Solana menanggung penyiksaan setiap hari. Tanpa disadari, aku sudah berulang tahun tiga kali. Sekarang usiaku sudah 3 tahun.Pada musim dingin, aku mengambil permen dan bersandar di pinggir jendela sambil menikmati pemandangan di luar.Solana mengenakan piama tipis dan sandal. Di tengah angin dingin, dia mencuci pakaian dan menggosok sepatu dengan tubuh gemetaran.Penampilannya ini terlihat sungguh menyedihkan, persis saat dia menggunting selimutku dan menyuruhku bersujud padanya di tengah salju dengan tubuh telanjang.Tentunya, aku sudah memberi pelajaran kepada para anteknya. Ada yang bangkrut, ada yang dipecat. Hasil ini membuat kebencianku mereda.Namun, Fredy masih seperti bom waktu yang bisa meledakkanku kapan saja.Suatu hari, Keluarga Wiguna mendapat pesta undangan. Pedro berpesan kepada Solana, "Kamu ibu Lucia. Kamu harus menjaganya."Solana bertatapan denganku. Terlihat kebencian dan ambisi pada tatapan kami, serta tekad kuat. Ini karena kami sudah mencapai kesepakatan. Asalk
Orang-orang yang sibuk menyanjung Pedro pun mundur. Mereka berdiri di sekitar dan tersenyum menatap Fredy seperti menatap badut.Pedro terkekeh-kekeh. "Jangan sembarangan bicara kalau nggak ada bukti. Aku pengusaha jujur."Fredy makin murka. "Berhenti berakting! Kamu jelas-jelas tahu ada makam besar di bawah tanah itu! Kamu malah menawar supaya aku bangkrut!"Pedro tersenyum mencela. "Kenapa memangnya kalau aku tahu ada makam besar di bawah sana?""Cih! Kamu tunggu saja pembalasanku! Aku bakal membuatmu setengah mati!" ancam Fredy.Setelah keributan ini berakhir, menurut rencana kami, Solana akan menyerahkanku kepada Fredy. Solana tiba-tiba merasa cemas. "Nggak bakal ada masalah yang terjadi, 'kan?""Semua bakal baik-baik saja," jawabku dengan tenang.Segera, aku diserahkan ke pelukan seseorang. Aku tahu orang ini adalah Fredy, tetapi tetap berpura-pura tidur."Solana, permainan apa yang kamu mainkan?" tanya Fredy yang terus menatapku, seolah-olah ingin membongkar semua rahasia. Sekuju
Mobil melaju di jalan tol. Aku duduk di pangkuan Fredy, sedangkan Solana duduk di samping kursi pengemudi.Aku berusaha keras mengulur waktu. Pada akhirnya, mobil polisi datang. Aku yang melapor polisi setelah melihat ada yang aneh dengan rute yang diambil Rudy.Lantaran panik, Fredy langsung memukul Pedro hingga jatuh pingsan, lalu membawaku dan Solana masuk ke mobil.Di tengah kegelapan, Fredy terkekeh-kekeh dan berucap, "Solana, kamu kejam sekali. Kuberi kamu begitu banyak kesempatan, tapi kamu malah begini. Hebat sekali."Sekujur tubuh Solana bergetar. "Kak, aku sudah sangat patuh. Aku membawanya keluar sesuai yang kamu instruksi. Tolong jangan menyulitkanku lagi."Fredy tertawa dan berujar dengan suara rendah, "Kamu memang nggak bisa apa-apa. Aku juga nggak bakal menyulitkanmu lagi."Sesaat kemudian, aku tiba-tiba mendengar seruan dan merasakan angin kencang berembus masuk. Ketika membuka mata, aku melihat Solana didorong dari mobil!"Ah!" teriakku terkejut. Aku tahu Fredy ini gil
Ketika membuka mataku kembali, aku mencium bau disinfektan. Aku menggerakkan tubuhku dengan tidak nyaman.Sepertinya gerakanku membangunkan Pedro. Dia membuka matanya yang merah. Ketika melihatku bangun, Pedro langsung menekan bel untuk memanggil dokter. "Kamu baik-baik saja?"Aku menggeleng, mencoba untuk menyingkirkan rasa pusing di kepala. "Aku baik-baik saja. Gimana Fredy? Apa dia dipenjara? Gimana Solana?""Solana terluka parah dan lumpuh. Fredy menabrak jembatan. Tangannya terluka. Dia sudah dibawa ke kantor polisi. Dia memelukmu dengan erat, makanya kamu nggak cedera. Kamu cuma mengalami syok dan terluka sedikit," jelas Pedro.Aku agak terkejut mendengarnya. Aku tidak menduga Fredy akan menabrak jembatan untuk bunuh diri. Untungnya, dia masih hidup dan bisa menerima hukumannya.Sebenarnya aku sudah membuat persiapan untuk mati. Namun, bagaimana dengan Fredy? Pria ini terus mengira dirinya mencintaiku, tetapi tindakannya malah bertolak belakang. Mungkin di momen genting itu, dia
"Ah!"Sakit .... Solana menyiramku dengan air mendidih. Aku membelalak dan berteriak kesakitan."Solana, tolong lepaskan aku .... Kumohon ...."Aku ingin melawan, tetapi ditahan oleh orang di belakangku. Aku hanya bisa menatap gaunku yang merah dan memohon dengan pasrah.Solana tertawa jahat. "Kamu cuma wanita murahan yang dibenci semua orang. Kamu nggak pantas dibandingkan denganku."Solana memberi perintah. Air panas itu disiram ke wajahku lagi."Kak Solana, lihat wajahnya. Macam udang rebus."Terdengar ejekan antek Solana, lalu diikuti suara Solana yang penuh kebencian."Bianca, kamu seharusnya berterima kasih padaku. Wanita murahan sepertimu nggak seharusnya punya wajah seperti ini."Usai berbicara, Solana mengeluarkan pisau dan menggores wajahku. Entah bagaimana, mungkin karena keinginan untuk hidup atau mungkin karena rasa sakit, aku tiba-tiba terlepas dari kekangan.Aku melarikan diri dengan panik. Solana membawa anteknya mengejar dari belakang. Pada akhirnya, aku menghentikan l
Ketika kembali membuka mataku, aku sudah berada di pelukan hangat. Apa aku melakukan perjalanan melintasi waktu?Sambil berpikir begitu, aku tiba-tiba melihat tatapan yang dipenuhi kehangatan dan kelembutan. Solana?Meskipun terlihat sangat lelah, Solana dipenuhi cinta kasih ibu. Hanya saja, itu adalah wajah Solana yang bengis seperti siluman!"Anakku, kamu kesayangan Ibu."Aku menatap Solana dengan mata terbelalak. Ucapannya dipenuhi kasih sayang, tetapi aku malah merasa putus asa. Seketika, berbagai adegan saat dia menindasku di kampus membanjiri benakku.Aku meronta-ronta di pelukan Solana. Aku menjulurkan kedua tanganku untuk menusuk matanya, tetapi tanganku terlalu pendek untuk menjangkau.Solana terkejut melihatku melawan. "Eh! Jangan takut, Sayang."Setelah mendengar suara familier Solana, aku akhirnya memastikan sesuatu. Aku terlahir kembali, bahkan menjadi putri Solana!
"Popok anak kita basah nggak?" tanya seorang pria.Wajah Solana sontak tersipu. "Coba kulihat."Solana membuka popokku untuk memeriksa. "Nggak kok, dia nggak pipis.""Ah!" teriak Solana tiba-tiba. Kemudian, dia melemparkanku ke ranjang rumah sakit.Aku sontak menangis. Pria itu segera mendekat dan menggendongku, lalu menghibur, "Jangan takut. Ada Ayah di sini."Kemudian, pria itu menoleh dan membentak Solana, "Gimana saja kamu ini? Masa melempar anak sendiri?"Solana buru-buru menunjuk wajahnya dan berujar, "Dia pipis di wajahku.""Bayi kecil seperti ini memang nggak bisa mengontrol diri. Masa kamu juga nggak bisa? Gimana kamu jadi ibu kalau begini? Gimana kalau anak kita terluka? Aku nggak tenang kalau kamu yang jaga anak!" hardik pria itu.Ekspresi Solana sontak dipenuhi kesedihan dan kekesalan. "Aku juga nggak sengaja."Wajah pria itu menjadi masam. Dia berucap dengan dingin, "Mulai hari ini, aku blokir kartumu. Kamu harus belajar cara menjaga anak. Kamu nggak boleh ke mana-mana. Ja
Sejak saat itu, Solana melewati kehidupan "indah" dengan menjagaku 24 jam sehari. Setiap kali Solana ingin tidur, aku akan menangis. Dia akan menenangkanku selama satu jam, lalu aku akan menangis lagi.Ketika Solana menyusuiku, aku akan menyemburkan susu ke wajahnya. Setiap kali ada kesempatan, aku akan menarik rambutnya dan memainkan wajahnya.Solana hampir gila dibuatku. Dia awalnya masih memikirkan cara untuk mendapat kartu banknya kembali dan pergi foya-foya, tetapi akhirnya menyerahkanku kepada pengasuh.Begitu digendong pengasuh, aku langsung menangis sekuat tenaga. Tangisanku yang histeris pun membuat seluruh orang di vila merasa kasihan padaku.Ibu mertua Solana, nenekku, langsung memelototinya sambil membentak, "Solana, kamu ini ibu macam apa! Kamu nggak mau jaga anak ya? Keluar saja dari rumah ini!""Dasar sampah nggak berguna!" gerutu nenekku sambil membujukku. Aku pun tidak menangis lagi untuk menghargai nenekku.Kemudian, aku menatap Solana sambil tersenyum bangga. Solana