01
"Om, jalannya jangan dekat-dekat," bisik Avreen Ravania Gahyaka.
"Saya pengawal khusus Nona, nggak bisa jauh-jauh," sahut pria bermata sipit, sambil membatin, karena lagi-lagi dirinya dipanggil Om.
"Udah, deh. Sampai sini aja."
"Mohon maaf, Non. Permintaan Pak Sultan, saya harus mendampingi Non sampai acara selesai."
Perempuan berkulit putih tiba-tiba berhenti, dan menatap tajam pria berbibir tipis, yang juga turut menghentikan langkah. "Aku malu, tahu nggak?" ketusnya.
"Enggak."
Avreen mencebik. "Tiap Om dampingin itu, aku diledekin teman-teman!"
"Diledekin gimana?"
"Aku dibilang piaraan Om. Sugar baby."
Pria bersetelan jas biru mengilat semi formal tersebuit, bersusah payah menahan tawa yang nyaris menguar. Dia melirik segerombolan perempuan dan laki-laki muda, yang tengah memerhatikan mereka dari sekitar area.
"Begini aja, kalau mereka ngeledek lagi, Nona bisa balas kalau justru Nonalah yang membayar saya sebagai, ehm ... apa itu namanya? Yang cowok nyenengin cewek itu?" tanya Jauhari Devanka, pengawal lapis tiga PBK.
"Badut?" Avreen balas bertanya dengan lugu.
Jauhari menunduk untuk menyembunyikan senyumannya. "Ya, semacam itulah," jawabnya sambil menengadah, seusai menenangkan diri.
Avreen mengalihkan pandangan pada teman-temannya yang tampak sangat tertarik mengamati mereka. "Pokoknya Om tunggu di sini. Kalau nggak, aku nangis."
Jauhari berdecih pelan. Dia tahu itu senjata pamungkas putri kedua Mediawan Gahyaka, pengusaha senior yang merupakan Adik ipar Winarti Pramudya.
Jauhari akhirnya membiarkan Avreen melenggang menjauh. Dia mengamati sekitar sebelum berbalik untuk bergabung dengan Nuriel, ajudan pribadi Avreen.
"Om," ledek Nuriel seraya mengulaskan senyuman.
"Hmm. Apa aku kelihatan tua banget?" tanya Jauhari sambil memindai sekeliling.
"Abang sering pakai baju formal kayak gini. Jadi kalau dibandingkan dengan Non Avreen, memang kayak jauh lebih tua."
"Apa aku kerja pakai kaus ketat aja, ya?"
Nuriel kembali tersenyum. "Paling dipelototin Pak Sultan, atau dipandangi tajam sama Komandan Varo."
"Aku kontrol ke tempat Pak Sultan cuma dua kali seminggu. Mungkin bisa pakai kaus. Sekali-sekali aku tampil non formal."
"Aku juga ikut, ahh."
"Kamu wakil ketua regu, harus ngasih contoh yang benar."
"Ya, ampun, Bang! Capek aku berbaju formal terus.'
"Jangan banyak ngeluh. Entar posisimu kuganti."
Nuriel meringis, kemudian memandangi saat pria yang lebih tua tersebut mengayunkan tungkai menjauh. Nuriel mengagumi sosok Jauhari. Selain bertugas sebagai pengawas pasukan pengawal keluarga Pramudya, Jauhari juga memegang posisi yang sama di beberapa perusahaan besar lainnya.
Bagi Nuriel dan rekan-rekannya di angkatan ke-15, Jauhari merupakan salah satu panutan. Usianya baru 30 tahun, tetapi dia sanggup menangani banyak pekerjaan sekaligus.
Selain menjadi pengawas, Jauhari juga menjabat sebagai asisten direktur utama PBK, yakni perusahaan jasa keamanan milik keluarga Pramudya, Baltissen dan Kaisar. Selain itu, Jauhari juga menjabat sebagai direktur EMERALD, perusahaan baru bentukan Alvaro dan Wirya.
Jauhari mengitari area sambil sekali-sekali melirik Avreen yang sedang mengerumuni rekannya, Tamara yang tengah berulang tahun ke-20.
Jauhari terkadang bingung dengan gaya hidup teman-teman Avreen, yang seolah-olah memaksakan terlihat mewah, padahal kekayaan orang tuanya tidak seberapa.
Pria berkulit kuning langsat, teringat sosok Mayuree Fitriachara dan Malanaya Batari Pramudya, Kakak sepupu Avreen. Keduanya tetap bergaya sederhana, padahal keluarga mereka merupakan salah satu konglomerat di Indonesia.
Jauhari mengerjap-ngerjapkan mata ketika teriakan terdengar dari area depan, karena Tamara tengah menyuapi seorang pria berparas manis, yang membalas dengan mengecup kedua pipi sang gadis.
Jauhari menggeleng. Dia masih tidak paham doktrin seperti apa yang diterapkan para orang tua kelompok itu, sehingga mereka dengan santainya berani menunjukkan kemesraan di depan umum.
Belasan menit berlalu, Jauhari tengah menikmati makanan ketika mendengar perdebatan antara Avreen, dengan seorang pria muda yang dikenalinya sebagai Ernest Rashaun, mantan kekasih sang nona.
Jauhari memberi kode pada Nuriel, dan juniornya segera mendatangi Avreen serta Ernest, untuk melerai keduanya. Namun,
pertengkaran itu tetap tidak berhenti dan justru kian sengit.
Jauhari mendengkus kuat sebelum meletakkan piring ke meja khusus, lalu menghabiskan minumannya. Jauhari bergegas mendatangi dan berdiri di antara keduanya. Dia beradu pandang dengan sepasang mata sipit milik Ernest yang menatapnya tajam.
"Minggir!" desis lelaki berkemeja cokelat pas badan.
"Masih belum selesai berdebatnya?" tanya Jauhari.
"Ini bukan urusanmu!" bentak Ernest.
"Sopan sedikit kalau bicara. Saya lebih tua darimu. Setidaknya pakai basa-basi Abang atau Mas."
Ernest berdecih. "Panggilan sopan hanya untuk orang yang sepantar. Nggak cocok buatmu yang pegawai!"
"Lebih baik pekerja, daripada kayak kamu, yang tahunya nadah ke orang tua. Apa yang kamu hasilkan setelah lulus kuliah hampir 2 tahun? Nothing!"
Ernest membeliakkan mata. Dia kesal karena pengawal Avreen tersebut menjadi satu-satunya orang yang berani menghinanya di depan umum.
Ernest mengangkat dagu tinggi-tinggi agar bisa memandangi pria bersetelan jas biru lebih jelas. Perbedaan tinggi badan dan bentuk tubuh keduanya, membuat Ernest kian geram karena Jauhari lebih tinggi dibandingkan dirinya.
"Mari, Non, kita pulang," ajak Jauhari tanpa menoleh ke belakang.
"Urusan kita belum selesai, Reen!" seru Ernest sambil mengalihkan pandangan pada Avreen.
"Bagiku sudah!" ketus Avreen sembari menyelipkan tangan kiri ke lengan Jauhari "Yuk, Bang," rengeknya sambil menarik lelaki yang masih terkejut dipanggil Abang.
Avreen jalan tergesa-gesa untuk menyejajarkan langkahnya dengan Jauhari. Sedangkan Nuriel mengekori keduanya sambil memerhatikan sekeliling.
Ernest yang tersinggung karena ditinggal, segera mengejar dengan diikuti kedua sahabatnya. Sesampainya di tempat parkir, Ernest berhasil mendahului dan merentangkan kedua tangannya, hingga Jauhari serta Avreen terpaksa berhenti melangkah.
Nuriel berbalik dan beradu punggung dengan seniornya, sembari memandangi kedua lelaki muda yang sama sombongnya dengan Ernest.
"Non, silakan langsung memasuki mobil. Saya menyusul," ujar Jauhari sembari mendorong pelan Avreen hingga bergeser menjauh. "Non, masuklah," pintanya saat gadis berhidung bangir tersebut justru bergeming. "Non!" tegasnya yang menyebabkan Avreen terkesiap dan segera mengerjakan perintahnya.
Ernest melirik sang mantan kekasih, kemudian hendak menghampiri Avreen. Namun, Jauhari lebih dahulu menghalangi jalannya sembari memasang ekspresi serius.
"Kamu harus bisa memahami bahasa Indonesia. Dia bilang, urusan kalian sudah selesai. Jangan memaksa!" desis Jauhari. Dia memutuskan menggunakan kekuatan mengintimidasi, karena lawannya sangat keras kepala.
"Kamu jangan sok ngatur-ngatur. Ingat, kamu itu pegawai!" geram Ernest.
"Ya, pegawai Pak Sultan, bukan pegawai bapakmu!"
"Papaku bisa mengerahkan orang buat menyingkirkanmu!"
"Lakukan saja. Saya pengen lihat kemampuan seorang pensiunan polisi yang nggak bisa mendidik anaknya untuk lebih sopan!" Jauhari tersenyum miring untuk meledek lawannya.
"Atau mungkin waktu bikin kamu itu nggak pakai doa. Jadi anaknya ndableg gini. Nggak punya kuasa, masih numpang ke orang tua, sok dan sombong lagi. Ingat, ayahmu sudah pensiun. Kekuasaannya terbatas, beda sama pejabat aktif!" cibir Jauhari.
Ernest memelototi Jauhari yang tetap mempertahankan senyuman mengejek. Dia ingin menyanggah, tetapi kehabisan kata-kata. Pria berambut belah tengah, memandangi saat Jauhari menepuk pundak Nuriel, kemudian mereka memasuki bagian depan mobil MPV hitam.
Ernest menyingkir ke pinggir ketika mobil itu mundur dan memutar, kemudian menjauh. Dia menendang angin karena kesal, sambil berpikir mencari cara membalas hinaan Jauhari.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Sultan Pramudya, ketiga orang di mobil itu kompak diam. Avreen melipat tangan di depan dada sambil menyandar ke belakang. Tatapannya diarahkan ke deretan gedung tinggi di kiri jalan.
Ingatan gadis berbibir penuh, mengembara ke masa-masa dirinya terpesona pada Ernest, sebelum akhirnya menyadari bila dia hanya menjadi korban hasil taruhan para pria muda pengangguran.
Jauhari yang duduk di kursi samping sopir, memfokuskan pandangan ke depan. Dia memikirkan ancaman Ernest dan berencana membicarakan hal itu pada Wirya Arudji Kartawinata, direktur utama PBK. Jauhari tahu, bisa saja itu cuma gertakan kosong, tetapi dia harus bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Jauhari memejamkan mata dan mengurut area tengah dahi. Dia kelelahan setelah bersiaga hampir dua puluh empat jam. Pria berhidung bangir memutuskan untuk libur selama tiga hari ke depan, dan pulang ke rumah orang tuanya.
"Riel, aku mau cuti dari semua unit. Kalau ada apa-apa, kamu hubungi Qadry atau Jeffrey," cetus Jauhari sambil membuka mata.
"Ya, Bang," sahut Nuriel. "Berapa hari off-nya?" tanyanya.
"Tiga hari."
"Pulang nanti, langsung ke unitku?"
"Kayaknya nggak. Nanti jadwalku ke unit lain."
Setibanya di tempat tujuan, Avreen turun seusai dibukakan pintu oleh Jauhari. Mereka jalan berdampingan menuju ruang tamu. Pria berambut tebal tersebut melaporkan pada Sultan bahwa pekerjaannya telah usai, sekaligus menerangkan jika dirinya akan off selama beberapa hari ke depan.
Sekian menit berikutnya, Avreen memandangi pria berlesung pipi, yang sedang berbincang dengan kelima pengawal keluarga Pramudya, di dekat pagar. Dia terus mengawasi, hingga Jauhari memasuki mobil MPV hitam, yang segera menjauh.
Avreen membatin, bila dirinya harus mengucapkan terima kasih pada Jauhari, karena pria tersebut telah membelanya di depan Ernest. Avreen mengingat-ingat untuk menghubungi Jauhari esok hari. Kemudian dia berbalik dan melenggang menuju ruang tengah.
02Hari berganti hari. Jauhari tengah mengemudi, ketika ponselnya bergetar nyaris tanpa henti. Dia penasaran, tetapi karena sedang mengejar waktu akhirnya Jauhari mengabaikan hal itu. Pria berlesung pipi tiba di tempat parkir depan kantor PBK di kawasan Jakarta Selatan. Dia mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Kemudian menyambar ponsel dari dashboard, dan menarik tas kerja di kursi samping kiri. Sekian menit terlewati, Jauhari sudah tiba di lantai 3. Dia mengayunkan tungkai keluar dari lift, sembari memandangi puluhan pengawal muda berbagai angkatan, yang tengah di-briefing Yoga Pratama, direktur operasional PBK. Jauhari tiba di ujung koridor. Dia mengetuk pintu bercat abu-abu sebanyak 3 kali, kemudian membuka benda itu setelah mendapatkan jawaban dari dalam. Jauhari memasuki ruangan. Dia menegakkan badan dan memberi hormat, yang dibalas anggukan Wirya, sang direktur utama PBK. "Tumben kamu ke sini pagi-pagi. Aya naon?" tanya Wirya. "Mau ngobrol bentar," sahut Jauhari.
03Siang menjelang sore itu, Jauhari tiba di kediaman Sultan bersama rekan-rekannya. Mereka tidak melewati pintu utama, melainkan melalui gerbang putih di sisi kanan bangunan. Belasan pria dan beberapa perempuan berpakaian safari hitam, melintasi taman samping sembari berbincang. Avreen yang berada di kamarnya di lantai dua, mengintip dari jendela yang terbuka separuh. Dia memerhatikan para ajudan lapis tiga dan empat yang berbelok ke kiri, hingga mereka menghilang di balik tembok. Avreen menduga jika tim pengawas unit kerja itu hendak melakukan rapat di base camp. Yakni bangunan tiga lantai yang berada di sisi kiri kolam renang. Perempuan berkulit putih bangkit berdiri. Dia menyambar ponsel dari meja rias dan memasukkannya ke saku celana, sebelum melangkah keluar kamar. Suara para bocah terdengar dari ruangan khusus bermain, yang berada di sebelah kiri kamar Avreen. Tempat itu dulunya adalah kamar Mayuree dan Marley. Setelah mereka menikah dan pindah ke rumah masing-masing, dua
04Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal. Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut. "Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah. "Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya. "Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius. "Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima. "Cecurut," imbuh Aditya. "Ikan badut," lontar Hasbi. "Anjing laut," papar Jeffrey. "Singa laut
05"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru."Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas. "Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan." "Buatan Kak Mala pasti pedas." "Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi." Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non." Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?" "Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W." "Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane." "Mau ngapain ke sana?" "Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus." Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus." "Bisa, kan?" "Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
05"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru."Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas. "Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan." "Buatan Kak Mala pasti pedas." "Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi." Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non." Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?" "Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W." "Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane." "Mau ngapain ke sana?" "Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus." Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus." "Bisa, kan?" "Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus
04Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal. Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut. "Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah. "Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya. "Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius. "Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima. "Cecurut," imbuh Aditya. "Ikan badut," lontar Hasbi. "Anjing laut," papar Jeffrey. "Singa laut
03Siang menjelang sore itu, Jauhari tiba di kediaman Sultan bersama rekan-rekannya. Mereka tidak melewati pintu utama, melainkan melalui gerbang putih di sisi kanan bangunan. Belasan pria dan beberapa perempuan berpakaian safari hitam, melintasi taman samping sembari berbincang. Avreen yang berada di kamarnya di lantai dua, mengintip dari jendela yang terbuka separuh. Dia memerhatikan para ajudan lapis tiga dan empat yang berbelok ke kiri, hingga mereka menghilang di balik tembok. Avreen menduga jika tim pengawas unit kerja itu hendak melakukan rapat di base camp. Yakni bangunan tiga lantai yang berada di sisi kiri kolam renang. Perempuan berkulit putih bangkit berdiri. Dia menyambar ponsel dari meja rias dan memasukkannya ke saku celana, sebelum melangkah keluar kamar. Suara para bocah terdengar dari ruangan khusus bermain, yang berada di sebelah kiri kamar Avreen. Tempat itu dulunya adalah kamar Mayuree dan Marley. Setelah mereka menikah dan pindah ke rumah masing-masing, dua
02Hari berganti hari. Jauhari tengah mengemudi, ketika ponselnya bergetar nyaris tanpa henti. Dia penasaran, tetapi karena sedang mengejar waktu akhirnya Jauhari mengabaikan hal itu. Pria berlesung pipi tiba di tempat parkir depan kantor PBK di kawasan Jakarta Selatan. Dia mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Kemudian menyambar ponsel dari dashboard, dan menarik tas kerja di kursi samping kiri. Sekian menit terlewati, Jauhari sudah tiba di lantai 3. Dia mengayunkan tungkai keluar dari lift, sembari memandangi puluhan pengawal muda berbagai angkatan, yang tengah di-briefing Yoga Pratama, direktur operasional PBK. Jauhari tiba di ujung koridor. Dia mengetuk pintu bercat abu-abu sebanyak 3 kali, kemudian membuka benda itu setelah mendapatkan jawaban dari dalam. Jauhari memasuki ruangan. Dia menegakkan badan dan memberi hormat, yang dibalas anggukan Wirya, sang direktur utama PBK. "Tumben kamu ke sini pagi-pagi. Aya naon?" tanya Wirya. "Mau ngobrol bentar," sahut Jauhari.
01"Om, jalannya jangan dekat-dekat," bisik Avreen Ravania Gahyaka. "Saya pengawal khusus Nona, nggak bisa jauh-jauh," sahut pria bermata sipit, sambil membatin, karena lagi-lagi dirinya dipanggil Om. "Udah, deh. Sampai sini aja." "Mohon maaf, Non. Permintaan Pak Sultan, saya harus mendampingi Non sampai acara selesai."Perempuan berkulit putih tiba-tiba berhenti, dan menatap tajam pria berbibir tipis, yang juga turut menghentikan langkah. "Aku malu, tahu nggak?" ketusnya. "Enggak." Avreen mencebik. "Tiap Om dampingin itu, aku diledekin teman-teman!" "Diledekin gimana?" "Aku dibilang piaraan Om. Sugar baby." Pria bersetelan jas biru mengilat semi formal tersebuit, bersusah payah menahan tawa yang nyaris menguar. Dia melirik segerombolan perempuan dan laki-laki muda, yang tengah memerhatikan mereka dari sekitar area."Begini aja, kalau mereka ngeledek lagi, Nona bisa balas kalau justru Nonalah yang membayar saya sebagai, ehm ... apa itu namanya? Yang cowok nyenengin cewek itu?"