“Alea, menikahlah denganku.”
Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.
Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.
“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.
“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.
“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.”
Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka lama yang telah berhasil dia kubur dalam-dalam.
***
Dua jam yang lalu, Alea menerima sebuah panggilan masuk di ponselnya.
‘Halo,”
‘Halo Alea, ini aku Rafif,’ ucap seorang pria di sebrang telepon.
Alea termenung sebentar, sambil mengingat dan memastikan kalau yang menghubunginya saat ini adalah orang yang dikenalnya di masa lalu.
‘Rafif?’ tanya Alea.
‘Iya,’ jawab Rafif.
‘Ada apa menghubungiku?’ tanya Alea lagi.
‘Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, bisakah kamu meluangkan waktumu sebentar siang ini?’ ungkap Rafif.
Alea berpikir sejenak, kemudian berucap ‘Baiklah, aku hanya punya waktu di jam 13.00 siang ini,’
‘Oke, aku akan kirimkan alamat tempat untuk kita bertemu.’ ucap Rafif.
Alea tidak bisa memungkiri kalau pria yang menghubunginya barusan adalah pria yang sangat dia rindukan.
Meskipun Alea masih merasakan kecewa dan marah pada Rafif, Rafif masih berhutang penjelasan pada Alea tentang kejadian sepuluh tahun yang lalu.
‘Mungkin hari ini dia akan menjelaskannya padaku’, itulah yang dipikirkan Alea saat menyetujui permintaan Rafif untuk bertemu.
***
Jalanan kota Jakarta siang itu sedikit lengang, membuat Alea bisa melajukan kendaraannya dengan lancar dan tiba di tempat yang Rafif tentukan dengan tepat waktu.
Sesampainya disana, ternyata Rafif sudah menunggunya lebih dulu.
Melihat kedatangan Alea, Rafif terpana. Gadis yang dia tinggalkan sepuluh tahun yang lalu tidak banyak berubah, Alea tetap cantik dengan wajah oval berdagu lancip, hidung yang mancung dan bulu matanya yang lentik. Hanya saja dengan versi yang lebih dewasa, sungguh menawan.
Sementara dimata Alea, Rafif terlihat sedikit asing. Selain postur tubuhnya yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya, wajah Rafif dewasa sedikit terlihat lebih tampan dan gagah.
“Apa kabar, Alea?” tanya Rafif memulai percakapan.
“Kabar baik. Kamu apa kabar?” tanya Alea balik.
“Aku juga baik,” jawab Rafif.
Kemudian mereka mengobrol ringan tentang beberapa hal, sebelum akhirnya sampai pada percakapan inti yaitu Rafif mengajak Alea menikah secara tiba-tiba.
‘Apa-apaan nih! Harusnya dia minta maaf dulu dan menjelaskan semua yang terjadi sepuluh tahun lalu sama gue. Bukan malah tiba-tiba ngajak nikah kayak gini!’ gumam Alea dalam hati.
Rafif tahu, Alea tidak akan menerimanya dengan mudah. Tapi dia harus tetap bisa menyampaikan niatnya sampai Alea benar-benar mau menerimanya.
“Aku serius soal mengajakmu menikah Al. Ini bukan omong kosong yang hanya aku ucapkan asal-asalan,” ucap Rafif coba menjelaskan.
“Sepuluh tahun menghilang, hari ini tiba-tiba datang dan mengajakku menikah. Kamu pikir kamu siapa? Sampai merasa berhak bertindak sesukamu!” bentak Alea marah.
Rafif sadar telah membuat Alea marah. Baik sepuluh tahun yang lalu ataupun hari ini.
“Aku minta maaf Al,” ucap Rafif lirih.
Mendengar itu Alea semakin marah. Harusnya itu menjadi kalimat pertama yang Rafif ucapkan saat mereka bertemu. Tapi dia malah mengucapkan hal lain yang membuat rasa kecewanya pada Rafif bertambah.
“Aku rasa gak ada yang perlu kita bicarakan lagi, aku pergi dulu.” Alea pergi meninggalkan Rafif yang terpaku dengan segala perasaan bersalah dan penyesalannya pada Alea.
***
Alea dan Rafif adalah teman sejak lahir. Persahabatan kakek merekalah yang membuat Alea dan Rafif ditakdirkan untuk tumbuh dan bergaul di lingkungan yang sama di sebuah kawasan Asri di kota Bandung. Dengan usia 4 tahun lebih tua, membuat Rafif menyayangi Alea seperti adiknya sendiri.
Selain mereka berdua ada satu anak lagi yang bernama Azfar. Dia adalah kakak kandung Alea, yang usianya sama dengan Rafif. Sejak kehadiran Alea, mereka berdua merasa memiliki tanggung jawab yang sama yaitu menjaga dan melindungi Alea sampai kapanpun.
Tetapi sesuatu terjadi ketika Alea memasuki usia 14 tahun, sesaat setelah kabar kelulusannya dari Sekolah Menengah Pertama. Dia sangat bahagia, berlari pulang demi menunjukan dia lulus dan berhasil masuk ke SMA favorit yang dia tuju selama ini.
Sesampainya dirumah dia melihat Rafif menaiki mobil dengan beberapa barang di atasnya. Alea langsung tahu kalau saat itu Rafif akan pindah. Tapi yang menyedihkan, bahkan dia tidak menerima ucapan selamat tinggal dari Rafif. Alea tidak tahu Rafif akan kemana dan Alea tidak pernah menduga kalau mereka akan berpisah begitu saja.
“Kak Rafif! Tante Mei! Om Eddo! Kakeeek!” Teriak Alea sambil berlari berusaha mengejar mobil Rafif yang perlahan menjauh.
Saat itu Azfar yang melihatnya, berusaha mengejar dan menghentikan Alea. Melihat kakaknya, Alea langsung berhamburan ke pelukannya. Alea menangis tersedu-sedu meluapkan rasa sedih dan kebingungannya karena Rafif tiba-tiba pergi.
"Rafif dan keluarganya harus pindah ke Jakarta karena urusan mendesak Al," ucap Azfar menenangkan Alea.
"Mau pergi kemanapun seharusnya dia bilang padaku, kak!" jawab Alea lantang.
"Tadi dia sudah menunggumu lama, sayangnya mereka hampir kehabisan waktu sehingga membuat mereka harus pergi lebih cepat," "Rafif bilang, nanti dia akan kembali dan menemuimu untuk menjelaskan kepindahannya. Saat ini kamu hanya harus bersabar sebentar."
Sayangnya, waktu yang dijanjikan Rafif tidak pernah terjadi. Susah payah Alea menunggunya, sehingga rasa kecewa dan kebenciannya pada Rafif tumbuh begitu saja.
Waktu berlalu begitu cepat, Alea tidak menyangka bahwa saat ini orang yang dia benci sekaligus dia rindukan menemuinya kembali dan hal yang paling tidak dia sangka adalah tentang ajakan Rafif untuk menikah dengannya.
***
Dengan pikiran yang kalut dan perasaan yang kacau Alea melajukan mobilnya kembali ke kantor, tempat dimana dia mengelola bisnis yang telah dia bangun sejak masa perkuliahan.
Untuk sampai di titik ini tentu tidak mudah bagi Alea, banyak pengorbanan dan air mata yang telah dia curahkan untuk bisnis dan karirnya saat ini. Sehingga Alea tidak ingin apapun mempengaruhi pikirannya, termasuk ajakan Rafif menikah.
Alea berusaha mengabaikannya saja, meskipun kejadian hari ini membuatnya tidak bisa berfikir jernih.
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
Selepas kepergian kakek, Alea memilih untuk tinggal di rumah Rafif sementara waktu.Alea berusaha beradaptasi kembali dengan keluarga barunya. Meskipun Alea telah mengenal mereka sejak kecil, Alea tetap merasa asing karena perpisahan sepuluh tahun lalu membuat Alea sedikit lupa tentang mereka.Berbeda dengan di rumahnya, pagi ini Alea bangun lebih cepat. Dia membantu Ibu mertuanya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi bunda,” sapa Alea.“Selamat pagi Alea, apa kamu tidur nyenyak?” tanya bunda.“Iya, nyenyak sekali sampai tidak sadar kalau sudah pagi,” jawab Alea di iringi tawa kecil.“Syukurlah, bunda khawatir kamu tidak nyaman. Kamu sudah lihat sendiri kalau kamar Rafif jauh dari kata hangat untuk ditinggali,” ucap bunda.Alea hanya tersenyum menanggapi.“Bunda lagi masak apa? Boleh aku bantu?” Alea menawarkan diri.“Tidak usah, kamu temani saja bunda mengobrol. Sudah lama sekali bunda tidak mendengar ocehanmu. Padahal dulu setiap pagi kamu selalu ribut saat datang untuk menemui Rafif,”
Jantung Alea berdetak kencang, disaat Rafif tiba-tiba menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan perlahan Rafif semakin mendekatkan wajah mereka, kemudian mengecup bibir Alea pelan.Rafif melepaskannya sebentar, menatap mata Alea dengan tatapan penuh kerinduan. Dengan tanpa keraguan sedikitpun, akhirnya Rafif mendekatkan lagi wajahnya dan mencium bibir Alea lembut.Alea yang terpaku hanya mampu memejamkan mata, menahan segala perasaan yang tiba-tiba bergejolak di dalam hatinya.Rafif terus menciuminya semakin lama, semakin dalam.Merasa kehabisan nafas, Alea lalu menarik dirinya perlahan.“Aku...,” ucap Alea pelan.“Sudah larut, tidurlah,” sahut Rafif sambil mengelus pipi Alea yang memerah. Ada perasaan yang tidak dapat Rafif jelaskan, namun satu hal yang pasti malam itu Rafif bahagia. Karena berhasil membuka satu kunci hati Alea.“Kak,” panggil Alea sambil memegang tangan Rafif.“Iya?” tanya Rafif.“Aku...,” jawab Alea ragu-ragu.“Kenapa?” desak Rafif.“Aku belum siap untuk itu
Mendengar semua perkataan Azfar, tidak serta merta membuat Cindy tenang.Dia terlanjur berkata pada orang tuanya bahwa dia tidak akan menikahi Azfar maupun Ridwan, karena dia merasa malu dengan sikap bapak.Jauh dalam hatinya, Cindy menyesal pernah berkata demikian.Dalam hal ini Cindy memutuskan untuk berhenti sejenak dari hubungannya dengan Azfar, demi meyakinkan segala perasaannya dan memantapkan hatinya.“Aku pengen kita break dulu sebentar, aku butuh waktu untuk membuat semuanya tenang,” ucap Cindy.“Aku akan menunggumu.” Jawab Azfar.“Berapa lama kamu sanggup menungguku?” tanya Cindy.“Sampai kamu tidak layak lagi untuk aku tunggu,” jawab Azfar.“Maksud kamu?” tanya Cindy.“Jangan terlalu lama, atau aku akan menyerah,” ujar Azfar.Cindy terdiam mencoba mencerna apa maksud dari perkataan Azfar.“Akan aku usahakan.” Ujar Cindy.Mereka mengakhiri pertemuan di café sore itu. Sesuai dengan permintaan Cindy, hubungan mereka harus di akhiri sementara waktu. Demi memastikan semuanya ter
Azfar sampai di rumahnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan hatinya.“Loh, kamu sudah pulang?” tanya mama heran.“Sudah ma,” jawab Azfar singkat.“Gimana hasilnya?” tanya mama lagi.“Aku istirahat dulu ya ma, nanti aku jelasin,” jawab Azfar.Mama langsung tahu kalau anaknya sedang tidak baik-baik saja, hanya dengan melihat raut wajahnya. Tetapi mama memilih untuk membiarkan Azfar tenang lebih dulu.Azfar kemudian mandi dan merebahkan diri di kasur kesayangannya, dia membuka ponselnya dan terdapat beberapa panggilan tak terjawab dari Cindy.Azfar menghubungi Cindy kembali.“Halo,” ucap Cindy saat panggilannya tersambung.“Kamu kemana sih? Kok gak ada kabar?” lanjut Cindy dengan nada panik.“Aku sudah kembali ke Jakarta,” jawab Azfar singkat.“Secepat ini? Kenapa kamu ninggalin aku sendirian?” tanya Cindy.“Bukankah kamu senang dengan calon pilihan bapakmu?” tanya Azfar.“Apa? Kenapa kamu bilang seperti itu?” Cindy malah bertanya balik.“Aku melihatmu tersenyum sangat cantik saat
Cindy menangis melihat kenyataan di depan mata.Disaat dia berhasil memantapkan hati untuk memulai bahtera rumah tangga, ujian datang dari orang tuanya yang tidak memberikan restu untuk dirinya dan Azfar.“Kenapa sih bu?” tanyanya pada ibu yang menemaninya di kamar.“Maafkan ibu nduk, ini semua keputusan bapak,” jawab ibu.“Tapi Cindy sudah punya pilihan sendiri bu,” ucap Cindy lirih.“Pilihan bapak sudah pasti yang terbaik,” ujar bapak yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu.“Terbaik buat siapa? Buat bapak?” tanya Cindy marah.“Dia pejabat di kota kita. Berbeda sama temanmu, paling dia hanya dokter biasa seperti kamu kan?” bapak membandingkan Azfar dengan calon pilihannya.“Bapak gak tahu apa-apa tentang dia!” ucap Cindy marah.“Bapak gak perlu tahu! Bapak cuma pengen kamu menuruti keinginan bapak,” ujar bapak.“Gak! Aku gak mau!” tolak Cindy dengan tegas.“Nduk, tidak baik bicara seperti itu pada bapakmu!” ucap ibu menyela.“Selama ini kamu tidak pernah menggubris apa kata bapak dan
Rafif dan Alea tertidur begitu pulas. Mereka terbangun saat cahaya matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar mereka.“Aaaa!” teriak Alea saat terbangun. Dia melihat dirinya yang hanya terbalut selimut.“Alea! Kenapa sih?” tanya Rafif kaget.“Mas, kita semalam?” tanya Alea.“Apa kamu mabuk sampai tidak sadar apa yang terjadi semalam?” tanya Rafif sambil membalikan badan membelakangi Alea hendak tidur lagi.“Mas! Kita gak pakai pengaman, gimana kalo aku langsung hamil lagi?” tanya Alea yang baru saja menyadari.Rafif yang telah memejamkan mata langsung melotot sempurna. Dia juga sama, melupakan hal sepenting itu.“Ya sudah sayang, mau gimana lagi? Sudah terlanjur. Berharap saja gak langsung jadi Zayn yang kedua,” ucap Rafif.“Maaas,” panggil Alea dengan wajah yang cemberut karena kesal.Rafif lalu bangkit dan memeluk Alea mencoba menenangkannya.“Kalau jadi juga gak apa-apa sayang, kan ada aku suami kamu!” ujar Rafif.“Ya bukan gitu mas!” pekik Alea.Alea merasa belum s
“Sayang, aku pergi dulu!” teriak Rafif dari ruang tamu.“Hati-hati mas!” jawab Alea dari lantai dua.Dua bulan telah berhasil mereka lalui sebagai orang tua, kini Rafif telah kembali ke perusahaan.Zayn sudah semakin besar, Alea memutuskan untuk berhenti total dari pekerjaannya dan memilih fokus pada putranya. Saat ini semua urusan perusahaannya berada dibawah pengawasan Rafif, suaminya.Alea menatap putranya yang sedang terlelap, dia mengenggam tangan Zayn penuh cinta.Setelah puas menatap Zayn, Alea beralih melihat pantulan dirinya di cermin. Dia menghembuskan nafas berat.“Jelek banget aku sekarang,” gumamnya.Berat badannya setelah hamil dan melahirkan memang tidak mengalami penurunan yang signifikan membuat lengan, perut, pinggul dan dadanya semakin terlihat lebar.Dia melihat wajahnya yang kusam karena kurang perawatan.Dia mencurahkan semua waktu hanya untuk Zayn, sampai dia melupakan diri sendiri.“Kalau kayak gini, mas Rafif masih suka aku gak sih?” tanyanya pada diri sendiri
Setelah beberapa waktu sejak kelahiran Zayn, Alea dan Rafif menggelar sebuah acara syukuran di rumah mereka.Mereka mengundang para sahabat dekat mereka.Acara di adakan di sore hari, berlatar di halaman rumah mereka.Banyak tamu yang datang seperti Tomi dan kekasihnya, beberapa teman Alea saat berkuliah, teman-teman mereka dari Bandung, tidak ketinggalan Najwa dan David yang datang bersamaan.“Kalian kesini bareng?” tanya Alea saat Najwa dan David datang bersama.Najwa dan David tersenyum malu.“Jangan bilang kalian?!” tanya Alea menduga-duga.“Iya, kita coba memulai Al!” jawab Najwa.Alea senang sekali akhirnya Najwa ada kemauan untuk menjalin sebuah hubungan baru, dia nyaris tidak pernah membuka hatinya selama bertahun-tahun setelah dikhianati mantan kekasihnya.“Syukurlah, semoga kalian langgeng!” ucap Alea.David hanya malu-malu di belakang Najwa. ‘Aku tidak bisa mendapatkanmu Alea, jadi aku dengan sahabatmu saja,’ batin David.Najwa beralih melihat Zayn di pangkuan Rafif.“Ya am
Setelah Zayn lahir, hari-hari Alea dan Rafif menjadi lebih berwarna.Banyak hal yang berubah di antara mereka, termasuk siang jadi malam, malam jadi siang.Seperti bayi pada umumnya, Zayn juga termasuk anak yang sering rewel di malam hari. Hingga tak jarang membuat Rafif dan Alea begadang di malam hari.Sepanjang kehamilan sampai melahirkan, bisa dibilang mulus tanpa banyak hambatan. Tetapi ujian mereka di mulai saat Zayn lahir.Mereka benar-benar dibuat kelelahan sampai kurang tidur, kadang sampai lupa makan karena Zayn.Untungnya, Rafif semakin peka. Dia tidak membiarkan Alea melewatinya sendirian. Juga, support dari keluarga membuat mereka bisa mengatasi semuanya.Dini hari ini, Rafif sedang sibuk menggendong Zayn yang menangis. Sementara Alea yang sudah kelelahan tertidur dengan sangat pulas.“Tidur yuk sayang, Papa sudah mengantuk,” Rafif mengajak Zayn bicara seolah-olah bayi itu mengerti.Setelah berhasil menidurkan Zayn, Rafif meletakannya pada box bayi. Kemudian dia tidur meri
“Bayi laki-laki, berat 3,8 kg dan panjang 51 cm. Lahir dengan sempurna dan tampan seperti Papanya! Selamat Alea dan Rafif, kalian telah resmi menjadi orang tua,” ucap Cindy sambil meletakan bayi mungil di atas tubuh Alea.Alea memeluk bayinya dengan senyuman yang tidak pernah pudar, sementara Rafif memandangi dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang.“Maaf bu, apakah sudah ada nama untuk bayi ini?” tanya asisten Cindy.Alea dan Rafif saling bertatapan, “Zayn Haris Hadiwinata” ucap mereka bersamaan.Cindy tersenyum lagi, dia melihat mereka berdua sebagai pasangan yang tidak akan terpisahkan.Setelah semuanya selesai, Cindy mengantar Alea dan bayinya kembali ke ruangan mereka.Alea duduk di kursi roda dengan Rafif dibelakangnya, sementara Cindy mendorong kereta bayi. Dia ingin mengantarkan calon ponakannya secara khusus.Di ruangannya telah hadir semua anggota keluarga Alea dan Rafif. Semua orang menyambut kedatangan mereka.Setelah Alea memposisikan diri di ranjang rumah sakit, mereka
Pagi hari di sebuah taman di kawasan Jakarta.Alea melakukan aktivitas jalan pagi sebagaimana di anjurkan oleh Cindy.Selama satu bulan ke belakang dia hanya jalan-jalan sendiri di komplek perumahannya. Namun kali ini dia ditemani oleh suami tercintanya.Setelah banyaknya prahara rumah tangga yang datang silih berganti, Alea lagi-lagi memilih untuk menerima dan memaafkan apa yang terjadi.Saat ini dia hanya ingin fokus terhadap kehamilan dan persiapan persalinannya.Rafif berjalan sambil mengenggam tangan Alea, dia ikuti langah demi langkah istrinya.“Aku capek,” keluh Alea karena merasa kelelahan.“Ayo istirahat dulu,” ajak Rafif sambil menuntun Alea untuk duduk di sebuah kursi.“Kamu tunggu disini sebentar,” ucap Rafif lalu meninggalkan Alea.Alea mengikuti kemana Rafif pergi, ternyata dia berlari mengejar tukang dagang asongan yang menjajakan air mineral dan beberapa camilan.Tidak lama kemudian, Rafif kembali dengan sebotol air mineral.“Minum dulu,” ucapnya sambil menyerahkan bot