Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.
Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.
“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.
“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.
“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.
Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan agar semuanya menjadi lebih mudah.
Melihat keresahan Alea, Mama memeluknya. “Mama akan selalu sayang sama Alea dan kamu bisa datang pada Mama kapanpun kamu mau. Kamu tetap menjadi putri kesayangan Mama,” ucap Mama menambahkan.
“Terimakasih Pa, Ma. Alea akan berusaha dengan baik,” Jawabnya.
Malam itu Alea dan Rafif menghabiskan waktu di ruang keluarga sampai larut. Hingga Alea merasakan kantuk yang sangat berat dan memutuskan untuk naik ke kamarnya.
“Kamu ikuti Alea, tapi jangan buru-buru memaksanya jika dia belum siap,” ucap Mama menjahili Rafif. Rafif hanya tersipu malu lalu pergi menyusul Alea.
***
Sesampainya di kamar, Alea langsung tertidur. Hari yang melelahkan ini membuat dia langsung terlelap begitu saja. Meninggalkan Rafif yang kebingungan.
“Harus tidur dimana aku?” gumamnya.
Rafif kemudian mendekat dan melihat wajah teduh Alea yang tertidur.
“Kamu tumbuh dengan cantik,”
“Sayang sekali aku tidak menemanimu dalam proses itu,”
“Aku janji akan mengganti waktu yang telah hilang di antara kita dengan keadaan yang lebih baik,”
Rafif mengelus pipi Alea pelan dan tanpa sadar dirinya mengecup kening Alea dalam. Rasa sayangnya pada Alea tidak pernah hilang dan beribu rasa bersalah menghinggapi hatinya sampai saat ini. Dalam hatinya dia berjanji, tidak akan pernah membuat Alea kecewa sekali lagi.
Rafif kemudian memilih tidur di sofa dekat jendela kamar Alea. Dia takut Alea akan terbangun jika dia memilih berbaring di sebelahnya. Dia pun tertidur pulas.
Entah sudah berapa lama tertidur, Rafif terbangun karena hawa dingin yang menusuk tulangnya. Membuat dia segera mencari selimut cadangan milik Alea, namun dia tidak berhasil menemukannya.
Karena hawa dingin yang terus menusuknya, Rafif memberanikan diri untuk berbaring di samping Alea. dengan pelan dia masuk ke dalam selimut Alea. ‘Hangat’ batinnya.
Merasa ada sesuatu yang menarik selimutnya tubuh Alea bergerak mengikuti pergerakannya. Sampai dia tepat berada disamping Rafif tanpa jarak.
Rafif kira setelah merasa hangat dia akan tertidur dengan mudah. Ternyata tidak! Melihat Alea yang begitu dekat dengannya membuat Rafif merasakan gugup, lebih gugup dari Ijab Kabul yang di ucapkannya kemarin pagi.
“Alea, bisakah kamu bergeser sedikit?” bisik Rafif sambil mencoba menyentuh kening Alea dengan jari telunjuknya berharap Alea sedikit menjauh.
Namun yang terjadi adalah Alea semakin mendekat ke arahnya dan memeluk dia seperti memeluk guling kesukaannya.
“Auh!” pekik Rafif terjebak.
Jadilah tubuh Rafif dipeluk erat oleh Alea, dengan Rafif yang berusaha menahan hasratnya sekuat tenaga. Dia berjanji tidak akan menyentuh Alea tanpa seizin Alea, meskipun kesempatan terbuka lebar untuknya.
Malam itu terasa panjang bagi Rafif. Sampai akhirnya dia terlelap saat pagi menjelang.
***
Pukul 06.00 Alea terbangun. Dia mencoba meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Tetapi saat dia hendak bergerak Alea merasakan seperti menindih sesuatu. Ternyata itu adalah badan Rafif yang dia peluk seperti gulingnya.
Alea kemudian membuka mata dan alangkah terkejutnya dia saat menyadari wajah Rafif yang begitu dekat dengannya. Hampir saja dia berteriak, untung saja dia sempat mengendalikan dirinya sebelum semuanya terjadi.
Alea bergeser sedikit mundur dari posisinya, sangat pelan karena khawatir Rafif terbangun.
Tetapi bukannya beranjak bangun, Alea malah memilih untuk memandangi wajah Rafif sebentar.
Wajah dengan rahang tegas, mata yang sedikit sipit dengan alis tebal di atasnya, serta hidung mancung dan bibir yang memancarkan senyum manis serta usia matang membuat pesona Rafif tidak terelakkan. Alea terhanyut dalam pandangannya pagi itu.
Beberapa lama Alea terus memandangi Rafif yang menghadap ke arahnya. Sampai akhirnya Rafif membuka mata dan memandang Alea tepat pada sorot mata Alea.
Untuk beberapa saat mereka terdiam tanpa bicara. Sampai akhirnya mereka tersadar dan mengalihkan pandangannya masing-masing.
“Aku pergi mandi dulu,” ucap Alea salah tingkah.
Saat hendak beranjak, Rafif meraih tangan Alea.
“Alea,” panggilnya
Alea menoleh, menunggu Rafif meanjutkan.
“Aku minta maaf dan sangat berterimakasih padamu,” Rafif menyadari sejak kemarin dia tidak banyak bicara dengan Alea. Dia harus memulainya agar keadaan mereka berdua berubah menjadi lebih baik.
“Aku mengerti,” jawab Alea.
“Pernikahan ini memang atas dasar permintaan kakek. Tapi aku ingin menjalaninya denganmu sebaik mungkin. Aku harap kamu bersedia berjalan bersamaku, dan mendampingiku dalam setiap langkahku. Aku janji tidak akan pernah mengecewakanmu,” tutur Rafif serius.
Alea mengangguk dan mengatakan, “sekarang atau nanti, denganmu atau bukan, aku akan tetap menikah. Hanya saja waktunya datang lebih cepat. Aku memang menerimamu atas permintaan kakek, tapi aku juga akan berusaha menjalaninya dengan baik, aku berharap kita bisa bekerja sama. Dan aku mohon agar kamu menepati janjimu kali ini,” pinta Alea.
Mendengar jawaban Alea hati Rafif menghangat, dengan penuh kesadaran dia menarik tubuh Alea ke pelukannya.
“Maafkan aku atas kesalahanku sepuluh tahun lalu dan terimakasih telah menerimaku menjadi suamimu. Aku berhutang banyak kebahagiaan untukmu, aku janji akan melakukannya dengan segenap kemampuaku,” ucap Rafif.
“Berjanjilah juga kamu tidak akan pernah meninggalkanku lagi!” timpal Alea.
“Iya, aku berjanji.”
Pagi itu keduanya bersepakat untuk menjalani pernikahan mereka dengan baik. Setelah saling mengungkapkan perasaan, hati Alea melembut dan hati Rafif menghangat. Rafif bahagia, akhirnya senyum Alea keluar dari bibirnya. Senyum yang telah dia nantikan kemunculannya.
‘Tok-tok-tok’ suara pintu diketuk.
Alea dan Rafif saling berpandangan, walau bagaimanapun malam tadi adalah malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Tentu akan membuat seisi rumah ribut jika Alea tidak segera bergegas membukanya. Terlebih mereka bangun kesiangan, membuat mereka kikuk harus memberikan alasan apa jika orang tuanya bertanya pada mereka.
“Alea, Rafif apa kalian sudah bangun? Ayo turun untuk sarapan,” ucap Mama dari balik pintu.
“Iya ma,” jawab Alea sambil membuka pintu. “Kita akan turun sebentar lagi.”
Mama hanya tersenyum menyeringai, kemudian pergi meninggalkan Alea dan Rafif.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka