03
Siang menjelang sore itu, Jauhari tiba di kediaman Sultan bersama rekan-rekannya. Mereka tidak melewati pintu utama, melainkan melalui gerbang putih di sisi kanan bangunan.
Belasan pria dan beberapa perempuan berpakaian safari hitam, melintasi taman samping sembari berbincang.
Avreen yang berada di kamarnya di lantai dua, mengintip dari jendela yang terbuka separuh. Dia memerhatikan para ajudan lapis tiga dan empat yang berbelok ke kiri, hingga mereka menghilang di balik tembok.
Avreen menduga jika tim pengawas unit kerja itu hendak melakukan rapat di base camp. Yakni bangunan tiga lantai yang berada di sisi kiri kolam renang.
Perempuan berkulit putih bangkit berdiri. Dia menyambar ponsel dari meja rias dan memasukkannya ke saku celana, sebelum melangkah keluar kamar.
Suara para bocah terdengar dari ruangan khusus bermain, yang berada di sebelah kiri kamar Avreen. Tempat itu dulunya adalah kamar Mayuree dan Marley. Setelah mereka menikah dan pindah ke rumah masing-masing, dua kamar itu dibongkar dan disatukan menjadi ruangan bermain.
Avreen yang tinggal di rumah itu sejak 3 tahun lalu, menempati kamar bekas Malanaya, yang ukurannya lebih besar dari dua kamar di depan.
Avreen pindah ke Jakarta untuk menempuh kuliah sarjana di universitas yang sama dengan para Kakak sepupunya. Winarti yang meminta Avreen untuk menetap di rumahnya, untuk menemani istri Sultan Pramudya tersebut.
Semenjak keempat anaknya menikah dan menempati rumah masing-masing, hanya Panglima Labdajaya yang menemani Ayah dan ibunya di rumah besar.
Panglima adalah putra satu-satunya dari Maharani, Adik bungsu Sultan, yang menetap di Bengkulu. Sementara Prabu Lintang Jagad dan Mahapatih Jayantaka, merupakan anak dari Adik Sultan, yakni Raja Pramudya, yang menetap di Malang, kota kelahiran Sultan.
Prabu tinggal di seberang kediaman Sultan. Rumahnya berderet dengan rumah Marley, mess pengawal dan rumah Alvaro. Sedangkan Tio tinggal di kompleks yang sama dengan Wirya, hanya berbeda cluster.
Jauhari dan teman-temannya juga memiliki rumah di kompleks terdekat dengan kediaman Wirya. Tio dan rekan-rekannya dari tim PG, telah membangun kompleks kuldesak dengan berbagai tipe, yang diberi nama cluster 7.
Rumah Jauhari merupakan tipe 56 dan berderet dengan rumah Hisyam, Yusuf, Aditya, Dimas dan Syuja. Deretan belakang telah dibeli Alvaro sepenuhnya. Dia sengaja memborong, agar keenam bangunan itu tidak dimiliki orang di luar PBK.
Cluster itu hanya berbatasan tembok dengan cluster 5, di mana Wirya dan rekan-rekannya menetap. Mereka mendapat izin dari pihak pengelola, untuk membuat gerbang penghubung dua cluster, supaya lebih mudah berkumpul dengan para pengawal muda dan teman-teman anggota PG, serta PC dan PCD, yang tinggal di cluster 7.
Avreen menuruni tangga sambil bersenandung. Tiba di lantai bawah, dia berbalik dan spontan menjerit, karena dikageti oleh Marley. Avreen memukuli Kakak sepupunya, yang justru terus memancing agar gadis tersebut mengeluarkan jurus karate secara penuh.
"Yama zuki. Mae geri dan mawashi geri!" seru Marley sembari menangkis serangan Avreen. "Yang kuat, Dek. Masih lemah ini!" pekiknya sambil bergerak mundur.
Winarti yang menyaksikan hal itu, hanya bisa menggeleng pelan. Meskipun sudah terbiasa rumahnya dijadikan tempat latihan bela diri oleh semua anak, menantu dan para pengawal, tetap saja Winarti terkaget-kaget.
Ketika Avreen terjatuh, Winarti nyaris memekik. Dia khawatir gadis itu terluka. Namun, Avreen segera bangkit dan kembali menyerang kakaknya dengan semangat.
"Kalau lagi lowong, berlatih sama Nuriel," cakap Marley, sesaat setelah berhenti berkelahi pura-pura. "Pukulan dan tendanganmu masih lemah. Nanti lawanmu nggak berasa sakit," lanjutnya sembari menarik tangan sang adik, untuk duduk di sofa ruang tengah.
"Bang Nuriel nggak berani ngelatih aku," terang Avreen sambil mengatur napasnya yang memburu.
"Kenapa?" tanya Marley.
"Dia pernah ninju lenganku dan sakit banget. Aku nangis. Dia panik."
Marley melengos. "Namanya lagi berlatih, jangan nangis."
"Sakit, Mas."
"Kalau latihannya pura-pura, pas berantem beneran kamu akan tetap lemah."
Avreen meringis. "Aku memang nggak segahar Kak Liana, Kak May dan Kak Mala, atau Kak Dinda. Hatiku lembut bak sponge cake."
"Kamu nyebut itu, aku jadi pengen." Marley mengambil ponsel dari meja. "Mau pesan, nggak?" tanyanya sambil mengutak-atik layar ponsel.
"Aku mau red velvet."
"Oke." Marley menengadah untuk menatap Winarti. "Ibu mau?" tanyanya.
"Kamu pesan dari toko siapa?" Winarti balik bertanya.
"Falea. Dia buka cabang baru di dekat POMAD," jelas Marley.
"Ada bikang atau ketupat ebi?"
Marley mengecek daftar menu. "Talam ebi, sisa 10. Bikang, ada 8."
"Beli semua. Sama pie, yang besar. Dua pack."
"Ada lagi?"
"Aku juga mau caikue," sela Yunara, anak Malanaya dan Yanuar, yang baru turun dari lantai dua bersama para sepupunya.
"Aku mau roti abon," pinta Arjuna, anak pertama Alvaro dan Mayuree, sambil mengarahkan Fadel, anak Prabu dan Dinda, agar duduk di dekat neneknya.
"Aku mau ... apa tuh, Yah? Yang waktu itu Bunda beli," timpal Krisna sembari duduk di sebelah kanan ayahnya.
"Kayak gimana, Mas?" desak Marley.
"Kotak-kotak. Ada kelapanya," jelas Krisna.
"Klappertart," celetuk Avreen.
"Ya, yang itu," balas Krisna.
Sementara di lantai tiga base camp, Jauhari dan teman-temannya tengah mendengarkan penjelasan Wirya, tentang perubahan jadwal kerja sampai akhir tahun nanti.
Jauhari yang merupakan asisten satu Wirya, mengecek ulang jadwalnya yang ternyata lebih padat dari jadwal sebelumnya.
Jauhari menggaruk-garuk dagunya. Dia tidak bisa memprotes, karena tahu jika Wirya sengaja mengatur seperti itu, supaya bisa melatih Jauhari lebih berat dibandingkan yang lainnya.
Sejak Deaember tahun lalu, telah diumumkan posisi penting kesepuluh anggota pengawal lapis tiga. Hisyam, Jauhari, Aditya, Yusuf dan Jeffrey akan diarahkan untuk menjadi pengganti petinggi PBK. Sementara Qadry, Chairil, Fawwaz, Ibrahim dan Nanang, nantinya akan mengelola PB.
PBK dan PB merupakan dua perusahaan dalam satu panji Pramudya-Baltissen Grup. Bila PB menyediakan tenaga sekuriti, PBK khusus menangani pengawal pribadi.
Yanuar yang menjadi direktur utama PB, hendak lengser awal tahun depan. Sebab itu Qadry dan keempat sahabatnya telah dibebastugaskan dari posisi mereka sebagai pengawal, ataupun pengawas unit kerja. Sebab mereka harus bekerja keras menguasai posisi pekerjaan masing-masing.
Wirya yang tadinya juga hendak melepaskan jabatan, terpaksa menundanya. Hisyam yang masih bertugas di London, baru selesai kontrak kerjanya awal Desember mendatang.
Selain itu, Sultan, Gustavo dan Tio telah meminta Wirya untuk tetap menjadi dirut PBK sampai Hisyam siap menggantikan posisinya, paling cepat 2 tahun lagi.
"Ada yang mau bertanya?" Wirya memerhatikan sekeliling.
Hasbi, anggota tim lapis empat mengangkat tangan kanannya. "Bang, aku dialihkan pegang Eropa mana aja?" tanyanya.
"Semuanya. Karena unit kerja kita nambah. Begitu pula dengan proyek para bos PG, yang menjadi tanggung jawab kita untuk menjadi pengawasnya," jelas Wirya.
"Kami cuma berenam. Aku, Dimas, Syuja, Bang Ari, Bang Yusuf dan Bang Jeffrey. Kayaknya berat pegang wilayah sebesar itu dengan sedikit orang."
"Kamu lupa? Di sana ada Lazuardi, Sanjaya, Azri, Robi, Valdi, Irwin dan Frank. Syafid, Fattah dan Kurniawan juga sudah oke banget jadi asisten Hisyam sama Rangga."
"Oh, Bang Robi dan teman-temannya, masih dinas di sana?"
"Ya, sampai Juli tahun depan."
"Kupikir mereka ikut pulang juga dengan tim Bang Hisyam."
"Enggak. Hanya Hisyam, Utari, Puspa, Fatma, dan Beni yang pulang. Lainnya masih stay. Termasuk Kimora."
"Pacarku masih di sana. Tenang aku." Hasbi tersenyum saat diteriaki teman-temannya.
"Kamu ngomong gitu, sudah nyiapin antaran berapa?" tanya Wirya. "Keluarga Pangestu itu konglomerat. Nggak mungkin cuma ngasih antaran 100 juta," lanjutnya.
"Muka Hasbi langsung pucat," ledek Jauhari.
"Keringat dingin," imbuh Yusuf.
"Baek-baek habis ini Hasbi kejang-kejang," sahut Aditya.
"Pingsan," balas Jeffrey.
"Koma," tambah Fawwaz.
"Habis itu, koit," pungkas Nanang.
04Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal. Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut. "Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah. "Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya. "Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius. "Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima. "Cecurut," imbuh Aditya. "Ikan badut," lontar Hasbi. "Anjing laut," papar Jeffrey. "Singa laut
05"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru."Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas. "Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan." "Buatan Kak Mala pasti pedas." "Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi." Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non." Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?" "Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W." "Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane." "Mau ngapain ke sana?" "Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus." Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus." "Bisa, kan?" "Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
10"Minggir!" desis Avreen sambil mendelik tajam pada pria berjaket hijau. "Judesnya," ledek Ernest. "Kamu cemberut gitu, tambah imut," godanya. Ernest terbeliak ketika Avreen mencengkeram pergelangan tangannya, dan memelintir hingga badan Ernest terpaksa berputar mengikuti gerakan cepat Avreen. "Kamu tambah jelek kalau meringis gitu," cibir Avreen, sebelum menancapkan kuku jemari kirinya ke tangan Ernest yang spontan memekik. "Suaramu kayak ba-nci!" celanya sembari menambah kekuatan cekalan. "Non, tahan," pinta Jauhari sambil berusaha melepaskan tangan Ernest dari cengkeraman sang nona. "Jangan dicegah! Ini bentuk balas dendamku setelah menjadi bahan taruhannya!" geram Avreen yang mengejutkan orang-orang di sekitar. "Aku tahu, tapi, bukan di sini tempatnya buat nyiksa dia." Jauhari memegangi tangan kanan Avreen sambil menggeleng dua kali. "Tantang saja dia nanti, buat duel sama Non," lanjutnya. "Aku nggak mau bertarung dengan perempuan!" jerit Ernest. "Oh, kalau begitu, kamu
11Hari berganti menjadi minggu. Rencana Avreen untuk berkunjung ke Brisbane, akhirnya dibatalkan. Sebab musim dingin saat itu tengah mencapai puncaknya. Berbeda dengan wilayah Eropa dan Amerika, musim dingin di Australia berlangsung dari awal Juni hingga akhir Agustus. Kendatipun kecewa, tetapi Avreen akhirnya menerima pembatalan itu. Sebagai ganti ke Brisbane, Jourell mengusulkan agar Avreen berkunjung ke Port Stephens. Kota itu adalah pelabuhan dan destinasi wisata di pantai timur New South Wales. Port Stephens dikelilingi 26 pantai dan teluk. Pelabuhan tersebut berada di dalam kawasan taman laut Port Stephens-Great Lakes. Port Stephens memiliki banyak kota-kota, termasuk Nelson Bay dan Raymond Terrace sebagai kota-kota yang lebih besar, serta beberapa desa kecil di sepanjang teluk. Kota-kota itu telah berkembang menjadi lebih menarik seiring dengan pertumbuhan pariwisata, yang berkembang pesat di sana. Untuk mencapai Kota Port Stephens, pengunjung bisa melakukan perjalanan da
67Jalinan waktu terus bergulir. Tibalah hari yang dinantikan semua umat muslim di seluruh penjuru dunia. Begitu pula di Sydney. Beberapa tempat yang mengadakan salat Ied, dipenuhi banyak orang. Hal serupa juga dilakukan Ishwar dan keluarganya. Mereka telah berada di kantor KBRI di pusat kota, untuk menunaikan salat Iedul Fitri. Taylor dan Kurt yang mengantarkan keempat orang tersebut, menunggu di depan gedung utama. Seusai pelaksanaan salat, keduanya diajak Ishwar untuk ikut bersantap di area dalam. Sementara di kantor polisi, Jauhari telah selesai salat Duha. Meskipun tidak bisa ikut dengan keluarganya untuk salat Ied, Jauhari cukup puas bisa terus hidup dan merayakan hari raya. Seusai salat, Jauhari yang ditemani Loko, beranjak keluar. Langkah mereka terhenti di dekat tangga, ketika berjumpa dengan kelompok Rupert yang semuanya menggunaksn baju koko biru muda."Kalian dapat baju itu, dari mana?" tanya Loko. "Kami dikasih Yusuf, sebelum dia berangkat kemarin," jelas Rupert. "P
66Jauhari memaksakan senyuman saat menyambangi Avreen dan rombongan pimpinan Yanuar, yang berpamitan padanya serta tim caravan. Sesuai janji, Hisyam dan Aditya tidak ikut dalam rombongan itu. Mereka hendak menunggu keluarga Jauhari tiba tiga hari mendatang. Kemudian mereka akan mudik ke Indonesia di hari terakhir puasa, bersama Yusuf. Jauhari meminta Avreen untuk berhenti menangis, saat gadis tersebut berpamitan padanya. Jauhari hanya membelai rambut Avreen dan tidak berani mendekapnya, karena tengah dipandangi banyak orang. Belasan menit terlewati, Jauhari masih termangu di kursi teras depan ruang tunggu. Dia diizinkan Harper untuk melepas keberangkatan bus, yang membawa rombongan tim Indonesia menuju bandara. Hisyam merangkul pundak sahabatnya dari kiri. Dia memahami jika Jauhari pasti ingin ikut mudik seperti yang lainnya. Meskipun keluarga Jauhari akan datang, tetap saja dia masih merindukan bisa berkumpul dengan kerabat, seperti tahun-tahun sebelumnya. Loko dan Taylor yang b
65*Grup Mega Proyek* Yanuar : @Sebastian, selamat jadi calon Papa. Bryan : Rinjani hamil? Yanuar : Ya, @Mas Bryan. Bryan : Ikut senang aku. Keven : Sudah berapa bulan hamilnya? Hansel : Dari perutnya, kutebak, 6 minggu. Keven : Memangnya kamu lihat perut Rinjani? @Hansel. Hansel : @Mas Keven, aku yang bawa Rinjani ke rumah sakit, karena Tian lagi di Ontario. Keven : Aku lupa kalau kamu lagi ngamen di Kanada. Hansel : Astaga! Kenapa kakakku jadi pikun? Alvaro : Pasti ketularan Sipitih. Mereka, kan, dinas bareng bulan lalu. Wirya : Jangan dekat-dekat sama Yanuar. Zulfi : Hu um. Nanti katepaan pelupa.Brayden : Apa itu, katepaan? Zulfi : Ketularan, @Mas Brayden. Zein : Ketempelan. Hendri : Sawan. Martin : Kesurupan. Lithfan : Muncul aja pasukan pengejar hantu, bahasannya berubah jadi horor. Lainufar : @Mas Sebastian, selamat! Zainal : Aku kasih tahu Triska, langsung jerit-jerit dia. Arya : Dahayu, nangis. Baskara : Renata juga sama. Dante : Edelweiss sesenggukan h
64Rupert dan rekan-rekannya tiba di kantor polisi menjelang jam 6 sore. Mereka berhenti di ruang tunggu dan ikut duduk bersama kelompok Jauhari, yang tengah menantikan waktu berbuka puasa. Rupert menerangkan putusan hakim yang sesuai dengan perjanjian mereka. Yakni, tim Rupert dijatuhi hukuman 1 tahun 3 bulan penjara, potong masa tahanan. Dengan begitu, tim Rupert bisa mendampingi Jauhari di penjara umum. Saat terdengar azan magrib dari ponsel banyak orang, Rupert dan teman-temannya ikut bersantap. Bahkan, mereka menambah porsi dan menyebabkan yang lainnya bingung. "Kamu makannya banyak sekali, Rupert," cakap Yìchèn. "Aku tidak makan siang tadi, dan hanya minum. Jadi aku sangat lapar," terang Rupert di sela-sela mengunyah. "Kenapa tidak makan siang?" "Aku mencoba ikut puasa, dan ternyata sangat berat." Yìchèn berdecih. "Aku sudah ikut puasa dari hari pertama. Tapi tidak seperti kamu yang kalap makan." "Kamu puasa full? Maksudku, dari subuh?" "Ya. Tiap mereka sahur, aku juga
63Selama tiga hari berikutnya, Avreen tidak datang mengunjungi Jauhari. Gadis bermata sipit itu masih kesal, karena pria tersebut meragukan kekuatannya untuk bertahan setia. Sore itu, Avreen didatangi Yoga, Haryono, Yusuf dan Nanang. Mereka mengajak sang gadis berjalan-jalan, dengan alasan hendak membeli oleh-oleh buat keluarga dan kerabat di Indonesia. Avreen tidak bisa menolak dan menerima ajakan itu. Sebab dia juga hendak berbelanja. Aisyah, Tyas dan Viviane menumpang di mobil MPV yang dikemudikan Yusuf. Sedangkan Mizan dan Shahid menumpang di mobil operasional PBK yang disopiri Nanang. Puluhan menit berlalu, mereka telah selesai berbelanja, dan sedang menunggu waktu berbuka puasa, di salah satu restoran western di pusat perbelanjaan. "Bang, kapan kita akan berangkat?" tanya Avreen. "Maksimal 5 hari lagi. Nunggu rombongan Yanuar datang," jawab Yoga. "Apa orang tua Bang Ari juga ikut datang?" "Kayaknya nggak. Mereka baru berangkat dua hari sebelum lebaran." "Berarti aku ngg
62Stanford mendengkus, sesaat setelah mendapatkan laporan dari Servaas yang baru tiba di kediaman Candy, pacar terbaru Baylon. Servaas sebenarnya ingin ikut Stanford, tetapi mantan ketua pengawal Baylon itu memintanya untuk bertahan dan menjadi informan buat tim Stanford. Kendatipun kecewa pada Baylon, tetapi Stanford dan teman-temannya tetap memantau kegiatan Baylon, alias menjaganya dari jauh. Setelah menutup sambungan telepon, Stanford beralih menelepon seseorang. Mereka berjanji temu, dan dia segera berangkat agar bisa tiba di tempat perjanjian itu tepat waktu. Puluhan menit terlewati, Stanford memasuki ruang VIP sebuah restoran di pusat kota. Dia terkejut melihat Owen dan Anzac juga berada di sana, bersama Allambee serta Rogan. Stanford yang datang bersama sepupunya, Hildo, menyalami semua orang, sebelum mereka duduk di dua kursi kosong. "Menurut laporan kerabatku, kemungkinan yang mengintai tadi adalah mantan anak buah Brecht," cakap Allambee memulai perbincangan. "Siapa
61Hari berganti. Kelompok Jauhari kembali melaksanakan persidangan. Meskipun lelah jiwa dan raga, tetapi mereka tetap mengikuti persidangan hingga tuntas. Lembayung senja sudah hampir mendekati garis cakrawala, ketika konvoi banyak kendaraan itu tiba di tempat parkir kantor polisi pusat. Semua penumpang turun sambil membawa barang masing-masing. Mereka berhenti di ruang tamu, lalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk berbuka puasa. Para penjaga diantarkan ransum masing-masing, sesuai instruksi dari Yoga. Hal itu dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih atas kerjasama yang baik, antara tim PBK dan petugas jaga, selama 8 bulan terakhir. Puluhan menit terlewati, Yoga dan yang lainnya kembali ke caravan untuk menunaikan salat Magrib secara bergantian. Kemudian, Haryono, Riaz, Nawang dan Nanang mengantarkan tim Avreen ke apartemen, sekaligus untuk menginap di sana. Menjelang waktu isya, Yoga dan semua anak buahnya berpindah ke ruangan di ujung kanan bangunan utama. Yoga berhasil memb
60Matahari baru naik sepenggalah, ketika Jauhari dan teman-temannya diantarkan petugas jaga ke ruang kerja Gilbert. Kelima pria yang sama-sama menggunakan kaus krem, terkejut melihat banyak orang di ruangan kepala polisi. Termasuk Elfman dan dua koleganya. Tidak berselang lama, tim Rupert muncul. Mereka duduk berdampingan di bangku panjang yang baru dipindahkan dari depan, supaya semua orang di ruangan itu bisa duduk. Gilbert menerangkan hasil keputusan pihak kejaksaan, yang akan kembali memindahkan beberapa tahanan ke lapas mereka. Namun, hanya Jauhari dan Rupert yang akan dijemput kembali, sedangkan yang lainnya tetap di kantor polisi.Hal itu tentu saja diprotes Cayden dan tim kuasa hukum tim PBK. Harzan juga menyampaikan keberatan, karena dia khawatir dengan keselamatan Jauhari. "Izinkan satu orang lagi menempati sel di sana. Apalagi tim kami sedang berpuasa. Akan terasa sangat berat menjalani ibadah bila hanya sendirian," ungkap Cayden. Gilbert mengalihkan pandangan pada ke
59Kloter 7 tiba sore itu waktu setempat. Mereka dijemput Chatur dengan menggunakan bus kecil, yang dipinjam dari hotel Arvasathya Grup, beserta sopirnya. Sepanjang jalan menuju kantor polisi pusat, Chatur menerangkan situasi teraktual. Yoga dan Haryono bergantian bertanya, sedangkan para junior tetap diam mendengarkan dengan serius. Setibanya di tempat tujuan, mereka disambut tim Yusuf. Seusai melepas rindu, mereka memasuki ruang tamu lapas1 untuk bertemu regu Jauhari. Puluhan orang tersebut berbincang dengan suara pelan. Sebab telah masuk bulan Ramadhan dan hampir semuanya berpuasa, tidak ada hidangan yang disuguhkan. "Suf, apa sudah dibagi, siapa saja yang bertugas mulai besok?" tanya Yoga."Ya, Bang," jawab Yusuf sambil membuka buku catatannya. "Caravan satu, ditempati Riaz, Ruben, Gumilang, Faidhan, Eijaz dan Abizar. Caravan dua, Jafan, Angga, Nadeem, Girish, Raffan, dan Zidni," lanjutnya. "Hari berikutnya, senior di caravan satu digantikan Samuel dan Bunji. Caravan dua, Dedi