“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.
“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.
Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.
Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.
Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.
“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.
Alea hanya diam mendengarkan.
“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.
“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru mengetaui kalau kakek Hadi memiliki permintaan yaitu melihat kamu dan Rafif menikah,”
Mendengar itu Alea merasa sedih, bukan hanya karena dirinya harus menikah tetapi juga mengetahui kabar kakek Hadi yang sakit.
“Papa harap, kamu mau mempertimbangkannya ya Nak,” kata Papa.
Alea tidak langsung menanggapi tentang pernikahan yang di inginkan kakek, saat ini dia lebih mengkhawatirkan kondisi kakek.
“Kakek dirawat di Rumah Sakit mana Pa? Bolehkah aku menemuinya?” tanya Alea.
“Besok kita kesana sama-sama ya,” Jawab Papa
Keesokan harinya sesuai rencana, Alea dan keluarganya pergi mengunjungi Rumah Sakit tempat kakek dirawat.
Sesampainya disana, Alea melihat ada Rafif, Ayah dan Bundanya. Kedatangan mereka disambut hangat oleh ketiganya.
Setelah bertukar kabar secara singkat, Alea memohon izin untuk menemui kakek di dalam.
“Assalamu’alaikum, kakek ini Alea,” ucap Alea tatkala mendekati kakek yang memejamkan mata, dengan banyak alat medis yang terpasang ditubuhnya.
“Wa’alaikumsalam, Alea,” jawab kakek lemah dengan wajah yang berusaha untuk tersenyum.
“Alea rindu, kek. Kenapa kakek tidak pernah menemui Alea selama ini,” ucap Alea lirih.
“Maafkan kakek ya nak,” jawab kakek dengan sisa-sisa tenaganya.
Setelah berbincang beberapa hal, Alea pamit ke kakek dan bergantian dengan keluarganya yang juga ingin bertemu kakek.
Sambil menunggu, Alea mencari tempat untuk duduk. Setelah beberapa langkah meninggalkan ruangan, Alea menemukan taman kecil yang biasa digunakan para keluarga pasien untuk sekedar beristirahat atau menenangkan diri.
Melihat Alea pergi, Rafif membuntutinya dari belakang. Dengan mengumpulkan keberanian, Rafif mencoba mengajak Alea berbincang lagi.
“Terimakasih sudah datang, Alea,” kata Rafif yang hanya dijawab sebuah anggukan dari Alea.
“Begitulah kondisi kakek beberapa hari terakhir. Kami semua tidak tahu sampai kapan kakek akan bertahan,”
“Aku sangat menyayangi kakek lebih dari diriku sendiri, sungguh aku berharap kakek bisa hidup lebih lama karena aku benar-benar tidak siap jika kakek pergi dalam waktu dekat,”
“Dan hal yang paling aku khawatirkan adalah tidak dapat memenuhi permintaan terakhirnya,” ucap Rafif putus asa.
Mendengar semua ucapan Rafif, Alea hanya terdiam. Dia tidak tahu harus mengucapkan apa dalam keadaan ini.
Alea mengerti sepenuhnya, bukan waktunya untuk Alea bersikap egois. Tapi hati kecil Alea juga belum siap jika harus menikah dengan Rafif. Selain karena Rafif orangnya, Alea juga masih ingin bebas melakukan hal yang hanya bisa dia lakukan saat masih sendiri.
“Aku turut bersimpati atas apa yang sedang terjadi. Biarkan aku berpikir dulu. Selama waktu itu, tolong untuk tetap tenang dan kita doakan kakek supaya bisa bertahan lebih lama,” ucap Alea.
“Aku akan menunggu keputusanmu, Alea.”
Malam itu, sepulangnya dari Rumah Sakit, Alea merenungkan apa yang dikatakan Rafif. Sama halnya dengan Rafif, Alea juga berharap kakek bisa kembali sehat.
Namun saat mengingat kondisi kakek, Alea seperti melihat kecil kemungkinan kakek untuk bertahan lama. Alea juga tidak ingin ada penyesalan, jika memang takdir mengharuskan kakek pergi lebih cepat, maka kakek harus pergi dengan senyuman. Maka dari itu, semalaman Alea berpasrah dan memikirkan hal terbaik apa yang harus dilakukannya.
***
Keesokan harinya Alea pergi bekerja seperti biasa. Hari demi hari berhasil dilaluinya dengan sangat baik. Sampai suatu malam Alea mendapatkan kabar kalau kondisi kakek Hadi semakin menurun.
Tanpa menunggu lama, Alea dan keluarganya bergegas ke rumah sakit menemui kakek Hadi. Mereka khawatir jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Melihat kehadiran Alea dan keluarganya, tante Mei yang merupakan bunda Rafif merasa tenang. Namun tetap tidak bisa menyembunyikan betapa takutnya ia menghadapi ini.
“Alea, tante boleh bicara sebentar?” tanya Bunda.
“Boleh tante,” jawab Alea mengiyakan.
Merekapun pergi ke taman tempat Alea dan Rafif bercengkrama beberapa hari lalu.
“Alea, tante tahu permintaan kakek terlalu sulit untuk kamu. Tante yakin Rafif juga merasakan hal yang sama. Tapi bisakah kamu melakukannya demi kakek?” tanya Bunda.
Alea hanya menatap tante Mesity dan menangis.
“Alea belum siap menikah, tante,” Alea berujar.
“Aku takut tidak bisa menjadi istri yang baik buat kak Rafif,” Lanjutnya
“Aku juga masih ingin melakukan beberapa hal sebelum aku terikat dengan pernikahan. Lagipula bukankah sebuah pernikahan harus dilandasi dengan rasa cinta?” ungkapnya.
“Tante sepenuhnya mengerti perasaanmu, Alea. Menurut tante, Rafif juga sama sepertimu. Dia juga belum siap untuk menempuh semua itu. Hanya saja Rafif harus mewujudkan keinginan kakek,”
“Lakukanlah pernikahan ini hanya demi kakek Alea. Setelah menikah tante yakin Rafif akan membebaskan semua yang ingin kamu lakukan. Dan kita tidak akan menyesal karena memenuhi keinginan terakhir kakek,”
“Adapun ditengah perjalanan pernikahanmu dengan Rafif, kamu bebas datang kepada kami atau meminta bantuan Mama Papamu, jika suatu hal tidak menyenangkan terjadi,”
“Tante tidak akan menuntut banyak hal kepadamu, tante hanya ingin kamu hidup sebagai dirimu sendiri Alea,”
“Kamu sudah seperti anak tante sendiri, sejak kecil kamu selalu mengisi hati kami. Kalau kamu menikah dengan Rafif, tentu tante akan sangat menyayangi kamu seperti selama ini,” Bujuk Bunda meyakinkan Alea.
Alea yang menyimak ucapan tante Meisty yang begitu teduh dan tenang membuat hatinya sedikit terbuka.
"Soal cinta, kamu dan Rafif bicarakan belakangan ya? Tante yakin semakin lama kalian akan terbiasa. Jalani yang mudah saja dulu, jika terlalu sulit kamu boleh berhenti."Di malam itu semua orang tidak bisa tertidur, mereka menyimpan kekhawatiran tentang kakek Hadi.
Dan dalam kebimbangannya, Alea akhirnya menemukan jawaban.
Alea memutuskan untuk menikahi Rafif, hanya demi kakek. Alea berharap kakek bisa tersenyum tenang menerima Keputusan Alea.
Menurut Alea, pernikahan ini tidak akan membuatnya rugi dalam hal apapun. Karena mau bagaimanapun Rafif bukanlah orang asing, Alea berharap mereka berdua bisa bekerja sama dengan baik untuk melaluinya.
Malam Panjang itu berhasil dilalui dengan baik, atas izin Allah dan bantuan dari para dokter kondisi kakek membaik dari sebelumya. Semua orang berucap Syukur.
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka