Siapa nih hantu masa lalunya Andrea?
“Jadi, kapan kau akan mengenalkanku pada adikmu?” Mia mendorong kursi agar lebih dekat dengan meja Andrea, menatapnya dengan sorot memohon seraya mengerjap pelan.Andrea melirik juniornya setengah geli. Pertanyaan itu hampir setiap hari dilontarkan oleh Mia. Nyaris tiada hari tanpa Mia yang mengungkit betapa tampannya Julian dengan setelan jas lengkap di hari pernikahannya atau betapa manisnya Julian saat sang adik bungsu mampir untuk menjemputnya selepas kuliah.Ia memaklumi reaksi sang junior. Mia bukan satu-satunya gadis yang terpukau dengan ketampanan dan gestur kecil Julian. Di tengah anak muda yang berpenampilan urakan dan lebih suka hubungan cinta semalam, sosok Julian yang sopan dan tak tersentuh berhasil menarik hati para gadis muda.“Aku sudah bercerita ada juniorku yang ingin mengenalnya lebih dekat, tapi belum ada jawaban pasti darinya.” Andrea membereskan barang-barangnya ke tas, menyempatkan diri untuk berkaca sejenak dan memastikan penampilannya tidak berantakan. “Sampa
Andrea membelalak. Tidak percaya kalimat itu akan keluar dari bibir adik bungsunya. Pandangannya seketika bergulir pada Leo yang sama terkejutnya.“Kau bilang apa?” Pertanyaan itu melesak setelah beberapa menit Leo tertegun atas pernyataan Julian.Julian melipat kedua tangan di atas meja, menatapnya dan Leo bergantian. “Demi pernikahan kalian, apakah kau bersedia untuk melaporkan Logan ke polisi atau membuat perintah perlindungan agar pria itu tidak bisa mendekati Andrea?”Leo mengembuskan napas berat, memikirkan ucapan Julian. Ia menggeser posisi, menepuk kursi sebagai isyarat agar sang suami duduk alih-alih berlutut. Andrea terkesiap kala jemari yang lebih besar menemukan tangannya di bawah meja, meremas tautan mereka lembut.“Bagaimana kalau kau jelaskan dulu apa yang sebenarnya terjadi?” Leo menarik napas dalam, mencoba berpikir dengan kepala dingin. “Kenapa Logan harus kulaporkan ke polisi karena menemui Andrea?”Julian meliriknya untuk meminta izin, tahu bahwa ia tidak akan sang
“Ada beberapa orang yang ingin kutelusuri, tapi mari mulai dari yang paling mendesak.” Leo mengeluarkan ponsel, mencari foto mantan kekasih Andrea yang dikirim oleh Julian kemarin. “Namanya Logan Blackhill. Pria ini adalah mantan kekasih istriku yang tiba-tiba kembali untuk mengusiknya lagi.”Roger, detektif swasta yang direkomendasikan oleh William, mengamati foto Logan dengan cermat. “Ketakutan akan kemungkinan istrimu berselingkuh?”Leo menyeringai lebar. Tidak ada sirat jenaka dalam matanya. “Ketakutan karena mimpi buruk istriku datang, lebih tepatnya. Sependek pengetahuanku, pria ini sangat bermasalah dan sempat menghilang ke Amerika selama beberapa tahun. Aku mau tahu semua yang ia lakukan sebelum, saat dan setelah menjalin hubungan dengan Andrea.”Ruang istirahat karyawan di kafe berubah menjadi ruang rapat belakangan ini. Biasanya Leo berbincang dengan berbagai supplier, tetapi khusus untuk hari ini ia memberi perintah pada Daniel agar tidak ada karyawan maupun pengunjung yang
Andrea mengempaskan diri di kursi berlengan yang berada di sebelah rak buku. Novel fantasi romansa yang beberapa saat lalu tengah dibaca, kini diletakkan di atas meja kayu kecil berdampingan dengan secangkir teh yang masih mengepul.“Jadi, Logan sudah kembali?” tanya Lily dari seberang sambungan. “Apa lagi yang diinginkan si brengsek itu kali ini.”Inilah alasannya menutup buku meski tak rela. Ia sedang berada di tengah pertarungan pedang antara sang prajurit dengan bandit untuk menjaga perbatasan saat ponselnya berdering nyaring. Namun, identitas penelepon berhasil membuatnya mengurung kesal.Andrea menduga Lily dan Darren mengetahui kabar tentang kembalinya Logan dari Julian, mengingat si adik bungsu dan temannya yang berkacamata terbilang dekat. Tidak butuh waktu lama sama Lily ikut menden
Leo menghela napas panjang sembari menurunkan kacamatanya. Menyandarkan punggung ke sofa, ia mendapati cahaya jingga sang surya telah pudar digantikan oleh sinar temaram sang purnama.Menoleh pada wanita yang dengan sibuk dengan buku bacaannya di seberang sofa, bibirnya tertarik tanpa bisa ditahan ketika menangkap rupa damai istrinya. Sesuatu yang jarang ia lihat belakangan ini kecuali saat Andrea tidur dan tenggelam dalam novelnya karena kehadiran Logan.Sudah tiga jam berlalu sejak mereka kembali. Leo meminta waktu sebentar pada Andrea untuk memeriksa laporan yang diminta oleh William—ia bersumpah temannya yang satu itu mulai memanfaatkan kesempatan dari perjanjian mereka dan perlahan-lahan menyeretnya kembali bekerja.Leo ingat Andrea hanya mengangguk paham kemudian meraih novelnya yang masih setengah seles
Langit London yang mendung dengan awan hitam yang menggulung berkebalikan dengan suasana hati Andrea yang sumringah. Untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu, ia bisa menghirup udara segar. Perjalanan dari rumah menuju kantor dan kafe tidak dihitung.“Kau banyak tersenyum pagi ini,” cetus Leo mengamati rupa sang istri. Sebelah lengannya merangkul pinggang Andrea protektif.Senyum Andrea mengembang. “Ini kencan pertama setelah menikah, bukan?”Sebelah alis Asher terangkat, termenung sejenak. “Ah … kelihatannya aku melalaikan salah satu kewajibanku. Mulai sekarang, kita jadwalkan untuk berkencan tiap seminggu atau dua minggu sekali, bagaimana?”Andrea terkekeh pelan. Niatnya bukan menyinggung sang suami dengan mengungkit kencan mereka yang nyaris nihil setelah menikah. Ia memahami kesibukan Leo yang sangat menyita waktu. Inginnya semata-mata mengungkapkan perasaan gembira setelah benaknya terkekang.“Tidak perlu memaksakan diri,” sahut Andrea. “Aku cukup senang dengan kencan kita di
Leo bersumpah ada yang aneh dengan Andrea.Saat ia kembali dari kios yang menjual ayam dan membeli teh susu yang Andrea suka untuk melengkapi pagi sang hawa, wanita itu duduk dengan tegang di bangku panjang. Ekspresinya mengeras. Matanya memandang kejauhan. Bahkan saat Leo duduk di sampingnya, Andrea tidak langsung bereaksi.“Darling, kau baik-baik saja?” tanyanya seraya menggapai jemari sang istri yang ternoda oleh saus dari pai daging lantaran menggenggamnya terlalu erat.Andrea terkesiap. Mulutnya nyaris menganga, matanya membelalak. Selama beberapa detik, wanita itu bereaksi seolah ia adalah penjahat yang siap menyergap. Respons itu sudah cukup meningkatkan kewaspadaan Leo terhadap sekitar.Apa yang sebenarnya dilihat Andrea hingga sang hawa terpekur baga
“Darling, bisakah kita bicara sebentar?”Gerakan tangan Andrea yang tengah menumpuk piring setelah makan malam terhenti di udara. Cemas sontak menyergap benak. Kalimat itu selalu mengundang resah karena akhir pembicaraan biasanya tidak selalu baik. Bukankah banyak pasangan kekasih yang menemui akhir hubungan setelah pertanyaan itu dilontarkan?Namun, Andrea telah mengantisipasi hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Sudah beberapa hari setelah ia menghindari Leo dengan gamblang. Menghindari ajakan sang pria untuk menghabiskan waktu bersama, bahkan menolak untuk diantar-jemput dan melakukan tradisi mereka. Sentuhan ringan pun berkurang drastis.Andrea tahu kalau mengelak bukanlah keputusan yang bijak, tetapi terlampau sibuk dengan benang kusut dalam kepala juga suara yang senantiasa berteriak dalam pikiran membuat sisi rasionalnya terpaksa dinomorduakan.“Apakah mendesak?” balasnya seraya membasahi bibir gugup, mencoba menjaga agar suaranya tidak gemetar. “Aku perlu mencuci piring dulu