05
"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru.
"Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas.
"Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan."
"Buatan Kak Mala pasti pedas."
"Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi."
Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non."
Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?"
"Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W."
"Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane."
"Mau ngapain ke sana?"
"Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus."
Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus."
"Bisa, kan?"
"Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus juga."
"Hmm, ya."
Keduanya saling menatap, sebelum Avreen memutus pandangan dan berbalik. Jauhari mengawasi gadis berkaus biru hingga lenyap dari pandangan.
Jauhari mundur dua langkah dan menutup pintunya. Dia bergegas pindah ke tepi kasur untuk menyantap makanan yang aromanya sangat menggoda.
Sementara itu di tempat berbeda, Khairani tengah memandangi fotonya dan Jauhari, yang diambil saat pesta pernikahan Chairil, beberapa bulan silam.
Khairani merindukan Jauhari yang belakangan kian sibuk dan sulit ditemui. Meskipun mereka bekerja di satu tempat, bahkan sama-sama menjadi asisten Wirya, tetapi Khairani dan Jauhari jarang berjumpa di kantor.
Gadis berparas manis tersebut menggeser layar ponsel untuk mengecek aplikasi pesan. Dia menggulirkan jemari untuk membaca pesan-pesan yang masuk, sebelum akhirnya mendengkus pelan.
Pesan yang dikitimkannya pada Jauhari satu jam lalu, hingga detik itu belum dibalas. Walaupun telah dibaca pria tersebut, tetapi Jauhari tidak membalasnya.
Terdorong rasa penasaran, akhirnya Khairani menelepon Jauhari. Dia menunggu panggilan masuk dengan sedikit tidak sabar. Kala telepon diangkat dan terdengar suara Jauhari menyapanya dengan salam, hati Khairani seketika merasa tenang.
"Waalaikumsalam. Abang lagi apa?" tanya Khairani.
"Makan seblak," sahut Jauhari.
"Beli di mana?"
"Enggak beli. Ini buatan Kak Mala."
"Loh, kok, bisa Abang dapat itu?"
"Aku nginap di mess atas garasi. Tadi rapat lama sama Pak Sultan dan disuruh nginap di sini."
"Pantesan. Chat-ku cuma dibaca dan nggak dibalas."
"Sorry. Aku lupa."
"Ya, udah. Nggak apa-apa."
"Ada hal penting?"
Khairani menggigit bibir bawah. Dia menggerutu dalam hati, karena Jauhari ternyata tidak peka. "Abang weekend ini, sibuk, nggak?" tanyanya.
"Kayaknya nggak. Kenapa?"
"Aku pengen nonton. Ada film bagus di bioskop."
"Boleh. Sabtu siang."
"Enggak sore aja?"
"Kalau sore, rame banget. Siang rada sepi dan bisa konsentrasi nonton."
"Oke, deh. Pulangnya kita makan. Aku yang traktir."
"Semuanya?"
"Yeee! Enggaklah."
"Kamu yang ngajak, berarti kamu yang bayar semuanya."
"Ish! Nggak modal!"
Jauhari terkekeh, demikian juga dengan Khairani. Akrab sejak beberapa tahun lalu menjadikan mereka sudah terbiasa bergurau dan saling mencela. Tidak ada yang boleh tersinggung, karena pastinya akan makin dijahili yang lainnya.
***
Jalinan waktu terus bergulir. Sesuai janji, Sabtu siang, Jauhari dan Khairani berangkat ke pusat perbelanjaan besar di kawasan Jakarta Selatan.
Lalu lintas yang cukup lengang menjadikan perjalanan itu berlangsung lancar. Tidak sampai tiga puluh menit, mereka telah tiba di tempat parkir.
Setelah memarkirkan mobil SUV biru tua dengan rapi, Jauhari mematikan mesinnya, lalu melepaskan sabuk pengaman. Dia membuka pintu dan keluar. Jauhari menutup pintu, sebelum menekan remote untuk mengunci kendaraan.
Tidak berselang lama, pasangan tersebut telah melenggang menyusuri koridor panjang. Berbeda dengan jalanan yang lengang, suasana di mal itu cukup ramai.
Keduanya memutuskan untuk menggunakan eskalator dibandingkan lift. Meskipun harus berpindah-pindah posisi untuk tetap menggunakan eskalator, hal itu lebih cepat daripada harus menunggu lama antre di depan lift.
Sementara di pintu samping kanan lantai satu, Avreen muncul bersama Nuriel dan kedua sahabatnya, Tyas dan Viviane. Keempatnya melenggang menyusuri koridor, sebelum menaiki eskalator.
Kala tiba di lantai empat, Nuriel melihat Jauhari dan Khairani yang tengah berhenti di depan toko. Nuriel spontan memanggol kedua seniornya yang serentak menoleh ke belakang.
Avreen memerhatikan pasangan tersebut sesaat, sebelum berhenti di ujung belokan untuk menunggu Nuriel yang tengah menyambangi Jauhari dan Khairani.
"Itu, siapa, Reen?" tanya Tyas.
"Om Ari," jawab Avreen.
"Bukan yang cowok, tapi ceweknya."
"Kalau nggak salah, namanya Khairani. Asistennya Bang Wirya."
"Oh, teman satu timnya Bang Ari?"
"Hu um."
"Mereka pacaran?" sela Viviane.
"Enggak tahu," sahut Avreen.
"Kayaknya gitu, deh. Nempel mulu," tukas Viviane.
Avreen tidak menyahut. Dia enggan mengomentari kehidupan orang lain, dan memilih untuk tetap mengamati. Nuriel berpamitan pada kedua senior, kemudian dia berbalik untuk mendatangi ketiga perempuan tersebut.
"Non, Bang Ari juga mau ke bioskop. Dia ngajak barengan," tutur Nuriel.
"Aku nggak mau ganggu orang yang lagi pacaran," tolak Avreen.
"Mereka bukan pacaran, cuma sobatan."
"Iyakah?"
"Non tanya aja. Jawabannya pasti sama."
"Males. Aku bukan orang yang suka kepo dengan kehidupan orang lain."
Avreen memindai sekitar, kemudian dia mengajak kedua sahabatnya kembali ke eskalator, untuk melanjutkan perjalanan ke bioskop yang berada di lantai teratas.
Nuriel berpikir sesaat, lalu menyusul ketiga perempuan yang matanya sama-sama sipit. Nurut menunjuk ke atas dan Jauhari membalasnya dengan acungan jempol.
Puluhan menit terlewati, Jauhari dan Khairani memasuki studio dua. Mereka segera menuju kursi deretan tengah, yang ternyata berdekatan dengan kursi yang ditempati kelompok Avreen.
Jauhari menoleh ke kiri dan beradu pandang dengan sang nona, yang menempati kursi yang hanya berselang satu nomor, dengan yang diduduki Jauhari.
"Buat Non." Jauhari mengulurkan satu kaleng minuman soda pada Avreen.
"Om, kok, bisa tahu, kalau aku suka ini?" tanya Avreen sembari mengambil kaleng tersebut.
"Tiap aku ngawal, Non pasti minum itu."
Avreen mengulaskan senyuman. "Makasih."
"Sama-sama."
Keduanya kembali saling menatap selama beberapa saat, sebelum Jauhari mengalihkan pandangan ke depan.
Avreen masih termangu dan baru mengarahkan tatapannya ke kiri, kala dipanggil Tyas. Tidak lama kemudian, lampu-lampu dipadamkan dan ruangan seketika gelap.
Sepanjang pemutaran film romantis mix action ala Hollywod itu, Avreen dan Jauhari beberapa saling melirik. Keduanya akan cepat-cepat mengalihkan perhatian, bila terpergok tengah memandangi.
Saat adegan menegangkan, Khairani mencengkeram tangan kanan Jauhari yang refleks menggeser tangannya menjauh. Khairani menoleh ke kiri dan terpaku kala melihat bila Jauhari tengah mengambil popcorn yang diberikan Avreen.
Hati Khairani tiba-tiba terasa tidak nyaman. Terutama karena Jauhari dan Avreen sama-sama menggeser badan untuk saling mendekat. Khairani mengerutkan dahi, kala Jauhari dan Avreen terlihat berbincang akrab.
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
10"Minggir!" desis Avreen sambil mendelik tajam pada pria berjaket hijau. "Judesnya," ledek Ernest. "Kamu cemberut gitu, tambah imut," godanya. Ernest terbeliak ketika Avreen mencengkeram pergelangan tangannya, dan memelintir hingga badan Ernest terpaksa berputar mengikuti gerakan cepat Avreen. "Kamu tambah jelek kalau meringis gitu," cibir Avreen, sebelum menancapkan kuku jemari kirinya ke tangan Ernest yang spontan memekik. "Suaramu kayak ba-nci!" celanya sembari menambah kekuatan cekalan. "Non, tahan," pinta Jauhari sambil berusaha melepaskan tangan Ernest dari cengkeraman sang nona. "Jangan dicegah! Ini bentuk balas dendamku setelah menjadi bahan taruhannya!" geram Avreen yang mengejutkan orang-orang di sekitar. "Aku tahu, tapi, bukan di sini tempatnya buat nyiksa dia." Jauhari memegangi tangan kanan Avreen sambil menggeleng dua kali. "Tantang saja dia nanti, buat duel sama Non," lanjutnya. "Aku nggak mau bertarung dengan perempuan!" jerit Ernest. "Oh, kalau begitu, kamu
11Hari berganti menjadi minggu. Rencana Avreen untuk berkunjung ke Brisbane, akhirnya dibatalkan. Sebab musim dingin saat itu tengah mencapai puncaknya. Berbeda dengan wilayah Eropa dan Amerika, musim dingin di Australia berlangsung dari awal Juni hingga akhir Agustus. Kendatipun kecewa, tetapi Avreen akhirnya menerima pembatalan itu. Sebagai ganti ke Brisbane, Jourell mengusulkan agar Avreen berkunjung ke Port Stephens. Kota itu adalah pelabuhan dan destinasi wisata di pantai timur New South Wales. Port Stephens dikelilingi 26 pantai dan teluk. Pelabuhan tersebut berada di dalam kawasan taman laut Port Stephens-Great Lakes. Port Stephens memiliki banyak kota-kota, termasuk Nelson Bay dan Raymond Terrace sebagai kota-kota yang lebih besar, serta beberapa desa kecil di sepanjang teluk. Kota-kota itu telah berkembang menjadi lebih menarik seiring dengan pertumbuhan pariwisata, yang berkembang pesat di sana. Untuk mencapai Kota Port Stephens, pengunjung bisa melakukan perjalanan da
12Jauhari mendengarkan penuturan pemilik kafe itu dengan saksama. Dia beradu pandang dengan Harzan, kemudian mereka berbisik-bisik. "Non, kita terpaksa nyari penginapan di sini," ujar Jauhari setelah berbincang dengan Harzan. "Kenapa, Bang?" tanya Avreen. "Kata pemilik kafe, akan ada badai salju di sekitar sini. Waktunya maksimal satu jam dari sekarang. Kita nggak akan sempat kembali ke Sydney, karena mungkin saja badainya meluas." "Hmm, ya. Kita mau nginap di mana?" "Harzan lagi nyari." Jauhari menunjuk rekannya yang tengah sibuk mencari hotel terdekat, melalui aplikasi di ponselnya. "Kita bagi tugas. Non, Tyas dan Viviane, ke toko sebelah. Beli roti atau apa pun yang bisa dimakan. Aku mau ke toko ujung, beli minuman dan lainnya," ungkap Jauhari yang dibalas anggukan sang nona. Tidak berselang lama, kelompok itu telah berada di beberapa toko lain. Nuriel dan Chalid berlari menuju satu-satunya toko souvenir yang masih buka, untuk membeli kaus dan celana panjang model apa pun y
13 *Grup Petinggi PBK* Yanuar : Astagfirullah! @Ari, kenapa anak buahmu jogetnya kacau? Andri : Aku nonton bareng Cayapata, ngakak dia. Wirya : Lien suka malahan. Dia kirim video itu ke grup istri bos PC, pada heboh. Zulfi : Baru kali ini aku lihat Ari uget-uget kayak ulat kaki seribu. Yoga : Menurutku, jogetnya Ari bagus. Tapi, Chalid sama Irham yang merusak harmoni.Alvaro : May sama Juna ketawa terus, tuh. Haryono : Baman mutar videonya sampai lima kali. Suka katanya lihat orang bule joget. Tio : Aku justru fokus ke Tyas. Suaranya bagus banget. Wirya : Boleh ditarik buat jadi tim musik, @Pak Tio?Tio : Ya, tarik aja, @Wirya. Biar Nandira dan Fairish punya teman nyanyi. Sultan : Loh, mereka di mana itu? Kok, banyak bule. Yanuar ; Di hotel, @Ayah. Karena terjebak badai salju, jadinya kemarin mereka nginap di sana. Sultan : Hotel di Sydney? Yanuar : Bukan, tapi di ... apa, ya, nama tempatnya? Ada yang tahu? Wirya : Port Stephens, @Bapak. Sultan : Kayaknya saya belum per
67Jalinan waktu terus bergulir. Tibalah hari yang dinantikan semua umat muslim di seluruh penjuru dunia. Begitu pula di Sydney. Beberapa tempat yang mengadakan salat Ied, dipenuhi banyak orang. Hal serupa juga dilakukan Ishwar dan keluarganya. Mereka telah berada di kantor KBRI di pusat kota, untuk menunaikan salat Iedul Fitri. Taylor dan Kurt yang mengantarkan keempat orang tersebut, menunggu di depan gedung utama. Seusai pelaksanaan salat, keduanya diajak Ishwar untuk ikut bersantap di area dalam. Sementara di kantor polisi, Jauhari telah selesai salat Duha. Meskipun tidak bisa ikut dengan keluarganya untuk salat Ied, Jauhari cukup puas bisa terus hidup dan merayakan hari raya. Seusai salat, Jauhari yang ditemani Loko, beranjak keluar. Langkah mereka terhenti di dekat tangga, ketika berjumpa dengan kelompok Rupert yang semuanya menggunaksn baju koko biru muda."Kalian dapat baju itu, dari mana?" tanya Loko. "Kami dikasih Yusuf, sebelum dia berangkat kemarin," jelas Rupert. "P
66Jauhari memaksakan senyuman saat menyambangi Avreen dan rombongan pimpinan Yanuar, yang berpamitan padanya serta tim caravan. Sesuai janji, Hisyam dan Aditya tidak ikut dalam rombongan itu. Mereka hendak menunggu keluarga Jauhari tiba tiga hari mendatang. Kemudian mereka akan mudik ke Indonesia di hari terakhir puasa, bersama Yusuf. Jauhari meminta Avreen untuk berhenti menangis, saat gadis tersebut berpamitan padanya. Jauhari hanya membelai rambut Avreen dan tidak berani mendekapnya, karena tengah dipandangi banyak orang. Belasan menit terlewati, Jauhari masih termangu di kursi teras depan ruang tunggu. Dia diizinkan Harper untuk melepas keberangkatan bus, yang membawa rombongan tim Indonesia menuju bandara. Hisyam merangkul pundak sahabatnya dari kiri. Dia memahami jika Jauhari pasti ingin ikut mudik seperti yang lainnya. Meskipun keluarga Jauhari akan datang, tetap saja dia masih merindukan bisa berkumpul dengan kerabat, seperti tahun-tahun sebelumnya. Loko dan Taylor yang b
65*Grup Mega Proyek* Yanuar : @Sebastian, selamat jadi calon Papa. Bryan : Rinjani hamil? Yanuar : Ya, @Mas Bryan. Bryan : Ikut senang aku. Keven : Sudah berapa bulan hamilnya? Hansel : Dari perutnya, kutebak, 6 minggu. Keven : Memangnya kamu lihat perut Rinjani? @Hansel. Hansel : @Mas Keven, aku yang bawa Rinjani ke rumah sakit, karena Tian lagi di Ontario. Keven : Aku lupa kalau kamu lagi ngamen di Kanada. Hansel : Astaga! Kenapa kakakku jadi pikun? Alvaro : Pasti ketularan Sipitih. Mereka, kan, dinas bareng bulan lalu. Wirya : Jangan dekat-dekat sama Yanuar. Zulfi : Hu um. Nanti katepaan pelupa.Brayden : Apa itu, katepaan? Zulfi : Ketularan, @Mas Brayden. Zein : Ketempelan. Hendri : Sawan. Martin : Kesurupan. Lithfan : Muncul aja pasukan pengejar hantu, bahasannya berubah jadi horor. Lainufar : @Mas Sebastian, selamat! Zainal : Aku kasih tahu Triska, langsung jerit-jerit dia. Arya : Dahayu, nangis. Baskara : Renata juga sama. Dante : Edelweiss sesenggukan h
64Rupert dan rekan-rekannya tiba di kantor polisi menjelang jam 6 sore. Mereka berhenti di ruang tunggu dan ikut duduk bersama kelompok Jauhari, yang tengah menantikan waktu berbuka puasa. Rupert menerangkan putusan hakim yang sesuai dengan perjanjian mereka. Yakni, tim Rupert dijatuhi hukuman 1 tahun 3 bulan penjara, potong masa tahanan. Dengan begitu, tim Rupert bisa mendampingi Jauhari di penjara umum. Saat terdengar azan magrib dari ponsel banyak orang, Rupert dan teman-temannya ikut bersantap. Bahkan, mereka menambah porsi dan menyebabkan yang lainnya bingung. "Kamu makannya banyak sekali, Rupert," cakap Yìchèn. "Aku tidak makan siang tadi, dan hanya minum. Jadi aku sangat lapar," terang Rupert di sela-sela mengunyah. "Kenapa tidak makan siang?" "Aku mencoba ikut puasa, dan ternyata sangat berat." Yìchèn berdecih. "Aku sudah ikut puasa dari hari pertama. Tapi tidak seperti kamu yang kalap makan." "Kamu puasa full? Maksudku, dari subuh?" "Ya. Tiap mereka sahur, aku juga
63Selama tiga hari berikutnya, Avreen tidak datang mengunjungi Jauhari. Gadis bermata sipit itu masih kesal, karena pria tersebut meragukan kekuatannya untuk bertahan setia. Sore itu, Avreen didatangi Yoga, Haryono, Yusuf dan Nanang. Mereka mengajak sang gadis berjalan-jalan, dengan alasan hendak membeli oleh-oleh buat keluarga dan kerabat di Indonesia. Avreen tidak bisa menolak dan menerima ajakan itu. Sebab dia juga hendak berbelanja. Aisyah, Tyas dan Viviane menumpang di mobil MPV yang dikemudikan Yusuf. Sedangkan Mizan dan Shahid menumpang di mobil operasional PBK yang disopiri Nanang. Puluhan menit berlalu, mereka telah selesai berbelanja, dan sedang menunggu waktu berbuka puasa, di salah satu restoran western di pusat perbelanjaan. "Bang, kapan kita akan berangkat?" tanya Avreen. "Maksimal 5 hari lagi. Nunggu rombongan Yanuar datang," jawab Yoga. "Apa orang tua Bang Ari juga ikut datang?" "Kayaknya nggak. Mereka baru berangkat dua hari sebelum lebaran." "Berarti aku ngg
62Stanford mendengkus, sesaat setelah mendapatkan laporan dari Servaas yang baru tiba di kediaman Candy, pacar terbaru Baylon. Servaas sebenarnya ingin ikut Stanford, tetapi mantan ketua pengawal Baylon itu memintanya untuk bertahan dan menjadi informan buat tim Stanford. Kendatipun kecewa pada Baylon, tetapi Stanford dan teman-temannya tetap memantau kegiatan Baylon, alias menjaganya dari jauh. Setelah menutup sambungan telepon, Stanford beralih menelepon seseorang. Mereka berjanji temu, dan dia segera berangkat agar bisa tiba di tempat perjanjian itu tepat waktu. Puluhan menit terlewati, Stanford memasuki ruang VIP sebuah restoran di pusat kota. Dia terkejut melihat Owen dan Anzac juga berada di sana, bersama Allambee serta Rogan. Stanford yang datang bersama sepupunya, Hildo, menyalami semua orang, sebelum mereka duduk di dua kursi kosong. "Menurut laporan kerabatku, kemungkinan yang mengintai tadi adalah mantan anak buah Brecht," cakap Allambee memulai perbincangan. "Siapa
61Hari berganti. Kelompok Jauhari kembali melaksanakan persidangan. Meskipun lelah jiwa dan raga, tetapi mereka tetap mengikuti persidangan hingga tuntas. Lembayung senja sudah hampir mendekati garis cakrawala, ketika konvoi banyak kendaraan itu tiba di tempat parkir kantor polisi pusat. Semua penumpang turun sambil membawa barang masing-masing. Mereka berhenti di ruang tamu, lalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk berbuka puasa. Para penjaga diantarkan ransum masing-masing, sesuai instruksi dari Yoga. Hal itu dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih atas kerjasama yang baik, antara tim PBK dan petugas jaga, selama 8 bulan terakhir. Puluhan menit terlewati, Yoga dan yang lainnya kembali ke caravan untuk menunaikan salat Magrib secara bergantian. Kemudian, Haryono, Riaz, Nawang dan Nanang mengantarkan tim Avreen ke apartemen, sekaligus untuk menginap di sana. Menjelang waktu isya, Yoga dan semua anak buahnya berpindah ke ruangan di ujung kanan bangunan utama. Yoga berhasil memb
60Matahari baru naik sepenggalah, ketika Jauhari dan teman-temannya diantarkan petugas jaga ke ruang kerja Gilbert. Kelima pria yang sama-sama menggunakan kaus krem, terkejut melihat banyak orang di ruangan kepala polisi. Termasuk Elfman dan dua koleganya. Tidak berselang lama, tim Rupert muncul. Mereka duduk berdampingan di bangku panjang yang baru dipindahkan dari depan, supaya semua orang di ruangan itu bisa duduk. Gilbert menerangkan hasil keputusan pihak kejaksaan, yang akan kembali memindahkan beberapa tahanan ke lapas mereka. Namun, hanya Jauhari dan Rupert yang akan dijemput kembali, sedangkan yang lainnya tetap di kantor polisi.Hal itu tentu saja diprotes Cayden dan tim kuasa hukum tim PBK. Harzan juga menyampaikan keberatan, karena dia khawatir dengan keselamatan Jauhari. "Izinkan satu orang lagi menempati sel di sana. Apalagi tim kami sedang berpuasa. Akan terasa sangat berat menjalani ibadah bila hanya sendirian," ungkap Cayden. Gilbert mengalihkan pandangan pada ke
59Kloter 7 tiba sore itu waktu setempat. Mereka dijemput Chatur dengan menggunakan bus kecil, yang dipinjam dari hotel Arvasathya Grup, beserta sopirnya. Sepanjang jalan menuju kantor polisi pusat, Chatur menerangkan situasi teraktual. Yoga dan Haryono bergantian bertanya, sedangkan para junior tetap diam mendengarkan dengan serius. Setibanya di tempat tujuan, mereka disambut tim Yusuf. Seusai melepas rindu, mereka memasuki ruang tamu lapas1 untuk bertemu regu Jauhari. Puluhan orang tersebut berbincang dengan suara pelan. Sebab telah masuk bulan Ramadhan dan hampir semuanya berpuasa, tidak ada hidangan yang disuguhkan. "Suf, apa sudah dibagi, siapa saja yang bertugas mulai besok?" tanya Yoga."Ya, Bang," jawab Yusuf sambil membuka buku catatannya. "Caravan satu, ditempati Riaz, Ruben, Gumilang, Faidhan, Eijaz dan Abizar. Caravan dua, Jafan, Angga, Nadeem, Girish, Raffan, dan Zidni," lanjutnya. "Hari berikutnya, senior di caravan satu digantikan Samuel dan Bunji. Caravan dua, Dedi