“Alea, menikahlah denganku.”
Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.
Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.
“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.
“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.
“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.”
Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka lama yang telah berhasil dia kubur dalam-dalam.
***
Dua jam yang lalu, Alea menerima sebuah panggilan masuk di ponselnya.
‘Halo,”
‘Halo Alea, ini aku Rafif,’ ucap seorang pria di sebrang telepon.
Alea termenung sebentar, sambil mengingat dan memastikan kalau yang menghubunginya saat ini adalah orang yang dikenalnya di masa lalu.
‘Rafif?’ tanya Alea.
‘Iya,’ jawab Rafif.
‘Ada apa menghubungiku?’ tanya Alea lagi.
‘Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, bisakah kamu meluangkan waktumu sebentar siang ini?’ ungkap Rafif.
Alea berpikir sejenak, kemudian berucap ‘Baiklah, aku hanya punya waktu di jam 13.00 siang ini,’
‘Oke, aku akan kirimkan alamat tempat untuk kita bertemu.’ ucap Rafif.
Alea tidak bisa memungkiri kalau pria yang menghubunginya barusan adalah pria yang sangat dia rindukan.
Meskipun Alea masih merasakan kecewa dan marah pada Rafif, Rafif masih berhutang penjelasan pada Alea tentang kejadian sepuluh tahun yang lalu.
‘Mungkin hari ini dia akan menjelaskannya padaku’, itulah yang dipikirkan Alea saat menyetujui permintaan Rafif untuk bertemu.
***
Jalanan kota Jakarta siang itu sedikit lengang, membuat Alea bisa melajukan kendaraannya dengan lancar dan tiba di tempat yang Rafif tentukan dengan tepat waktu.
Sesampainya disana, ternyata Rafif sudah menunggunya lebih dulu.
Melihat kedatangan Alea, Rafif terpana. Gadis yang dia tinggalkan sepuluh tahun yang lalu tidak banyak berubah, Alea tetap cantik dengan wajah oval berdagu lancip, hidung yang mancung dan bulu matanya yang lentik. Hanya saja dengan versi yang lebih dewasa, sungguh menawan.
Sementara dimata Alea, Rafif terlihat sedikit asing. Selain postur tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya, wajah Rafif dewasa sedikit terlihat lebih tampan dan gagah.
“Apa kabar, Alea?” tanya Rafif memulai percakapan.
“Kabar baik. Kamu apa kabar?” tanya Alea balik.
“Aku juga baik,” jawab Rafif.
Kemudian mereka mengobrol ringan tentang beberapa hal, sebelum akhirnya sampai pada percakapan inti yaitu Rafif mengajak Alea menikah secara tiba-tiba.
‘Apa-apaan nih! Harusnya dia minta maaf dulu dan menjelaskan semua yang terjadi sepuluh tahun lalu sama gue. Bukan malah tiba-tiba ngajak nikah kayak gini!’ gumam Alea dalam hati.
Rafif tahu, Alea tidak akan menerimanya dengan mudah. Tapi dia harus tetap bisa menyampaikan niatnya sampai Alea benar-benar mau menerimanya.
“Aku serius soal mengajakmu menikah Al. Ini bukan omong kosong yang hanya aku ucapkan asal-asalan,” ucap Rafif coba menjelaskan.
“Sepuluh tahun menghilang, hari ini tiba-tiba datang dan mengajakku menikah. Kamu pikir kamu siapa? Sampai merasa berhak bertindak sesukamu!” bentak Alea marah.
Rafif sadar telah membuat Alea marah. Baik sepuluh tahun yang lalu ataupun hari ini.
“Aku minta maaf Al,” ucap Rafif lirih.
Mendengar itu Alea semakin marah. Harusnya itu menjadi kalimat pertama yang Rafif ucapkan saat mereka bertemu. Tapi dia malah mengucapkan hal lain yang membuat rasa kecewanya pada Rafif bertambah.
“Aku rasa gak ada yang perlu kita bicarakan lagi, aku pergi dulu.” Alea pergi meninggalkan Rafif yang terpaku dengan segala perasaan bersalah dan penyesalannya pada Alea.
***
Alea dan Rafif adalah teman sejak lahir. Persahabatan kakek merekalah yang membuat Alea dan Rafif ditakdirkan untuk tumbuh dan bergaul di lingkungan yang sama di sebuah kawasan Asri di kota Bandung. Dengan usia 4 tahun lebih tua, membuat Rafif menyayangi Alea seperti adiknya sendiri.
Selain mereka berdua ada satu anak lagi yang bernama Azfar. Dia adalah kakak kandung Alea, yang usianya sama dengan Rafif. Sejak kehadiran Alea, mereka berdua merasa memiliki tanggung jawab yang sama yaitu menjaga dan melindungi Alea sampai kapanpun.
Tetapi sesuatu terjadi ketika Alea memasuki usia 14 tahun, sesaat setelah kabar kelulusannya dari Sekolah Menengah Pertama. Dia sangat bahagia, berlari pulang demi menunjukan dia lulus dan berhasil masuk ke SMA favorit yang dia tuju selama ini.
Sesampainya dirumah dia melihat Rafif menaiki mobil dengan beberapa barang di atasnya. Alea langsung tahu kalau saat itu Rafif akan pindah. Tapi yang menyedihkan, bahkan dia tidak menerima ucapan selamat tinggal dari Rafif. Alea tidak tahu Rafif akan kemana dan Alea tidak pernah menduga kalau mereka akan berpisah begitu saja.
“Kak Rafif! Tante Mei! Om Eddo! Kakeeek!” Teriak Alea sambil berlari berusaha mengejar mobil Rafif yang perlahan menjauh.
Saat itu Azfar yang melihatnya, berusaha mengejar dan menghentikan Alea. Melihat kakaknya, Alea langsung berhamburan ke pelukannya. Alea menangis tersedu-sedu meluapkan rasa sedih dan kebingungannya karena Rafif tiba-tiba pergi.
"Rafif dan keluarganya harus pindah ke Jakarta karena urusan mendesak Al," ucap Azfar menenangkan Alea.
"Mau pergi kemanapun seharusnya dia bilang padaku, kak!" jawab Alea lantang.
"Tadi dia sudah menunggumu lama, sayangnya mereka hampir kehabisan waktu sehingga membuat mereka harus pergi lebih cepat," "Rafif bilang, nanti dia akan kembali dan menemuimu untuk menjelaskan kepindahannya. Saat ini kamu hanya harus bersabar sebentar."
Sayangnya, waktu yang dijanjikan Rafif tidak pernah terjadi. Susah payah Alea menunggunya, sehingga rasa kecewa dan kebenciannya pada Rafif tumbuh begitu saja.
Waktu berlalu begitu cepat, Alea tidak menyangka bahwa saat ini orang yang dia benci sekaligus dia rindukan menemuinya kembali dan hal yang paling tidak dia sangka adalah tentang ajakan Rafif untuk menikah dengannya.
***
Dengan pikiran yang kalut dan perasaan yang kacau Alea melajukan mobilnya kembali ke kantor, tempat dimana dia mengelola bisnis yang telah dia bangun sejak masa perkuliahan.
Untuk sampai di titik ini tentu tidak mudah bagi Alea, banyak pengorbanan dan air mata yang telah dia curahkan untuk bisnis dan karirnya saat ini. Sehingga Alea tidak ingin apapun mempengaruhi pikirannya, termasuk ajakan Rafif menikah.
Alea berusaha mengabaikannya saja, meskipun kejadian hari ini membuatnya tidak bisa berfikir jernih.
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka