"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"
Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.
Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.
Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.
Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.
Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.
Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.
“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?” tanya Mama memulai pembicaraan. Membuat Papa dan Azfar menoleh pada Alea yang ternyata hanya memainkan makanan yang ada di piring dan tidak menyantapnya sekalipun.
Alea menunjukkan raut wajah bingung dan sedikit ingin menangis.
“Iya, sesuatu terjadi,” jawab Alea.
“Ada apa? Ceritakan saja nak,” ucap Papa.
Kebetulan kegiatan makan malam telah selesai mereka lalu mengobrol di ruang tengah.
“Tadi siang kak Rafif menemui Alea, Ma, Pa,” kata Alea memulai.
“Rafif? Anaknya om Eddo dan tante Mei?” tanya mama memastikan.
Alea hanya mengangguk.
“Lalu apa yang terjadi sehingga membuat kamu bingung? Bukankah seharusnya kamu senang bisa bertemu dia lagi?” tanya Azfar penasaran.
Alea menggeleng.
“Aku tidak senang. Sepuluh tahun aku berusaha melupakan segala tentang dia. Lalu tiba-tiba saja dia kembali,”
“Aku pun tidak pernah lupa bagaimana dia pergi meninggalkan aku tanpa berpamitan. Dan ternyata, memaafkannya jauh lebih sulit saat bertemu kembali setelah sekian lama. Apalagi...,”
Mama, Papa dan Azfar menunggu Alea menyelesaikan kalimatnya.
“Tiba-tiba saja dia mengajakku untuk menikah dengannya,” ucap Alea mengakhiri.
“APAAA?!! MENIKAH?” tanya Mama dan Azfar bersamaan. Sementara Papa hanya diam menyimak.
“Terus kamu jawab apa?” tanya Azfar.
“Tentu saja aku menolak, perempuan gila mana yang mau di ajak menikah setelah berpisah begitu saja. Lagipula aku tidak pernah menganggap Rafif lebih dari sekedar kakak,” jawab Alea lagi.
“Apa kamu sempat menanyakan alasannya?” Papa ikut bertanya.
“Aku terlalu kaget dan bingung Pa, pikiranku juga tidak bisa mencerna dengan baik tentang apa yang terjadi. Itu sebabnya aku menceritakan ke kalian, berharap kalian bisa membantuku mengatasi ini,” terang Alea.
“Ya sudah, untuk saat ini kamu jangan terlalu memikirkannya. Nanti kalau Rafif benar-benar serius, dia pasti datang kembali meskipun kamu sudah menolaknya,” jawaban Papa sambil mengelus puncak kepala putrinya agar Alea tenang.
Setelah membicarakan itu mereka kembali mengobrol santai tentang banyak hal. Membuat Alea sedikit lupa tentang Rafif. Sampai tak terasa, malam semakin larut dan mereka memutuskan untuk beristirahat.
***
Sementara di sudut kota Jakarta yang lain, Rafif tidak bisa tidur. Dia tidak mengira kalau Alea yang dikenalnya akan sebegitu marah padanya. Namun Rafif juga menyadari kalau perbuatannya di masa lalu adalah kesalahan yang tidak bisa di maafkan.
Sejak dulu, Rafif tidak pernah benar-benar ingin pergi meninggalkan Alea dan kota Bandung yang sudah ditinggalinya sejak lahir. Tapi keadaan membuatnya harus pergi.
Saat itu, kakek dan orang tuanya harus segera pindah ke Jakarta karena bisnis yang di bangun kakeknya mengalami krisis. Disaat bersamaan, dirinya telah diterima untuk berkuliah dikampus idamannya di luar negeri. Hari itu Rafif menunggu Alea pulang untuk menyampaikan perihal kepergiannya, namun keadaan yang mendesak membuatnya tidak sempat mengucapkan apapun pada Alea. Bahkan bertemu juga tidak.
“Maafkan aku Alea,” lirihnya.
Rafif adalah seorang CEO di Hadiwinata Grup, perusahaan yang kakeknya bangun sejak muda yang telah di wariskan kepada ayahnya Rafif dan sekarang di lajutkan oleh Rafif, cucu semata wayang kakek.
Rafif menyelesaikan studynya di luar negeri selama 6 tahun, selesai S1 dan S2 tepat waktu. Kemudian dia kembali ke tanah air 4 tahun yang lalu. Sejak kepulangannya, Rafif sudah berusaha menemui Alea. Tetapi, keadaan perusahaan kakek yang saat itu dipegang ayahnya, membutuhkan bantuannya dan membuat Rafif memiliki kesibukan sehingga tidak bisa menemui Alea secepatnya.
Setelah banyak berkorban untuk perusahaannya, akhirnya Rafif dilantik sebagai pimpinan perusahaan menggantikan ayahnya setahun yang lalu dan menjalaninya sampai hari ini.
Selama sepuluh tahun waktu yang Rafif habiskan, dia tidak pernah melupakan Alea. Bagaimana rasa sayangnya pada Alea dan terus merindukan Alea setiap waktu.
***
“Ayah, Rafif sudah menemui Alea kemarin. Tetapi Alea menolak Rafif saat itu juga,” ucap Rafif pada ayahnya selesai sarapan.
“Aku boleh minta bantuan ayah untuk membicarakan ini dengan om Lukman, Papa Alea?” tanya Rafif.
Ayah Rafif seolah telah mengerti keresahan anaknya. Kemudian tanpa banyak bicara dia mengiyakan permintaan Rafif.
“Nanti sore, ayo ikut ayah menemui om Lukman,” jawab ayah. Rafif mengangguk.
Kebetulan ini hari minggu, Rafif dan ayahnya tidak ada kegiatan kantor.
Sore harinya, Rafif dan ayah menemui papa Alea ditempat yang ditentukan. Yaitu di restoran yang Papa dan Mama Alea kelola.
“Selamat datang mas Eddo, Rafif! Wah om pangling sekali denganmu,” ungkap papa.
“Terimakasih, om. Apa kabar om dan tante?” tanya Rafif hangat.
"Kabar kami semua baik, bagaimana dengan kalian?" tanya Papa bergantian.
"Iya kami juga baik, tetapi ada hal mendesak yang harus kami sampaikan," jawab Ayah.
"Apakah ini tentang anak kita, Rafif dan Alea?" tanya Papa yang dijawab oleh anggukan.
“Begini, Lukman, Tania. Kedatangan kami kesini adalah untuk melanjutkan apa yang disampaikan Rafif pada Alea kemarin. Tentu kalian sudah mengetahuinya bukan?”
“Untuk itu, kami disini ingin memberitahu pada kalian soal apa yang sedang terjadi,” ucap ayah memulai pembicaraan.
Papa dan mama hanya mengangguk dan menyimak.
“Jadi, kakeknya Rafif saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit. Beliau sedang kritis karena penyakit jantung yang telah di deritanya selama empat tahun ini,”
“Belakangan diketahui bahwa beliau memiliki permintaan terakhir yang disampaikan oleh pengacaranya, yaitu meminta Rafif untuk menikahi Alea,”
“Kami tidak tahu berapa lama lagi waktu beliau untuk bertahan, yang jelas kami sangat berharap beliau berumur panjang, paling tidak beliau sempat mendapatkan permintaan terakhirnya.” Ucap ayah lirih.
Mendengar itu Mama dan Papa kaget, selama ini mereka tidak pernah mendengar kabar dari kakek Hadiwinata yang sudah mereka anggap orang tua pengganti setelah kakek Abdul yang merupakan ayahnya meninggal dunia saat usia Alea masih kecil.
Ya, Papa Lukman yang merupakan papa dari Alea dan ayah Eddo yang merupakan ayah dari Rafif memang sudah seperti saudara. Awal mula kedekatan mereka adalah karena kakek Abdul dan kakek Hadi bersahabat sejak dulu kala. Mereka bersama sedari kecil hingga memiliki keluarga masing-masing dan sampailah anak-anak mereka melahirkan Rafif, Azfar dan Alea yang menjadikan mereka sahabat juga secara turun-temurun.
Kabar sakitnya kakek Hadi membuat Papa dan Mama ingin sekali membantu mewujudkan permintaan terakhirnya. Namun, apakah Alea bersedia?
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
Selepas kepergian kakek, Alea memilih untuk tinggal di rumah Rafif sementara waktu.Alea berusaha beradaptasi kembali dengan keluarga barunya. Meskipun Alea telah mengenal mereka sejak kecil, Alea tetap merasa asing karena perpisahan sepuluh tahun lalu membuat Alea sedikit lupa tentang mereka.Berbeda dengan di rumahnya, pagi ini Alea bangun lebih cepat. Dia membantu Ibu mertuanya menyiapkan sarapan.“Selamat pagi bunda,” sapa Alea.“Selamat pagi Alea, apa kamu tidur nyenyak?” tanya bunda.“Iya, nyenyak sekali sampai tidak sadar kalau sudah pagi,” jawab Alea di iringi tawa kecil.“Syukurlah, bunda khawatir kamu tidak nyaman. Kamu sudah lihat sendiri kalau kamar Rafif jauh dari kata hangat untuk ditinggali,” ucap bunda.Alea hanya tersenyum menanggapi.“Bunda lagi masak apa? Boleh aku bantu?” Alea menawarkan diri.“Tidak usah, kamu temani saja bunda mengobrol. Sudah lama sekali bunda tidak mendengar ocehanmu. Padahal dulu setiap pagi kamu selalu ribut saat datang untuk menemui Rafif,”
Jantung Alea berdetak kencang, disaat Rafif tiba-tiba menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan perlahan Rafif semakin mendekatkan wajah mereka, kemudian mengecup bibir Alea pelan.Rafif melepaskannya sebentar, menatap mata Alea dengan tatapan penuh kerinduan. Dengan tanpa keraguan sedikitpun, akhirnya Rafif mendekatkan lagi wajahnya dan mencium bibir Alea lembut.Alea yang terpaku hanya mampu memejamkan mata, menahan segala perasaan yang tiba-tiba bergejolak di dalam hatinya.Rafif terus menciuminya semakin lama, semakin dalam.Merasa kehabisan nafas, Alea lalu menarik dirinya perlahan.“Aku...,” ucap Alea pelan.“Sudah larut, tidurlah,” sahut Rafif sambil mengelus pipi Alea yang memerah. Ada perasaan yang tidak dapat Rafif jelaskan, namun satu hal yang pasti malam itu Rafif bahagia. Karena berhasil membuka satu kunci hati Alea.“Kak,” panggil Alea sambil memegang tangan Rafif.“Iya?” tanya Rafif.“Aku...,” jawab Alea ragu-ragu.“Kenapa?” desak Rafif.“Aku belum siap untuk itu
Rafif tersenyum, lalu melakukan ciuman itu sekali lagi, semakin lama, semakin dalam. Dia kemudian menggendong Alea ke tempat tidur dan membaringkan Alea disana tanpa melepaskan tautan bibir mereka.Alea mengalungkan tangannya di leher Rafif, membuat Rafif semakin leluasa melancarkan aksinya.“Ah!” desahan kecil keluar dari mulut Alea. Membuat Rafif semakin membara.Mereka terhanyut dalam ciuman panas itu, seolah telah saling menemukan dunia mereka.Rafif melepaskan Alea sebentar untuk mengambil nafas. Kemudian dia mengecup kening Alea lama, lalu berpindah ke pipinya. Rafif menatap mata Alea lagi, setelah itu dia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Alea, menciumnya perlahan, Alea meremang.Rafif terus menciumi leher Alea, sambil tangannya berusaha membuka kancing baju Alea. Setelah berhasil membuka kancingnya, dia menyibakkan baju Alea sehingga bahu Alea terekspos, dan mata Rafif terpana saat dia melihat ke bagian dada Alea yang masih tertutup kain. Dia seperti telah menemukan harta
Mendengar semua perkataan Azfar, tidak serta merta membuat Cindy tenang.Dia terlanjur berkata pada orang tuanya bahwa dia tidak akan menikahi Azfar maupun Ridwan, karena dia merasa malu dengan sikap bapak.Jauh dalam hatinya, Cindy menyesal pernah berkata demikian.Dalam hal ini Cindy memutuskan untuk berhenti sejenak dari hubungannya dengan Azfar, demi meyakinkan segala perasaannya dan memantapkan hatinya.“Aku pengen kita break dulu sebentar, aku butuh waktu untuk membuat semuanya tenang,” ucap Cindy.“Aku akan menunggumu.” Jawab Azfar.“Berapa lama kamu sanggup menungguku?” tanya Cindy.“Sampai kamu tidak layak lagi untuk aku tunggu,” jawab Azfar.“Maksud kamu?” tanya Cindy.“Jangan terlalu lama, atau aku akan menyerah,” ujar Azfar.Cindy terdiam mencoba mencerna apa maksud dari perkataan Azfar.“Akan aku usahakan.” Ujar Cindy.Mereka mengakhiri pertemuan di café sore itu. Sesuai dengan permintaan Cindy, hubungan mereka harus di akhiri sementara waktu. Demi memastikan semuanya ter
Azfar sampai di rumahnya setelah perjalanan yang cukup melelahkan hatinya.“Loh, kamu sudah pulang?” tanya mama heran.“Sudah ma,” jawab Azfar singkat.“Gimana hasilnya?” tanya mama lagi.“Aku istirahat dulu ya ma, nanti aku jelasin,” jawab Azfar.Mama langsung tahu kalau anaknya sedang tidak baik-baik saja, hanya dengan melihat raut wajahnya. Tetapi mama memilih untuk membiarkan Azfar tenang lebih dulu.Azfar kemudian mandi dan merebahkan diri di kasur kesayangannya, dia membuka ponselnya dan terdapat beberapa panggilan tak terjawab dari Cindy.Azfar menghubungi Cindy kembali.“Halo,” ucap Cindy saat panggilannya tersambung.“Kamu kemana sih? Kok gak ada kabar?” lanjut Cindy dengan nada panik.“Aku sudah kembali ke Jakarta,” jawab Azfar singkat.“Secepat ini? Kenapa kamu ninggalin aku sendirian?” tanya Cindy.“Bukankah kamu senang dengan calon pilihan bapakmu?” tanya Azfar.“Apa? Kenapa kamu bilang seperti itu?” Cindy malah bertanya balik.“Aku melihatmu tersenyum sangat cantik saat
Cindy menangis melihat kenyataan di depan mata.Disaat dia berhasil memantapkan hati untuk memulai bahtera rumah tangga, ujian datang dari orang tuanya yang tidak memberikan restu untuk dirinya dan Azfar.“Kenapa sih bu?” tanyanya pada ibu yang menemaninya di kamar.“Maafkan ibu nduk, ini semua keputusan bapak,” jawab ibu.“Tapi Cindy sudah punya pilihan sendiri bu,” ucap Cindy lirih.“Pilihan bapak sudah pasti yang terbaik,” ujar bapak yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu.“Terbaik buat siapa? Buat bapak?” tanya Cindy marah.“Dia pejabat di kota kita. Berbeda sama temanmu, paling dia hanya dokter biasa seperti kamu kan?” bapak membandingkan Azfar dengan calon pilihannya.“Bapak gak tahu apa-apa tentang dia!” ucap Cindy marah.“Bapak gak perlu tahu! Bapak cuma pengen kamu menuruti keinginan bapak,” ujar bapak.“Gak! Aku gak mau!” tolak Cindy dengan tegas.“Nduk, tidak baik bicara seperti itu pada bapakmu!” ucap ibu menyela.“Selama ini kamu tidak pernah menggubris apa kata bapak dan
Rafif dan Alea tertidur begitu pulas. Mereka terbangun saat cahaya matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar mereka.“Aaaa!” teriak Alea saat terbangun. Dia melihat dirinya yang hanya terbalut selimut.“Alea! Kenapa sih?” tanya Rafif kaget.“Mas, kita semalam?” tanya Alea.“Apa kamu mabuk sampai tidak sadar apa yang terjadi semalam?” tanya Rafif sambil membalikan badan membelakangi Alea hendak tidur lagi.“Mas! Kita gak pakai pengaman, gimana kalo aku langsung hamil lagi?” tanya Alea yang baru saja menyadari.Rafif yang telah memejamkan mata langsung melotot sempurna. Dia juga sama, melupakan hal sepenting itu.“Ya sudah sayang, mau gimana lagi? Sudah terlanjur. Berharap saja gak langsung jadi Zayn yang kedua,” ucap Rafif.“Maaas,” panggil Alea dengan wajah yang cemberut karena kesal.Rafif lalu bangkit dan memeluk Alea mencoba menenangkannya.“Kalau jadi juga gak apa-apa sayang, kan ada aku suami kamu!” ujar Rafif.“Ya bukan gitu mas!” pekik Alea.Alea merasa belum s
“Sayang, aku pergi dulu!” teriak Rafif dari ruang tamu.“Hati-hati mas!” jawab Alea dari lantai dua.Dua bulan telah berhasil mereka lalui sebagai orang tua, kini Rafif telah kembali ke perusahaan.Zayn sudah semakin besar, Alea memutuskan untuk berhenti total dari pekerjaannya dan memilih fokus pada putranya. Saat ini semua urusan perusahaannya berada dibawah pengawasan Rafif, suaminya.Alea menatap putranya yang sedang terlelap, dia mengenggam tangan Zayn penuh cinta.Setelah puas menatap Zayn, Alea beralih melihat pantulan dirinya di cermin. Dia menghembuskan nafas berat.“Jelek banget aku sekarang,” gumamnya.Berat badannya setelah hamil dan melahirkan memang tidak mengalami penurunan yang signifikan membuat lengan, perut, pinggul dan dadanya semakin terlihat lebar.Dia melihat wajahnya yang kusam karena kurang perawatan.Dia mencurahkan semua waktu hanya untuk Zayn, sampai dia melupakan diri sendiri.“Kalau kayak gini, mas Rafif masih suka aku gak sih?” tanyanya pada diri sendiri
Setelah beberapa waktu sejak kelahiran Zayn, Alea dan Rafif menggelar sebuah acara syukuran di rumah mereka.Mereka mengundang para sahabat dekat mereka.Acara di adakan di sore hari, berlatar di halaman rumah mereka.Banyak tamu yang datang seperti Tomi dan kekasihnya, beberapa teman Alea saat berkuliah, teman-teman mereka dari Bandung, tidak ketinggalan Najwa dan David yang datang bersamaan.“Kalian kesini bareng?” tanya Alea saat Najwa dan David datang bersama.Najwa dan David tersenyum malu.“Jangan bilang kalian?!” tanya Alea menduga-duga.“Iya, kita coba memulai Al!” jawab Najwa.Alea senang sekali akhirnya Najwa ada kemauan untuk menjalin sebuah hubungan baru, dia nyaris tidak pernah membuka hatinya selama bertahun-tahun setelah dikhianati mantan kekasihnya.“Syukurlah, semoga kalian langgeng!” ucap Alea.David hanya malu-malu di belakang Najwa. ‘Aku tidak bisa mendapatkanmu Alea, jadi aku dengan sahabatmu saja,’ batin David.Najwa beralih melihat Zayn di pangkuan Rafif.“Ya am
Setelah Zayn lahir, hari-hari Alea dan Rafif menjadi lebih berwarna.Banyak hal yang berubah di antara mereka, termasuk siang jadi malam, malam jadi siang.Seperti bayi pada umumnya, Zayn juga termasuk anak yang sering rewel di malam hari. Hingga tak jarang membuat Rafif dan Alea begadang di malam hari.Sepanjang kehamilan sampai melahirkan, bisa dibilang mulus tanpa banyak hambatan. Tetapi ujian mereka di mulai saat Zayn lahir.Mereka benar-benar dibuat kelelahan sampai kurang tidur, kadang sampai lupa makan karena Zayn.Untungnya, Rafif semakin peka. Dia tidak membiarkan Alea melewatinya sendirian. Juga, support dari keluarga membuat mereka bisa mengatasi semuanya.Dini hari ini, Rafif sedang sibuk menggendong Zayn yang menangis. Sementara Alea yang sudah kelelahan tertidur dengan sangat pulas.“Tidur yuk sayang, Papa sudah mengantuk,” Rafif mengajak Zayn bicara seolah-olah bayi itu mengerti.Setelah berhasil menidurkan Zayn, Rafif meletakannya pada box bayi. Kemudian dia tidur meri
“Bayi laki-laki, berat 3,8 kg dan panjang 51 cm. Lahir dengan sempurna dan tampan seperti Papanya! Selamat Alea dan Rafif, kalian telah resmi menjadi orang tua,” ucap Cindy sambil meletakan bayi mungil di atas tubuh Alea.Alea memeluk bayinya dengan senyuman yang tidak pernah pudar, sementara Rafif memandangi dan mengusapnya dengan penuh kasih sayang.“Maaf bu, apakah sudah ada nama untuk bayi ini?” tanya asisten Cindy.Alea dan Rafif saling bertatapan, “Zayn Haris Hadiwinata” ucap mereka bersamaan.Cindy tersenyum lagi, dia melihat mereka berdua sebagai pasangan yang tidak akan terpisahkan.Setelah semuanya selesai, Cindy mengantar Alea dan bayinya kembali ke ruangan mereka.Alea duduk di kursi roda dengan Rafif dibelakangnya, sementara Cindy mendorong kereta bayi. Dia ingin mengantarkan calon ponakannya secara khusus.Di ruangannya telah hadir semua anggota keluarga Alea dan Rafif. Semua orang menyambut kedatangan mereka.Setelah Alea memposisikan diri di ranjang rumah sakit, mereka
Pagi hari di sebuah taman di kawasan Jakarta.Alea melakukan aktivitas jalan pagi sebagaimana di anjurkan oleh Cindy.Selama satu bulan ke belakang dia hanya jalan-jalan sendiri di komplek perumahannya. Namun kali ini dia ditemani oleh suami tercintanya.Setelah banyaknya prahara rumah tangga yang datang silih berganti, Alea lagi-lagi memilih untuk menerima dan memaafkan apa yang terjadi.Saat ini dia hanya ingin fokus terhadap kehamilan dan persiapan persalinannya.Rafif berjalan sambil mengenggam tangan Alea, dia ikuti langah demi langkah istrinya.“Aku capek,” keluh Alea karena merasa kelelahan.“Ayo istirahat dulu,” ajak Rafif sambil menuntun Alea untuk duduk di sebuah kursi.“Kamu tunggu disini sebentar,” ucap Rafif lalu meninggalkan Alea.Alea mengikuti kemana Rafif pergi, ternyata dia berlari mengejar tukang dagang asongan yang menjajakan air mineral dan beberapa camilan.Tidak lama kemudian, Rafif kembali dengan sebotol air mineral.“Minum dulu,” ucapnya sambil menyerahkan bot