil memakan roti yang baru saja ia beli."Kau mau?" tanyanya sambil menyodorkan separuh dari bagian roti yang tidak ia gigit dan di terima baik oleh Alice yang sedikit bingung kala menerimanya."Terimakasih." jawab Alice ketika Samuel duduk di samping nya. Pertemuan itu membuat mereka sedikit bercerita tentang masing-masing, sebelum kemudian mereka be
Harper masih dengan keterkejutan nya, ketika Samuel dan teman-temannya meninggalkannya seorang diri di depan lobi dengan posisi mendongak dan mulut menganga. Bagaimana tidak, tempat tinggal Samuel adalah kawasan apartemen mewah yang hanya di huni oleh orang-orang kelas atas, tentunya tidak berani mereka bayangkan. Samuel pun demikian, ia tidak berani membayangkan akan tinggal di apartemen semewah ini sebelumnya. Namun, itulah yang terjadi sekarang, salah satu ruangan apartemen dalam gedung apartemen mewah ini, kini menjadi tempat tinggalnya."Sam? Kau tidak bercanda kan? Kau benar-benar tinggal di sini? Rupanya, keluarga Adams begitu menyayangimu ya?" ujar Harper mengejar mereka."Itu hanya keberuntungan bagiku, tapi menurutku ini semua bukan milik ku sekarang." jawab Samuel, menekan tombol lift dan mereka masuk ke dalam lift. Sedangkan Harper masih terus mengoceh dengan banyak pertanyaan. Meskipun lift sudah terbuka karena mereka sudah tiba di lantai apartemen Samuel berada. Namun
Mendengar ucapan Olive, Samuel yang sebelumnya sudah akan melangkah pergi menghentikan langkahnya dan kembali berbalik melihat ke arah Olive."Hhh, menemaniku ya? Aku ragu apakah kau benar-benar menemaniku di masa-masa sulit ku, atau hanya memanfaatkan ku Olive?" tanya Samuel membuat Olive tersentak."Kau membuang ku begitu saja seperti barang rongsokan, tapi begitu kau butuh kau kembali. Kau tau betapa munafik nya dirimu?" tanya Samuel."Siapapun gadis itu pasti akan sepertiku juga, siapa yang mau jika memiliki pasangan seorang pecundang Samuel. Kalaupun ada dia hanya menyisihkan rasa khawatirnya dan menukarnya dengan rasa cinta yang ntah kapan bisa hilang begitu saja. Seperti halnya aku, aku juga tidak mau aku aku bahkan hanya berakhir menikah dengan seorang pecundang. Kau menyembunyikan statusmu dariku, dari itu aku tau. Kau khawatir aku menghabiskan semua uangmu? Hhh, ya. Karena apa di dunia ini yang gratis Samuel, semuanya hanya bisa di miliki dengan uang. Karena itu aku suka
Semua yang terjadi dua hari yang lalu di Hozo Street Food House menyebar begitu cepat di kota Hozo. Tampaknya beberapa orang mengambil video dan menyebarkan nya di laman resmi kota Hozo. Termasuk semua mahasiswa di universitas Hozo mungkin mengetahuinya, sebagi bukti saat keesokan harinya Samuel berangkat seorang diri. Yang biasanya bahkan tidak ada seorang pun menyapa nya, bahkan biasanya hanya membicarakannya sambil berbisik dengan teman-temannya atau mungkin hanya diam saja. Kini beralih menyapa Samuel dengan ramah, gadis-gadis yang sebelumnya hobi merendahkan Samuel kini beralih memuji-muji dirinya. Samuel juga akhirnya mengerti apa arti kata, kau punya uang kau akan di hargai. Namun, bukan itu yang mengejutkan bagi Samuel. Sesungguhnya Samuel tidak perlu terkejut ketika mendengar nya, karena ia sendiri yang menginginkannya. Karena saat tiba di kampus, beberapa mahasiswa juga tampak berkerumun dengan teman-temannya sambil memperlihatkan layar handphonenya satu sama lain. Yang
Keterkejutan Nigel semakin menjadi, ketika tiba-tiba Michael menampar keras Gerald yang berupaya menejelaskan padanya. Bahkan menendang Gerald yang masih terhuyung hingga tersungkur."Tuan, Tuan Michael. Jika saya memiliki kesalahan anda bisa menghukum saya, saya rela karena sudah menyinggung anda." jelas Gerald yang langsung bangkit dan berlutut di kaki Michael, nafas pria hampir setengah baya itu juga memburu karena marah. Dia ingin menghukum Gerald sepuasnya, namun ia masih memiliki rasa menghormati, Samuel berhak mengambil keputusan di sini."Tidak ada gunanya kau meminta maaf padaku, lagi pula apa gunanya kau sombong di hadapanku. Kau bilang kau dari keluarga Smith kan? Siapa itu keluarga Smith? Kau pikir keluarga Smith ada dalam posisi bisa mengganggu dan menyinggung kami seenak perutmu?" jelas Michael yang memegang rambut Gerald hingga mendongak."Kau pikir siapa yang sudah kau sebut sebagai pecundang ha? Kau bahkan menyentuhnya saja tidak pantas, tapi kau justru memiliki k
Samuel mengernyit mendengar penuturan Nigel, namun ia tetap bersikap biasa saja. Dia tau pasti siapa yang di maksud oleh penjaga keamanan tersebut, namun dengan tidak tau dirinya Nigel mengakui hak miliknya."Tuan Bailey, maafkan kelancangan saya tadi. Anda bisa menghukum saya sesuka hati tuan Bailey, asal jangan membuat saya di pecat dari sini." ujar penjaga keamanan."Hhh, itu mudah. Asal kau bisa membawanya keluar untuk semua ganti rugi yang harus dia lakukan." ujar Nigel, penjaga keamanan tersebut langsung melihat Samuel."Karena bukan kami penyebab ini semua, tapi dia. Jika dia tidak lebih dulu menyerang temanku, temanku tidak akan menyakitinya juga. Apalagi hingga semua keributan ini terjadi di sini." Jelas Nigel pada penjaga keamanan tersebut dan ia percaya. Namun di sisi lainnya, Samuel merasa kasihan dengan penjaga keamanan tersebut yang telah di bodohi oleh Nigel."Sekarang, bawa dia keluar dan paksa dia membayar semuanya!" perintah Nigel, penjaga keamanan tersebut menuru
Sejenak setelah Nigel berucap meminta sekotak bir terbaik, Natasha terkejut. Namun ia mengingat isyarat Samuel padanya, akhirnya ia mengiyakan dan meminta pelayan untuk mengambil sekotak bir terbaik. Untuk Samuel dan teman-temannya apa yang tidak akan mereka berikan bukan? Namun bagi Natasha, sikap Nigel bukankah terlalu tidak tau diri? Setelah meminta para pelayan yang di bawanya menyajikan makanan, mereka pergi dari sana. Dan beberapa saat kemudian makanan pesanan mereka semua juga di antarkan. Bahkan dengan tidak tau malunya, Nigel hanya memberikan makanan ringan untuk Samuel."Samuel, bukankah kau hanya menumpang kali ini di sini. Kamu mendapatkan makanan-makanan mewah karena menggunakan nama keluargaku. Jadi jangan salah paham jika kentang goreng saja sudah cukup untukmu. Untuk makanan yang kau pesan jangan lupa kau bayar dan jangan di ambil lagi ya!" ujar Nigel dengan nada menghina."Yah, aku tidak akan lupa. Ini saja sudah cukup bagiku." ujar Samuel menikmati makananny
Hari ini, baik Damian, Gerald maupun semua orang terkejut bukan main. Kenapa Samuel bisa memesan tempat ini, seberapa banyak uang lotre yang dia menangkan? Namun keterkejutan itu segera hilang dari pikiran Gerald. Ia berniat membuatnya menghabiskan semua uang yang Samuel miliki. Setelah cukup dengan terkejutnya, mereka semua masuk ke dalam. Para gadis langsung duduk di sofa dan menampilkan kaki jenjangnya. Bagaimanapun, Alice dan teman-temannya adalah primadona kampus. Siapa pria yang tidak memuja mereka, bahkan Gerald adalah seorang yang memuja Alice. Tidak lama setelah semua orang duduk, segerombol pria datang. Dan salah satu dari mereka sangat Samuel kenal. Itu adalah pria yang ia temui di lobi tadi, Nigel Bailey. Melihat kedatangan Nigel, Damian langsung berdiri dan menyambut kedatangan Nigel dengan teman-temannya itu."Tuan Bailey, terima kasih karena sudah datang." ujar Damian."Seharunya aku yang berterima kasih padamu Tuan Damian, terima kasih karena sudah mencarikan
Kedatangan Michael di lobi manor dengan sangat tergesa-gesa dan tiba-tiba menunduk hormat pada pria yang berusaha untuk mereka usir itu sudah cukup untuk mengejutkan mereka. Namun, semua orang kembali terkejut bercampur takut ketika Michael bertanya dengan serius."Katakan padaku! Siapa yang berusaha untuk mengusir tuan Samuel dari sini?" tanya Michael membuat semua orang seketika kicep, tidak ada yang berani berkata apapun. Bahkan suara jangkrik di luar lobi terdengar. Bahkan Nigel yang menjadi provokator di sini hanya diam."Usir orang ini keluar dari sini!" pinta Michael agar para petugas keamanan mengusir Nigel dengan paksa."Maaf atas ketidak nyamanan ini Tuan muda, mari!" ajak Michael pada Samuel kemudian mereka berjalan beriringan."Tidak perlu di perpanjang, bisa minta tolong antarkan saya ke kamar yang saya pesan." tanya Samuel di iyakan oleh Michael. Beberapa setelah berjalan menyusuri beberapa lorong, mereka berdua akhirnya tiba di depan sebuah ruangan. Ruangan bertul