Komandan polisi di hadapan Samuel itu tampaknya sangat setia terhadap keluarga Smith, dan merupakan anjing besar peliharaan keluarga Smith. Karena ia bahkan semakin ngotot menahan Samuel, ketika Samuel membela diri dengan mengatakan siapa yang sebenarnya bersalah di sana."Tapi itu bukan saya, saya hanya melindungi diri. Bukankah seharusnya mereka yang di tahan karena mereka yang menciptakan keributan? Kenapa harus saya, saya hanya korban di sini." jelas Samuel."Kau bisa menjelaskan nanti jika ada keluhan atau keberatan dengan semua itu. Kau akan kami tahan di selama tiga hari hingga kau mengakui kesalahanmu dan bersedia menyelesaikan masalah yang kau ciptakan." jawab si komandan kepolisian."Kau akan di jemput oleh seorang polisi untuk di bawa ke penjara." jawab komandan tersebut. Keluhan katanya, apapun yang di katakan Samuel bahkan tidak ia hiraukan. Masuk telinga kiri keluar dari telinga kanan. Ketika komandan polisi tersebut akan membuka pintu seorang polisi datang tergopo
Beberapa saat setelah memasuki ruangan, Samuel hanya berjalan perlahan ke beberapa sisi ruangan. Nalurinya secara tidak langsung mengatakan jika dirinya pernah berada di sana, karena ia merasa sangat familiar dengan ruangan tersebut. Ruangan bertema kelabu dengan nuansa eropa dan di hiasi dengan beberapa barang klasik berharga sebagai hiasan. Yang Samuel ketahui, barang-barang tersebut tampaknya pernah ia lihat di lelang beberapa tahun terakhir. Samuel bahkan mengetahui letak beberapa tempat di sana."Kenapa aku seperti pernah kemari, padahal ku rasa ini kali pertama aku memasuki tempat ini setelah di kota Hozo. Apa jangan-jangan," belum selesai Samuel dengan gumam nya, sesuatu terdengar mengetuk lantai marmer ruangan tersebut.Hal itu membuat Samuel mau tidak mau membalikkan badannya untuk melihat siapa yang datang."Mmm, maaf. Tuan Michael tadi yang meminta saya masuk kemari, maaf jika saya lancang." ujar Samuel sambil membungkukkan tubuhnya kepada seorang pria tua yang kini berd
Setelah pertemuan mengharukan yang sedikit garing oleh kedua pria dewasa itu, Samuel juga William akhirnya kini tengah duduk berbincang di kursi cafe tersebut hotel. Tidak ada pengunjung lain selain mereka saat ini, mungkin karena William telah memesan penuh tempat ini. Toh hotel Grand juga adalah salah satu dari sekian banyak hotel miliknya. "Hari ini juga, kau sudah ku anggap resmi kembali ke keluarga Adams. Karena bagaimanapun juga, keluarga Adams adalah rumahmu. Kemanapun kau pergi dan sejauh apapun itu, ke sanalah kau akan kembali dan pulang. Kakekmu ini akan selalu menunggu kapan kau akan siap untuk pulang. Kami siap untuk menyambut kedatanganmu kapan saja kau mau," jelas William, kemudian menjentikkan jarinya pada seorang pengawal yang kemudian mendekat dan menyerahkan sesuatu pada Michael, bahkan tangannya menggunakan sarung tangan ketika memegangnya. "Ini, khusus kami siapkan untuk Tuan muda, ini adalah kartu hitam khusus yang hanya di desain oleh konsorsium bank milik kel
Setelah saling berpelukan dan bertukar kabar beberapa saat juga berbagi kebahagiaan karena kembali di pertemukan. Samuel juga kedua temannya, Harper serta Aiden. Mereka berjalan menyusuri lorong universitas menuju kelas mereka, selama mereka berjalan menyusuri lorong. Beberapa mahasiswa maupun mahasiswi melihat mereka, lebih tepatnya melihat Samuel. Ketika itu, segerombol mahasiswa beranggotakan kurang lebih 4 orang datang menghampiri dengan ketua mereka yang berjalan dengan kedua tangan di dalam saku celana."Wohoo, para udik-udik sedang berkumpul di sini ternyata. Ku dengar kau di terima kembali di sini, selamat datang kembali di sini Samuel, ku rasa kita akan lebih banyak bertemu kembali mulai sekarang." ujar pemuda tersebut, melihat kedatangannya membuat Harper dan Aiden memasang tubuh untuk melindungi Samuel."Hmm, terima kasih. Tapi kali ini ku pastikan akan berbeda, Gerald." Samuel menjawabnya dengan tersenyum, namun beberapa saat ia mengubah raut wajahnya menjadi datar saat
Selama beberapa menit, Samuel hanya diam. Bersabar dengan apa yang di lakukan oleh Gerald terhadap mereka bertiga. Puncaknya ketika pemuda tersebut menumpahkan makanan mereka ke lantai, baginya Gerald adalah orang kaya yang tidak tau bagaimana caranya menghargai. Tidak taukah mereka, jika mereka harus berusaha untuk mendapatkan makanan itu?"Gerald apa-apaan kau?" tanya Harper berniat memungut ayam yang berserakan di lantai. Namun, reaksi Gerald membuat Samuel semakin tidak bisa menahan kemarahannya. Sebab apa, Gerald bahkan dengan sengaja menginjak ayam yang akan di ambil oleh Harper, lalu mendorong punggung Harper dengan sengaja."Kau mau kan? Ayo ambil, ambil dengan mulutmu mungkin lebih baik!" ujar Harper.Brakk___ Gebrakan keras pada meja mengalihkan pandangan Gerald dan teman-temannya juga para mahasiswa maupun mahasiswi yang ada di cafeteria."Kau mungkin bisa menghinaku semaumu, tapi kau tidak bisa memperlakukan temanku seperti ini." ujar Samuel kemudian melangkah cepat
Hari itu, Aiden memberinya sebuah surat undangan ulang tahun dari Alice. Gadis yang di kenal jarang berhubungan dengan seorang pria itu secara tiba-tiba memintanya datang ke acara ulang tahunnya. Samuel penasaran, mimpi apa dia semalam. Hal itu, membuat Samuel berniat membelikannya hadiah. Ia berniat menggunakan kartu hitam pemberian William untuk pertama kalinya, tapi ia tidak tau akan pergi kemana. Membuatnya memutuskan untuk pergi ke pusat pembelanjaan. Namun, sopirnya membawanya ke pusat toko fashion ternama di kota Hozo. Bahkan dengan embel-embel limit dalam kartunya, membuatnya mau tidak mau harus menurutinya. Berjalan mendekati pintu masuk toko, Samuel tiba-tiba di hadang oleh seorang security yang berjaga di depan toko. Mungkin karena melihatnya berpakaian lusuh seperti itu membuat security tersebut memandang rendah dirinya."Mau kemana? Tidak baca itu ya? Pengemis di larang masuk!" larangannya sambil menunjuk pengumuman pada kertas yang tertempel di kaca pintu masuk tok
Setelahnya memasuki mall, Evan tiba-tiba menyentuh pundak Samuel membuat pemuda tersebut menolehkan kepalanya sebagai pertanyaan."Saya sarankan, anda lebih baik membeli pakaian yang lebih baik untuk saat ini. Ikut saya Tuan!" ujar Evan."Eh?" Samuel terkejut ketika tiba-tiba Evan menariknya menuju ke sebuah toko pakaian."Tuan muda akan gagal seperti sebelumnya jika anda berpenampilan seperti ini. Saya akan memilihkan pakaian yang cocok untuk Tuan muda." ujarnya sepihak. Dalam hatinya, tidak mungkinkan jika sopirnya berpenampilan lebih baik dari pada majikannya. Itu akan terlihat aneh bukan? Beberapa saat kemudian, Evan keluar dengan membawa beberapa setel jas dan meminta Samuel mencobanya satu persatu. Meski demikian pada akhirnya Samuel tidak menerimanya dan memilih pakaian kasual."Aku bukan seorang pekerja kantoran ataupun lainnya, jadi untuk apa aku memakai jas." ujar Samuel membuat Evan mendengus."Meskipun anda bukan pekerja kantoran, bukanlah sebentar lagi anda pasti ju
Samuel memasuki toko tas, bukan untuk tujuan lainnya. Ia benar-benar ingin membeli sebuah tas, bukan hanya pamer saja. Namun yang ia pertanyakan, kenapa hampir semua tempat menerima dengan buruk kedatangannya. Bahkan kini, ia harus beradu argumen dengan seorang pramuniaga perempuan."Aku yakin kau tidak akan bisa membelinya, kalau kau bisa membelinya. Menelan batu di jalanan pun akan aku lakukan." tantangannya."Baik, saya ingat itu. Kalau untukmu Damian? Kau juga begitu tidak yakin bukan? Kau mau ikut taruhan?" tanya Samuel."Cihh, taruhan dengan orang miskin sepertimu? Kau yakin kau bisa menang melawanku?" tanya Damian. Sedangkan respon dari Samuel hanya memiringkan kepalanya sebagai pertanyaan mengapa tidak di lakukan."Kau terlalu sombong, oke kita bertaruh. Jika aku bisa membelinya, aku akan memanggilmu ayah selamanya. Jika tidak, hhh. Kau harus berlutut dan menjilati sepatuku." tantang Damian."Hhh, kau terlalu yakin. Tuan, ku pegang kata-kata mu!" jawab Samuel. Begitu Sam
Mendengar racauan Alice, Samuel terkejut bukan main. Apa? Alice, gadis yang bahkan selama ini sedikit acuh tak acuh padanya itu tiba-tiba menyukainya? Atas dasar apa? "Kau ingat saat kita pertama kali bertemu Samuel, hari itu jugalah aku pertama kali menyukaimu. Saat kau mengajakku yang tengah menangis berbagi sepotong roti di halte bus dekat rumah sakit hota Hozo." ujar Alice, dari itu Samuel ingat. Kurang lebih 5 tahun yang lalu, saat ia masih menjalani hari panjangnya di rumah sakit. Ia bahkan masih mengunakan pakaian rumah sakit, kala bertemu dengan Alice. Gadis itu menangis sendirian di halte bus ketika ia berjalan-jalan sambil memakan roti yang baru saja ia beli."Kau mau?" tanyanya sambil menyodorkan separuh dari bagian roti yang tidak ia gigit dan di terima baik oleh Alice yang sedikit bingung kala menerimanya."Terimakasih." jawab Alice ketika Samuel duduk di samping nya. Pertemuan itu membuat mereka sedikit bercerita tentang masing-masing, sebelum kemudian mereka be
Harper masih dengan keterkejutan nya, ketika Samuel dan teman-temannya meninggalkannya seorang diri di depan lobi dengan posisi mendongak dan mulut menganga. Bagaimana tidak, tempat tinggal Samuel adalah kawasan apartemen mewah yang hanya di huni oleh orang-orang kelas atas, tentunya tidak berani mereka bayangkan. Samuel pun demikian, ia tidak berani membayangkan akan tinggal di apartemen semewah ini sebelumnya. Namun, itulah yang terjadi sekarang, salah satu ruangan apartemen dalam gedung apartemen mewah ini, kini menjadi tempat tinggalnya."Sam? Kau tidak bercanda kan? Kau benar-benar tinggal di sini? Rupanya, keluarga Adams begitu menyayangimu ya?" ujar Harper mengejar mereka."Itu hanya keberuntungan bagiku, tapi menurutku ini semua bukan milik ku sekarang." jawab Samuel, menekan tombol lift dan mereka masuk ke dalam lift. Sedangkan Harper masih terus mengoceh dengan banyak pertanyaan. Meskipun lift sudah terbuka karena mereka sudah tiba di lantai apartemen Samuel berada. Namun
Mendengar ucapan Olive, Samuel yang sebelumnya sudah akan melangkah pergi menghentikan langkahnya dan kembali berbalik melihat ke arah Olive."Hhh, menemaniku ya? Aku ragu apakah kau benar-benar menemaniku di masa-masa sulit ku, atau hanya memanfaatkan ku Olive?" tanya Samuel membuat Olive tersentak."Kau membuang ku begitu saja seperti barang rongsokan, tapi begitu kau butuh kau kembali. Kau tau betapa munafik nya dirimu?" tanya Samuel."Siapapun gadis itu pasti akan sepertiku juga, siapa yang mau jika memiliki pasangan seorang pecundang Samuel. Kalaupun ada dia hanya menyisihkan rasa khawatirnya dan menukarnya dengan rasa cinta yang ntah kapan bisa hilang begitu saja. Seperti halnya aku, aku juga tidak mau aku aku bahkan hanya berakhir menikah dengan seorang pecundang. Kau menyembunyikan statusmu dariku, dari itu aku tau. Kau khawatir aku menghabiskan semua uangmu? Hhh, ya. Karena apa di dunia ini yang gratis Samuel, semuanya hanya bisa di miliki dengan uang. Karena itu aku suka
Semua yang terjadi dua hari yang lalu di Hozo Street Food House menyebar begitu cepat di kota Hozo. Tampaknya beberapa orang mengambil video dan menyebarkan nya di laman resmi kota Hozo. Termasuk semua mahasiswa di universitas Hozo mungkin mengetahuinya, sebagi bukti saat keesokan harinya Samuel berangkat seorang diri. Yang biasanya bahkan tidak ada seorang pun menyapa nya, bahkan biasanya hanya membicarakannya sambil berbisik dengan teman-temannya atau mungkin hanya diam saja. Kini beralih menyapa Samuel dengan ramah, gadis-gadis yang sebelumnya hobi merendahkan Samuel kini beralih memuji-muji dirinya. Samuel juga akhirnya mengerti apa arti kata, kau punya uang kau akan di hargai. Namun, bukan itu yang mengejutkan bagi Samuel. Sesungguhnya Samuel tidak perlu terkejut ketika mendengar nya, karena ia sendiri yang menginginkannya. Karena saat tiba di kampus, beberapa mahasiswa juga tampak berkerumun dengan teman-temannya sambil memperlihatkan layar handphonenya satu sama lain. Yang
Keterkejutan Nigel semakin menjadi, ketika tiba-tiba Michael menampar keras Gerald yang berupaya menejelaskan padanya. Bahkan menendang Gerald yang masih terhuyung hingga tersungkur."Tuan, Tuan Michael. Jika saya memiliki kesalahan anda bisa menghukum saya, saya rela karena sudah menyinggung anda." jelas Gerald yang langsung bangkit dan berlutut di kaki Michael, nafas pria hampir setengah baya itu juga memburu karena marah. Dia ingin menghukum Gerald sepuasnya, namun ia masih memiliki rasa menghormati, Samuel berhak mengambil keputusan di sini."Tidak ada gunanya kau meminta maaf padaku, lagi pula apa gunanya kau sombong di hadapanku. Kau bilang kau dari keluarga Smith kan? Siapa itu keluarga Smith? Kau pikir keluarga Smith ada dalam posisi bisa mengganggu dan menyinggung kami seenak perutmu?" jelas Michael yang memegang rambut Gerald hingga mendongak."Kau pikir siapa yang sudah kau sebut sebagai pecundang ha? Kau bahkan menyentuhnya saja tidak pantas, tapi kau justru memiliki k
Samuel mengernyit mendengar penuturan Nigel, namun ia tetap bersikap biasa saja. Dia tau pasti siapa yang di maksud oleh penjaga keamanan tersebut, namun dengan tidak tau dirinya Nigel mengakui hak miliknya."Tuan Bailey, maafkan kelancangan saya tadi. Anda bisa menghukum saya sesuka hati tuan Bailey, asal jangan membuat saya di pecat dari sini." ujar penjaga keamanan."Hhh, itu mudah. Asal kau bisa membawanya keluar untuk semua ganti rugi yang harus dia lakukan." ujar Nigel, penjaga keamanan tersebut langsung melihat Samuel."Karena bukan kami penyebab ini semua, tapi dia. Jika dia tidak lebih dulu menyerang temanku, temanku tidak akan menyakitinya juga. Apalagi hingga semua keributan ini terjadi di sini." Jelas Nigel pada penjaga keamanan tersebut dan ia percaya. Namun di sisi lainnya, Samuel merasa kasihan dengan penjaga keamanan tersebut yang telah di bodohi oleh Nigel."Sekarang, bawa dia keluar dan paksa dia membayar semuanya!" perintah Nigel, penjaga keamanan tersebut menuru
Sejenak setelah Nigel berucap meminta sekotak bir terbaik, Natasha terkejut. Namun ia mengingat isyarat Samuel padanya, akhirnya ia mengiyakan dan meminta pelayan untuk mengambil sekotak bir terbaik. Untuk Samuel dan teman-temannya apa yang tidak akan mereka berikan bukan? Namun bagi Natasha, sikap Nigel bukankah terlalu tidak tau diri? Setelah meminta para pelayan yang di bawanya menyajikan makanan, mereka pergi dari sana. Dan beberapa saat kemudian makanan pesanan mereka semua juga di antarkan. Bahkan dengan tidak tau malunya, Nigel hanya memberikan makanan ringan untuk Samuel."Samuel, bukankah kau hanya menumpang kali ini di sini. Kamu mendapatkan makanan-makanan mewah karena menggunakan nama keluargaku. Jadi jangan salah paham jika kentang goreng saja sudah cukup untukmu. Untuk makanan yang kau pesan jangan lupa kau bayar dan jangan di ambil lagi ya!" ujar Nigel dengan nada menghina."Yah, aku tidak akan lupa. Ini saja sudah cukup bagiku." ujar Samuel menikmati makananny
Hari ini, baik Damian, Gerald maupun semua orang terkejut bukan main. Kenapa Samuel bisa memesan tempat ini, seberapa banyak uang lotre yang dia menangkan? Namun keterkejutan itu segera hilang dari pikiran Gerald. Ia berniat membuatnya menghabiskan semua uang yang Samuel miliki. Setelah cukup dengan terkejutnya, mereka semua masuk ke dalam. Para gadis langsung duduk di sofa dan menampilkan kaki jenjangnya. Bagaimanapun, Alice dan teman-temannya adalah primadona kampus. Siapa pria yang tidak memuja mereka, bahkan Gerald adalah seorang yang memuja Alice. Tidak lama setelah semua orang duduk, segerombol pria datang. Dan salah satu dari mereka sangat Samuel kenal. Itu adalah pria yang ia temui di lobi tadi, Nigel Bailey. Melihat kedatangan Nigel, Damian langsung berdiri dan menyambut kedatangan Nigel dengan teman-temannya itu."Tuan Bailey, terima kasih karena sudah datang." ujar Damian."Seharunya aku yang berterima kasih padamu Tuan Damian, terima kasih karena sudah mencarikan
Kedatangan Michael di lobi manor dengan sangat tergesa-gesa dan tiba-tiba menunduk hormat pada pria yang berusaha untuk mereka usir itu sudah cukup untuk mengejutkan mereka. Namun, semua orang kembali terkejut bercampur takut ketika Michael bertanya dengan serius."Katakan padaku! Siapa yang berusaha untuk mengusir tuan Samuel dari sini?" tanya Michael membuat semua orang seketika kicep, tidak ada yang berani berkata apapun. Bahkan suara jangkrik di luar lobi terdengar. Bahkan Nigel yang menjadi provokator di sini hanya diam."Usir orang ini keluar dari sini!" pinta Michael agar para petugas keamanan mengusir Nigel dengan paksa."Maaf atas ketidak nyamanan ini Tuan muda, mari!" ajak Michael pada Samuel kemudian mereka berjalan beriringan."Tidak perlu di perpanjang, bisa minta tolong antarkan saya ke kamar yang saya pesan." tanya Samuel di iyakan oleh Michael. Beberapa setelah berjalan menyusuri beberapa lorong, mereka berdua akhirnya tiba di depan sebuah ruangan. Ruangan bertul