Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.
Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.
Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.
Hari yang ditentukan pun tiba.
Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.
“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.
“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawab Alea.
“Meskipun hanya akad, Ijab Kabul adalah hal yang sakral dan dilakukan hanya sekali seumur hidup. Masa kamu tidak mau meninggalkan kesan?” bujuk Mama lagi.
“Aku takut menimbulkan kegaduhan di Rumah Sakit Ma,” jawab Alea menimpali.
“Tidak sayang, ruangan kakek berjauhan dari ruangan pasien lain,” “lagipula kita hanya melakukannya sebentar,” jawab Mama.
“Baiklah, Alea akan memakainya.” Jawab Alea menurut.
Kemudian Alea memakainya dan ajaibnya kebaya Mama sangat pas di tubuh Alea. Kebaya selutut yang kerahnya membentuk V memperlihatkan tulang selangka Alea yang tegas, serta full payet yang membuatnya terlihat lebih cantik. Meskipun sudah usang, kebaya Mama masih terawat dengan baik. Tidak ada payet yang lepas dan warnanya belum pudar.
Selain berpakaian, Alea juga membubuhkan sedikit make up tipis agar wajahnya tidak terlalu pucat.
Setelah semua siap, Alea dan keluarganya bertolak ke Rumah Sakit.
Diruangan kakek, semuanya sudah siap. Kamar VVIP itu telah disulap menjadi ruangan Ijab Kabul mereka. Terdapat meja kecil tepat ditengah ruangan, yang di atasnya terdapat satu set perhiasan sebagai mahar. Disana telah ada Rafif, Ayah dan Bunda berserta kakek yang duduk di kursi roda.
Telah hadir juga pak penghulu dan dua saksi dari pihak Alea dan Rafif. Keduanya merupakan kerabat dekat dari Ayah dan juga Papa.
“Baiklah, karena semuanya sudah hadir, mari kita mulai acara hari ini,” pak Penghulu memulai prosesi Ijab Kabul. Dan yang bertindak sebagai wali nikah Alea adalah Papa sendiri.
“Ananda Rafif Hadiwinata bin Eddo Hadiwinata, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Azalea Ellena Haris putri kandung saya dengan mas kawin perhiasan emas seberat 100 gram dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Azalea Ellena Haris Binti Lukman Haris dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Jawab Rafif dengan suara tegas dan lantang dalam satu kali tarikan nafas.
“SAH!” ucap saksi dan semua orang yang hadir.
“Alhamdulillah,” ucap semuanya lega, terutama kakek Hadi. Sekarang kakek merasa tenang, rasanya beliau siap untuk pulang kapan pun dan bertemu istri tercinta, serta bisa dengan bangga menyampaikan pesan bahagia ini untuk kakek Abdul yang telah mendahuluinya.
Setelah prosesi Ijab Kabul selesai, dilanjutkan dengan penandatanganan dan penyerahan buku nikah. Kemudian dilanjutkan dengan do’a Bersama. Semua prosesi berjalan lancar tanpa terlupa di abadikan oleh Azfar.
“Mbak Alea, silahkan untuk mencium tangan suami,” ucap pak Penghulu.
‘Asing’ satu kata yang terlintas di hati Alea. Orang yang sempat dia benci, saat ini telah menjadi suaminya.
“Mas Rafif, silahkan untuk menyentuh ubun-ubun mbak Alea lalu berdo’alah,” pinta pak Penghulu lagi.
Alea dan Rafif melakukan sesuai arahan pak penghulu.
Saat tangan kanan mereka saling mengenggam dan tangan kiri Rafif menyentuh ubun-ubun Alea, hati Rafif bergemuruh. Dia sadar sepenuhnya, setelah ini Alea akan menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. Termasuk suka duka Alea dan segala hal yang menyangkut kehidupan mereka berdua. Tapi Rafif senang bahwa yang menjadi istrinya adalah Alea. Wanita yang selalu dirindukannya selama sepuluh tahun.
Setelah semuanya selesai, Alea dan Rafif menyalami kedua orang tua mereka sambil meminta do’a restu. Tibalah saat mereka menyalami kakek, kakek memeluk mereka berdua erat. Setelah itu menyatukan tangan Rafif dan Alea, kemudian berkata..
“Terimakasih Rafif, Alea. Kalian cucu-cucu tersayang kakek, tidak ada hal yang paling membahagiakan di hidup kakek selain menyaksikan kalian menikah. Kakek berharap kalian selalu berbahagia!” ucap kakek penuh dengan rasa Syukur.
“Rafif janji akan menjaga Alea dan tidak akan menyakitinya sekalipun. Rafif tidak akan mengecewakan kakek,” ucap Rafif serius.
“Alea berharap kakek kembali sehat dan bisa menemani kami sampai kapanpun,” ucap Alea penuh harap.
“Baiklah, tentu saja kakek harus kembali sehat agar bisa menyaksikan kelahiran cicit kakek!” ucap kakek yang di iringi tawa di seluruh ruangan. Sementara Alea hanya terdiam tanpa ekspresi.
***
Setelah seluruh rangkaian acara selesai, Papa, Mama dan Azfar berniat kembali ke rumahnya agar kakek bisa segera beristirahat kembali. Yang di ikuti Rafif dan Alea tidak lama setelahnya.
Alea ingin menghabiskan waktu beberapa hari di rumahnya, sebelum Rafif membawanya pindah ke rumah baru yang sudah disiapkan Rafif untuknya.
Sebelumnya telah dibicarakan bahwa Alea menginginkan untuk tinggal dirumahnya sementara waktu yang langsung disetujui oleh Rafif. Untuk itu Rafif telah menyiapkan pakaian dan beberapa barang penting untuk dibawanya kesana.
Sesampainya di rumah Alea, Rafif terpana. Karena rumah ini bernuansa klasik modern dengan dua lantai dan halaman yang luas. Sudah jarang sekali dia melihat rumah seperti ini di kawasan Jakarta.
Setelah menurunkan koper dan barang bawaannya, Rafif masuk ke rumah mengekor di belakang Alea. Begitu masuk Rafif melihat sekilas interior rumah, sangat nyaman dan hangat. Rafif pikir kalaupun harus tinggal disini dia akan sangat betah.
Karena asyik melihat dekorasi rumah, Rafif jadi ketinggalan jejak Alea.
“Kamar Alea ada di lantai dua, naiklah,” kata Mama yang melihat kebingungan Rafif.
“Baik Ma, terimakasih.” Jawab Rafif
Area lantai dua tidak terlalu luas, disana hanya ada dua kamar dan ruang santai yang terdapat sebuah TV, meja komputer dan sofa santai berwarna kuning pucat. Serta ada beberapa hiasan dinding berwarna senada dengan furniture yang ada diruangan itu, sangat hangat.
Ternyata Alea sudah berada di dalam kamar yang pintunya terbuka. Rafif mengetuk pintu dan meminta izin Alea untuk masuk.
“Masuk aja kak,"
Rafif kembali memperhatikan tata ruang kamar Alea, sangat rapi. Tampak berbeda dengan kamarnya yang minimalis dan serba hitam, kamar Alea bernuansa pink girly, sangat mencerminkan Alea. Sejauh ini, Rafif menilai Alea belum berubah. Dia masih sama dengan Alea kecil yang menyukai hal-hal manis dan hangat.
Saat mengamati kamar Alea, Rafif menemukan sebuah foto di meja Alea. Itu adalah foto mereka bertiga semasa kecil, ada juga satu foto yang hanya ada Rafif dan Alea disana. Alea berpose dua jari (peace) dan tersenyum cantik, sementara Rafif merangkul Alea dengan wajah menengok ke arah Alea.
“Curang, wajahku tidak melihat ke arah kamera,” gumam Rafif.
“Aku mencetaknya karena di foto itu aku sangat cantik! Aku tidak mempedulikan yang lain,” Jawab Alea sambil tertawa kecil.
Lalu dibalas Rafif dengan wajah yang berpura-pura kesal, Alea terkikik geli melihatnya.
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka