03
Siang menjelang sore itu, Jauhari tiba di kediaman Sultan bersama rekan-rekannya. Mereka tidak melewati pintu utama, melainkan melalui gerbang putih di sisi kanan bangunan.
Belasan pria dan beberapa perempuan berpakaian safari hitam, melintasi taman samping sembari berbincang.
Avreen yang berada di kamarnya di lantai dua, mengintip dari jendela yang terbuka separuh. Dia memerhatikan para ajudan lapis tiga dan empat yang berbelok ke kiri, hingga mereka menghilang di balik tembok.
Avreen menduga jika tim pengawas unit kerja itu hendak melakukan rapat di base camp. Yakni bangunan tiga lantai yang berada di sisi kiri kolam renang.
Perempuan berkulit putih bangkit berdiri. Dia menyambar ponsel dari meja rias dan memasukkannya ke saku celana, sebelum melangkah keluar kamar.
Suara para bocah terdengar dari ruangan khusus bermain, yang berada di sebelah kiri kamar Avreen. Tempat itu dulunya adalah kamar Mayuree dan Marley. Setelah mereka menikah dan pindah ke rumah masing-masing, dua kamar itu dibongkar dan disatukan menjadi ruangan bermain.
Avreen yang tinggal di rumah itu sejak 3 tahun lalu, menempati kamar bekas Malanaya, yang ukurannya lebih besar dari dua kamar di depan.
Avreen pindah ke Jakarta untuk menempuh kuliah sarjana di universitas yang sama dengan para Kakak sepupunya. Winarti yang meminta Avreen untuk menetap di rumahnya, untuk menemani istri Sultan Pramudya tersebut.
Semenjak keempat anaknya menikah dan menempati rumah masing-masing, hanya Panglima Labdajaya yang menemani Ayah dan ibunya di rumah besar.
Panglima adalah putra satu-satunya dari Maharani, Adik bungsu Sultan, yang menetap di Bengkulu. Sementara Prabu Lintang Jagad dan Mahapatih Jayantaka, merupakan anak dari Adik Sultan, yakni Raja Pramudya, yang menetap di Malang, kota kelahiran Sultan.
Prabu tinggal di seberang kediaman Sultan. Rumahnya berderet dengan rumah Marley, mess pengawal dan rumah Alvaro. Sedangkan Tio tinggal di kompleks yang sama dengan Wirya, hanya berbeda cluster.
Jauhari dan teman-temannya juga memiliki rumah di kompleks terdekat dengan kediaman Wirya. Tio dan rekan-rekannya dari tim PG, telah membangun kompleks kuldesak dengan berbagai tipe, yang diberi nama cluster 7.
Rumah Jauhari merupakan tipe 56 dan berderet dengan rumah Hisyam, Yusuf, Aditya, Dimas dan Syuja. Deretan belakang telah dibeli Alvaro sepenuhnya. Dia sengaja memborong, agar keenam bangunan itu tidak dimiliki orang di luar PBK.
Cluster itu hanya berbatasan tembok dengan cluster 5, di mana Wirya dan rekan-rekannya menetap. Mereka mendapat izin dari pihak pengelola, untuk membuat gerbang penghubung dua cluster, supaya lebih mudah berkumpul dengan para pengawal muda dan teman-teman anggota PG, serta PC dan PCD, yang tinggal di cluster 7.
Avreen menuruni tangga sambil bersenandung. Tiba di lantai bawah, dia berbalik dan spontan menjerit, karena dikageti oleh Marley. Avreen memukuli Kakak sepupunya, yang justru terus memancing agar gadis tersebut mengeluarkan jurus karate secara penuh.
"Yama zuki. Mae geri dan mawashi geri!" seru Marley sembari menangkis serangan Avreen. "Yang kuat, Dek. Masih lemah ini!" pekiknya sambil bergerak mundur.
Winarti yang menyaksikan hal itu, hanya bisa menggeleng pelan. Meskipun sudah terbiasa rumahnya dijadikan tempat latihan bela diri oleh semua anak, menantu dan para pengawal, tetap saja Winarti terkaget-kaget.
Ketika Avreen terjatuh, Winarti nyaris memekik. Dia khawatir gadis itu terluka. Namun, Avreen segera bangkit dan kembali menyerang kakaknya dengan semangat.
"Kalau lagi lowong, berlatih sama Nuriel," cakap Marley, sesaat setelah berhenti berkelahi pura-pura. "Pukulan dan tendanganmu masih lemah. Nanti lawanmu nggak berasa sakit," lanjutnya sembari menarik tangan sang adik, untuk duduk di sofa ruang tengah.
"Bang Nuriel nggak berani ngelatih aku," terang Avreen sambil mengatur napasnya yang memburu.
"Kenapa?" tanya Marley.
"Dia pernah ninju lenganku dan sakit banget. Aku nangis. Dia panik."
Marley melengos. "Namanya lagi berlatih, jangan nangis."
"Sakit, Mas."
"Kalau latihannya pura-pura, pas berantem beneran kamu akan tetap lemah."
Avreen meringis. "Aku memang nggak segahar Kak Liana, Kak May dan Kak Mala, atau Kak Dinda. Hatiku lembut bak sponge cake."
"Kamu nyebut itu, aku jadi pengen." Marley mengambil ponsel dari meja. "Mau pesan, nggak?" tanyanya sambil mengutak-atik layar ponsel.
"Aku mau red velvet."
"Oke." Marley menengadah untuk menatap Winarti. "Ibu mau?" tanyanya.
"Kamu pesan dari toko siapa?" Winarti balik bertanya.
"Falea. Dia buka cabang baru di dekat POMAD," jelas Marley.
"Ada bikang atau ketupat ebi?"
Marley mengecek daftar menu. "Talam ebi, sisa 10. Bikang, ada 8."
"Beli semua. Sama pie, yang besar. Dua pack."
"Ada lagi?"
"Aku juga mau caikue," sela Yunara, anak Malanaya dan Yanuar, yang baru turun dari lantai dua bersama para sepupunya.
"Aku mau roti abon," pinta Arjuna, anak pertama Alvaro dan Mayuree, sambil mengarahkan Fadel, anak Prabu dan Dinda, agar duduk di dekat neneknya.
"Aku mau ... apa tuh, Yah? Yang waktu itu Bunda beli," timpal Krisna sembari duduk di sebelah kanan ayahnya.
"Kayak gimana, Mas?" desak Marley.
"Kotak-kotak. Ada kelapanya," jelas Krisna.
"Klappertart," celetuk Avreen.
"Ya, yang itu," balas Krisna.
Sementara di lantai tiga base camp, Jauhari dan teman-temannya tengah mendengarkan penjelasan Wirya, tentang perubahan jadwal kerja sampai akhir tahun nanti.
Jauhari yang merupakan asisten satu Wirya, mengecek ulang jadwalnya yang ternyata lebih padat dari jadwal sebelumnya.
Jauhari menggaruk-garuk dagunya. Dia tidak bisa memprotes, karena tahu jika Wirya sengaja mengatur seperti itu, supaya bisa melatih Jauhari lebih berat dibandingkan yang lainnya.
Sejak Deaember tahun lalu, telah diumumkan posisi penting kesepuluh anggota pengawal lapis tiga. Hisyam, Jauhari, Aditya, Yusuf dan Jeffrey akan diarahkan untuk menjadi pengganti petinggi PBK. Sementara Qadry, Chairil, Fawwaz, Ibrahim dan Nanang, nantinya akan mengelola PB.
PBK dan PB merupakan dua perusahaan dalam satu panji Pramudya-Baltissen Grup. Bila PB menyediakan tenaga sekuriti, PBK khusus menangani pengawal pribadi.
Yanuar yang menjadi direktur utama PB, hendak lengser awal tahun depan. Sebab itu Qadry dan keempat sahabatnya telah dibebastugaskan dari posisi mereka sebagai pengawal, ataupun pengawas unit kerja. Sebab mereka harus bekerja keras menguasai posisi pekerjaan masing-masing.
Wirya yang tadinya juga hendak melepaskan jabatan, terpaksa menundanya. Hisyam yang masih bertugas di London, baru selesai kontrak kerjanya awal Desember mendatang.
Selain itu, Sultan, Gustavo dan Tio telah meminta Wirya untuk tetap menjadi dirut PBK sampai Hisyam siap menggantikan posisinya, paling cepat 2 tahun lagi.
"Ada yang mau bertanya?" Wirya memerhatikan sekeliling.
Hasbi, anggota tim lapis empat mengangkat tangan kanannya. "Bang, aku dialihkan pegang Eropa mana aja?" tanyanya.
"Semuanya. Karena unit kerja kita nambah. Begitu pula dengan proyek para bos PG, yang menjadi tanggung jawab kita untuk menjadi pengawasnya," jelas Wirya.
"Kami cuma berenam. Aku, Dimas, Syuja, Bang Ari, Bang Yusuf dan Bang Jeffrey. Kayaknya berat pegang wilayah sebesar itu dengan sedikit orang."
"Kamu lupa? Di sana ada Lazuardi, Sanjaya, Azri, Robi, Valdi, Irwin dan Frank. Syafid, Fattah dan Kurniawan juga sudah oke banget jadi asisten Hisyam sama Rangga."
"Oh, Bang Robi dan teman-temannya, masih dinas di sana?"
"Ya, sampai Juli tahun depan."
"Kupikir mereka ikut pulang juga dengan tim Bang Hisyam."
"Enggak. Hanya Hisyam, Utari, Puspa, Fatma, dan Beni yang pulang. Lainnya masih stay. Termasuk Kimora."
"Pacarku masih di sana. Tenang aku." Hasbi tersenyum saat diteriaki teman-temannya.
"Kamu ngomong gitu, sudah nyiapin antaran berapa?" tanya Wirya. "Keluarga Pangestu itu konglomerat. Nggak mungkin cuma ngasih antaran 100 juta," lanjutnya.
"Muka Hasbi langsung pucat," ledek Jauhari.
"Keringat dingin," imbuh Yusuf.
"Baek-baek habis ini Hasbi kejang-kejang," sahut Aditya.
"Pingsan," balas Jeffrey.
"Koma," tambah Fawwaz.
"Habis itu, koit," pungkas Nanang.
04Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal. Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut. "Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah. "Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya. "Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius. "Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima. "Cecurut," imbuh Aditya. "Ikan badut," lontar Hasbi. "Anjing laut," papar Jeffrey. "Singa laut
05"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru."Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas. "Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan." "Buatan Kak Mala pasti pedas." "Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi." Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non." Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?" "Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W." "Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane." "Mau ngapain ke sana?" "Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus." Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus." "Bisa, kan?" "Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
01"Om, jalannya jangan dekat-dekat," bisik Avreen Ravania Gahyaka. "Saya pengawal khusus Nona, nggak bisa jauh-jauh," sahut pria bermata sipit, sambil membatin, karena lagi-lagi dirinya dipanggil Om. "Udah, deh. Sampai sini aja." "Mohon maaf, Non. Permintaan Pak Sultan, saya harus mendampingi Non sampai acara selesai."Perempuan berkulit putih tiba-tiba berhenti, dan menatap tajam pria berbibir tipis, yang juga turut menghentikan langkah. "Aku malu, tahu nggak?" ketusnya. "Enggak." Avreen mencebik. "Tiap Om dampingin itu, aku diledekin teman-teman!" "Diledekin gimana?" "Aku dibilang piaraan Om. Sugar baby." Pria bersetelan jas biru mengilat semi formal tersebuit, bersusah payah menahan tawa yang nyaris menguar. Dia melirik segerombolan perempuan dan laki-laki muda, yang tengah memerhatikan mereka dari sekitar area."Begini aja, kalau mereka ngeledek lagi, Nona bisa balas kalau justru Nonalah yang membayar saya sebagai, ehm ... apa itu namanya? Yang cowok nyenengin cewek itu?"
02Hari berganti hari. Jauhari tengah mengemudi, ketika ponselnya bergetar nyaris tanpa henti. Dia penasaran, tetapi karena sedang mengejar waktu akhirnya Jauhari mengabaikan hal itu. Pria berlesung pipi tiba di tempat parkir depan kantor PBK di kawasan Jakarta Selatan. Dia mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Kemudian menyambar ponsel dari dashboard, dan menarik tas kerja di kursi samping kiri. Sekian menit terlewati, Jauhari sudah tiba di lantai 3. Dia mengayunkan tungkai keluar dari lift, sembari memandangi puluhan pengawal muda berbagai angkatan, yang tengah di-briefing Yoga Pratama, direktur operasional PBK. Jauhari tiba di ujung koridor. Dia mengetuk pintu bercat abu-abu sebanyak 3 kali, kemudian membuka benda itu setelah mendapatkan jawaban dari dalam. Jauhari memasuki ruangan. Dia menegakkan badan dan memberi hormat, yang dibalas anggukan Wirya, sang direktur utama PBK. "Tumben kamu ke sini pagi-pagi. Aya naon?" tanya Wirya. "Mau ngobrol bentar," sahut Jauhari.
09Selama sehari berikutnya, kelompok pimpinan Nuriel bertandang ke kediaman Keven Kahraman, salah satu anggota tim 3 PG. Keven dan Aruna, istrinya, telah menetap di Sydney semenjak mereka belum menikah. Keven adalah putra angkat Timothy Arvhasatys, seorang pengusaha senior yang merupakan blasteran Indonesia dan New Zealand. Selain Keven, Bryan Chavas juga diangkat anak oleh Timothy. Kedua orang tua Keven dan Bryan adalah sahabat Timothy. Hingga pria tua tersebut memaksa untuk menjadikan kedua pria blasteran itu sebagai anak angkatnya. Timothy hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Hansel. Sebab itulah Timothy membutuhkan anak yang lain untuk membantunya meneruskan bisnis yang sudah dirintisnya sejak muda, di Australia dan New Zealand. Timothy yang menetap di Auckland, New Zealand, juga kerap mengunjungi kedua putra angkatnya, dan keempat cucu yang sangat disayanginya. Dikarenakan Hansel belum menikah, maka Timothy meanggap anak-anak Keven serta Bryan sebagai cucunya. Sela
08Dedi, ketua pengawal area Australia dan New Zealand, menyambangi kelompok yang baru tiba di depan pintu keluar, terminal kedatangan Bandara Sydney. Dedi memberi hormat yang dibalas keempat pengawal tersebut dengan hal serupa. Mereka bersalaman dan saling mendekap sesaat. Kemudian Dedi berpindah untuk bersalaman dengan ketiga gadis. Dari kejauhan, seorang pria berbadan tegap mendekat dengan cepat. Harzan, ketua regu pengawal Jourell Cyrus, langsung mendekap Jauhari yang dianggapnya sebagai Abang kandung. Harzan adalah Adik Andara, asisten Zulfi. Dia juga merupakan saudara sepupu Khairani, dan Falea, istri Benigno Griffin Janitra. Harzan menjadikan Jauhari sebagai salah satu senior favoritnya. Terutama karena pria berlesung pipi tersebut sangat ramah. "Zan, kamu meluknya kekencangan. Aku kegencet!" protes Jauhari. "Aku beneran kangen sama Abang. Sudah lama kita nggak ketemu," sahut Harzan sembari memgurai dekapan, dan beralih menyalami Avreen serta yang lainnya. "Berapa lama, y
07Jalinan waktu terus berjalan. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Avreen dan kedua sahabatnya. Mereka begitu antusias untuk memulai perjalanan panjang ke negeri kangguru. Alvaro dan Wirya serta Marley, melepas langsung keberangkatan kelompok pimpinan Nuriel. Ketiganya bersalaman dengan keempat pengawal muda, yang akan menjaga ketiga gadis, selama sebulan ke depan. Wirya mendekap anak buahnya satu per satu. Saat tiba giliran Jauhari, Wirya memeluk asiaten kesayangannya itu lebih lama. Hati Wirya gelisah, karena dia khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak baik di tempat tujuan. "Dedi, Harzan dan Chatur, akan menemani kalian secara bergantian," ujar Wirya sembari mengurai dekapan. "Jangan lengah, Ri. Kamu andalanku, karena kamu paling senior," lanjutnya. "Ya, Bang," sahut Jauhari. "Jangan sungkan buat nelepon Mas Keven, Mas Bryan, Hansel atau Jourell. Mereka pasti langsung membantumu jika menemukan kendala." "Siap." "Kalau jadi ke Brisbane, hubungi Dilbert dan Kenrich. Merek
06"Abang tadi ngomong apa sama Non Avreen?" tanya Khairani. "Yang mana?" Jauhari balik bertanya. "Pas nonton tadi. Kalian ngobrol lama." "Oh. Dia nanya gerakan apa yang dipakai hero-nya. Kujelaskan." "Cuma ngomong gitu, tapi, kok, lama banget?" "Enggak, ahh. Sebentar, doang." "Pake nempel lagi." "Mana?" Jauhari mengerutkan dahi. "Kamu ngomongnya aneh. Kenapa?" desaknya. "Beneran deketan tadi. Sama-sama ngeseser mepet." "Jelaslah menggeser, kami kehalang satu kursi kosong." "Aku nggak suka." "Kenapa mesti begitu?" Khairani mendengkus. "Abang masih nggak paham juga." "Maksudnya?" "Kubilang, aku nggak suka. Peka dikit coba!"Jauhari tertegun sesaat, kemudian dia berkata, "Ran, sudah kujelaskan dari dulu, kalau aku cuma anggap kamu sebagai Adik. Aku nggak bisa ngubah hati buatmu." "Kenapa nggak bisa?" "Sulit dijelaskannya. Tapi, pastinya aku lebih nyaman kayak gini." "Aku cinta sama Abang." "I know that, dan terima kasih banyak. Tapi, aku beneran nggak bisa membalas cin
05"Ini, dari Ibu," tutur Avreen sambil mengulurkan tas belanja biru."Makasih," jawab Jauhari. Dia mengambil tas dan mengecek isinya. "Wangi seblak," ungkapnya sembari mengangkat satu wadah makanan plastik dari dalam tas. "Hu um. Kak Mala bikin banyak. Jadinya dibagikan." "Buatan Kak Mala pasti pedas." "Iya, tapi enak. Aku sampai nambah tadi." Jauhari menyunggingkan senyuman yang menjadikan lesung pipinya tercetak dalam. "Sekali lagi, makasih, Non." Avreen mengangguk. Dia mengamati lelaki yang tengah mengecek isi tas. "Om, kata Bang Varo, Om sudah cukup hafal wilayah Australia. Beneran?" "Lumayan. Aku hampir tiap bulan dinas di sana. Kadang sambil ngawal para bos, atau Bang W." "Habis ngecek kampusnya, aku pengen ke Brisbane." "Mau ngapain ke sana?" "Penasaran sama pantainya. Kata Bang Varo, bagus." Jauhari manggut-manggut. "Ya, memang bagus." "Bisa, kan?" "Lihat sikon, Non. Kalau waktunya cukup, kuantarkan ke sana. Kalau nggak, kita ke pantai di sekitar Sydney aja. Bagus
04Avreen memerhatikan para lelaki yang tengah melakukan lomba renang. Dia turut berseru bersama penonton lainnya, kala Nuriel melesat meninggalkan para peserta lomba.Avreen yang berada di kursi teras, berdiri dan jalan cepat menyambangi ajudannya, yang baru tiba di tepi kolam. Avreen beradu toss dengan Nuriel, lalu dia berjoget untuk merayakan kemenangan sang pengawal. Nuriel bergegas naik dan turut bergoyang. Keduanya tidak peduli diteriaki yang lainnya. Terutama dari lawan Nuriel yang kalah lomba tersebut. "Riel, kamu makan apa, sih? Berenangnya cepat banget," tukas Yusuf sembari menggosokkan handuk ke badannya yang basah. "Biasa aja, Bang. Nggak ada yang spesial," jawab Nuriel yang telah berpindah duduk di bangku panjang bersama nonanya. "Mungkin Nuriel adalah titisan pesut," sela Jauhari sambil memasang tampang serius. "Bukan, dia dulunya belut," cakap Chalid, ajudan Panglima. "Cecurut," imbuh Aditya. "Ikan badut," lontar Hasbi. "Anjing laut," papar Jeffrey. "Singa laut
03Siang menjelang sore itu, Jauhari tiba di kediaman Sultan bersama rekan-rekannya. Mereka tidak melewati pintu utama, melainkan melalui gerbang putih di sisi kanan bangunan. Belasan pria dan beberapa perempuan berpakaian safari hitam, melintasi taman samping sembari berbincang. Avreen yang berada di kamarnya di lantai dua, mengintip dari jendela yang terbuka separuh. Dia memerhatikan para ajudan lapis tiga dan empat yang berbelok ke kiri, hingga mereka menghilang di balik tembok. Avreen menduga jika tim pengawas unit kerja itu hendak melakukan rapat di base camp. Yakni bangunan tiga lantai yang berada di sisi kiri kolam renang. Perempuan berkulit putih bangkit berdiri. Dia menyambar ponsel dari meja rias dan memasukkannya ke saku celana, sebelum melangkah keluar kamar. Suara para bocah terdengar dari ruangan khusus bermain, yang berada di sebelah kiri kamar Avreen. Tempat itu dulunya adalah kamar Mayuree dan Marley. Setelah mereka menikah dan pindah ke rumah masing-masing, dua
02Hari berganti hari. Jauhari tengah mengemudi, ketika ponselnya bergetar nyaris tanpa henti. Dia penasaran, tetapi karena sedang mengejar waktu akhirnya Jauhari mengabaikan hal itu. Pria berlesung pipi tiba di tempat parkir depan kantor PBK di kawasan Jakarta Selatan. Dia mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Kemudian menyambar ponsel dari dashboard, dan menarik tas kerja di kursi samping kiri. Sekian menit terlewati, Jauhari sudah tiba di lantai 3. Dia mengayunkan tungkai keluar dari lift, sembari memandangi puluhan pengawal muda berbagai angkatan, yang tengah di-briefing Yoga Pratama, direktur operasional PBK. Jauhari tiba di ujung koridor. Dia mengetuk pintu bercat abu-abu sebanyak 3 kali, kemudian membuka benda itu setelah mendapatkan jawaban dari dalam. Jauhari memasuki ruangan. Dia menegakkan badan dan memberi hormat, yang dibalas anggukan Wirya, sang direktur utama PBK. "Tumben kamu ke sini pagi-pagi. Aya naon?" tanya Wirya. "Mau ngobrol bentar," sahut Jauhari.
01"Om, jalannya jangan dekat-dekat," bisik Avreen Ravania Gahyaka. "Saya pengawal khusus Nona, nggak bisa jauh-jauh," sahut pria bermata sipit, sambil membatin, karena lagi-lagi dirinya dipanggil Om. "Udah, deh. Sampai sini aja." "Mohon maaf, Non. Permintaan Pak Sultan, saya harus mendampingi Non sampai acara selesai."Perempuan berkulit putih tiba-tiba berhenti, dan menatap tajam pria berbibir tipis, yang juga turut menghentikan langkah. "Aku malu, tahu nggak?" ketusnya. "Enggak." Avreen mencebik. "Tiap Om dampingin itu, aku diledekin teman-teman!" "Diledekin gimana?" "Aku dibilang piaraan Om. Sugar baby." Pria bersetelan jas biru mengilat semi formal tersebuit, bersusah payah menahan tawa yang nyaris menguar. Dia melirik segerombolan perempuan dan laki-laki muda, yang tengah memerhatikan mereka dari sekitar area."Begini aja, kalau mereka ngeledek lagi, Nona bisa balas kalau justru Nonalah yang membayar saya sebagai, ehm ... apa itu namanya? Yang cowok nyenengin cewek itu?"