Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.
Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.
“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.
“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.
“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.
Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan agar semuanya menjadi lebih mudah.
Melihat keresahan Alea, Mama memeluknya. “Mama akan selalu sayang sama Alea dan kamu bisa datang pada Mama kapanpun kamu mau. Kamu tetap menjadi putri kesayangan Mama,” ucap Mama menambahkan.
“Terimakasih Pa, Ma. Alea akan berusaha dengan baik,” Jawabnya.
Malam itu Alea dan Rafif menghabiskan waktu di ruang keluarga sampai larut. Hingga Alea merasakan kantuk yang sangat berat dan memutuskan untuk naik ke kamarnya.
“Kamu ikuti Alea, tapi jangan buru-buru memaksanya jika dia belum siap,” ucap Mama menjahili Rafif. Rafif hanya tersipu malu lalu pergi menyusul Alea.
***
Sesampainya di kamar, Alea langsung tertidur. Hari yang melelahkan ini membuat dia langsung terlelap begitu saja. Meninggalkan Rafif yang kebingungan.
“Harus tidur dimana aku?” gumamnya.
Rafif kemudian mendekat dan melihat wajah teduh Alea yang tertidur.
“Kamu tumbuh dengan cantik,”
“Sayang sekali aku tidak menemanimu dalam proses itu,”
“Aku janji akan mengganti waktu yang telah hilang di antara kita dengan keadaan yang lebih baik,”
Rafif mengelus pipi Alea pelan dan tanpa sadar dirinya mengecup kening Alea dalam. Rasa sayangnya pada Alea tidak pernah hilang dan beribu rasa bersalah menghinggapi hatinya sampai saat ini. Dalam hatinya dia berjanji, tidak akan pernah membuat Alea kecewa sekali lagi.
Rafif kemudian memilih tidur di sofa dekat jendela kamar Alea. Dia takut Alea akan terbangun jika dia memilih berbaring di sebelahnya. Dia pun tertidur pulas.
Entah sudah berapa lama tertidur, Rafif terbangun karena hawa dingin yang menusuk tulangnya. Membuat dia segera mencari selimut cadangan milik Alea, namun dia tidak berhasil menemukannya.
Karena hawa dingin yang terus menusuknya, Rafif memberanikan diri untuk berbaring di samping Alea. dengan pelan dia masuk ke dalam selimut Alea. ‘Hangat’ batinnya.
Merasa ada sesuatu yang menarik selimutnya tubuh Alea bergerak mengikuti pergerakannya. Sampai dia tepat berada disamping Rafif tanpa jarak.
Rafif kira setelah merasa hangat dia akan tertidur dengan mudah. Ternyata tidak! Melihat Alea yang begitu dekat dengannya membuat Rafif merasakan gugup, lebih gugup dari Ijab Kabul yang di ucapkannya kemarin pagi.
“Alea, bisakah kamu bergeser sedikit?” bisik Rafif sambil mencoba menyentuh kening Alea dengan jari telunjuknya berharap Alea sedikit menjauh.
Namun yang terjadi adalah Alea semakin mendekat ke arahnya dan memeluk dia seperti memeluk guling kesukaannya.
“Auh!” pekik Rafif terjebak.
Jadilah tubuh Rafif dipeluk erat oleh Alea, dengan Rafif yang berusaha menahan hasratnya sekuat tenaga. Dia berjanji tidak akan menyentuh Alea tanpa seizin Alea, meskipun kesempatan terbuka lebar untuknya.
Malam itu terasa panjang bagi Rafif. Sampai akhirnya dia terlelap saat pagi menjelang.
***
Pukul 06.00 Alea terbangun. Dia mencoba meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Tetapi saat dia hendak bergerak Alea merasakan seperti menindih sesuatu. Ternyata itu adalah badan Rafif yang dia peluk seperti gulingnya.
Alea kemudian membuka mata dan alangkah terkejutnya dia saat menyadari wajah Rafif yang begitu dekat dengannya. Hampir saja dia berteriak, untung saja dia sempat mengendalikan dirinya sebelum semuanya terjadi.
Alea bergeser sedikit mundur dari posisinya, sangat pelan karena khawatir Rafif terbangun.
Tetapi bukannya beranjak bangun, Alea malah memilih untuk memandangi wajah Rafif sebentar.
Wajah dengan rahang tegas, mata yang sedikit sipit dengan alis tebal di atasnya, serta hidung mancung dan bibir yang memancarkan senyum manis serta usia matang membuat pesona Rafif tidak terelakkan. Alea terhanyut dalam pandangannya pagi itu.
Beberapa lama Alea terus memandangi Rafif yang menghadap ke arahnya. Sampai akhirnya Rafif membuka mata dan memandang Alea tepat pada sorot mata Alea.
Untuk beberapa saat mereka terdiam tanpa bicara. Sampai akhirnya mereka tersadar dan mengalihkan pandangannya masing-masing.
“Aku pergi mandi dulu,” ucap Alea salah tingkah.
Saat hendak beranjak, Rafif meraih tangan Alea.
“Alea,” panggilnya
Alea menoleh, menunggu Rafif meanjutkan.
“Aku minta maaf dan sangat berterimakasih padamu,” Rafif menyadari sejak kemarin dia tidak banyak bicara dengan Alea. Dia harus memulainya agar keadaan mereka berdua berubah menjadi lebih baik.
“Aku mengerti,” jawab Alea.
“Pernikahan ini memang atas dasar permintaan kakek. Tapi aku ingin menjalaninya denganmu sebaik mungkin. Aku harap kamu bersedia berjalan bersamaku, dan mendampingiku dalam setiap langkahku. Aku janji tidak akan pernah mengecewakanmu,” tutur Rafif serius.
Alea mengangguk dan mengatakan, “sekarang atau nanti, denganmu atau bukan, aku akan tetap menikah. Hanya saja waktunya datang lebih cepat. Aku memang menerimamu atas permintaan kakek, tapi aku juga akan berusaha menjalaninya dengan baik, aku berharap kita bisa bekerja sama. Dan aku mohon agar kamu menepati janjimu kali ini,” pinta Alea.
Mendengar jawaban Alea hati Rafif menghangat, dengan penuh kesadaran dia menarik tubuh Alea ke pelukannya.
“Maafkan aku atas kesalahanku sepuluh tahun lalu dan terimakasih telah menerimaku menjadi suamimu. Aku berhutang banyak kebahagiaan untukmu, aku janji akan melakukannya dengan segenap kemampuaku,” ucap Rafif.
“Berjanjilah juga kamu tidak akan pernah meninggalkanku lagi!” timpal Alea.
“Iya, aku berjanji.”
Pagi itu keduanya bersepakat untuk menjalani pernikahan mereka dengan baik. Setelah saling mengungkapkan perasaan, hati Alea melembut dan hati Rafif menghangat. Rafif bahagia, akhirnya senyum Alea keluar dari bibirnya. Senyum yang telah dia nantikan kemunculannya.
‘Tok-tok-tok’ suara pintu diketuk.
Alea dan Rafif saling berpandangan, walau bagaimanapun malam tadi adalah malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Tentu akan membuat seisi rumah ribut jika Alea tidak segera bergegas membukanya. Terlebih mereka bangun kesiangan, membuat mereka kikuk harus memberikan alasan apa jika orang tuanya bertanya pada mereka.
“Alea, Rafif apa kalian sudah bangun? Ayo turun untuk sarapan,” ucap Mama dari balik pintu.
“Iya ma,” jawab Alea sambil membuka pintu. “Kita akan turun sebentar lagi.”
Mama hanya tersenyum menyeringai, kemudian pergi meninggalkan Alea dan Rafif.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
Selepas kepergian kakek, Alea memilih untuk tinggal di rumah Rafif sementara waktu.Alea berusaha beradaptasi kembali dengan keluarga barunya. Meskipun Alea telah mengenal mereka sejak kecil, Alea tetap merasa asing karena perpisahan sepuluh tahun lalu membuat Alea sedikit lupa tentang mereka.Berbeda dengan di rumahnya, pagi ini Alea bangun lebih cepat. Dia membantu Ibu mertuanya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi bunda,” sapa Alea.“Selamat pagi Alea, apa kamu tidur nyenyak?” tanya bunda.“Iya, nyenyak sekali sampai tidak sadar kalau sudah pagi,” jawab Alea di iringi tawa kecil.“Syukurlah, bunda khawatir kamu tidak nyaman. Kamu sudah lihat sendiri kalau kamar Rafif jauh dari kata hangat untuk ditinggali,” ucap bunda.Alea hanya tersenyum menanggapi.“Bunda lagi masak apa? Boleh aku bantu?” Alea menawarkan diri.“Tidak usah, kamu temani saja bunda mengobrol. Sudah lama sekali bunda tidak mendengar ocehanmu. Padahal dulu setiap pagi kamu selalu ribut saat datang untuk menemui Rafif,”
Jantung Alea berdetak kencang, disaat Rafif tiba-tiba menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan perlahan Rafif semakin mendekatkan wajah mereka, kemudian mengecup bibir Alea pelan.Rafif melepaskannya sebentar, menatap mata Alea dengan tatapan penuh kerinduan. Dengan tanpa keraguan sedikitpun, akhirnya Rafif mendekatkan lagi wajahnya dan mencium bibir Alea lembut.Alea yang terpaku hanya mampu memejamkan mata, menahan segala perasaan yang tiba-tiba bergejolak di dalam hatinya.Rafif terus menciuminya semakin lama, semakin dalam.Merasa kehabisan nafas, Alea lalu menarik dirinya perlahan.“Aku...,” ucap Alea pelan.“Sudah larut, tidurlah,” sahut Rafif sambil mengelus pipi Alea yang memerah. Ada perasaan yang tidak dapat Rafif jelaskan, namun satu hal yang pasti malam itu Rafif bahagia. Karena berhasil membuka satu kunci hati Alea.“Kak,” panggil Alea sambil memegang tangan Rafif.“Iya?” tanya Rafif.“Aku...,” jawab Alea ragu-ragu.“Kenapa?” desak Rafif.“Aku belum siap untuk itu
Rafif tersenyum, lalu melakukan ciuman itu sekali lagi, semakin lama, semakin dalam. Dia kemudian menggendong Alea ke tempat tidur dan membaringkan Alea disana tanpa melepaskan tautan bibir mereka.Alea mengalungkan tangannya di leher Rafif, membuat Rafif semakin leluasa melancarkan aksinya.“Ah!” desahan kecil keluar dari mulut Alea. Membuat Rafif semakin membara.Mereka terhanyut dalam ciuman panas itu, seolah telah saling menemukan dunia mereka.Rafif melepaskan Alea sebentar untuk mengambil nafas. Kemudian dia mengecup kening Alea lama, lalu berpindah ke pipinya. Rafif menatap mata Alea lagi, setelah itu dia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Alea, menciumnya perlahan, Alea meremang.Rafif terus menciumi leher Alea, sambil tangannya berusaha membuka kancing baju Alea. Setelah berhasil membuka kancingnya, dia menyibakkan baju Alea sehingga bahu Alea terekspos, dan mata Rafif terpana saat dia melihat ke bagian dada Alea yang masih tertutup kain. Dia seperti telah menemukan harta
Sesuai dengan yang di bicarakan Alea, hari ini dia berencana untuk meeting dengan para kepala toko offline store-nya untuk membahas evaluasi kerja dan performa tokonya selama satu bulan kebelakang. Ini merupakan agenda rutin yang di adakan Alea setiap akhir bulan. Alea lebih suka mengadakan pertemuan di luar daripada di kantornya sendiri, sebab dia bisa sekalian hangout untuk menghilangkan kejenuhannya. Kali ini dia memilih sebuah restoran chinese food yang berlokasi di sebuah mall tempat salah satu toko Alea beroprasi. “Dengan hasil bulan ini, saya tidak puas. Karena hanya 70% dari toko kita yang berhasil mencapai target bulanan, sementara 30%-nya mengalami penurunan,” kata Alea setelah mendengarkan presentasi Oki, kepala tim penjualan yang biasa menerima dan mengelola laporan dari seluruh toko. “Begini saja, saya minta untuk setiap toko agar bisa menaikan omset sebesar 10% dari target bulanan kita satu bulan kedepan dan jangan sampai ada penurunan di bulan berikutnya. Jika semua
“Aleaaa,” panggil Rafif pelan. Alea tidak bergeming.“Sayang,” panggil Rafif lagi.Kali ini Alea tersenyum kecil sambil menyembunyikan wajahnya.‘Deg’ dadanya berdegup lagi. Tapi dia tidak menoleh ke arah Rafif.Rafif kemudian melepas sabuk pengamannya dan mendekati Alea, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Alea. Refleks, Alea menutup matanya. Rafif tersenyum gemas.Kemudian Rafif hanya melewatinya, mengambil sabuk pengaman di samping kiri Alea lalu dipasangnya di dekat kemudi.“Sabuknya belum kamu pasang, sayang.”Alea melirik Rafif sekilas kemudian memalingkan kembali wajahnya ke arah lain. Dia kesal dan terlalu malu.Melihat Alea yang tidak bereaksi membuat Rafif semakin gemas. Rafif sadar ini adalah salah satu gelombang emosi Alea yang terjadi dalam siklus bulanannya.Rafif melajukan kendaraannya, kemudian dia mengambil sesuatu di cup holder pintu mobilnya.“Minum dulu Al,” dia menyodorkan satu cup coklat panas pada Alea yang dibelinya dari cafe sebelah restoran steak.Alea masih
Hadiwinata Grup, perusahaan yang dikelola Rafif merupakan induk dari beberapa cabang yang bergerak di bidang e-commerce dan teknologi industri. Mereka telah beroperasi di beberapa negara di dunia.Semua yang di usahakan kakek dan ayahnya benar-benar dikelola dengan baik oleh Rafif sehingga perusahaan yang awalnya kecil telah berubah menjadi perusahaan raksasa yang dikenal banyak orang.Atas prestasinya yang gemilang, nama Rafif sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat.“CEO muda berusia 28th, memiliki tampang yang rupawan, dan kekayaan yang luar biasa.” Begitulah Rafif dikenal dengan segala citra baiknya.Alea tentu saja mengetahui siapa suaminya, tetapi dia tidak pernah menganggap Rafif sebagai orang yang berbeda dari sepuluh tahun yang lalu. Dia juga tidak pernah berencana untuk memanfaatkan Rafif agar namanya ikut naik agar bisnisnya semakin berkembang.Bagi Alea kehidupan rumah tangganya harus berjalan biasa saja dan tidak mencampur antara kehidupan pribadi dan pekerjaannya.
Mendengar semua perkataan Azfar, tidak serta merta membuat Cindy tenang.Dia terlanjur berkata pada orang tuanya bahwa dia tidak akan menikahi Azfar maupun Ridwan, karena dia merasa malu dengan sikap bapak.Jauh dalam hatinya, Cindy menyesal pernah berkata demikian.Dalam hal ini Cindy memutuskan untuk berhenti sejenak dari hubungannya dengan Azfar, demi meyakinkan segala perasaannya dan memantapkan hatinya.“Aku pengen kita break dulu sebentar, aku butuh waktu untuk membuat semuanya tenang,” ucap Cindy.“Aku akan menunggumu.” Jawab Azfar.“Berapa lama kamu sanggup menungguku?” tanya Cindy.“Sampai kamu tidak layak lagi untuk aku tunggu,” jawab Azfar.“Maksud kamu?” tanya Cindy.“Jangan terlalu lama, atau aku akan menyerah,” ujar Azfar.Cindy terdiam mencoba mencerna apa maksud dari perkataan Azfar.“Akan aku usahakan.” Ujar Cindy.Mereka mengakhiri pertemuan di café sore itu. Sesuai dengan permintaan Cindy, hubungan mereka harus di akhiri sementara waktu. Demi memastikan semuanya ter
Azfar sampai di rumahnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan hatinya.“Loh, kamu sudah pulang?” tanya mama heran.“Sudah ma,” jawab Azfar singkat.“Gimana hasilnya?” tanya mama lagi.“Aku istirahat dulu ya ma, nanti aku jelasin,” jawab Azfar.Mama langsung tahu kalau anaknya sedang tidak baik-baik saja, hanya dengan melihat raut wajahnya. Tetapi mama memilih untuk membiarkan Azfar tenang lebih dulu.Azfar kemudian mandi dan merebahkan diri di kasur kesayangannya, dia membuka ponselnya dan terdapat beberapa panggilan tak terjawab dari Cindy.Azfar menghubungi Cindy kembali.“Halo,” ucap Cindy saat panggilannya tersambung.“Kamu kemana sih? Kok gak ada kabar?” lanjut Cindy dengan nada panik.“Aku sudah kembali ke Jakarta,” jawab Azfar singkat.“Secepat ini? Kenapa kamu ninggalin aku sendirian?” tanya Cindy.“Bukankah kamu senang dengan calon pilihan bapakmu?” tanya Azfar.“Apa? Kenapa kamu bilang seperti itu?” Cindy malah bertanya balik.“Aku melihatmu tersenyum sangat cantik saat
Cindy menangis melihat kenyataan di depan mata.Disaat dia berhasil memantapkan hati untuk memulai bahtera rumah tangga, ujian datang dari orang tuanya yang tidak memberikan restu untuk dirinya dan Azfar.“Kenapa sih bu?” tanyanya pada ibu yang menemaninya di kamar.“Maafkan ibu nduk, ini semua keputusan bapak,” jawab ibu.“Tapi Cindy sudah punya pilihan sendiri bu,” ucap Cindy lirih.“Pilihan bapak sudah pasti yang terbaik,” ujar bapak yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu.“Terbaik buat siapa? Buat bapak?” tanya Cindy marah.“Dia pejabat di kota kita. Berbeda sama temanmu, paling dia hanya dokter biasa seperti kamu kan?” bapak membandingkan Azfar dengan calon pilihannya.“Bapak gak tahu apa-apa tentang dia!” ucap Cindy marah.“Bapak gak perlu tahu! Bapak cuma pengen kamu menuruti keinginan bapak,” ujar bapak.“Gak! Aku gak mau!” tolak Cindy dengan tegas.“Nduk, tidak baik bicara seperti itu pada bapakmu!” ucap ibu menyela.“Selama ini kamu tidak pernah menggubris apa kata bapak dan
Rafif dan Alea tertidur begitu pulas. Mereka terbangun saat cahaya matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar mereka.“Aaaa!” teriak Alea saat terbangun. Dia melihat dirinya yang hanya terbalut selimut.“Alea! Kenapa sih?” tanya Rafif kaget.“Mas, kita semalam?” tanya Alea.“Apa kamu mabuk sampai tidak sadar apa yang terjadi semalam?” tanya Rafif sambil membalikan badan membelakangi Alea hendak tidur lagi.“Mas! Kita gak pakai pengaman, gimana kalo aku langsung hamil lagi?” tanya Alea yang baru saja menyadari.Rafif yang telah memejamkan mata langsung melotot sempurna. Dia juga sama, melupakan hal sepenting itu.“Ya sudah sayang, mau gimana lagi? Sudah terlanjur. Berharap saja gak langsung jadi Zayn yang kedua,” ucap Rafif.“Maaas,” panggil Alea dengan wajah yang cemberut karena kesal.Rafif lalu bangkit dan memeluk Alea mencoba menenangkannya.“Kalau jadi juga gak apa-apa sayang, kan ada aku suami kamu!” ujar Rafif.“Ya bukan gitu mas!” pekik Alea.Alea merasa belum s
“Sayang, aku pergi dulu!” teriak Rafif dari ruang tamu.“Hati-hati mas!” jawab Alea dari lantai dua.Dua bulan telah berhasil mereka lalui sebagai orang tua, kini Rafif telah kembali ke perusahaan.Zayn sudah semakin besar, Alea memutuskan untuk berhenti total dari pekerjaannya dan memilih fokus pada putranya. Saat ini semua urusan perusahaannya berada dibawah pengawasan Rafif, suaminya.Alea menatap putranya yang sedang terlelap, dia mengenggam tangan Zayn penuh cinta.Setelah puas menatap Zayn, Alea beralih melihat pantulan dirinya di cermin. Dia menghembuskan nafas berat.“Jelek banget aku sekarang,” gumamnya.Berat badannya setelah hamil dan melahirkan memang tidak mengalami penurunan yang signifikan membuat lengan, perut, pinggul dan dadanya semakin terlihat lebar.Dia melihat wajahnya yang kusam karena kurang perawatan.Dia mencurahkan semua waktu hanya untuk Zayn, sampai dia melupakan diri sendiri.“Kalau kayak gini, mas Rafif masih suka aku gak sih?” tanyanya pada diri sendiri
Setelah beberapa waktu sejak kelahiran Zayn, Alea dan Rafif menggelar sebuah acara syukuran di rumah mereka.Mereka mengundang para sahabat dekat mereka.Acara di adakan di sore hari, berlatar di halaman rumah mereka.Banyak tamu yang datang seperti Tomi dan kekasihnya, beberapa teman Alea saat berkuliah, teman-teman mereka dari Bandung, tidak ketinggalan Najwa dan David yang datang bersamaan.“Kalian kesini bareng?” tanya Alea saat Najwa dan David datang bersama.Najwa dan David tersenyum malu.“Jangan bilang kalian?!” tanya Alea menduga-duga.“Iya, kita coba memulai Al!” jawab Najwa.Alea senang sekali akhirnya Najwa ada kemauan untuk menjalin sebuah hubungan baru, dia nyaris tidak pernah membuka hatinya selama bertahun-tahun setelah dikhianati mantan kekasihnya.“Syukurlah, semoga kalian langgeng!” ucap Alea.David hanya malu-malu di belakang Najwa. ‘Aku tidak bisa mendapatkanmu Alea, jadi aku dengan sahabatmu saja,’ batin David.Najwa beralih melihat Zayn di pangkuan Rafif.“Ya am
Setelah Zayn lahir, hari-hari Alea dan Rafif menjadi lebih berwarna.Banyak hal yang berubah di antara mereka, termasuk siang jadi malam, malam jadi siang.Seperti bayi pada umumnya, Zayn juga termasuk anak yang sering rewel di malam hari. Hingga tak jarang membuat Rafif dan Alea begadang di malam hari.Sepanjang kehamilan sampai melahirkan, bisa dibilang mulus tanpa banyak hambatan. Tetapi ujian mereka di mulai saat Zayn lahir.Mereka benar-benar dibuat kelelahan sampai kurang tidur, kadang sampai lupa makan karena Zayn.Untungnya, Rafif semakin peka. Dia tidak membiarkan Alea melewatinya sendirian. Juga, support dari keluarga membuat mereka bisa mengatasi semuanya.Dini hari ini, Rafif sedang sibuk menggendong Zayn yang menangis. Sementara Alea yang sudah kelelahan tertidur dengan sangat pulas.“Tidur yuk sayang, Papa sudah mengantuk,” Rafif mengajak Zayn bicara seolah-olah bayi itu mengerti.Setelah berhasil menidurkan Zayn, Rafif meletakannya pada box bayi. Kemudian dia tidur meri
“Bayi laki-laki, berat 3,8 kg dan panjang 51 cm. Lahir dengan sempurna dan tampan seperti Papanya! Selamat Alea dan Rafif, kalian telah resmi menjadi orang tua,” ucap Cindy sambil meletakan bayi mungil di atas tubuh Alea.Alea memeluk bayinya dengan senyuman yang tidak pernah pudar, sementara Rafif memandangi dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang.“Maaf bu, apakah sudah ada nama untuk bayi ini?” tanya asisten Cindy.Alea dan Rafif saling bertatapan, “Zayn Haris Hadiwinata” ucap mereka bersamaan.Cindy tersenyum lagi, dia melihat mereka berdua sebagai pasangan yang tidak akan terpisahkan.Setelah semuanya selesai, Cindy mengantar Alea dan bayinya kembali ke ruangan mereka.Alea duduk di kursi roda dengan Rafif dibelakangnya, sementara Cindy mendorong kereta bayi. Dia ingin mengantarkan calon ponakannya secara khusus.Di ruangannya telah hadir semua anggota keluarga Alea dan Rafif. Semua orang menyambut kedatangan mereka.Setelah Alea memposisikan diri di ranjang rumah sakit, mereka
Pagi hari di sebuah taman di kawasan Jakarta.Alea melakukan aktivitas jalan pagi sebagaimana di anjurkan oleh Cindy.Selama satu bulan ke belakang dia hanya jalan-jalan sendiri di komplek perumahannya. Namun kali ini dia ditemani oleh suami tercintanya.Setelah banyaknya prahara rumah tangga yang datang silih berganti, Alea lagi-lagi memilih untuk menerima dan memaafkan apa yang terjadi.Saat ini dia hanya ingin fokus terhadap kehamilan dan persiapan persalinannya.Rafif berjalan sambil mengenggam tangan Alea, dia ikuti langah demi langkah istrinya.“Aku capek,” keluh Alea karena merasa kelelahan.“Ayo istirahat dulu,” ajak Rafif sambil menuntun Alea untuk duduk di sebuah kursi.“Kamu tunggu disini sebentar,” ucap Rafif lalu meninggalkan Alea.Alea mengikuti kemana Rafif pergi, ternyata dia berlari mengejar tukang dagang asongan yang menjajakan air mineral dan beberapa camilan.Tidak lama kemudian, Rafif kembali dengan sebotol air mineral.“Minum dulu,” ucapnya sambil menyerahkan bot